Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kota Bandung dewasa ini menjadi salah satu primadona destinasi wisata. Pada
tahun 2007, Kota Bandung ditetapkan sebagai Pilot Project kota terkreatif se-Asia
Timur oleh British Council. Segala kreatifitas dan keunggulan yang dimiliki, Kota
Bandung menjadi salah satu destinasi wisata unggulan. Berbagai jenis destinasi
wisata variatif dimiliki, mulai dari destinasi wisata belanja, destinasi wisata kuliner,
destinasi wisata seni budaya, destinasi wisata sejarah dan heritage, destinasi wisata
rohani, destinasi wisata alam dan destinasi wisata hiburan. Pesona Kota Bandung
ditunjukan oleh pertumbuhan pengunjung setiap tahunnya berdasarkan data berikut.
Tabel 1.1.
Data Jumlah Pengunjung Wisata Kota Bandung
Tahun 2010-2015
Persentase Persentase
Wisatawan
Kenaikan Kenaikan
Tahun
Wisatawan Wisatawan
Mancanegara Domestik
Mancanegara Domestik
2010 185.076 3.322.752 22,57% 24,81%
2011 225.585 3.917.290 21,89% 17,89%
2012 228.449 4.020.530 1,27% 2,63%
2013 231.664 4.124.630 1,41% 2,59%
2014 234.785 4.230.460 1,35% 2,57%
2015 237.201 4.390.771 1,10% 3,79%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung
Pada tahun 2016, Badan Pusat Statistik Kota Bandung mencatat ada 4.827.589
wisatawan domestik, meningkat sebanyak 1.068.019 pengunjung dari tahun 2010
dan 173.036 wisatawan mancanegara, meningkat sebanyak 52.125 pengunjung dari
tahun 2010 yang datang ke Kota Bandung.
Dari berbagai daya tarik wisata yang Kota Bandung miliki, Dinas Pariwisata
Jawa Barat mengarahkan Kota Bandung menjadi destinasi wisata kuliner karena
dinamis dan bervariasinya makanan di Kota Bandung sehingga menjadi daya tarik
tersendiri dengan membuat program Kota Bandung sebagai pintu gerbang kuliner di
Jawa Barat. Pada tahun 2017 Kota Bandung ditetapkan sebagai kota destinasi wisata
kuliner nasional oleh Kementrian Pariwisata karena komitmen kuat dari pemerintah
daerahnya untuk mengembangkan potensi wisata kuliner, memenuhi aspek bisnis
serta higienis dalam penyajiannya. Berkat komitmen kuatnya di bidang kuliner, pada
tahun 2018 Kota Bandung dinobatkan menjadi Kota Pariwisata terbaik dari
Indonesia Attractivess Award (IAA).
Coffee shop merupakan salah satu usaha di bidang kuliner yang cukup banyak
diminati pelaku usaha. Keberadaan coffee shop semakin mudah ditemui bahkan
disudut kota sekalipun. Coffee shop dimasa sekarang menjadi alternatif tempat untuk
berkumpul, berdiskusi bahkan mengerjakan tugas. Berikut uraian data jumlah coffee
shop atau café di Kota Bandung:
Tahun Jumlah café atau coffee shop Presentasi kenaikan
2010 191 0%
2011 196 2,61%
2012 Tabel 1.2.
235 19,89%
2013 243di Kota Bandung
Jumlah café atau coffee shop 3,41%
2014 256 5,35%
2015 278 8,6%
Sumber: Dinas Pariwisata Kota Bandung
Berdasarkan data diatas, tercatat dari tahun 2010 hingga 2015 jumlah
pertumbuhan usaha café atau coffee shop di Bandung meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2010 tercatat hanya ada 191 usaha café atau coffee shop dan menanjak hingga
jumlahnya menjadi 278 di tahun 2015. Syafrudin selaku chairman Speciality Coffee
Association of Indonesia (SCAI) memprediksi bahwa pertumbuhan nasional coffee
shop di tahun 2019 naik sebesar 15%-20% dati tahun 2018.
Sejalan dengan meningkatnya bisnis coffee shop, kopi yang disebut juga
sebagai “komoditi kedua yang banyak diperdagangkan secara legal” mengalami
pemingkatan permintaan domestik setiap tahunnya. Dibuktikan dengan grafik
dibawah ini.
Sumber: International Coffee Organization (ICO), 2017
International Coffee Organization (ICO) mencatat konsumsi kopi Indonesia
periode 2016/2017 mencapai 4,6 juta kemasan 60 kg/lb yang menempati urutan ke-6
negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia.
Berkaitan dengan tabel 1.2. yang menunjukan peningkatan jumlah coffee shop
dan gambar 1.1. yang menggambarkan kenaikan konsumsi kopi maka dilakukan
penelitian pendahuluan dengan menyebar kuisioner kepada 35 responden generasi
milenials. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui ketertarikan generasi milenial
terhadap coffee shop. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 100% responden pernah
datang ke coffee shop, dengan 68,6% responden datang ke coffee shop untuk

