Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik pre eklamsia dapat dibagi menjadi
preeklamsia ringan dan preklamsia berat. Pembagian preeklamsia menjadi berat
dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab
seringkali ditemukan penderita dengan preeklamsia ringan dapat mendadak
mengalami kejang dan jatuh dalam koma. (Sarwono, 2010)
Preeklampsia (dahulu disebut gestosis) merupakan hipertensi yang dipicu oleh
kehamilan dan terjadi pada 5-20% perempuan khususnya primigravida, ibu hamil
dengan kehamilan kembar, ibu yang menderita diabetes mellitus, dan hipertensi
essensial. Bahaya dari preeklampsia meliputi solutio placenta, kegagalan ginjal dan
jantung, hemorargi serebral, insupisiensi placenta, dan gangguan pertumbuhan janin
(Denis Tiran, 2006).
Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab
utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka diklasifikasikan
kedalam penyakit hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh
adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Sedangkan
eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di samping ketiga tanda khas
PEB.
Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di Asia AKI
terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah 228/100.000
kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%), eklampsia (24%),
infeksi (11%), komplikasi masa puerperium (8%), abortus (5%), partus lama (5%),
emboli obstetri (3%), dan lain-lain (11%) (Depkes RI, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka kejadiannya berkisar
antara 0,51%-38,4%.  Di negara maju angka kejadian pre-eklampsia berkisar 6-7%
dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan pre-
eklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi (Amelda, 2008).
Tingginya  kejadian preeklamsia-eklamsia di negara-negara berkembang
dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut saling terkait dan sangat
berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap

1
berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun untuk
lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).
Untuk itu, penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran mengenai kasus
tersebut di atas dengan melakukan asuhan pada ibu bersalin dengan preeklampsia
berat.

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan preeklampsia berat
dengan pendekatan manajemen kebidanan dan mendokumentasikannya dalam
bentuk SOAP
1.2.2. Tujuan Khusus
A. Memahami konsep asuhan kebidanan pada ibu dengan preeklampsia berat
B. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif
C. Menganalisa data untuk menentukan diagnosa aktual dan diagnosa
potensial serta masalah potensial yang mungkin timbul
D. Membuat rencana asuhan
E. Melakukan asuhan kebidanan sesai dengan rencana yang telah disusun
F. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Preeklampsia (PE) adalah gangguan yang terjadi setelah minggu ke-20
kehamilan dan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria (Silasi Michele, 2010)
Preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria,
edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau
kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas
pada vili dan korialis (Mitayani, 2009)
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini,
2009)
Preeklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi
dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang
dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin.
(Boyle M, 2007)
Pre-eklampsia Berat ditandai satu atau lebih dari ciri berikut ini
- Tekanan darah lebih dari 160 mmHg sistolik atau lebih dari sama dengan 110
mmHg diastolik pada dua kesempatan setidaknya 6 jam terpisah sementara
pasien tirah baring
- Proteinuria 5 gram atau lebih tinggi dalam spesimen urin 24 jam atau +3 atau
lebih pada dua sampel urin secara acak dikumpulkan setidaknya 4 jam terpisah
- Oliguria kurang dari 500 mL dalam 24 jam
- Cerebral atau visual gangguan
- Edema paru atau sianosis
- Epigastrium atau kuadran kanan atas-nyeri
- Gangguan fungsi hati
- Trombositopenia
- Pertumbuhan janin pembatasan (David A Miller, 2010)
Preeklampsia Berat ditandai dengan tekanan darah sistol/diastol lebih dari sama
dengan 160/110 mmHg, protein urin lebih dari sama dengan +3, sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri epigastrium. Oliguri, trombositopenia, dan edema paru
(Cunningham, 2010)

3
Tanda dan gejala preeklampsia berat adalah tekanan diastol > 110 mmHg,
terjadi pada kehamilan > 20 minggu, proteinurin >+3, hiperrefleksia, nyeri kepala,
penglihatan kabur, oliguri, ngeri abdomen atas, dan edema paru (Saifuddin, 2010)
Jadi, pre eklamsia berat adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24
jam atau oedem yang terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

