Anda di halaman 1dari 9

Definisi Arkanul Bai’ah

Di awal Sekali Imam Syahid Hasan Al Banna mengungkapkan dengan perkataan berikut ini :
“Rukun Bai’at Kita ada sepuluh, maka jagalah!”
Dari kalimat pembuka diatas kita dapat melihat bahwa Arkanul Bai’ah terdiri kata-kata arkan, Bai’at
dan infazhuha.
Kata Arkan adalah kata jamak dari rukn, yang berarti pilar utama atau salah satu pilar yang menjadi
fondasi bangunan sesuatu, atau pilar yang apabila ditinggalkan maka batal suatu pekerjaan dan tidak
memiliki kekuatan lagi. Atau pilar yang terkuat. Atau masalah yang besar. Atau sesuatu yang
mempunyai kekuatan, baik berupa raja, tentara dan lainnya, atau berupa kedudukan dan kemampuan
pertahanan[1].
Sementara itu kata bai’at berarti perjanjian untuk mencurahkan ketaatan dengan harga yang setimpal.
Pada asalnya, kata bai’at bermakna mencurahkan ketaatan kepada penguasa dalam melakukan
perintahnya.
Seseorang yang melakukan bai’at berarti dia telah berjanji untuk mencurahkan ketaatannya,
sekalipun ketaatan tersebut menuntut harta atau kepayahan atau jiwa selama hal itu dalam mencari
keridhaan Allah swt.[2]
Dalam Al-Qur’an banyak kita temukan kata bai’at; baik yang disebutkan dalam bentuk kata kerja
mudhari, seperti firman Allah dalam surat al-fath:
‫ث عَ َلى َن ْفسِ ِه َو َمنْ أَ ْو َفى ِبمَا عَ اهَدَ عَ َل ْي ُه هَّللا َ َفسَ ي ُْؤتِي ِه أَجْ رً ا عَظِ يمًا‬
Nُ ‫ث َفإِ َّنمَا َي ْن ُك‬ ِ ‫َايعُونَ هَّللا َ َي ُد هَّللا ِ َف ْوقَ أَ ْيد‬
َ ‫ِيه ْم َف َمنْ َن َك‬ ِ ‫إِنَّ الَّذِينَ ُيب‬
ِ ‫َايعُو َنكَ إِ َّنمَا ُيب‬
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya
niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya
kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Al-Fath:10)
atau dalam bentuk masdar (kata jadian), dan ada juga kita temukan kata bai’at disamakan
dengan isytara (membeli) yang berarti bahwa bai’at pada hakikatnya merupakan transaksi jual-beli
antara seorang hamba dengan Allah SWT dihadapan seorang pemimpin. sebagaimana firman:
ِ ‫يل هَّللا ِ َف َي ْق ُتلُونَ َو ُي ْق َتلُونَ َوعْ ًدا عَ لَ ْي ِه حَ ًّقا فِي ال َّت ْورَ ا ِة َواإْل ِ ْن ِج‬
ْ‫يل َو ْالقُرْ آَ ِن َو َمن‬ ِ ‫مْوالَ ُه ْم ِبأَنَّ َل ُه ُم ْالجَ َّن َة ُي َقاتِلُونَ فِي‬
ِ ‫سَب‬ َ َ‫إِنَّ هَّللا َ ا ْش َترَ ى مِنَ ْالم ُْؤ ِمنِينَ أَ ْنفُسَ ُه ْم َوأ‬
‫م ِب ِه َو َذلِكَ ه َُو ْال َف ْو ُز ْالعَظِ ي ُم‬Nْ ‫َأ ْو َفى ِبعَ ْه ِد ِه مِنَ هَّللا ِ َفاسْ َتبْشِ رُوا ِب َب ْي ِع ُك ُم الَّذِي بَا َيعْ ُت‬
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”. (AT-Taubah:111)
Adapun kata Infazhuha berasal dari kata fazhahuha (jagalah dia/hafalkanlah dia) memiliki dua makna
yaitu :
1. Sadar dan paham setelah mencermati, dalam arti merasa mantap pada hasil pemahaman
2. Melaksanakan konsekuensi Bai’at, yakni memelihara, menjaga dan melaksanakan. [3]
Risalah Arkanul Bai’ah Bagian dari Risalatut Ta’alim Wal Usar
Arkanul Bai’ah merupakan bagian dari risalah Imam Syahid Hasan Al Banna yang bertajuk Risalah
Ta’alim Wal Usar. Sehingga akan kurang sempurna kalau kita melihat semua isi risalah untuk
mendapatkan hikmah yang lengkap di dalamnya. Risalah ini dimunculkan oleh Imam Hasan Al Banna
ditengah-tengah perpecahan yang terjadi dalam gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) kembali untuk
menyatukan semua kaum Muslimin. Setelah Kekhalifahan Turki Ustmani Runtuh pada tahun 1924 M
muncullah banyak gerakan penyadaran untuk kembali memperbaiki keadaan Umat Islam.
