Anda di halaman 1dari 13

Wortschatzerinnerungskarte: Menguasai Bahasa melalui Kosakata

Rofi’ah
Prodi Keguruan Bahasa, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
E-mail: rofi.ofie@gmail.com

ABSTRACT: This present study intends to describe the use of learning medium
Wortschatzerinnerungskarte in second language class. It is a kind of vocabulary card, that
is used in the end of the lesson, especially after the students got a new material. They were
already taught the words and this card becomes a reminder card, so that the words don’t fly
away and the students can keep those words longer in their mind (as long term memory).
This descriptive qualitative study is supported by quantitative data. The researcher was the
main instrument of the study. The another instruments, like observation sheet, test and
questionaire, were the help instruments. The result of the study revealed that the use of
Wortschatzerinnerungskarte is effective and can increase the student’s learning motivation.
In addition, this learning medium can help the students remembering the vocabulary better
and even enhance their performance as well.

Keywords: learning medium, vocabulary learning, vocabulary reminder card, Wort-


schatzerinnerungskarte

Berbicara mengenai kosakata membuat saya bernostalgia dengan masa lalu di bangku
sekolah: kamus tebal dengan daftar kata yang terdiri dari dua kolom, kolom kiri bahasa
asing, kolom kanan padanan kata dalam bahasa Indonesia, atau sebaliknya. Kemudian
kami, sebagai siswa, harus menghafal, menghafal, dan menghafal kosakata yang
ditentukan. Kami seolah harus memfotokopi ke dalam otak atau sekedar menelan kata-
kata bahasa asing tersebut dengan cara yang sangat konvensional. Jika tidak hafal, kami
tidak akan tahu arti kata, jika tidak tahu arti kata, maka kami tidak bisa menguasai
bahasa. Karena itu, pembelajaran kosakata menjadi momok yang menakutkan dan
membosankan di mata siswa (lihat Frischkopf, 2013; Amelia, 2012; Kolegarová, 2010;
Lip, 2009; Mehrpour, 2008; Pudiyastuti, 2008; Ghazal, 2007)
Berbagai macam usaha untuk mencari cara paling ideal dalam pembelajaran
bahasa melalui kosakata sudah dilakukan oleh banyak ahli di seluruh dunia. Di Swiss,
Frischkopf (2010) memaparkan berbagai macam cara untuk mempelajari kosakata
melalui Wortschatzerwerb (pemerolehan/akuisisi kosakata) yang menitikberatkan pada
makna (semantik), dengan cara mempelajari sinonim-antonim, kata yang bermakna
jamak, ujaran-ujaran, dan lain sebagainya. Frischkopf juga menawarkan cara mem-
pelajari kosakata secara terstruktur, misalnya melalui teknik mindmap. Selain itu,
Tahirian (2009) juga mengembangkan strategi untuk mempelajari bahasa melalui
pembelajaran kosakata dengan cara mengembangkan Taxonomi Schmitt.
Mengenai penguasaan strategi pembelajaran kosaka, Ghazal (2007) menyebutkan
dalam penelitiannya, bahwa salah satu hal yang patut diperhatikan adalah, guru hendak-
nya mengubah kebiasaan decontextual strategy (strategi tanpa konteks: kata diartikan
secara langsung dengan bahasa sumber) menjadi contextual strategy (strategi
kontekstual: belajar kosakata secara kontekstual, dengan membentuk kata dan membuat
kalimat menggunakan bahasa target). Bertentangan dengan Ghazal, hasil penelitian
komparasi Mehrpour (2008) justru menunjukkan bahwa decontextual strategy
berpengaruh lebih signifikan daripada contextual strategy. Hal itu dibuktikan melalui
hasil tes pebelajar kelas bahasa Inggris di Iran: nilai mereka yang mempelajari kosakata
tanpa konteks justru lebih baik daripada pebelajar yang menggunakan konteks bahasa
target.
Di belahan bumi asia, Lip (2007) mencoba mencari tahu strategi yang paling
sering digunakan pebelajar di Hongkong untuk mempelajari kosakata. Hasil penelitian
Lip menunjukkan bahwa strategi yang paling sering digunakan adalah 1) mengucapkan
kosakata secara berulang-ulang dalam hati; 2) menganalisis kosakata dengan merinci
suku katanya; 3) mempelajari kosakata melalui proyek tertentu; dan 4) bertanya arti kata
pada teman sekelas. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan urgensi
penguasaan strategi untuk mempelajari kosakata.
Selain strategi-strategi di atas, penelitian mengenai media untuk pembelajaran
kosakata juga telah dilakukan oleh Pudiyastuti (2008) dan Amelia (2012). Pudiyastuti
memperkenalkan media kartu untuk pembelajaran bahasa Jerman, sedangkan Amelia
menawarkan alternatif media gambar tiga dimensi untuk bidang yang sama. Kedua
penelitian tersebut digunakan untuk memperkenalkan kosakata baru kepada siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, kedua media tersebut menarik perhatian siswa dan
terbukti efektif digunakan di kelas bahasa (Jerman).
Temuan pada penelitian-penelitian di atas merupakan ide-ide yang menarik dan
sangat bermanfaat untuk pembelajaran bahasa. Selain itu, jika dilihat di lapangan, ada
banyak alternatif strategi dan media pembelajaran kosakata yang kreatif dan menarik,
seperti gambar, lagu, puisi, kartu dan lain sebagainya (lihat Kolegarova: 2012; Amelia:
2012; Pudiyastuti: 2008; Lip:2009; Mehrpour: 2008; Ghazal: 2007 ). Namun yang
menjadi masalah, dengan strategi dan media tersebut, dapatkah peserta didik terus
mengingat kosakata yang mereka pelajari? Berdasarkan observasi di sebuah sekolah
menengah atas, mereka seringkali menggunakan berbagai macam strategi dan media
yang menarik untuk mempelajari kosakata baru. Namun pada pertemuan selanjutnya,
siswa masih saja lupa dengan makna kata. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan media untuk menguatkan ingatan peserta didik
akan kosakata.
Penelitian ini berada pada ranah yang sama dengan penelitian yang telah
dipaparkan di atas, yakni berkenaan dengan cara mempelajari bahasa melalui kosakata,
baik dengan strategi maupun media. Letak perbedaan penelitian ini dengan semua
penelitian di atas adalah, media dan strategi dalam penelitian ini bukan fokus untuk
mempelajari, memahami dan menerima sebanyak-banyaknya kosakata baru, tetapi lebih
untuk menguatkan ingatan peserta didik terhadap kosakata yang telah diajarkan
sebelumnya. Dengan demikian, kartu ini berfungsi sebagai kartu pengingat kosakata
(Wortschatzerinnerungskarte).