2.2. ETIOLOGI
Tulisan-tulisan yang menggambarkan eklampsia telah ditelusuri sejauh 2200 SM
(Lindheimer dan rekan, 2009). Dan dari semua mekanisme yang telah diusulkan
untuk menjelaskan penyebabnya. Tidak satupun bisa dikatakan menjadi
"penyebab". Munculnya preeklamsia menjadi puncak dari faktor-faktor yang
kemungkinan melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan janin. Di bawah ini
merupakan beberapa hal yang dapat membantu menegakkan preeklampsia
meliputi:
 Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal dari pembuluh rahim
 Imunologi maladaptif antara jaringan ibu, plasenta, dan janin
 Maternal maladaptation, perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan
normal
 Faktor genetik termasuk gen predisposisi diwariskan serta pengaruh epigenetik

A. Abnormal Invasi trofoblas


Dalam implantasi normal, arteri spiralis rahim mengalami remodeling yang
luas karena mereka diinvasi oleh trofoblast endovascular. Sel-sel ini
menggantikan lapisan endotel dan otot pembuluh darah untuk memperbesar
diameter pembuluh. Sedangkan pada preeklamsia, invasi trofoblas tidak
terjadi.Sehingga arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi, akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
B. Faktor Imunologi
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons
imun sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natular Killer
(NK) ibu.

4
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel
Natural Killer. Pada  plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Sedangkan invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinaya reaksi inflamasi.
C. Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
1. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan
atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan
penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khususnya  terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi  oksidan pada manusia adalah suatu proses normal,
karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya
radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamian disebut
“toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak
nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam
tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
2. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Peroksidan
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh

5
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.
3. Disfungsi sel endotel   
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Maka akan
terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2): suatu vasokonstriktor kuat
Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih tinggi. Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi. Sehingga terjadi
vasokontriksi.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Peningkatan faktor koagulasi
f. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor.
D. Faktor Nutrisi
John dan rekan kerja (2002) menunjukkan bahwa pada populasi umum diet
tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan
dengan penurunan tekanan darah. Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa
kejadian preeklampsia dua kali lipat pada wanita yang sehari-hari asupan asam
askorbatnya adalah kurang dari 85 mg. Studi ini diikuti oleh uji acak untuk
mempelajari suplemen makanan. Villar dan rekan (2006) menunjukkan bahwa
suplementasi kalsium pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah
makanan memiliki efek yang kecil untuk menurunkan angka kematian perinatal,
namun tidak berpengaruh pada kejadian preeklampsia. (Cunningham, 2010)
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Karena minyak ikan
mengandung bahan asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokontriksi
pembuluh darah (Sarwono, 2010)

6
E. Faktor Genetik
Preeklamsia adalah suatu gangguan, multifaktorial poligenik. Dalam review
komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden
untuk preeklamsi 20 sampai 40 persen untuk anak perempuan dari ibu
preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara perempuan preeklampsia,
dan 22 menjadi 47 persen dalam studi kembar (Cunningham, 2010).
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeklampsia (Sarwono, 2010).

2.3. PATOFISIOLOGI
A. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum terjadi pada
preeklamsia atau eklamsia. Ini terkait dengan:
1. Afterload jantung meningkat yang disebabkan oleh hipertensi
2. Preload jantung, yang secara substansial dipengaruhi oleh hipervolemia
pada kehamilan
3. Aktivasi endotel dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke ruang
ekstraseluler, dan yang terpenting, ke dalam paru-paru.
Selama kehamilan normal, terjadipeningkatan masa ventrikel, tetapi tidak
ada bukti yang meyakinkan bahwa terjadi perubahan struktural tambahan
yang disebabkan oleh preeklamsia (Hibbard dan rekan, 2009)

