Anda di halaman 1dari 21

LBM 3

Panas dengan buang air besar kehitaman

1. Mengapa didapatkan panas berlangsng 4 hari tinggi mendadak terus menerus ,


sudah diberi obat turun panas turun sebentar kemudian naik lagi
Mikroorganisme (pirogen eksogen)  masuk dalam tubuh  bertemu makrofagh 
bertarung dengan makrofagh  makrofagh mengeluarkan pirogen endogen (IL 1
TNF dan TNF alfa ) sebagai anti infeksi . pirogen endogen  merangsang se sel
endotel hipotalamus  mengeluarkan asam arakhidonat dibantu dengan enzim
phospolipase A2 . as. Arakhidonat  memacu pengeluaran prostaglandin E2
dibantu enzim COX  mempengaruhi hipotalamus  set poin meningkat .

Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta.


Antigen masuk ke dalam tubuh, kemudian terjadi proses fagositosis. Dengan adanya
proses fagositosis ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa
zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi
sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-
sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam
arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim
fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan
titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan
ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang
dibawah batas normal. Biasanya sekitar 37 - 38 0 tidak sampai 40 0.

Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti dengan fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
Gejala Demam Berdarah Dengue yaitu demam tinggi mendadak antara 38 – 40 % C
selama 2 – 7 hari, demam tidak dapat teratasi maksimal dengan penularan panas biasa,
mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri sendi atau nyeri otot (pegal – pegal), sakit
kepala, nyeri atau rasa panas di belakang bola mata, wajah kemerahan, sakit perut
(diare), kelenjar pada leher dan tenggorokan terkadang ikut membesar.13
Gejala lanjutannya terjadi pada hari sakit ke 3 – 5, merupakan saatsaat yang berbahaya
pada penyakit demam berdarah dengue yaitu suhu badan akan turun, jadi seolah–olah
anak sembuh karena tidak demam lagi.
Perlu di perhatikan tingkah laku si anak, apabila demamnya menghilang, si anak tampak
segar dan mau bermain serta mau makan atau minum, biasanya termasuk demam
dengue ringan. Tetapi apabila demam menghilang tetapi si anak bertambah lemah,
ingin tidur, dan tidak mau makan atau minum apapun apabila disertai nyeri perut, ini
merupakan tanda awal terjadinya syok. Keadaan syok merupakan keadaan yang sangat
berbahaya karena semua organ tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat.
Sumber : Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. 1996. Medical Microbiology. Alih bahasa Edi
Nugroho, R.F. Maulany. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

DIBERI OBAT CUMA TURUN SEBENTAR LALU NAIK LAGI


Pasien tetap demam walaupun sudah minum obat Penurun panas (parasetamol). Hal
ini terjadi karena obat penurun panas (parasetamol) hanya menurunkan demam
( Mengatasi simtomnya saja ), dengan mekanisme menyerupai antagonis PGE2. Jika
virus tetap memproduksi pirogen, maka jika pemberian parasetamol dihentikan suhu
tubuh akan naik kembali.
Samuelson, John. 2008. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel,
Janet S., Morse, S.A. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

2. Mengapa anak mengeluh pusing nyeri peri orbita serta lutut tulang terasa ngilu

Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag.
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain
untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang
akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.(5)

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya


gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat
terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

(Sumber : FK UNAIR, pdf format, Prof.DR.H. Soegeng Soegijanto,


dr.SpA(K),DTM&H)
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten, menghambat
replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi. Namun, bila
jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin,
nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002).

(Sumber : Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI,
pp: 176-209.)

PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena
menaikkan kepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi rendahnya
kadar PGE2 mempunyai korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar PGE2 yang menurun
menyebabkan mialgia berkurang (Tamtomo, 2007). Jadi, mialgia terjadi sebagai salah satu
efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses demam

Sutaryo. 1992. Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue dalam Cermin
Dunia Kedokteran Edisi Khusus Nomor 81 Tahun 1992.

Stefan Silbernagl, Color atlas of pathophysiology

3. Mengapa anak tidak mau makan dan minum serta muntah bila diberi makan
4. Mengapa ditemukan nyeri epigastrium dan hepatomegali
Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk
mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar
terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue. Bila
kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera diatasi, maka pasien
dapat jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS (Dengue Shock Sydrome) dan
sering menyebabkan kematian (Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).

Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue.


dalam Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.

