Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

KEGIATAN PRAKTIKUM I
PEMBUATAN TABLET SECARA GRANULASI BASAH

OLEH:

LL.MUHAMAD SOFYAN HADI


18.9.3.017

LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI DIII FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNW MATARAM
2020
KEGIATAN PRAKTIKUM I
PEMBUATAN TABLET SECARA GRANULASI BASAH

A. Dasar Teori
Metode pembuatan tablet dibagi menjadi metode granulasi dan kempa langsung dan
granulasi. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel dengan cara
melekatkan partikel-partikel sehingga bergabung dan membentuk ukuran yang lebih besar .
Metode granulasi ini terdiri dua metode yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi
kering.

1. Granulasi Basah
Granulasi basah dalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau
campuran serbuk alam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan
menghasilkan granul. Dalam proses granulasi basah zat berkhasiat, pengisi dan
penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu
ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering
pada suhu 40-50°C. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah
untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan gumpalan dan
untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Lachman, 1986).
Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan
ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).
2. Tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai, (Ansel hal. 244)
Sedangkan menurut Farmakope IV (1995), tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi .
Kebanyakan tablet digunakan untuk pemberian obat-obat secara oral. Tablet
mempunyai beberapa keuntungan, salah satu diantaranya tablet merupakan sediaan yang
tahan terhadap pemasukan (temperproof)
Hal – hal berikut merupakan keunngulan jutama tablet :
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik
dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan
yang paling rendah.
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak
5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah ; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak
yang bermonogram atau berhiasan timbul.
6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet
tidak segera terjadi.
7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan di
usus atau produk lepas lambat
8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk produksi besar –
besaran.
9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,
mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik
(Lachman, hlm 645)

Selain keunggulan di atas, tablet juga mempunyai kerugian sebagai berikut :


1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada
keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.
2. Obat sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan tau tinggi, absorbsi
optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat di atas, akan
sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih
menghasilkan bioavalabilitas obat cukup.
3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat
yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengapsulan atau
penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan
terlebih dahulu. (Lachman, 647-648)

Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat (API) dan bahan
pembantu (eksipien). Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam mendesain
formulasi tablet dapat dikelompokan berdasarkan fungsionalitas eksipien sebagai berikut:
1. Pengisi/pengencer (diluents)
Walaupun pengisi pada umumnya dianggap bahan yang inert, secara signifikan
dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati, sifat fisika dan kimia dari tablet jadi
(akhir)
2. Pengikat (binders dan adhesive)
Pengikat atau perekat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk meningkatkan
sifat kohesi serbuk melalui pengikatan (yang diperlukan) dalampembentukan granul
yang pada pengempaan membentuk masa kohesif atau pemampatan sebagai suatu
tablet. Lokasi pengikat di dalam granul dapat mempengaruhi sifat granul yang
dihasilkan.
3. Penghancur (disintegrants)
Tujuan penghacur adalah untuk memfasilitasi kehancuran tablet sesaat setelah
ditelan pasien. Agen penghancur dapat ditambahkan sebelum dilakukan granulasi atau
selama tahap lubrikasi/pelinciran sebelum dikempa atau pada kedua tahap proses.
4. Pelincir (lubricant)
Fungsi utama pelincir tablet adalah untuk mengurangi friksi yang meningkat pada
antarmuka tablet dan dinding cetakan logam selama pengempaan dan
penolakan/pengeluaran tablet dari cetakan. Pelincir dapat pula menunjukan sifat
sebagai antilengket (anti adherant) atau pelicin (glidan)
Stickland mendeskripsikan:
 Pelincir menurunkan friksi di antara granul dan dinding cetakan kempa selama
proses pengempaan dan penolakan tablet dari lumpang.
 Antiadheran mencegah terjadinya pelengketan pada alu cetak dan selanjutnya ada
dinding cetakan.
 Pelicin meningkatkan karakteristik aliran dari granul.
5. Antiadheran
Antiadheran berguna dalam formulasi bahan yang menunjukan tendensi mudah
tersusun/terkumpul.
6. Pelicin (glidan)
Glidan dapat meningkatkan mekanisme aliran granul dari hoper ke dalam lobang
lumpang. Glidan dapat meminimalkan ketidakmerataan yang sering
ditemukan/ditunjukan formula kempa langsung. Glidan meminimalkan
kecenderungan granul memisah akibat adanya vibrasi secara berlebihan.
Hipotesis mekanisme kerja glidan menurut beberapa penelitian :
1) Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.
2) Distribusi glidan dalam granul.
3) Adsorpsi preferensial gas pada glidan versus granul.
4) Meminimalisasi forsa v.d. Waals melalui pemisahan granul.
5) Penurunan fraksi di antara partikel dan kekerasan permukaan karena glidan
teradhesi pada permukaan granul.
(Goeswin, hlm 288-291)
Selain bahan tambahan (eksipien) yang disebutkan diatas biasanya ditambahkan pula
agen pendapar, pemanis/flavor, agen pembasah, agen penyalutan, pembentuk matriks
dan pewarnaan (zat warna).
Tablet yang dibuat secara baik haruslah menunjukan kualitas sebagai berikut :
a. Harus merupakan produk menarik (bagus dilihat) yang mempunyai identitasnya
sendiri serta bebas dari serpihan, keretakan, pemucatan, kintaminasi, dan lain lain.
b. Harus sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi dan pengepakan.
c. Stabil secara fisika, kimia.
d. Mampu melepas zat berkhasiat sesuai dengan yang diharapkan.
e. Bioavailibilitas (Lachman, 1986 halaman 647-648).
f. memenuhi keseragaman ukuran
g. memenuhi keseragaman bobot
h. memenuhi waktu hancur
i. memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
j. memenuhi waktu larut (dissolution test) (Anief, M., 2005).
k. Tablet mengandung bahan obat sesuai dengan pernyataan dosis pada label dan dalam
batas yang dizinkan (spesifikasi).
l. Tablet harus cukup kuat untuk menghadapi tekanan selama proses manufaktur,
transfortasi, dan penanganan hingga sampai kepada pasien yang akan menggunakan.
m. Tablet harus menghantarkan dosi obat pada lokasi dan kecepatan yang
dipersyaratkan.
n. Ukuran, rasa, dan tampilan tidak menurunkan penerimaan pasien. (Goeswin, hlm
304)

Tablet dibuat dengan jalan mengempa adonan yang mengandung satu atau beberapa
obat dengan bahan pengisi pada mesin stempel yang disebut pencetak. Mesin pencetak
tablet ada 2, yaitu pencetak tunggal atau single punch dan pencetak ganda berputar atau
rotary press. Mesin pencetak tablet dirancang dengan komponen komponen dasar sebagai
berikut:
1. Hopper, yaitu untuk menahan atau tempat menyimpan dan memasukkan granul
yang akan dicetak
2. Die, yang menentukkan ukuran dan bentuk tablet
3. Punch, untuk mencetak/mengempa granul yang ada di die
4. Jalur cam, untuk mengatur gerakan pucnh
5. Suatu mekanisme pengisian untuk menggerakan atau memindahkan granul dari
hopper ke dalam die.
(Lachman ,halaman 662)
B. Resep

Fase dalam (92%)


Paracetamol 500 mg
Amprotab (10%) 75 mg
Mucilago amili 10%
Laktosa 92 mg

Fase luar (8%)