B. Perubahan Hemodinamik
Penyimpangan kardiovaskular yang berhubungan dengan gangguan hipertensi
pada kehamilan bervariasi, tergantung pada sejumlah faktor. Ini diakibatkan oleh
penyimpangan afterload yang meningkat, adanya penyakit kronis yang
mendasari, kehadiran preeklampsia, dan tahap perjalanan klinis lainnya. Ada
klaim bahwa pada beberapa wanita perubahan ini bahkan mungkin mendahului
timbulnya hipertensi (Bosio, 1999; De Paco, 2008; Easterling, 1990; Hibbard,
2009, dan semua rekan-rekan mereka). Namun demikian, dengan onset klinis
preeklampsia, ada penurunan curah jantung mungkin karena resistensi perifer
meningkat. Studi fungsi ventrikel wanita preeklampsia dari sejumlah
penyelidikan memperlihatkan bahwa meskipun fungsi jantung adalah
hiperdinamik pada semua wanita, tekanan bergantung pada infus cairan
intravena. Secara khusus, hidrasi agresif mengakibatkan hiperdinamikventrikel

7
pada sebagian besar wanita. Ini juga disertai dengan peningkatan tekanan
kapiler pulmonal. Dalam beberapa wanita, edema paru dapat berkembang
meskipun fungsi ventrikel normal karena kebocoran endotel-epitel alveolar yang
diperparah oleh tekanan oncotic menurun dari konsentrasi albumin serum yang
rendah (American College of Obstetricians dan Gynecologists, 2002a). Nilai
yang sama dari fungsi jantung dilaporkan sebelumnya oleh Lang dan rekan kerja
(1991) dan baru-baru Tihtonen dan rekan (2006), yang menggunakan
kardiografi impedansi noninvasif. Dengan demikian, fungsi ventrikel
hiperdinamik sebagian besar merupakan hasil dari tekanan wedge rendah dan
bukan akibat dari kontraktilitas miokard augmented yang diukur seperti stroke
ventrikel kiri indeks kerja. Sebagai perbandingan, wanita yang diberikan lebih
banyak volume cairan umumnya telah memiliki tekanan yang melebihi normal,
namun fungsi ventrikel mereka tetap hiperdinamik karena curah jantung
meningkat.
C. Volume Darah
Telah diketahui selama hampir 100 tahun, hemokonsentrasi merupakan ciri
dari eklampsia. Zeeman dan rekan (2009) memperluas pengamatan
sebelumnya Pritchard dan rekan kerja (1984). Mereka menemukan bahwa pada
wanita eklampsia, yang biasanya diharapkan hipervolemia, bahkan tidak ada.
Volume darah rata-rata pada wanita hampir 5000 mL selama beberapa minggu
terakhir dari kehamilan normal, dibandingkan dengan sekitar 3500 mL pada saat
tidak hamil. Dengan eklampsia, bagaimanapun, antisipasi atas pertambahan
volume darah tersebut, hilang. Seperti hemokonsentrasi yang merupakan hasil
dari vasokonstriksi umum yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran
plasma ke ruang interstitial karena permeabilitas meningkat. Pada wanita
dengan preeklamsia, dan tergantung pada tingkat keparahannya,
hemokonsentrasi biasanya tidak ditandai. Wanita dengan hipertensi gestasional,
tapi tanpa preeklamsia, biasanya memiliki volume darah normal (Silver dan
rekan, 1998). Untuk wanita dengan hemokonsentrasi parah, didapat bahwa
penurunan akut hematokrit menjadi penyebab preeklampsia. Dalam hal ini,
hemodilusi mengikuti pembentukan endotel dengan kembalinya cairan interstitial
ke dalam ruang intravaskular. Sehingga, penting untuk mengenali bahwa
penyebab substantif ini (preeklampsi) jatuh di hematokrit, biasanya akibat
kehilangan darah saat melahirkan. Hal ini juga mungkin sebagian hasil dari
jumlah eritrosit yang meningkat pada kehamilan.

8
Vasospasme dan kebocoran plasma dapat bertahan hingga waktu setelah
melahirkan. Dengan meningkatnya volume darah, hematokrit biasanya jatuh.
Dengan demikian, wanita dengan eklampsia:
1. Apakah sensitif terhadap terapi cairan yang diberikan dalam upaya untuk
memperluas volume darah dikontrak ke tingkat kehamilan normal.
2. Apakah sensitif terhadap jumlah kehilangan darah saat melahirkan yang
dianggap normal.