Gambar 1.1
Grafik Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2000-2016

menongkrong dan 37,4% lainnya datang untuk mengerjakan tugas atau bertukar
pikiran. Intesitas rata-rata responden mengunjungi coffee shop adalah sebanyak 2,7
kali kunjungan/bulan dan menghabiskan waktu 2,9 jam dalam setiap kunjungan
dengan pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 70.000,-/bulan.
berdasarkan fenomena yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan analisis preferensi konsumen generasi milenials terhadap menu kopi pada
coffee shop sehingga mengangkat judul “Preferensi Konsumen Generasi Milenials
terhadap Menu Kopi pada Coffee Shop di Kota Bandung”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apa menu kopi yang menjadi preferensi konsumen Generasi Milenials
pada coffee shop pada di Kota Bandung?
2. Apa alasan konsumen Generasi Milenials memilih menu kopi yang
menjadi preferensi pada coffee shop di Kota Bandung?
3. Bagaimana pelaku usaha coffee shop menyusun menu?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui menu kopi yang menjadi preferensi konsumen
Generasi Milenials pada coffee shop di Kota Bandung.
2. Untuk memahami alasan konsumen Generasi Milenials memilih menu
kopi yang menjadi preferensi pada coffee shop pada di Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaku usaha coffee shop menyusun menu.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memberi rekomendasi bagi yang akan membuka coffee shop.
2. Dapat menggambarkan selera kopi orang Indonesia jika cakupan
penelitian diperluas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka


2.1.1. Pariwisata
World Trade Organization (1999) memaparkan bahwa maksud dari
pariwisata adalah kegiatan perjalanan ke dan tiggal di daerah tujuan di luar
lingkungan kesehariannya yang dilakukan manusia. Selaras dengan Undang-
undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menjelaskan
bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan mengunjungi tempat tertentu oleh
seorang atau sekelompok orang dengan tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu
sementara.
Pada abad ke-18, setelah revolusi industri di Inggris istilah pariwisata
(tourism) baru mancul di masyarakat. Kegiatan wisata (tour) menjadi asal dari
istilah pariwisata (tourism), yaitu aktivitas perjalanan sementara manusia yang
tidak menghasilkan upah atau gaji dari satu tempat ketempat lain yang
dilakukan secara sadar sebagai usaha mencari keserasian, kepuasan dan
kebahagiaan selain apa yang di peroleh dari aktivitas sehari-hari (Muljadi,
2012; Kodhyat dalam Kurniansah, 2014; Wahab dalam Kurniansah, 2014).