WORTSCHATZERINNERUNGSKARTE?
Wortschatzvermittlung atau media kosakata bertujuan untuk membuat
pembelajaran kosakata menjadi lebih efektif. Hal itu sesuai dengan tujuan utama
penggunaan media, yakni untuk membuat pelajaran lebih aktif, efektif dan menghindari
kebosanan (lihat Munadi, 2013: 43-47). Bentuk Wortschatzvermittlung bisa bermacam-
macam dan dengan ragam yang berbeda, tapi dengan prinsip yang sama. Pada
prinsipnya, Wortschatzvermittlung tersebut berfungsi untuk mengenalkan kosakata baru
dengan cara penyampaian tertentu. Píśová (2007: 44) juga menyebutkan hal senada,
bahwa fungsi media adalah mengenalkan makna kosakata atau struktur baru kepada
siswa.
Wortschatzerinnerungskarte merupakan kartu kosakata seperti pada umumnya:
kartu yang di dalamnya tertulis satu kosakata (baik kata benda, kata kerja, maupun kata
sifat, kata penghubung, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan). Namun berbeda
dengan prinsip Wortschatzvermittlung, Wortschatzerinnerungskarte tidak mengenalkan
kosakata maupun struktur kata baru. Media ini merupakan alat bantu peserta didik
untuk mengingat kembali kosakata yang telah mereka pelajari dalam proses
pembelajaran (untuk proses penggunaan dan aturan pemakaiaan lihat lampiran 1). Jadi,
peserta didik sudah mengenal kosakata itu terlebih dahulu dan kartu ini berlaku sebagai
pemerkuat ingatan akan kosakata. Dengan demikian, peserta didik yang lupa dapat
mengingat kembali, sedangkan yang sudah ingat akan semakin lekat.