Gerakan-gerakan ini mempunyai beberapa ciri :
1. Cendrung mengambil gerakan yang parsial, yaitu terlalu memprioritaskan pada satu aspek
perbaikan saja. Ada yang hanya mementingkan aspek aqidah saja, ada yang hanya memfokuskan
pada aspek ekonomi dan sosial saja, ada yang memfokuskan pada pembentukan tokoh saja karena
mereka menganggap umat saat sekarang ini kehilangan tokoh. Bahkan ada yang hanya
memfokuskan pada aspek politik saja.
2. Antara berbagai kelompok ini sering tidak akur dan saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya.
Sehingga perubahan itu tidak kunjung menemukan titik temu yang satu dan banyak yang tambal
sulam.
Didasari oleh realitas inilah maka Imam Syahid Hasan Al-Banna memformulasikan kerangka berpikir
untuk menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk kerja bahu-membahu.
Risalah ini ditulis Imam Syahid pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah yang terpenting yang
ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud menganggapnya sebagai puncak dan intisari
dari semua risalah yang beliau tulis.
Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang
tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersebut. Imam Syahid menulis risalah ini
untuk para ikhwan yang tulus, para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana
gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar pembicaraan.
[4]
Teori reformasi yang diusulkan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah teori yang jelas dan
komprehensif.
“Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran
peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi
komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari
keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj salah satu reformis,
tetapi harus mencakup seluruh unsur reformasi. Dengan itulah semua kondisi umat Islam akan
membaik,” begitulah yang ditulis Imam Syahid Hasan Al Banna menjelaskan gagasan Reformasinya.
[5]
Unsur-unsur reformasi yang ini adalah :
1. Al Fahm: memahami agama Islam dengan benar dan komprehensif.
2. Al Ikhlas: Ikhlas karena Allah dalam beramal untuk Agama
3. Al ‘Amal: beramal demi agama ini dengan memperbaiki diri sendiri, rumah tangga Muslim,
masyarakat, pemerintahan dan seterusnya.
4. Al Jihad: jihad fi sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya.
5. At Tadhliyyah: berkorban pada waktu, kesungguhan, harta, dan jiwa demi agama
6. At Tha’ah: Menaati Allah dan Rasul-Nya dan waliyul amr, baik dalam kondisi susah atau mudah,
senang maupun benci.
7. Ats Tsabat: memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan, sekalipun
harus memakan waktu yang panjang untuk sampai pada tujuan.
8. At Tajarrud: membersihkan diri dari pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam dan dari
setiap orang atau teman yang memisahkan antara seorang Muslim dengan loyalitas kepada
agamanya.
9. Al Ukhuwwah: persaudaraan dalam agama, karena persaudaraan merupakan saudara persatuan
dan terapi bagi keterpurukan dan kehancuran, sedangkan perpecahan merupakan saudara
kekufuran.
10. At Tsiqah: Kemantapan hati dalam mengontrol perbuatan demi Islam sesuai dengan kaidah Islam
yang mengatakan,” tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Khalik.”[6]
Dalam risalatut ta’alim wal usar ini beliau juga menjelaskan tahapan-tahapan dakwah Ikhwan yaitu :
1. Ta’rif (pengenalan, atau tahap afiliasi)
2. Takwin (pembentukan atau tahap partisipasi)
3. Tahfidz (mobilisasi atau tahap kontribusi)
Bagian akhirnya berisi 38 kewajiban yang harus ditunaikan untuk menyempurnakan pelaksanaan
Arkanul Bai’ah.