2.1.2. Wisata Kuliner


UNWTO dalam Second Report on Gastronomy Tourism (2012)
memaparkan bahwa wisata kuliner didefinisikan sebagai mencari pengalaman
makan dan minum yang unik dan mengesankan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
dengan mengkombinasikan wisata dengan pengalaman makan, wisata kuliner
menawarkan cita rasa yang otentik bagi wisatawan.
Wisata kuliner merupakan kegiatan wisata yang didorong oleh
keinginan untuk mengunjungi tempat pembuatan makanan, festival makanan,
restoran, atau lokasi yang berkaitan dengan makanan sebagai subjek dan media
juga mencicipinya dengan maksud untuk mendapat rasa dan pengalaman
makan yang otentik (Hall et al., 2003;Pendit, 2003; Erik Wolf, 2018).
2.1.3. Kopi
2.1.3.1. Sejarah
Kopi pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1696 saat
Belanda membawa kopi varietas Arabika dari India ke Pulau Jawa
untuk percobaan pembudidayaan kopi di Kedawung, perkebunan yang
terletak didekat Batavia (Jakarta). Namun upaya tersebut gagal
dilakukan karena tanaman kopi rusak oleh gempa bumi dan banjir.
Tahun 1699 Belanda mengupayakan kembali penanaman kopi
Arabika dengan mendatangkan stek pohon kopi dari India dan
berhasil.
Pada tahun 1706, sampel kopi yang dihasilkan dari
perkebunan di Jawa dikirim ke Belanda untuk diteliti di Kebun Raya
Amsterdam. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
kopi yang dihasilkan di tanah Jawa memilik kualitas yang sangat baik.
Sehingga kemudian kopi dikembangkan diseluruh perkebunan di
Indonesia. Tahun 1711 menjadi tahun pertama eskpor kopi oleh VOC
ke Amsterdam dengan harga 6,47 gulden/kg hingga pada tahun 1725
VOC memonopoli perdagangan kopi nusantara.
Pada tahun 1878, hampir seluruh perkebunan di dataran
rendah yang ada di Indonesia rusak terserang karat daun (Hemileia
vastatrix). untuk menanggulangi masalah tersebut, Belanda
mendatangkan kopi varietas Liberika yang diperkirakan resistansinya
terhadap penyakit lebih kuat. Namun ternyata varietas Liberika juga
terserang oleh karat daun. Kemudian pada tahun 1907, Kopi varietas
Robusta didatangkan oleh Belanda. Usaha kali itu berhasil, sehingga
saat ini perkebunan kopi varietas Robusta yang ada di dataran rendah
dapat bertahan.
2.1.3.2. Jenis Biji Kopi
Varietas utama biji kopi hanya ada dua, yaitu kopi varietas
Arabika dan kopi varietas Robusta. Masing-masing biji kopi
mempunyai karakter dan keunikan tersendiri. Berikut uraian mengenai
dua varietas biji kopi:
a. Kopi Varietas Arabika
Kopi varietas arabika adalah jenis yang paling banyak
ditanam dan digunakan untuk membuat kopi. Dapat
diperkirakan bahwa 70% kopi yang dijual dipasaran adalah
biji kopi Arabika. Biji kopi Arabika tumbuh didaerah dengan
iklim tropis dan subtropis sehingga paling banyak tumbuh di
Benua Afrika tengah dan timur, Benua Amerika Selatan dan
Benua Asia selatan dan tenggara.
Biji kopi Arabika dipercaya sebagai biji kopi
berkualitas terbaik. Namun Biji kopi Arabika lebih sulit
diproses dan diolah, juga harus diperlakukan secara hati-hati.
Selain itu, tanamannya sangat peka terhadap perubahan suhu
dan mudah diserang penyakit dan hama sehingga dalam
setahun panen yang diperoleh lebih sedikit dari varietas
Robusta.
Biji kopi Arabika berbentuk sedikit memanjang dan
pipih dengan ukuran yang lebih besar dibanding dengan biji
kopi varietas Robusta. Selain itu, teksturnya lebih halus
dibanding dengan kopi varietas Robusta. Rasa dari varietas
Arabika adalah sedikit manis dan asam dengan aroma yang
terasa seperti campuran bunga dan buah. Biji kopi varietas
Aeabika mengandung sebesar 1,2% kafein sehingga kopi
yang dihasilkan terasa lembut dan tidak terlalu pekat.
b. Kopi Varietas Robusta
Biji kopi varietas Robusta banyak tumbuh di Benua
Afrika Barat, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Beberapa
negara penghasil biji kopi varietas Arabika juga menanam
biji kopi varietas Robusta.
Biji kopi Robusta lebih mudah tumbuh dan dirawat dan
dapat ditanam didataran sedikit rendah dengan suhu yang
tidak stabil.
Biji kopi Robusta berbentuk bulat dan sedikit lebih
padat daripada kopi Arabika dengan ukuran yang lebih kecil
dan tekstur yang kasar. Rasa khas kopi Robusta adalah pekat
dan pahit. Kandungan kafein dalam biji kopi varietas Robusta
adalah 2,2%. Cita rasa dan aroma kopi Robusta sangat kuat
dan wanginya seperti kayu.