Gambar 1 Wortschatzerinnerungskarte

Untuk mengingat kembali, peserta didik membutuhkan pengulangan-


pengulangan. Salah satu bentuk pengulangan dan kilas balik tersebut adalah dengan
menggunakan media Wortschatzerinnerungskarte di setiap akhir pembelajaran,
khususnya setelah mempelajari tema baru. Pengulangan seperti itu akan membuat
ingatan lebih kuat, sehingga peserta didik dapat mengingat materi yang telah mereka
pelajari dengan baik. Seperti pepatah latin yang berbunyi Repetitio est mater
studiorum,’pengulangan adalah induknya ilmu’ (lihat Vogt, 2012:4). Pepatah itu
menekankan, bahwa peserta didik sebaiknya mengulangi, dalam artian mempelajari lagi
dan lagi hingga mereka benar-benar menguasai. Dengan demikian, kosakata yang telah
diajarkan pada proses pembelajaran tidak hilang begitu saja.

Pembelajaran Kosakata dengan Konteks


Kosakata terkesan nonsense jika diajarkan hanya kata per kata, tanpa dikaitkan
dengan konteks makna dan penggunaannya. Maka dari itu, kosakata harus diajarkan
dalam suatu konteks yang bermakna. Artinya, kosakata tidak dapat diajarkan secara
terpisah, karena ketika digabungkan dengan bagian leksikal lain, kata akan membentuk
konteks yang multi-makna. Die neuen Wörter sollten also nicht isoliert werden,
sondern in Verbindung mit anderen lexikalischen Einheiten vernetzt sein (lihat Píśová,
2007:37). ‘Kata-kata baru sebaiknya tidak diajarkan secara terisolasi, melainkan harus
dikaitkan dengan bagian-bagian leksikal lainnya’. Selain itu, pembelajaran kosakata
kata akan lebih bermakna, ketika kata diajarkan bukan hanya sekedar apa maknanya,
melainkan lebih kepada bagaimana fungsi dari kata tersebut atau bagaimana
penggunaannya, karena makna sebuah kata tergantung pada penggunaannya (lihat
Brooks, 1964: 181-182). Itulah yang menjadi alasan mendasar, mengapa kata harus
diajarkan dalam konteks.
Dalam penelitian ini, kosakata yang dibicarakan adalah kosakata dalam konteks
membaca. Keterampilan membaca memang berkaitan erat dengan kosakata dan
memiliki peranan yang sangat penting. Dengan membaca, peserta didik dapat
mengambil berbagai informasi dari teks/ buku untuk memahami materi pelajaran
tertentu. Dalam teks itu, seringkali muncul kosakata-kosakata baru yang menjadi poin
penting demi keberhasilan belajar. Dengan demikian, peserta didik tertuntut untuk
memahami kosakata yang ada dalam teks, agar mereka dapat memahami isi teks secara
keseluruhan. Selain itu, Brown (2010) juga menyatakan bahwa ...the relationship
between vocabulary knowledge and reading comprehension is reciprocal... ‘kosakata
memiliki hubungan resiprokal dengan keterampilan membaca’. Artinya, semakin
banyak pengetahuan kosakata, semakin baik pula pemahaman bacaan siswa. Sehingga
pengetahuan kosakata dapat dilihat melalui kemapuan pemahaman bacaan mereka.
Maka dari itu, saya menggunakan keterampilan membaca untuk menguji pengetahuan
dan hasil pembelajaran kosakata mereka.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif,
dengan peneliti sebagai instrumen utama. Selama penelitian, peneliti bertindak sebagai
partisipan aktif, dalam hal ini adalah sebagai guru. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