5. Mengapa didapatkan efusi pleura dan akral dingin

INFECTIOUS DISEASE
Unmasking the role of mast cells in dengue
PANISADEE AVIRUTNAN AND PONPAN MATANGKASOMBUT

Plasma leakage is a hallmark of severe disease manifestation


(DHF/DSS) in DENV-infected patients and is thought to
contribute to the pathogenesis of disease.83 Effusions,
ascites, and gallbladder wall edema are commonly found in
DENV-infected patients around the time of defervescence
and correlate with disease severity.83e88 The endothelium is
the primary fluid barrier of the vasculature, and DENVinduced
responses that result in edema and hemorrhage
are thought to ultimately cause changes in endothelial cell
barrier permeability.

6. Mengapa ditemukan melena dan pteciae

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah
(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi
pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
7. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan fisik

8. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium


Nmr sblmnya
9. Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis

Uji laboratorium meliputi :

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan menapis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes seorologis yang mendeteksi
adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody totaltotal, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

 Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (< 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 – 8
 Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
 Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibronogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/ SGPT (serum alanin aminotransfer) : dapat meningkat
 Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
 Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse
darah atau komponen darah.
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
o IgM : terdeteksi mulai hari ke 3 – 5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60 – 90 hari.
o IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

1. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

 Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan
dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan
jaringan manusia.

 Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala
nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

2. Pemeriksaan Serologi
 Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
 Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
 Uji Netralisasi (Neutralization Test)
 Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
 Uji IgG Elisa indirek

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang
dapat dideteksi yaitu :

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Caran dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
- Penegakkan diagnosis

Kriteria klinis :

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri
pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3. Hepatomegali
4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai
gelisah dan akral dingin.
Kriteria laboratoris :

1. Trombositopenia (≤ 100.000/µl)
2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnogsis kerja DBD.

10. Diagnosis dan dd


Barbara Bannister, et.al, INFECTION Microbiology and Management

Dengue is a mosquito-borne disease caused by any one of four closely related dengue
viruses (DENV-1, -2, -3, and -4). Infection with one serotype of DENV provides immunity
to that serotype for life, but provides no long-term immunity to other serotypes. Thus, a
person can be infected as many as four times, once with each serotype. Dengue viruses
are transmitted from person to person by Aedes mosquitoes (most often Aedes aegypti)
in the domestic

environment. Epidemics have occurred periodically in the Western Hemisphere for


more than 200 years. In the past 30 years, dengue transmission and the frequency of
dengue epidemics have increased greatly in most tropical countries in the American
region.

DENGUE AND DENGUE HEMORRHAGIC FEVER


U.S. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES
Centers for Disease Control and Prevention
Chang, G.J. 1997. Molecular biology of dengue viruses dalam Gubler, D.J. & Kuno, G.
1997. Dengue and Dengue Hemmorhagic Fever. CAB International. Colorado. 175-191
Harrison Internal Medicine 18ed
manson's tropical diseases 22ed

Dengue viruses :
3.1 The virus

The dengue viruses are members of the genus Flavivirus and family Flaviviridae. These small
(50

nm) viruses contain single-strand RNA as genome. The virion consists of a nucleocapsid with
cubic

symmetry enclosed in a lipoprotein envelope. The dengue virus genome is 11 644


nucleotides

in length, and is composed of three structural protein genes encoding the nucleocaprid or
core

protein (C), a membrane-associated protein (M), an envelope protein (E), and seven non-
structural

protein (NS) genes. Among non-structural proteins, envelope glycoprotein, NS1, is of


diagnostic

and pathological importance. It is 45 kDa in size and associated with viral haemagglutination
and

neutralization activity.

The dengue viruses form a distinct complex within the genus Flavivirus based on antigenic
and

biological characteristics. There are four virus serotypes, which are designated as DENV-1,
DENV-2,

DENV-3 and DENV-4. Infection with any one serotype confers lifelong immunity to that virus
serotype.

Although all four serotypes are antigenically similar, they are different enough to elicit cross-
protection

for only a few months after infection by any one of them. Secondary infection with another
serotype

or multiple infections with different serotypes leads to severe form of dengue (DHF/DSS).

There exists considerable genetic variation within each serotype in the form of
phylogenetically

distinct “sub-types” or “genotypes”. Currently, three sub-types can be identified for DENV-1,
six for
DENV-2 (one of which is found in non-human primates), four for DENV-3 and four for DENV-
4,

with another DENV-4 being exclusive to non-human primates.12

Dengue viruses of all four serotypes have been associated with epidemics of dengue fever

(with or without DHF) with a varying degree of severity.

Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue


Haemorrhagic Fever, WHO
The New England Journal of Medicine enhancement of dengue infection
Downloaded from nejm.org on April 27, 2014. For personal use only. No other uses without
permission.
Copyright © 2010 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.
3.4.3.1 Risk Factors for DHF/DSS

The following are various host and virus factors believed to convert a benign and

self-limiting disease, dengue, into the severe syndrome, DHF/DSS. This list comes

from Halstead (40).

1. Infection parity: An overriding risk factor for DHF/DSS in individuals >1 yr

old is history of one prior dengue infection.

2. Passively acquired dengue antibody: Antibodies to dengue acquired transplacentally

place infants at high risk for DHF/DSS during a first dengue

infection during the first year of life.

3. Enhancing antibodies: Dengue virus infection-enhancing antibody activity

in undiluted serum is strongly correlated with DHF/DSS in individuals who


experience a subsequent secondary dengue infection.

4. Absence of protective antibodies: Low levels of crossreactive neutralizing

antibody protect, but DHF/DSS occurs in their absence.

5. Viral strain: DHF/DSS is associated with secondary infections with dengue

viruses of Asian origin.

6. Age: DHF/DSS is usually associated with children.

7. Sex: Shock cases and deaths occur more frequently in female than male

children.

8. Race: During the 1981 Cuban epidemic, Blacks had lower hospitalization rates

for DHF/DSS than Asians or Whites.

9. Nutritional status: Moderate to severe protein-calorie malnutrition reduces

risk of DHF/DSS in dengue-infected children.

10. Preceding host conditions: Menstrual periods and peptic ulcers are risk

factors for the severe bleeding in adults, which occurs during some dengue

infections.

Vassil St. Georgiev, Infectious Disease


National Institute of Allergy and Infectious Diseases
National Institutes of Health

Dengue disease is a mosquito-borne viral disease of expanding geographical range and


incidence. Infection by one of the four serotypes of dengue virus induces a spectrum of
disease manifestations, ranging from asymptomatic to life-threatening Dengue hemorrhagic
fever/dengue shock syndrome. Many efforts have been made to elucidate several aspects of
dengue viruseinduced disease, but the pathogenesis of disease is complex and remains
unclear. Understanding the mechanisms involved in the early stages of infection is crucial to
determine and develop safe therapeutics to prevent the severe outcomes of disease
without interfering with control of infection.

Vivian Vasconcelos, Inflammatory and Innate Immune Responses in Dengue Infection


The american journal of pathology
Kenapa terjadi pada anak?
Most dengue cases reported are asymptomatic, and
apparent disease due to dengue infection represents <10%
of all symptomatic reported cases.4 The incidence of severe
disease (DHF/DSS) varies significantly between primary
and secondary DENV infections,4 and observational studies
demonstrate that DHF/DSS occurs predominantly either in
individuals with secondary heterologous DENV infections
or in infants with primary DENV infections born from
dengue immune mothers.6,9,16 Epidemiologic and serologic
studies performed in Thailand and Cuba are good examples
of the importance of heterologous secondary infections as
a risk factor for DHF/DSS development and fatal cases.

Several theories have been raised to explain the observation


that more severe disease occurs in the context of
secondary infections. Most theories suggest that the immune
status of the patient is related to disease progression. One of
them, the antibody-dependent enhancement theory, postulates
that after an initial period of cross-reactive protection,
antibodies from a primary infection remain cross-reactive
with other DENV serotypes but have waned to nonneutralizing
levels. These nonneutralizing antibodies could
then lead to viral internalization via the Fc receptors and
increase virus replication into phagocytic cells, what is
accompanied by massive release of soluble factors that
could account for the increased vascular permeability and
hemostatic disorder found in severe cases.6,16 In accordance,
Dejnirattisai et al19 have demonstrated that although most
monoclonal antibodies against antieE protein neutralized
DENV effectively, a large proportion of the human antibody
repertoire directed against the precursor membrane protein,
which is present on immature virus particles, failed to do so,
leading to enhanced viral infection and replication in Fc
Vivian Vasconcelos, Inflammatory and Innate Immune Responses in Dengue Infection
The american journal of pathology

11. Patofisiologi dan patogenesis diagnosis (DHF)

Ada di nomer 10

Anda mungkin juga menyukai