2.1.4. Coffee Shop


Kamus Oxford menyatakan bahwa coffee shop adalah informal
restoran kecil yang menyajikan kopi dan makanan dan minuman ringan.
Coffee shop pertama kali
2.1.5. Perkembangan Budaya Minum Kopi
2.1.6. Tingkatan Generasi
3.1.6.1 Generasi Y (Generasi Milenials)
Secara teoritis, terdapat beberapa tingkatan generasi:
Generasi Silent Generation atau generasi veteran adalah
individu/kelompok masyarakat yang lahir antara tahun 1925-1945.
Generasi berikutnya adalah Baby Boomers merupakan generasi yang
lahir antara periode 1946-1964. Generasi antara 1960-1980 adalah
Gen X. Dan generasi yang kini beranjak remaja dan dewasa muda
adalah Generasi Y kisaran 1982-2000 (Inti Pesan, 2016: 8-9). Di
setiap sumber penelitian/riset terdapat perbedaan kisaran tahun.
Berikut adalah tabel tahun dan perbedaan istilah yang digunakan di
masing-masing tokoh peneliti:
Tabel 2.1.
Generasi dan Perbedaan Kisaran Tahun
Peneliti Generasi
Silent Boom 13-th Millennial
Howe &
Generation Generation Generation Generation
Strauss (2000)
(1925-1943) (1943-1960) (1961-1981) (1982-2000)
Lancaster & Tradisionalists Baby Generation Millennial
Stillman (2002) (1900-1945) Boomers Xers (1965- Generation,
(1946-1964) 1980) Echo
Boomers,
Generation Y
(1981-1999)
Silent Baby
Martin & Generation X Millennials
Generation Boomers
Turgan (2002) (1965-1977) (1978-2000)
(1925-1942) (1946-1960)
Pandangan Gen Y dibentuk oleh segala trend atau kejadian
semasa hidup merekaberupa: teknologi sejak mereka lahir; acara
reality show; percerian orang tua; kreativitas ; berani berbicara dan
berpikir kritis; ada pengakuan dan penghargaan; era jejaring sosial
(MSN, Gmail, Facebook, Skype, Youtube, Instagram, Path, dan lain-
lain) (Cheryl Chan, 2014).
2.1.7. Perilaku Konsumen
2.1.8. Keputusan Pembelian

2.2. Penelitian Terdahulu


Tabel 2.2
Data Penelitian Terdahulu
Nama Judul
No Hasil Penelitian Jenis
Peneliti Penelitian
1 Dwi Analisis  Konsumen di Kafe Ruang Skripsi
Hartanto Preferensi Kopi Bogor menyukai kopi
(2018) Konsumen di dengan jenis kopi arabika
Kafe Ruang karena lebih memiliki aroma
Kopi Bogor wangi seperti bunga dan
buah-buahan ketika diseduh
dan kopi arabika lebih terasa
lembut dan tidak terlalu
pekat.
 Konsumen di Kafe Ruang
Kopi Bogor banyak yang
menyukai rasa kopi pahit
dibandingkan dengan rasa
kopi yang tidak pahit karena
rasa kopi yang pahit
merupakan cita rasa kopi itu
sendiri.
Analisis
faktor-faktor
M. azhar  Mayoritas pelanggan Armor
preferensi
Hanafiah Kopi berjenis kelamin laki-
2 konsumen Jurnal
Aditya laki yang bekerja sebagai
(studi pada
Wardhana pelajar/mahasiswa
Armor Kopi
Bandung)
Kajian Sikap
dan Perilaku
Konsumen
dalam  Preferensi teman lebih
Elly Pembelian mempengaruhi pembelian
3 Rasmikay Kopi serta konsumen di Arrmor Kopi Jurnal
ati, dkk Pendapatnya Garden daripada preferensi
terhadap keluarga, media, dan penjual
varian Produk
dan Potensi
Kedainya
Kartika
Sari Coffee
 Konsumen kopi di Bandung
Rahayu Preference
lebih memilih kopi biji
4 dan Among Young Jurnal
arabika karena rasa yang
Mustika People in
lebih bervariasi.
Purwanera Bandung
ga (2017)
5 Devvany Kajian Budaya  Kopi yang biasa dinikmati Jurnal
Gumulya, Minum Kopi generasi muda sering kali
Ivana di Indonesia lebih rendah kepekatannya
Stacia karena terpengaruh minuman
café Italia seperti latté dan
cappuccino
Warung Kopi  Ngopi di coffee shop menjadi
Irwanti
6 dan Gaya gaya hidup yang tren bagi Jurnal
Said