bertindak sebagai instrumen pengumpul data dan menjadi partisipan aktif dari penelitian
tersebut (lihat Amos, 2002:7; Moleong, 2010: 9). Selain itu, terdapat beberapa instru-
men pendukung, yakni lembar observasi, tes, dan angket. Penelitian juga didukung data
statistik yang digunakan untuk menghitung skor tes dan hasil angket siswa.
Sumber data penelitian adalah proses pembelajaran di kelas XI-Bahasa, SMA
Islam Kepanjen, dengan menggunakan media Wortschatzerinnerungskarte. Data
penelitiannya berupa aktifitas belajar mengajar selama kegiatan belajar berlangsung,
hasil angket, dan nilai tes membaca siswa setelah penggunaan Wortschatzerinnerungs-
karte. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, tes, dan
angket. Selain itu, metode triangulasi juga digunakan untuk menguji keabsahan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penggunaan Media Wortschatzerinnerungskarte dalam Pembelajaran
Media Wortschatzerinnerungskarte merupakan gagasan baru saya, yang tentunya
belum pernah digunakan di kelas XI-Bahasa SMA Islam sebelumnya. Berdasarkan hasil
dari pengamatan, proses pembelajaran dari awal sampai akhir berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan RPP (Rencana Perangkat Pembelajaran) yang telah dipersiapkan.
Selama pembelajaran, peserta didik sangat aktif dan bersemangat. Seperti kata Munadi
(2013: 43-47), bahwa penggunaan media dalam pembelajaran dapat membangunkan
semangat dan motivasi belajar, serta berpengaruh baik terhadap psikologis peserta didik.
Mereka tidak lagi bosan, proses pembelajaran pun menjadi lebih menyenangkan.
Selain itu, peserta didik juga tertarik dengan media Wortschatzerinnerungskarte.
Menurut mereka, media seperti ini menarik dan tidak membosankan, apalagi jika
terletak pada akhir pembelajaran. Menit-menit akhir pembelajaran sebenarnya identik
dengan menit-menit yang kurang efektif, karena konsentrasi peserta didik seringkali
terganggu, baik terganggu karena sudah lelah belajar, karena sebentar lagi pelajaran
akan berganti atau berakhir, karena memikirkan mata pelajaran berikutnya, dan
sebagainya. Namun, dengan penggunaan media ini, situasi di kelas menjadi lebih
terkendali, karena peserta didik asyik berlomba-lomba menebak, menjelaskan, dan
menulis contoh penggunaan kosakata dalam Wortschatzerinnerungskarte yang mereka
dapatkan.
Hal lain yang dapat diketahui dari hasil pengamatan adalah, pembelajaran dengan
penggunaan media Wortschatzerinnerungskarte di kelas bahasa dapat berjalan dengan
baik. Peserta didik mengikuti pembelajaran dari kegiatan awal sampai akhir. Mereka
juga dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik, serta menunjukkan
antusiasme mereka. Artinya, penggunaan media ini berhasil berjalan dengan baik dan
lancar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Amelia (2012) dan Pudiyastuti (2008),
bahwa media pembelajaran, khususnya yang berbentuk kartu, cocok untuk
pembelajaran bahasa kedua (dalam kasus ini adalah bahasa Jerman). Pembelajaran
dengan menggunakan media seperti itu juga efektif dan dapat meningkatkan motivasi
belajar peserta didik. Karena itu, mereka menginginkan strategi dan media Wortschatz-
erinnerungskarte kembali digunakan di kelas.