Mg stearat 7,5 mg
Talk 15 mg
Amprotab 37,5 mg

C. Monografi/Pemerian
1. Paracetamol
 Pemerian → hablur atau serbuk ablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
 Kelarutan → larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) p,
dalam 13 bagian aseton p, dan 40 bagian gliserol p, dan dalam 9
bagian proplienglikol p, larut dalam larutan alkali hidroksida.
 Penyimpanan → dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
 Khasiat → analgetikum (pereda nyeri ringan) dan antipiretikus
(menurunkan suhu tubuh atau penurun demam).
2. Amprotab
 Pemerian → serbuk halus, warna putih, tidak berbau, tidak berasa.
 Kelaruan → praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol.
 Penyimpanan → dalam wadah tertutup rapat.
 Khasiat → digunakan sebagai bahan penghancur (disintegrasi) pada
konsentrasi 3-15%. Amprotab sebagai bahan penghancur yang mampu
meningkatkan kapilaritas, mengabsorbsi kelembapan, mengembang
dan meninggikan daya pembasahan tablet/bersifat hidrofilisasi.
3. Mucilago amili
 Pemerian → putih sampai putih kekuningan, higroskopis, serbuk
halus.
 Kelarutan → praktis tidak larut dalam aseton, klorofom, etanol (95%),
dan eter. Tidak larut dalam air, tetapi volumenya dapat mengembang
menjadi dua kalinya untuk membentuk susupensi. Larut dalam 0,1
mol/L asam klorida, tetapi sedikit larut dalam 0,1 mol/L sodium
hidroksida.
 Penyimpanan → disimpen dalam wadah yang tertutup di tempat yang
sejuk dan kering.
 Khasiat → sebagai pengikat, pengencer dan diintegran.
4. Laktosa
 Pemerian → serbuk atau masa hablur, keras, putih atau krem. Tidak
berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap
bau.
 Kelarutan → mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah
larit dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam klorofom dan dalam eter.
 Penyimpanan → dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat → zat tambahan, pengisi.
5. Magnesium stearat
 Pemerian → serbuk halus, putih dan volumenius, bau lemah khas,
mudah melekat di kulit, bebas dari butiran.
 Kelarutan → tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter, seikit
larut dalam benzene panas dan etanol panas 95%.
 Penyimpanan → dalamwadah tertutup baik.
 Khasiat → zat tambahan, lubrikan.
6. Talk
 Pemerian → serbuk hablur sangat halus. Putih atau putih klabu,
berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran.
 Kelarutan → praktis tidak larut dalam pelarut asam, basa, organik, dan
air
 Penyimpanan → dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat → zat tambahan, antiadherents.

D. Penimbangan

NO. Bahan Perhitungan


1. Paracetamol 500 mg × 15 = 7.500 mg
2. Amprotab 75 mg × 15 = 1.125 mg
3. Mucilago amili 10 gram + 10 ml aquades
4. Laktosa 92 mg × 15 = 1.380 mg

E. Cara Kerja
 Menyetarakan timbangan.
 Menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan.
 Membuat mucilago amylum 10%. Caranya menimbang 10 g amylum lalu
campurkan dengan 100 ml aquadest aduk ad homogen lalu panaskan diatas
waterbath ad kental.
 Paracetamol, amylum kering, dan laktosa dicampur sampai homogen, kemudian
tambahkan mucilago amili sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuk
massa basah yang sesuai untuk di buat granul (massa harus dapat dikepal namun
dapat dipatahkan). Untuk mucilago amili, harus dimasukkan semuanya agar
persentase pengikat sesui dengan yang diinginkan.
 Masa basah kemudian diayak dengan ayakan mesh 10 atau 12 mesh.
 Granul basah dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60⁰C sampai kandungan
lembab kurang dari 3%.
 Granul yang sudah kering (kandungan lembab < 3%) di ayak kembali dengan
ayakan 14 atau 16 mesh (untuk tablet besar).
 Granul kering kemudian ditimbang dan dievaluasi.
 Granul yang memnuhi syarat dapat dicampur dengan fase luar (talk amylum
kering) aduk sekitar 10 menit hingga homogen kemudian tambahkan mg stearat,
aduk selama 2 menit.
 Massa siap cetak dievaluasi kemudian ditabletasi dengan menggunakan punch
diameter 13 mm dengan bobot yang telah di tentukan dari hasil perolehan granul.
 Tablet dievaluasi menurut persyaratan yang berlaku.