Meningkatnya industri kopi


Hidup Modern warga Kota Makassar

Inovasi terhadap kopi


2.3. Kerangka Pemikiran

Trend
Minat milenials di Kota Bandung terhadap kopi tinggi
Pertumbuhan bisnis coffee shop meningkat

Proses pengambilan keputusan

Evaluasi pasca pembelian


Pengenalan kebutuhan

Keputusan pembelian
Preferensi kopi

Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Pengetahuan tentang

Third wave coffee


kopi

2.4. Hipotesis
Ho : preferensi kopi konsumen generasi milenials di coffee shop ¿ latte

Ha : preferensi kopi konsumen generasi milenials di coffee shop ≠ latte


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Sugiyono (2012, hal. 5) memaparkan bahwa metode penelitian adalah cara
ilmial untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dari data valid
yang diperoleh dengan tujuan untuk menemukan, mengembangkan dan
membuktikan suatu pengetahuan tertentu. Metode penelitian adalah cara yang
dibutuhkan dalam melakukan penelitian untuk memecahkan permasalahan guna
mencapai tujuan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang digunakan untuk
meneliti sampel tertentu dalam populasi yang datanya dikumpulkan melalui
instrumen penelitian dan analisis data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Adapun metode dalam penelitian yang penulis
gunakan adalah metode deskriptif.
Dengan metode deskriptif kuantitatif, penulis bermaksud mengamati aspek
yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti dan mengumpulkan data yang
mendukung penyusunan laporan penelitian. Data yang diperoleh kemudian diproses
dan dianalisis sehingga mendapat gambaran mengenai objek dan kesimpulan dapat
ditarik dari masalah yang diteliti.
3.2. Objek dan Subjek Penelitian
Arikunto (2005, hal. 29) mengemukakan bahwa objek penelitian adalah
variabel penelitian, yaitu hal inti dari masalah penelitian.
Objek penelitian yang diteliti oleh penulis adalah preferensi konsumen generasi
Milenials terhadap menu kopi.
Menurut Arikunto (2005, hal. 116) subjek penelitian adalah benda, hal, atau
orang tempat data untuk variabel penelitian.
Subjek penelitian yang diteliti adalah Coffee Shop di Kota Bandung.
3.3. Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan diperlukan untuk menjabarkan variabel
penelitian menjadi konsep, dimensi, indikator dan ukuran yang diarahkan untuk
memperoleh nilai variabel lainnya. Disamping itu, tujuannya adalah untuk
memudahkan pengertian dan menghindari perbedaan persepsi dalam penelitian ini.
Berikut adalah operasionalisasi variabel dari penelitian ini:
Definisi Operasional
Defnisi
Variabel Skala
Konseptual Jenis Kopi Peringkat Kopi
Pengukuran
Espresso 1