Hasil Penggunaan Media Wortschatzerinnerungskarte


Wortschatzerinnerungskarte menjadi salah satu media yang dapat memperkuat
ingatan peserta didik. Media ini berfungsi sebagai alat bantu mengingat sekaligus
memperkuat, sehingga peserta didik dapat memanggil kembali ingatan mereka tentang
kosakata yang telah dipelajari. Dengan demikian, ingatan mereka akan kosakata itu pun
semakin kuat, terlebih mereka harus menulis contoh penggunaan kosakata itu dalam
bentuk kalimat. Dengan demikian, pemahaman mereka pun menjadi lebih baik. Mereka
akan mengingat hal yang mereka lakukan dan saksikan berulang-ulang, karena pada
dasarnya, pengulangan dapat memperkuat ingatan (lihat Vogt, 2012: 4).
Karena media ini berupa alat bantu peserta untuk mengingat (bukan mengetahui/
mempelajari hal baru), maka mereka butuh pengetahuan awal selama proses
pembelajaran. Tanpa pengetahuan awal kartu ini mustahil digunakan. Mereka tidak
akan tahu dan mengenal kosakata yang tertera pada Wortschatzerinnerungskarte, karena
mereka belum pernah mempelajarinya. Sesuai dengan hasil penelitian Pudiyastuti
(2008), bahwa media cetak, sepert kartu, membutuhkan pengetahuan awal dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, peserta didik terlebih dahulu harus belajar materi selama
proses pembelajaran, setelah itu Wortschatzerinnerungskarte baru dapat digunakan.
Selain mengingat kosakata, siswa juga mengetahui cara penggunaannya. Hal
tersebut menjadi seperti demikian karena pembelajaran dengan media Wortschatz-
erinnerungskarte harus kontekstual. Siswa tidak hanya mengartikan kosakatanya saja,
tetapi juga menjelaskan makna dan memberikan contoh penggunaannya dalam kalimat.
Hal ini mendukung pendapat Ghazal (2007), sekaligus berlawanan dengan hasil
penelitian Mehrpour (2008). Berbeda dengan hasil penelitian Mehpour yang
menunjukkan dekontekstual justru lebih signifikan, Ghazal menyatakan bahwa kosakata
hendaknya diajarkan secara kontestual, agar peserta didik benar-benar paham cara
penggunaannya. Dengan memahami cara penggunaan, pembelajaran dan pemahaman
siswa menjadi lebih bermakna.
Selain pemahaman yang baik, penggunaan media pembelajaran ini juga
menunjukkan prestasi yang baik. Berdasarkan hasil tes membaca, dapat diketahui
bahwa nilai siswa jauh meningkat. Artinya, media Wortschatzerinnerungskarte dapat
membantu siswa memahami teks yang disediakan. Hal ini mendukung penelitian Brown
(2010), tentang hubungan kemampuan pemahaman kosakata dan keterampilan
membaca. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa media ini meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Amelia (2012) dan Pudiyastuti
(2008), media kartu dapat membantu siswa untuk mengurangi kesulitan pemahaman
kosakata serta meningkatkan hasil belajar mereka, sehingga pembelajaran di kelas
menjadi lebih efektif dan berhasil.