D. Darah dan Koagulasi


Kelainan hematologi berkembang pada beberapa wanita dengan preeklamsia.
Di antara mereka yang sering diidentifikasi adalah trombositopenia, yang
kadang-kadang bisa menjadi begitu parah dan mengancam nyawa. Selain itu,
beberapa faktor pembekuan plasma mungkin akan menurun, dan eritrosit dapat
menampilkan bentuk aneh dan menjalani hemolisis yang cepat.
1. Trombositopenia
Trombositopenia dengan eklampsia telah dijelaskan setidaknya sejak
tahun 1922 oleh Stancke. Pada umumnya, jumlah trombosit secara rutin
diukur pada wanita dengan bentuk hipertensi gestasional. Frekuensi dan
intensitas trombositopenia bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan
dan durasi dari sindrom preeklampsia serta frekuensi pemeriksaan jumlah
trombosit yang dilakukan (Heilmann dan rekan, 2007; Hupuczi dan rekan
kerja, 2007). Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit
<100.000/uL.
Semakin rendah jumlah trombosit, semakin tinggi tingkat morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin (Leduc dan rekan kerja, 1992). Dalam kebanyakan
kasus, penanganan rujukan sangat dianjurkan karena trombositopenia
biasanya terus memburuk. Setelah melahirkan, jumlah platelet akan terus
menurun untuk hari pertama atau lebih. Kemudian biasanya meningkat
secara progresif untuk mencapai tingkat yang normal biasanya dalam 3
sampai 5 hari. Dalam beberapa kasus, misalnya, dengan sindrom HELLP,
jumlah trombosit terus turun setelah melahirkan. Pada beberapa wanita
yang jumlah trombosit tidak meningkat hingga 48 sampai 72 jam, sindrom
preeklamsia dikaitkan sebagai kemungkinan microangiopathies trombotik.
2. Hemolisis
Preeklamsia berat sering disertai dengan hemolisis, yang semiquantified
oleh peningkatan kadar laktat dehidrogenase serum. Bukti lain berasal dari
schizocytosis, spherocytosis, dan retikulositosis dalam darah perifer. Ini hasil

9
derangements sebagian dari hemolisis mikroangiopati disebabkan oleh
gangguan endotel dan deposisi fibrin. Fluiditas membran eritrosit meningkat
dengan sindrom HELLP, perubahan ini disebabkan oleh perubahan lipid
serum. Perubahan membran erythrocytic, kelengketan meningkat, dan
agregasi juga dapat memfasilitasi keadaan hiperkoagulasi.
3. Koagulasi
Perubahan konsistensi koagulasi intravaskular, dan kurang seringnya
penghancuran eritrosit, biasanya ditemukan pada preeklamsia dan eklamsia
(Kenny dan rekan, 2009). Beberapa perubahan ini dikarenakan adanya
peningkatan tingkat fibrinopeptides A dan B dan produk degradasi fibrin, dan
penurunan tingkat protein peraturan-antithrombin III dan protein C dan S.
E. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat. Dengan adanya preeklamsia, terdapat beberapa perubahan anatomi
dan patofisiologi reversibel, yang mengakibatkan perfusi ginjal dan filtrasi
glomerular berkurang. Filtrasi glomerulus yang berkurang mungkin akibat dari
volume plasma yang berkurang. Sebagian besar penurunan ini mungkin dari
resistensi arteriolar meningkat ginjal aferen yang mungkin meningkat hingga
lima kali lipat (Conrad dan rekan kerja, 2009). Ada juga perubahan morfologi
ditandai dengan endotheliosis glomerular, memblokir penghalang filtrasi.
Kemampuan filtrasi yang berkurang ini menyebabkan nilai kreatinin serum naik,
yaitu, 1 mg/mL, tapi kadang-kadang bahkan lebih tinggi (Lindheimer dan rekan,
2008a). Pada wanita preeklampsia, konsentrasi natrium urin tinggi. Osmolaritas
urin, rasio kreatinin plasma, dan pecahan ekskresi natrium juga menunjukkan
bahwa melibatkan mekanisme prerenal.
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut
1. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguri
bahkan anuri
2. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.
3. Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sle endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril
4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks
ginjal yang bersifat ireversibel