F. Cara Pengujian
Evaluasi granul meliputi:
1. Waktu alir dan sudut istirahat
Sejumlah 100 g granul dimasukkan kedalam corong yang terdapat pada
alat. Siapkan wadah untuk menampung granul padabagian bawah corong. Buka tutp
corong sehingga granul mulai meluncur melewati corong. Catat waktu yang
diperlukan hingga semua granul telah melewati corong. Kecepatan aliran dihitung
dengan membagi bobot granul (100 g) dengan waktu yang dibutuhkan granul untuk
melewati corong (g/detik). Aliran granul dikatakan baik bila lebih dari 6 g/detik.
Sudut istirahat yang baik 25-45⁰. Timbunan granul ditampung dalam
kertas milimeter blok. Ukuran tinggi (h) dan jari-jari timbunan (r).
h
Tg a =
r
2. Indek pemampatan ( volume mampat)
Merupakan persentase selisih volume granul tanpa dimampatkan terhadap
volume setelah pemampatan. Cara: granul dimasukkan kedalam gelas ukur dan
volumenya dicatat (V₀), kemudian dilakukan pengetukan dengan alat.
Volume pada ketukan ke10, 50, dan 500 diukur (V₁)
%T = (V₀ - V₁)/ V₀ × 100%
%T harus < 20%, jika lebih besar maka granul sulit mengalir.
3. Penentuan kadar air granul
Kadar air yang diterima kurang dari 5% (2 – 2,33%). Caranya ditimbang 5
gr granul letakkan pada piring yang tepat dibawah lampu, sinari terus menerus
sampai berat konstan (alat: moisture balance). Hitung kadar air granul, jika berat
mula-mula a dan setelah di sinari b maka kadar air (a – b) / a × 100%.

G. Hasil Pengujian
1. Waktu alir dan sudut istirahat
 Waktu alir
 Ketentuan 10 gram/detik
 Sudut istirahat
 Tinggi timbunan granul 0,2 cm
 Daya sebar 11,5 cm

h
Rumus: Tg a =
r
daya sebar
r= =5,75
2
h 0,2
Tg a= = =0,034
r 5,75

2. Indek penampakan (volume mampat)


Diket: V ₀=21dan V ₁=20
( V ₀−V ₁) 21−20
Rumus: % T = 0
× 100 %= ×100 %=4,76 %
V 21