Cappuccino 2

Macchiato 3

Flat White 4

Mocha 5

Americano 6
Jenis Ordinal
Kopi Piccolo 7 \

Café latte 8

Affogato 9

Vietnam Drip 10

V60 11

French Press 12

3.4. Populasi dan Sampel


3.4.1. Populasi
Sugiyono (2012, hal. 115) menjelaskan bahwa populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dari sampel yang
merupakan sumber data dengan karakteristik yang sudah ditetapkan peneliti.
Populasi dapat berupa manusia, hewan, benda, peristiwa maupun gejala dalam
ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan (Arikunto, 2013, hal. 106;
Ismiyanto, 2003; Margono, 2004; Nawawi, 1983, Nazir, 2005)
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
seluruh subjek atau objek dari sampel penelitian baik itu mahkluk hidup atau
benda mati yang menjadi sumber data untuk diteliti.
Berdasarkan pernyataan diatas, populasi dari penelitian ini adalah
konsumen generasi Milenials Coffee Shop di Kota Bandung.
3.4.2. Sampel
Sugiyono (2008, hal. 118) menjelaskan bahwa sampel adalah suatu
bagian dari keseluruhan karakteristik yang dimiliki populasi, kesimpulan dari
sampel dapat diberlakukan bagi populasi.
Sampel merupakan wakil yang memiliki ciri, sifat dan dapat
memberikan gambaran terhadap karakterisitk populasi yang diteliti. (Riduwan,
2007, hal. 56; Gulo, 2010, hal. 78; Arikunto, 2006, hal. 131; Sudjana, Nana dan
Ibrahim, 2004, hal 85)
Gravatter dan Forzano (2002) menjabarkan bahwa ada dua kriteria
dalam syarat pengambilan sampel, yaitu:
1. Presisi
Sampel yang diambil harus baik secara kualitas dan kuantitas,
tepat dan hasilnya dapat diperkirakan dengan kesesuaian data sampel
serta valid sehingga dapat mewakili populasi.
2. Akurasi
Akurasi sampel berkaitan dengan karakteristik, sifat dan ciri
yang ada dalam sampel. Sampel harus sesuai dan tepat dengan kriteria
populasi sehingga dapat merepresentasikannya.
3.4.3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara untuk pengambilan sampel. Terdapat dua
kelompok teknik sampling yaitu probability sampling dan non-probability
sampling. Probability sampling meliputi simple random sampling,
disproportionated stratified random sampling, proportionated stratified
random sampling dan cluster sampling. Non-probability sampling meliputi
sampling purposif, sampling kuota, sampling aksidental, sampling jenuh dan
snowball sampling.
Teknik sampling yang akan penulis gunakan adalah non-probablity
sampling dengan kategori sampling aksidental. Sampling aksidental adalah
teknik pengambilan sampe berdasarkan faktor spontanitas, siapa saja yang
secara tidak sengaa bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik
populasi dapat digunakan sebagai sampel (Riduwan dan Akdon, 2013).
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah generasi milenials yang suka
minum kopi di coffee shop di Kota Bandung.
Populasi dalam penelitian ini tidak diketahui jumlahnya, menurut
Wibisono (Riduwan dan Akdon, 2013), rumus menentukan sampel untuk
populasi yang tidak diketahui adalah sebagai berikut:
2
( Za /2 ) . σ
N= { e }
2
1,96 ×0,25
N= { 5% }
N=96,04 dibulatkan menjadi 100
N = jumlah sampel
Za = nilai dari tabel distribusi normal, taraf keyakinan 95%
σ = standar deviasi
e = error
Berdasarkan rumus diatas, besar ukuran sampel untuk penelitian ini
adalah sebesar 96,04 dan dibulatkan menjadi 100.
3.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.6. Uji Validitas dan Reabilitas


3.6.1. Uji Validitas
Gozali (2009) memaparkan bahwa untuk mengukur valid tidaknya
sebuah kuisioner dibutuhkan uji validitas. Validitas berasal dari kata validity
yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur mengukur
variabel yang ingin diukur (Azwar, 1986; Cooper dan Schindler 2003). Uji
validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus.
3.6.2. Uji Reabilitas
Gozali (2009) menjelaskan bahwa untuk mengukur reliable atau
tidaknya sebuah kuisioner dilakukan uji realibitas. Suatu kuisioner dikatakan
relieable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari
waktu ke waktu. Rumus yang digunakan adalah Cronbach Alpha. Instrumen
penelitian dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,60.

Anda mungkin juga menyukai