Definisi Jihad Siyasi
Jihad siyasi terdiri dari dua kata yaitu jihad dan siyasi.
Jihad; Secara bahasa Arab kata jihad dan mujahadah berarti,”menguras kemampuan dan melawan
musuh” Jahada Al ‘Aduw berarti Qatalahu,”memeranginya.” Jihad adalah seruan kepada agama yang
haq. Jihad dapat dilakukan dengan tangan dan lisan. Rasulullah bersabda,” berjihadlah kepada
orang-orang kafir dengan tanganmu dan lisanmu.”
Fairuz Abadi mengatakan dalam kitabnya, Basha-ir Dzawit Tamyiz, “ jihad dan mujahadah adalah
menguras kemampuan dalam memerangi musuh. At Tirmizi meriwayatkan dengan sanadnya dari
Fudhalah bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,” Mujahid adalah orang yang
berjihad melawan jiwanya (hawa nafsunya) dalam rangka menaati Allah”
Lafadz jihad dalam Al Qur’an dipakai dengan mengindikasikan beberapa makna antara lain :
1. Berjihad melawan orang-orang kafir dengan menggunakan argumen dan Hujjah (At-Taubah:73 dan
At Tahrim: 9 dan Al Furqan:52)
2. Berjihad melawan pendukung kesesatan dengan pedang dan peperangan (An-Nisa’:95, Al-
Baqarah: 218)
3. Berjihad melawan hawa nafsu (Al Ankabut:6)
4. Berjihad melawan setan dengan cara tidak mentaatinya karena mengharapkan hidayah Allah (Al
Ankabut:69)
Tapi dalam banyak ayat yang ada dalam Al-qur’an lebih menekankan pengertian jihad adalah dengan
padanan kata Qital (perang).[7]
Siyasi; Siyasi dalam bahasa arab berasal dari kata sa-sa yang mempunyai dua pola. Yaitu sasa-
yasusu-sausan dan pola yang kedua adalah sasa-yasusu-siyasatan. Dalam bahasa Arab akar kata ini
bermakna ganda yaitu kerusakan sesuatu dan tabiat atau sifat dasar. Dari makna yang pertama
diperoleh makna leksikal menjadi rusak atau banyak kutu, sedangkan dari makna kedua diperoleh
makna memegang kepemimpinan masyarakat, menuntun atau melatih hewan, mengatur atau
memelihara urusan.
Dalam Hadist Rasulullah Saw kata “siyasah” digunakan stidak-tidaknya dua kali. Pertama; ketika
beliau menyebut kepemimpinan atas Bani Israil oleh para nabi. Kedua; ketika beliau menuntun
kudanya dari halaman Masjid Nabawi di Madinah. [8]
Dalam pengertian yang universal siyasah berasal dari kata as-saus yang berarti ar-
riasah (Kepengurusan). Jika dikatakan saasa al-amra, berarti qaama bihi (menangani urusan).[9]
Menurut para ahli siyasah bisa berarti:
1. Seni memerintah Negara
2. Kekuatan (power) merealisasikan tujuan yang ingin dicapai
3. Seni tawar menawar (bargaining)
4. Imam Ibnu Qoyyim mengartikan: upaya perbaikan kehidupan manusia dan penghindaran
kerusakan.
5. Ibnu Khaldun mengartikan: eksistensi organasasi kemasyarakatan untuk mewujudkan kehendak
Allah yang memakmurkan bumi dengan menjadikan manusia sebagai khalifah.
6. Dalam bahasa Yunani; Politicos artinya sama dengan Al-Madinah, hal ini akan memberikan
pemikiran baru kepada kita mengapa Yastrib dinamakan Madinatur Rasul yang merupakan pusat
pemerintahan Rasulullah Saw.