10
5. Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi
vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
F. Protein Urin
Setidaknya beberapa derajat proteinuria akan menetapkan diagnosis
preeklampsia-eklampsia. Proteinuria muncul terlambat, dan beberapa wanita
dapat eklampsia atau memiliki kejang-sebelum muncul hasilnya. Misalnya, Sibai
(2004) melaporkan bahwa 10 sampai 15 persen dari wanita dengan sindrom
HELLP tidak memiliki proteinuria pada awal kedatangannya. Zwart dan rekan
(2008) melaporkan bahwa 17 persen wanita eklampsia tidak memiliki proteinuria
pada saat kejang. Masalah lain adalah bahwa metode optimal membangun baik
tingkat abnormal protein urin atau albumin masih harus didefinisikan. Chen dan
rekan kerja (2008) telah menunjukkan bahwa cleancatch dan catheterized
spesimen urin berkorelasi dengan baik. Tapi dipstick penentuan kualitatif
tergantung pada konsentrasi kemihdan terkenal karena hasil positif palsu dan
negatif. Untuk spesimen 24 jam kuantitatif, standar "konsensus" nilai ambang
yang digunakan adalah>300mg/24 jam-atau ekuivalen diekstrapolasi dalam
koleksi pendek. Yang penting, hal ini belum terbantahkan.
Penentuan protein urin: atau albumin: kreatinin rasio dapat menggantikan
kuantifikasi 24 jam rumit (Kyle dan rekan, 2008). Dalam review sistematis baru-
baru ini, Papanna dan rekan (2008) menyimpulkan bahwa protein urin acak:
rasio kreatinin yang berada di bawah 130-150 mg/g-0.13 sampai 0,15
menunjukkan bahwa kemungkinan proteinuria melebihi 300 mg/hari. Ada
beberapa metode yang digunakan untuk mengukur proteinuria, dan tidak ada
mendeteksi semua berbagai protein biasanya diekskresikan. Sebuah metode
yang lebih akurat melibatkan pengukuran ekskresi albumin. Filtrasi Albumin
melebihi globulin, dan dengan penyakit glomerular seperti preeclampsia, protein
yang banyak dalam urin adalah albumin. Sehingga memungkinkan pengukuran
lebih cepat pada tes albumin dan kreatinin rasio dalam pengaturan rawat jalan
(Kyle dan rekan kerja, 2008).

2.4. GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat bervariasi luas dan
sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia
mana yang timbul lebih dulu. Secara teoritik urutan gejala-gejala yang timbul pada
preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-
gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklampsia.

11
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan
gejala yang sangat penting. Namun, sayangnya penderita sering kali tidak
merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri
kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah
cukup lanjut.

2.5. DIAGNOSA
Diagnosa preeklamsia berat dapat ditegakkan jika menemukan satu atau lebih tanda
dan gejala sebagai berikut:
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah tidak akan menurun meskipun ibu sudah dirawat di RS dan sudah
menjalani tirah baring.
2. Proteinuria > 5 g / 24 jam atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc / 24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspirate aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intra uterin terhambat.
12. Sindrom HELLP.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:
1. Darah rutin (Eritrosit, leukosit, trombosis, Hb, Ht, LED)
2. Fungsi hati (SGOT/SGPT, bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase
3. Fungsi Ginjal (Ureum dan kreatinin)
4. Rontgen atau CT scan otak untuk mengetahui sudah terdapat edema atau tidak