Kelebihan dan Kekurangan


Berdasarakan hasil penelitian, dapat kita ketahui beberapa kelebihan dari media
Wortschatzerinnerungskarte. Salah satu kelebihan itu adalah, peserta didik dapat
mengingat kembali kosakata dan penggunaannya dengan bantuan media ini. Jika media
ini digunakan secara berkala, khususnya setelah peserta didik mendapatkan materi baru
(yang tentunya banyak mengandung kosakata baru), kosakata tersebut akan terus
menempel dalam ingatan jangka panjang mereka. Dengan demikian, peserta didik dapat
mengikuti pembelajaran dan memahami materi dengan baik.
Kelebihan selanjutnya adalah, Wortschatzerinnerungskarte dapat membantu
peserta didik memahami makna dan fungsi kata lebih baik. Pada penggunaannya,
mereka mencoba untuk mendeskripsikan makna kosakata yang tertera secara oral, lalu
membentuk kalimat dari kata tersebut. Guru mengoreksi jawaban mereka dan
menjelaskan makna yang tepat. Dengan cara itu peserta didik akan belajar banyak hal,
sehingga mereka dapat memantapkan pemahaman dan meningkatkan prestasi mereka.
Dengan penggunaan Wortschatzerinnerungskarte peserta didik juga menjadi tidak
bosan, karena mereka harus aktif berpartisipasi: maju ke depan kelas, menjelaskan
makna kata, dan menulis kalimat dari kata tersebtu. Hal itu menjadi tantangan bagi
peserta didik, terlebih masing-masing dari mereka satu per satu harus maju mewakili
kelompoknya. Dengan demikian peserta didik dari setiap kelompok menjadi
bersemangat untuk menjawab dengan benar dan mendapatkan banyak poin.
Kelebihan selanjutnya adalah kepraktisan media ini. Wortschatzerinnerungskarte
cenderung praktis dan tidak mahal. Hal ini tentu memberi nilai plus bagi para pengajar.
Seperti pernyataan Pudiyastuti (2008), bahwa salah satu kelebihan media cetak adalah
murah dan tidak membutuhkan materi yang rumit. Guru dapat membuat kartu ini
sendiri, cukup mengetik beberapa kosakata, mencetak dan mengguntingnya menjadi
kartu. Bahkan guru dapat membuatnya secara mendadak dengan menuliskan kosakata
dia atas secarik kertas kecil. Yang terpenting adalah, kosakata yang tertera pada kartu
harus sesuai dengan tema.
Setiap hal selalu memiliki dua sisi: positif dan negatif. Meskipun memiliki banyak
kelebihan, tentunya Wortschatzerinnerungskarte juga memiliki beberapa kekurangan.
Peserta didik tidak dapat menggunakan media ini seorang diri, karena kartu ini tidak
disertai dengan kunci jawaban. Jadi, guru-lah yang menjadi ahli dan “kamus berjalan”.
Pembelajaran dengan menggunakan Wortschatzerinnerungskarte memang harus
diawasi guru, karena guru harus mengoreksi jawaban peserta didik. Media ini pun
menjadi kurang fleksibel, karena harus selalu didampingi guru dan tidak dapat
digunakan secara mandiri.
Media pembelajaran ini juga kurang efisien, karena permainan dengan
penggunaan ini membutuhkan waktu cukup lama. Selain itu, penggunaan yang terlalu
sering juga akan menimbulkan kebosanan, karena mereka menggunakan media yang
sama berkali-kali. Di satu sisi media ini dapat memperkuat ingatan mereka, di sisi lain
akan membosankan jika terus menggunakan media yang sama. Maka dari itu, sebaiknya
penggunaan media ini dikhususkan ketika peserta didik menerima materi baru.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis semua data penelititian, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media Wortschatzerinnerungskarte di kelas bahasa berjalan dengan baik.
Siswa aktif dan antusias mengikuti pembelajaran. Mereka sangat tertarik dengan media
ini, bahkan ingin menggunakannya lagi pada pertemuan berikutnya. Selain itu, media
ini dapat membantu siswa untuk mengingat kosakata dengan baik, serta meningkatkan
prestasi belajar. Artinya, pembelajaran Wortschatzerinnerungskarte efektif digunakan di
kelas bahasa kedua (seperti bahasa Jerman), dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
Media Wortschatzerinnerungskarte dapat digunakan dengan berbagai macam
cara, dengan memperhatikan prinsip dasarnya, yakni untuk mengingat kosakata, bukan
mengenalkan kata-kata baru. Karena berfungsi sebagai “alat bantu mengingat”, maka
materi berikut kosakatanya harus sudah diajarkan terlebih dahulu, sehingga siswa sudah
mengenal kosakata sebelumnya. Contoh penggunaan media dalam penelitian ini relativ
kompleks dan cukup memakan waktu. Untuk lebih praktisnya, guru dapat menyeder-
hanakan media ini. Misalnya, menulis kosakata penting yang telah diajarkan selama
proses pembelajaran pada secarik kertas kecil (kartu). Selanjutnya kartu tersebut
dibagikan kepada setiap siswa, lalu siswa menyebutkan makna dan memberi contoh
kalimat secara oral (demi efisiensi waktu). Dengan demikian, prinsip dasar media
Wortschatzerinnerungskarte terpenuhi, tujuan pembelajaran pun dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Akbari. Z dan Tahririan M.H. 2009.Vocabulary Learning Strategies in an ESP Context:


The Case of Para/medical English in Iran. The Asian EFL Journal Quarterly. 11
(1). pp. 39-61

Amelia, R. 2012. Pemanfaatan Media Gambar Tiga Dimensi pada Pembelajaran


Kosakata Bahasa Jerman Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 7 Malang.
(skripsi tidak diterbitkan) Malang: Universitas Negeri Malang

Brown, F. A. 2010. Vocabulary Knowledge and Comprehension in Second Language


Text Processing: A Reciprocal Relationship? The Asian EFL Journal Quarterly.
12, (1) pp. 88-133.
Brooks, Nelson. 1964. Language and Language Teaching. Connecticut: Uni of New
York.

Frischkopf, A. 2013. Wortschatzarbeit. Schweiz: Pädagogische Hochschule


Zentralschweiz

Ghazal, L. 2007. Learning Vocabulary In Efl Contexts Through Vocabulary Learning


Strategies. Novitas-ROYAL. 1(2), pp.84-91. ISSN: 1307-4733

Hatch. J.A. 2002. Doing Qualitative Research in Education Setting. USA: State
University of New York Press, Albany

Lip, P. C. H. 2009. Investigating the Most Frequently Used and Most Useful
Vocabulary Language Learning Strategies among Chinese EFL Postsecondary
Students in Hong Kong. Electronic Journal of Foreign Language Teaching
(Singapore).6 (1), pp. 77-87

Mehrpour, S. 2008. A Comparison of the Effects of two Vocabulary Teaching


Techniques The Asian EFL Journal Quarterly. 10, (2) pp. 192-209

Moleong, L, M.A. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya.