7. Dalam beberapa hadits juga dapat berarti menangani sesuatu yang mengharuskan adanya
pengkhidmatan, keahlian, kecakapan, seni dan kekuatan.[10]
Menurut pendapat Imam Syahid Hasan Al Banna seputar masalah siyasi adalah sebagai berikut :
“Sesungguhnya Muslim tidak akan sempurna keislamannya kecuali jika ia politisi;
pandangannya jauh ke depan terhadap permasalahan umatnya, memperhatikan dan
menginginkan kebaikannya. Meskipun demikian, dapat juga saya katakan bahwa pernyataan
ini tidak dinyatakan oleh Islam. Setiap organisasi Islam hendaknya menyatakan dalam
program-programnya bahwa ia memberikan perhatian kepada persoalan politik umatnya. Jika
tidak demikian, maka ia sendiri yang butuh untuk memahami makna Islam”[11]
Syumuliatul Islam menuntut Amal Siyasi
Untuk menegaskan hakikat ini, bahwa Islam menghendaki (syariat) Islam dijadikan sebagai system
hidup yang utuh dan integral, dengan membawahi aspek politik, beliau berkata:
“Produk pemahaman secara umum dan utuh tentang ini menurut Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah
bahwa gagasan pemikiran mereka mencakup seluruh aspek perbaikan masyarakat. Termasuk dalam
bagiannya adalah semua unsur lain yang merupakan gagasan perbaikan pula. Karena itu, semua
reformis yang tulus dan penuh perhatian akan mendapati apa yang diingikannya di sana. Maka
bertemulah cita-cita pencinta reformasi yang memahami dan mengetahui visinya. Engkau dapat
mengatakan, dan itu tidak mengapa, bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah tatanan politik, karena
para kadernya menuntut perbaikan hukum di dalam negeri dan menuntut kaji ulang terhadap
hubungan umat Islam dengan bangsa lain di luar negeri, juga pendidikan masyarakatnya agar
mencapai kehormatan, kemuliaan, perhatian kepada kebangsaannya, hingga batas yang paling jauh”.
[12]
Berdasarkan keterangan diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa jihad siyasi adalah
mengerahkan semua kemampuan baik yang berbentuk penghidmatan, keahlian, kecakapan, seni dan
kekuatan dalam memperbaiki kehidupan umat dan menghindari kerusakan yang akan terjadi secara
sistematis dan komprehensif.
Peranan Arkanul Baiah Terutama Rukun Al Fahmu, Al Ukhuwah Dan At Tsiqoh Dalam Jihad
Siyasi
Sebenarnya kesepuluh rukun ini sangat penting dalam jihad siyasi. Sehingga kita tidak dapat hanya
memfokuskan pada beberapa rukun saja dan mengesampingkan yang lain. Karena ini akan
merusak Syumuliatul dakwah itu sendiri. Ini penting kita tekankan sebelum kita memulai pembahasan
ini. Karena semua rukun ini akan saling menguatkan, berkelindan satu sama lain mungkin bahasa
tepatnya. Ibarat tali Kapal Lancang Kuning yang berpilin tiga. Jika putus satu maka akan tercerai-
berailah tali tersebut.
Peranan Rukun Al Fahmu Dalam Bingkai Jihad Siyasi
Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Imam Syahid Hasan Al-Banna mendahulukan
pemahaman dalam Arkanul Bai’ah ini. Ustadz Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa urutan
yang dibuat oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna sudah tepat. Karena beliau tahu betul skala prioritas,
mendahulukan apa yang harus didahulukan.[13]
Skala prioritas dalam memperjuangkan Islam haruslah diperhatikan. Hal ini jelas, yang hampir tidak
seorangpun diantara para pemikir dikalangan umat Islam yang memperselisihkannya. Dengan
menentukan skala prioritas dalam melakukan kegiatan dakwah, tarbiyah, gerakan dan penataan ini
yang keseluruhannya adalah merupakan unsur utama bagi setiap usaha pembatuan Islam. Atau
penghidupan kembali manhaj Islam dalam diri manusia, akan terwujudlah kebangkitan dan
kebangunan di seluruh wilayah Islam sebagaimana yang kita saksikan saat ini.[14]
Beliau lalu menjelaskan fungsi pemahaman selaras dengan aksioma, pemikiran harus mendahului
gerakan, gambaran yang benar merupakan pendahuluan dari perbuatan yang lurus. Karena ilmu
merupakan bukti keimanan dan jalan menuju kebenaran. Para ahli sufi juga membuat alur: “ilmu
akan membentuk sikap, sikap akan mendorong perbuatan“. Sebagaimana pernyataan psikolog
yang menyatakan ada alur antara pengetahuan, emosi dan perbuatan.[15]
Prinsip Al-Fahmu dengan 20 prinsipnya merupakan deklarasi bahwa Islam adalah solusi. Karena
Islam adalah solusi maka kaidah-kaidah yang ada dalam Al-Fahmu ini akan menjadi kaidah dasar
dalam beramal siyasi. Kita perhatikan saja prinsip yang pertama yang menerangkan tentang
Syumuliatul Islam.