3. Penetuan kadar air granul


Diket: a = 15.375
b = 12.920
(a−b) 15.375−12.920
Rumus: × 100 %= ×100 %=15,97 %
a 15.375
H. Pembahasan
Menurut Farmakope IV (1995), tablet adalah sediaan padat yang mengandung
bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi .
Pada praktikum kali ini akan dibuat sediaan tablet dengan menggunakan bahan
aktif yaitu parasetamol. Khasiat dari parasetamol yaitu sebagai analgetis dan antipiretis,
tetapi tidak antiradang.
Dalam pembuatan tablet yang dilakukan, selain bahan aktif parasetamol maka
ditambahkan juga bahan eksipien yaitu dari amprotab sebanyak 75 mg (10%) sebagai
penghancur (disintegran) mucilago amili sebanyak 10% sebagai pengikat (binder), laktosa
92 mg sebagai pengisi (diluent), Mg stearat sebanyak 7,5 sebagai pelicin (lubrikan), dan
Talk sebanyak 15 mg sebagai filler. Pada metode granulasi basah, tiap bahan tambahan
dibagi kedalam 2 fase yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam terdiri dari zat aktif,
pengikat, pengisi, dan 10% penghancur. Fase luar terdiri dari sekitar 5% penghancur,
pelicin, dan filler. Fase dalam adalah campuran yang kemudian akan dibuat menjadi massa
granul, sedangkan fase luar adalah bahan yang membantu aliran granul fase dalam yang
telah dibuat.
Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan metode cetak langsung dan metode
granulasi. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel dengan cara
melekatkan partikel-partikel sehingga bergabung dan membentuk ukuran yang lebih besar .
Metode granulasi ini terdiri dua metode yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi
kering. Metode yang digunakan pada praktikum pembuatan sediaan tablet parasetamol
yaitu dengan metode granulasi basah dengan menggunakan aquadest. Pembuatan sediaan
tablet dengan menggunakan prinsip granulasi basah pada prinsipnya partikel bahan aktif
yang terlebih dahulu dicampur dengan pengencer atau pengisi akan bersatu/lengket dengan
adanya pengikat (adhesif) dengan pembawa pada umumnya air.
Setelah granul jadi, langkah selanjurtnya yaitu dilakukan evaluasi granul. Yang
diperlu diperhatikan sebelum evaluasi granul yaitu mencatat bobot granul sebelum dan
sesudah dievaluasi. Evaluasi granul yang dilakukan meliputi :
a. Kecepatan aliran
Evaluasi kecepatan alir garnul ini bertujuan untuk menjamin keseragaman
pengisian kedalam cetakan. Aliran granul dikatakan baik bila lebih dari 6 g/detik.
Diketahui bahwa pada formula ini memiliki kecepatan alir > 6 g/detik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada formula ini memiliki kecepatan aliran
yang memenuhi syarat.
b. Indek pemampatan (volume mampat)

Tujuan dilakukan evaluasi indek pemampatan (volume mampat) ini yaitu


untuk menjamin aliran granul yang baik. %T harus < 20%, jika lebih besar maka
granul sulit mengalir. Berdasarkan uji evaluasi yang dilakukan didapatkan hasil
bahwa formulasi ini memiliki %T = 4,76%.
c. Penentuan kadar air granul

Evaluasi ini dilakukan dengan cara ditimbang 5 gr granul letakkan pada


piring yang tepat dibawah lampu, sinari terus menerus sampai berat konstan (alat:
moisture balance). Dalam uji evaluasi ini didapatkan hasil bahwa formulasi ini
memiliki kadar air granul sebesar 15,97%.
Setelah melakukan ketiga evaluasi granul dapat disimpulkan bahwa formula
memenuhi semua persyaratan evaluasi granul. Semua formula memiliki aliran yang baik,
dapat menjamin keseragaman kandungan dan bobot tablet.
I. Kesimpulan

1. Menurut Farmakope IV (1995), tablet adalah sediaan padat yang mengandung


bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi .
2. Dalam pembuatan tablet yang dilakukan, selain bahan aktif parasetamol maka
ditambahkan juga bahan eksipien yaitu dari amprotab sebagai penghancur
(disintegran) mucilago amili sebagai pengikat (binder), laktosa sebagai pengisi
(diluent), Mg stearat sebagai pelicin (lubrikan), dan Talk sebagai filler.
3. Granulasi basah dalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau
campuran serbuk alam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang
akan menghasilkan granul.
4. Beberapa uji evaluasi yg dilakukan:
a.Waktu alir dan sudut intirahat.
b. Indek pamampatan (volume mampat).
c.Penentuan kadar air granul.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indoneia,. edisi III.


Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Jurnal Farmaka Volume 16 Nomor 1. Pengaruh bahan pengikat terhadap sifat fisik
tablet.
Ansel,Howard C. 2005. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi IV, Jakarta:
Universitas Indonesia.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi
Ketiga. Vol II. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994. hal.
1355.
https://www.academia.edu/8264910/PEMBUATAN_TABLET_PARASETAMOL_
DENGAN_METODE_GRANULASI_BASAH.

Anda mungkin juga menyukai