Munadi, Y. 2013. Media Pembelajaran-Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta:


REFERENSI (GP Press Group)

Píśová, E. 2007. Wortschatzerweb Autonom. Tschechoslowakei: Masaryk Universität.

Pudiyastuti, R. 2008. Das Gebrauch des Kärtchens als Lehrmedien im Deutsch-


unterricht in der Klasse XI SMA 8 Malang. (skripsi tidak diterbitkan). Malang:
Staatliche Universität Malang

Volgt Reinholdt. 2012. Wiederholungs- Lernen: ganz entspannt!. E-Buch (online),


diunduh pada 12. Februar 2014. (This document is available for download
www.memopower.de)
Lampiran

a. Contoh langkah-langkah pembelajaran menggunakan


Wortschatzerinnerungskarte
 Guru menjelaskan tema tertentu (ketika penelitian bertepatan dengan Tema
“Alltagsleben: Essen und Trinken” atau kehidupan sehari-hari: makan dan
minum). Proses pembelajaran berjalan seperti biasa (guru bebas menggunakan
model pembelajaran apa saja)
 20 menit sebelum pelajaran berakhir, guru menjelaskan aturan permainan
menggunakan Wortschatzerinnerungskarte.
 Siswa dibagi menjadi dua kelompok besar (jika menggunakan model permainan
ke 1. Jika menggunakan model permainan ke 2, siswa tidak perlu dibagi per
kelompok.)
 Siswa bermain Wortschatzerinnerungskarte.
 Guru memperhatikan siswa selama permainan.
 Guru mengoreksi dan menjelaskan kosakata berikut penggunaan yang benar.
 Setelah permainan selesai, siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
pada pertemuan tersebut.

b. Aturan Permainan (model 1)


 Siswa dibagi menjadi dua kelompok besar
 Satu siswa dari salah satu kelompok maju dan mengambil satu kartu. Terdapat
satu kosakata yang tertera pada Wortschatzerinnerungskarte.
 Siswa menjelaskan makna kosakata tersebut. Lalu menulis contoh kalimat di
papan tulis.
 Kelompok mendapat dua poin, jika dapat menjelaskan makna sekaligus
membuat kalimat berdasarkan kosakata yang didapat di
Wortschatzerinnerungskarte.
 Jika siswa tidak dapat menjawab, kelompok dapat membantu, tapi hanya
mendapat satu poin
 Jika kelompok juga tidak dapat menjawab, kelompok lain berkesempatan
menjawab, tapi juga hanya bernilai satu poin
 Pemenangnya adalah kelompok yang paling banyak mendapatkan poin
 Jika tidak ada satu pun yang mengetahui arti kata, guru menjelaskan dan
memberi contoh kalimat, sehingga siswa dapat mengerti makna sekaligus
fungsinya.

c. Aturan Permainan (model 2)


 Guru membagikan Wortschatzerinnerungskarte kepada masing-masing siswa.
 Wortschatzerinnerungskarte harus dalam keadaan tertutup (terbalik) dan siswa
tidak boleh melihat sebelum gilirannya.
 Satu per satu (secara berurutan) siswa membuka kartunya, menjelaskan
maknanya, dan membuat kalimat secara lisan berdasarkan kosakata yang
didapatnya.
 Guru mengoreksi jawaban siswa
 Jika tidak ada satu pun yang mengetahui arti kata, guru menjelaskan dan
memberi contoh kalimat, sehingga siswa dapat mengerti makna sekaligus
fungsinya.

Catatan: Penggunaan Wortschatzerinnerungskarte dengan model ke 2 lebih


sederhana dan membutuhkan waktu yang relatif singkat. Namun jika menginginkan
kelas yang aktif, akan lebih menarik jika menggunakan model ke 1.

Anda mungkin juga menyukai