“ Islam adalah system yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah
Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan,
peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam,
penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga
aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih”[16]
Prinsip pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa aktivitas siyasi yang kita lakukan bukan hanya
aktivitas menarik seseorang untuk memilih kita dalam perhelatan-perhelatan siyasi. Aktivitas siyasi
kita lebih besar daripada itu. Tugas siyasi kita adalah menjadikan setiap muslim menyadari,
mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam sesuai dengan kebesaran Islam itu sendiri. Sehingga
semua permasalahan kehidupan baik yang yang pribadi dan yang lebih besar dari pada itu
disandarkan pada tata aturan Islam.
Tidak ada lagi pernyataan-pernyataan yang membigungkan umat seperti yang dikemukan Nurkholish
Majid: “Islam Yes, Partai Islam No”. atau pernyataan Amien Rais:” Saya lebih mementingkan
Kecapnya daripada Botolnya”. Memang secara Substantif Islam itu harus didahulukan, tetapi
pemberlakuan tata aturan Islam secara legal formal juga diperlukan. Masalah prioritas, itu adalah
masalah strategi.
Sehingga kita tidak akan pernah berkata,” berikanlah hak negara kepada raja, dan berikanlah, hak
agama kepada Tuhan.” Tidak akan pernah ada sekularisme dan liberalisme dalam pemikiran dan
aktivitas siyasi kita. Pemahaman ini sangat penting dalam melaksankan aktivitas dakwah di ranah
siyasi.
Pembahasan mengenai Rukun Al-Fahmu dan 20 Prinsip ini sudah banyak sekali bertebaran di buku-
buku yang ditulis oleh para pewaris Dakwah Imam Syahid Hasan Al Banna. Pada makalah ini kita
hanya akan mengambil contoh yang diatas saja.
Inti dari landasan Syar’i  jihad siyasi berlandaskan Rukun Al Fahmu dapat kita ketahui diakhir rukun
Al-Fahmu ini Imam Syahid Hasan Al Banna menutupnya dengan kata-kata: “Apabila saudaraku
Muslim mengetahui agamanya dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, maka ia telah
mengetahui makna dari Syi’arnya :Al Qur’an adalah undang-undang kami dan Rasul adalah
Teladan kami”.[17] Artinya kerangka jihad siyasi kita harus selalu berada dalam pedoman Al Qur’an
dan Sunnah Rasulullah Saw.
Peranan Rukun Al Ukhuwah dalam Bingkai Jihad Siyasi
Imam Syahid Hasan Al Banna mengatakan Ukhuwah sebagai berikut: ”Yang saya maksud dengan
ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-
kokohnya dan semulia-mulianya ikatan. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan sedangkan
perpecahan adalah saudaranya kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan
persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Standar minimal cinta kasih adalah
kelapangan dada dan standar maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri
sendiri).” Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Al-
Hasyr:9)
Al-Akh yang tulus melihat saudara-saudaranya lain lebih utama dari dirinya sendiri, karena jika tidak
bersama mereka, ia tidak bisa bersama yang lain. Sememtara mereka jika tidak bersama dengan
dirinya bisa bersama yang lain. Sesungguhnya Srigala hanya akan memakan Domba yang terpisah
sendirian. Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan, yang satu
mengokohkan yang lain.