2.6. KOMPLIKASI
Preeklampsia adalah penyakit kompleks yang dapat menyebabkan komplikasi pada
sistem organ multiple.

12
- Central komplikasi sistem saraf termasuk eklampsia (umum tonik klonik kejang),
yang terjadi sekitar 2% dari kasus preeklampsia di Amerika Serikat.
Meskipun kebanyakan kasus eklampsia terjadi sebagai perkembangan dari
preeklampsia, hal ini bisa terjaditanpa bukti hipertensi atau proteinuria. Sampai
sepertiga kasus eklampsia terjadi pada saat postpartum, bahkan berhari-hari
sampai berminggu-minggu setelah delivery.
- Gagal ginjal akut, gagal hati,edema paru, dan sindrom HELLP adalah komplikasi
tambahan. HELLP sindrom ini ditandai dengan hemolisis, peningkatan enzim
hati, dan trombosit yang rendah.
Hal ini dianggap sebagai varian parah preeklampsia, dan berhubungan dengan
risiko yang lebih tinggi dari ibu dan hasil yang merugikan neonatal dibandingkan
preeklampsia saja.
Baru-baru ini telah terkumpul literatur tentang konsekuensi jangka panjang dari
preeklampsia termasuk peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, penyakit
ginjal, dan stroke. Sekitar 20% dari wanita dengan PE mengembangkan
hipertensi atau mikroalbuminuria dalam waktu 7 tahun, dibandingkan dengan
hanya 2% dari wanita dengan tekanan darah normal.
Jangka panjang risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular dua kali lipat
terjadi pada wanita dengan preeclampsia dan hipertensi gestasional
dibandingkan dengan usia
- Preeklampsia berulang
- Komplikasi janin sekunder untuk preeklampsia termasuk pembatasan
pertumbuhan intrauterin, prematuritas, plasenta abruption, dan peningkatan
risiko kematian perinatal. Preeklampsia adalah penyebab utama kelahiran
prematur iatrogenik dan memberikan kontribusi signifikan terhadap biaya
kesehatan meningkatberhubungan dengan prematuritas. (Silasi Michelle, 2010)

2.7. PENATALAKSANAAN
A. Terhadap Kehamilan
Berdasarkan William Obstetrics, Ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala – gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka
sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (Aggressive management) yang berarti kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif ialah:

13
a. Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil
batasan > 37 minggu untuk PER dan ≥ 37 minggu untuk PEB.
 Adanya tanda dan gejala Impending Eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik
dan laboratorik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.s
b. Janin
 Adanya tanda – tanda fetal distress
 Adanya tanda – tanda Intra Uterine Growth retriction (IUGR)
 NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion
c. Laboratorik
 Adanya tanda – tanda HELLP’s Syndrome khususnya penurunan
trombosit yang cepat
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasarkan
keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
2. Konservatif (expectative management) yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai Impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Pengobatan yang diberikan sama dengan medikamentosa pada pengelolaan
aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah
hanya observasi dan evaluasi, sama seperti pengelolaan aktif namun
kehamilan tidak diterminasi. Magnesium Sulfat dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda – tanda preeclampsia ringan (PER), selambat – lambatnya
dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan kehamilan
harus di terminasi. Klien dapat dipulangkan bila penderita kembali ke gejala –
gejala PER.
a. Penyulit Ibu
 System saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena, hipertensi ensefalopati,
edema selebri, edema retina, macular atau retina detachment dan
kebutaan korteks.

14
 Gastrointestinal-hepatik : subskapular hematoma hepar, rupture
kapsula hepar.
 Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
 Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
 Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi atau arrest pernafasan, kardiak arrest, iskemia miokardium.
 Lain – lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendali.

b. Penyulit Janin
Intrauterine fetal growth retriction (IUGR), solusio plasenta, prematuritas,
sindroma distress napas, intra uterine fetal death (IUFD), kematian
neonatal akibat perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis,
sepsis, cerebral palsy, dll.