Allah juga berfirman:
“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi
pelindung bagi lainnya” (At-Taubah:71)[18]
Lalu Ustadz Sa’id hawwa Memberikan komentar:
1. Ahmad Syauqi berkata,”kawan kala berpolitik, musuh kala berkuasa.” Persaudaraan di kalangan
anggota berbagai institusi politik tidak akan terjalin kokoh. Hal ini disebabkan persaingan sesama
mereka untuk mendapatkan posisi maupun keuntungan materi. Memang, unsur materi jika memasuki
suatu wilayah pasti akan merusaknya. Mengomentari hubungan persaudaraan semacam ini,
sebagian mereka mengatakan,”musuh dalam selimut adalah sahabat terbuka.” Hal yang serupa
dengan ini tidak mungkin mendasari tegaknya Islam dan tidak mungkin mewujudkan cita-citanya.
Oleh karenanya, persaudaraan (ukhuwah) yang hakiki menjadi salah satu rukun Bai’at.
2. Imam Hasan Al-Banna menunjukkan kepada kita beberapa indikator, yang dengannya kita
mengetahui adanya persaudaraan, yakni rasa cinta. Standar minimal dari rasa cinta ini adalah
bersikap lapang dada sesama akhul muslim. Sedangkan standar maksimal
adalah itsar (mementingkan orang lain atas diri sendiri) kepada sesama manusia atas urusan dunia,
seperti pangkat dan kedudukan. Cinta tidak dapat terwujud dalam suatu barisan kecuali seseorang
bersikap zuhud terhadap harta yang ada di tangan orang lain.
Rasulullah bersabda:
“Zuhudlah engkau terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan zhudlah engkau terhadap
harta yang berada di tangan orang lain, niscaya orang lain akan mencintaimu”.
3. Tidak ada yang dapat melanggengkan ukhuwah kecuali taat kepada Allah dan menjauhi
larangannya.
4. Tiada sesuatu yang mencegah runtuhnya Ukhuwah selain iman dan amal Shalih.
5. Musuh Allah Iblis sangat membenci terbangunnya Ukhuwah dan kasih sayang sesama da’i.[19]
Peranan Rukun At Tsiqoh Dalam Bingkai Jihad Siyasi
Iman Syahid Hasan Al Banna berkata mengenai Tsiqoh: ” yang saya maksud dengan Tsiqoh
(kepercayaan) adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas
kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam yang
menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan”.
Allah berfirman:
“Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamuhakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
keberatan terhadap sesuatu keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” (An-Nisa’:65)
Pemimpin adalah unsur penting dalam dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar
kepercayaan yang timbal balik antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan
sejauhmana kekuatan system jamaah, ketahanan khittahnya, keberhasilannya dalam mewujudkan
tujuan dan ketegarannya dalam menghadapi berbagai tantangan. Maka lebih utama bagi mereka;
ketaatan dan perkataan yang baik.
Kepemimpinan dalam dakwah Ikhwan menduduki posisi orangtua dalam ikatan hati; posisi guru
dalam fungsi pengajaran; posisi syekh dalam aspek pendidikan ruhani; posisi pemimpin dalam aspek
penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah. Dakwah kami menghimpun pengertian ini
secara keseluruhan dan tsiqah kepada pemimpin adalah segala-galanya bagi keberhasilan dakwah.
Oleh karena itu akh yang tulus harus bertanya kepada diri sendiri tentang hal ini untuk mengetahui
sejauh mana kepercayaan dirinya terhadap pemimpin dengan pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah sejak dahulu ia mengenal pemimpinnya dan apakah ia pernah mempelajari riwayat
hidupnya ?
2. Apakah ia percaya pada kapasitas dan keikhlasannya ?
3. Apakah ia siap menganggap semua instruksi yang diputuskan oleh pemimpin, tentu saja tanpa
kemaksiatan sebagai instruksi yang harus dilaksanakan tanpa reserve, tanpa ragu, tanpa ditambah
dan tanpa dikurangi dengan keberanian memberi nasehat dan peringatan untuk tujuan yang benar.
4. Apakah ia siap menganggap dirinya salah dan pemimpinnya benar jika terjadi pertentangan antara
apa yang diperintah oleh pemimpin dan apa yang ia ketahui dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang
tidak ada teksnya dalam syariat ?
5. Apakah ia siap meletakkan semua aktivitas kehidupannya dalam kendali dakwah ? apakah dalam
pandangannya pemimpin memiliki hak untuk mentarjih (menimbang dan memutuskan) antara
kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan dakwah secara umum ?
Dengan jawaban yang disampaikan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut atau yang semacamnya,
akh dapat mengetahui sejauhmana kadar ikatan dan kepercayaan terhadap pemimpin. Adapun hati,
ia berada dalam genggaman Allah; dia yang menggerakkan sekehendaknya.
Allah SWT berfirman:
“Walaupun engkau nafkahkan semua yang ada di bumi, niscaya engkau tidak akan dapat
menyatukan hati mereka. Akan tetapi Allahlah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia
maha perkasa lagi maha bijaksana” (Al-Anfal:63)[20]
Bila seluruh ban, rangka dan badan mobil terendam lumpur, maka piranti tempat perapian tidak boleh
tercemar. Hal yang paling sulit dalam hubungan antara Jundi dan Qiyadah ialah ketentraman hati
terhadap kafaah (Keahlian), keikhlasan dan ketaatan antar mereka. Adalah dua titik ekstrim yang
selalu dominan dalam kisah hubungan antara pengikut dan terikut, yaitu, satu sisi ada komunitas
yang menganggap pemimpin adalah segala-galanya, sementara di sisi lain ada yang menganggap
dirinya sentral, sehingga seperti apapun seorang pemimpin harus ditakar dengan puas tidaknya diri.
[21]
Tsiqah erat kaitannya dengan kekuatan. Sehingga rasa Tsiqah Umar kepada Abu Bakar
sebagaimana berikut : Apa yang membuat Umar begitu percaya kepada kekuatan Abu Bakar,
padahal ia mendapatkan pengakuan Rasulullah : ” Allah meletakkan kebenaran di Lidah dan hati
Umar?” jawabnya: Tsiqah. Ketika pandangan mayoritas sababat berpihak pada Umar untuk tidak
memerangi orang menolak membayar zakat dan Abu Bakar bersikukuh memerangi mereka, akhirnya
Umar mengambil pandangan Abu Bakar. “ Demi Allah, tak lain yang kulihat kecuali Ia telah
melapangkan hati Abu Bakar untuk berperang, maka akupun tahu bahwa itu kebenaran.”
Suatu hari seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al Banna,” Bila keadaan memisahkan hubungan
kita, siapa yang Anda rekomendasikan untuk kami angkat jadi pemimpin ?”. Jawabnya tegas,” Wahai
Ikhwan, silahkan angkat orang yang paling lemah, kemudian dengar dan taatilah ia, niscaya ia akan
menjadi orang paling kuat diantara kalian.”
Jadi tsiqah adalah sikap manusia normal yang menyadari keterbatasan masing-masing lalu saling
menyetor saham sebagai modal bersama, untuk kemudian menikmati kemenangan bersama.[22]
Dalam dunia siyasi ada beberapa hal yang dapat mengguncang Tsiqah:
1. Internal: kemalasan menggali ilmu, berkonsultasi, meningkatkan kualitas ruhiyah dan fikriyah.
2. Eksternal: intervensi jorok media massa yang selalu mencitrakan kesetaraan kejujuran dan
profesionalisme, namun pada saat yang bersamaan bersikap ragu-ragu, memfitnah dan berbuat
curang terhadap dakwah.[23]
Beberapa Catatan Tentang Tsiqoh
Ustadz Said Hawwa memberikan beberapa catatan mengenai Tsiqah yaitu :
1. Diantara banyak kesalahan pemimpin yaitu menuntut tsiqah tanpa membayar maharnya.
2. Kesalahan pemimpin lainnya adalah mereka juga tidak bisa menanamkan tsiqah dalam dirinya
kepada pimpinan diatasnya.
3. Jangan memberikan tugas kepada orang yang tidak mampu menunaikannya.
4. Berusahalah sebagai seorang pemimpin agar setiap keputusannya argumentative, kecuali saat-
saat darurat.
5. Tsiqah yang sebenarnya menurut Imam Hasan Al Banna, semua instruksi mutlak di taati sepanjang
subtansinya bukan untuk maksiat.
6. Pemecahan yang harus dilakukan kalau ada masalah dengan tsiqah: mengungkapkan
persoalannya secara jelas dan bekerjasama mencari solusinya.
7. Seorang yang tidak tsiqah harus secepatnya dievaluasi.
8. Ukhuwah adalah dasar tsiqah. Maka tabayyun (chek and recheck) dalam nuansa ukhuwah perlu
dilakukan dalam rangka memupuk tsiqah.
9. Tsiqah dijadikan rukun Baiat karena:
o Kita adalah Harakah diniyah ukhrawiyah (gerakan keagamaan yang berorientasi akhirat)
o Kita suatu gerakan dakwah yang mewujudkan cita-cita lokal dan internasional
o Program sebanyak apapun tidak akan berguna bila tidak ada yang melaksanakannya. [24]
Penutup
Demikianlah fungsi Akanul Bai’ah dalam bingkai Jihad siyasi. Semoga dapat membuka cakrawala kita
dalam berjihad siyasi nantinya. Dengan pemahaman yang utuh, amal-amal yang kita lakukan akan
menjadi ringan karena adanya kerjasama dan ukhuwah. Gerak rentak dakwah ini akan selaras dan
harmonis apabila ada ketsiqahan antara pemimpin dan yang di pimpin. Semoga Allah membantu kita
semua untuk selalu istiqamah.Amien.
Allah berfirman:
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (Hud: 112)
_________________________________________
Bahan Rujukan:
[1] Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah Ar Kanul Bai’ah 1 Alfahmu cetakan Pertama (Solo:Media
Insani, 2006), hal. 33.
[2] Ibid.,hal. 34.
[3] Ibid., hal 37.
[4] Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna Jilid 1(Jakarta Timur: Penerbit Al
I’thishom Cahaya Umat, 2005), hal. 285.
[5] Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah, Op.cit., hal. 25.
[6] Ibid., hal. 25-26
[7] Dr.Ali Abdul Halim Mahmud, Rukun Jihad Cetakan Pertama (Jakarta Timur: Penerbit Al I’tishom
Cahaya Umat, 2001), hal . 31-33.
[8] Abu Ridha, ‘Amal Siyasi Gerakan Politik dalam Dakwah (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), hal.
13.
[9] Dr.Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin Cetakan Pertama (Solo:
EraIntermedia, 2000), hal. 69.
[10] Silahkan lihat buku : Abu Ridha, ‘Amal Siyasi Gerakan Politik dalam Dakwah (Bandung: Syamil
Cipta Media, 2004), hal. 16-23. Diterangkan panjang –lebar mengenai pembahasan masalah ini.
Dilengkapi dengan teks hadistnya.
[11] Risalah Muktamar Al Khamis (Muktamar V). Prof.Dr.Taufiq Yusuf Al Wa’iy, Pemikiran Politik
Kontemporer Al Ikhwan Al Muslimun Cetakan Pertama (Solo: Era Intermedia,2003) hal. 41.
[12] Ibid.
[13] Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Menyatukan pemikiran Para Pejuang Islam Cetakan Pertama (Jakarta:
Gema Insani Press), hal. 23.
[14] Dr. Abdul Halim Mahmud, Merajut Benang-Benang Ukhuwah cetakan Pertama (Solo: Era
Intermedia, 2000), hal. 12-13
[15] Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Menyatukan pemikiran Op.cit.
[16] Hasan Al Banna, Surat Terbuka Untuk Kader Dakwah cetakan keenam (Jakarta: Al I’thishom
Cahaya Umat), hal. 6-7
[17] Ibid., hal.15
[18] Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid Cetakan Kelima(Solo: Era Intermedia, 2005), hal. 176
[19] Ibid., hal. 176-177
[20] Ibid., hal. 177-179
[21] Rahmat Abdullah, Untukmu Kader Dakwah Cetakan Lima (Jakarta: Tim Pustaka Da’watuna,
2006), hal. 102
[22] Ibid., hal 104
[23] Ibid., hal. 105-106
[24] [24] Sa’id Hawwa, Membina..Op.Cit hal. 179-181

Anda mungkin juga menyukai