B. Penanganan pasien dengan preeklampsia berat di RSUD Cianjur


Menurut Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Cianjur, dikatakan
preeklampsia berat jika:
- Tekanan darah lebih dari 160 mm Hg sistolik atau lebih dari sama dengan
110 mmHg untuk diastolik pada dua kesempatan setidaknya 1 jam terpisah
sementara pasien tirah baring
- Proteinuria lebih dari sama dengan 2 gram atau +2
- Oliguria kurang dari 500 mL dalam 24 jam
- Cerebral atau visual gangguan
- Edema paru atau sianosis
- Epigastrium atau kuadran kanan atas-nyeri

1. Pengelolaan Umum
a. Rawat di ruang tenang, tidak terlalu terang di kamar isolasi (tidak
dicampur dengan pasien lainnya). Minimalkan rasa tidak nyaman pada
ibu. Minimalkan rangsangan untuk mencegah kejang pada ibu.
b. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
c. Diet cukup protein rendah karbohidrat, lemak dan garam
d. Pasang dower catheter bertujuan untuk menghitung balance cairan
(keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar)
e. Cairan masuk (input) dihitung dari jumlah penggunaan infus, tranfusi,
minum. Sedangkan cairan keluar dihitung dari jumlah produksi urine,
insenssible water loss (IWL) yaitu cairan tubuh yang hilang yang tidak

15
terlihat yang keluar lewat keringat, pernapasan dan feses. Kelebihan
cairan dapat meningkatkan resiko oedem paru yang dapat
membahayakan ibu maupun janin yang dikandungnya.

2. Pengelolaan Khusus
a. Resusitasi cairan dengan infus RL 500 ml 20 tetes/menit, maksimum
2000 ml dalam 24 jam , jika berlebihan dapat terjadi oedem paru
b. Diberikan obat anti kejang MgSO4:
Dosis Awal :
2-4 gr MgSO4 20% intravena bolus diberikan dalam waktu lebih dari 3
menit bahkan dianjurkan lebih dari 5 menit. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi komplikasi dalam pemberian MgSO4 yang dapat
membahayakan jiwa pasien seperti depresi pernapasan, paralisis,
toksisitas jantung.
Atau dengan drip 10cc MgSO 4 40% dimasukan ke dalam 100cc cairal
RL dihabiskan dalam waktu 15 menit.

Dosis Maintenance :
Dilanjutkan dengan drip/syringe pump MgSO4 20% 1-2 gr/jam . Jika
drip menggunakan infus RL (25cc MgSO4 40% dimasukan ke dalam
500cc RL). Dapat dilanjutkan lagi setiap 4 jam bila syarat masih
memenuhi antara lain :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium glukonas 10% 1 gr
(10% dalam 10cc) diberikan intravena dalam waktu 3 menit
- Reflek patella (+)
- Frekwensi pernapasan lebih dari 16x / menit dan tidak ada tanda –
tanda distress napas
- Produksi urine lebih dari 100 cc dalam 4 jam sebelumnya
c. Pemberian terapi anti hipertensi, bertujuan :
- Meminimalkan resiko CVA pada ibu
- Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman
- Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut :
 Memfasilitasi persalinan pervaginam bila mungkin
 Memperpanjang kehamilan bila tepat

Nefedipine 5-10 mg setiap 8 jam, dapat diberikan bersama sama


methyldopa 250-500mg setiap 8 jam. Nifedipine dapat diberikan ulang

16
sublingual 5-10mg dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan
sistolik ≥ 180 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg (cukup sekali saja)
d. Pemeriksaan EKG
e. Diberikan antibiotika profilaksis Ampicillin 1 gr / 6 jam
f. Pemeriksaan laboratorium (penilaian keadaan ibu)
Hb, leukosit, trommbosit, protein urin, SGOT, SGPT, gula darah, LDH,
asam urat, ureum, creatinin, HbsAg

3. Monitoring
a. Penilaian keadaan janin (USG dan KTG)
 Gerakan janin
 Penilaian denyut jantung janin
 Ultrasonografi untuk perkembangan
 Profil biofisik
 Indeks cairan amnion
b. Monitoring keadaan ibu :
 Keadaan umum
 Tingkat kesadaran
 Tanda-tanda vital : tekanan darah sistole dan diastole, nadi,
pernapasan, temperatur
 Diuresis (produksi urine) : untuk mengetahui produksi urine ibu karena
bila diuresis kurang dari 100 cc dalam 4 jam sebelumnya dapat
terjadi intoksikasi MgSO4
 Reflek patella : normal (+) kuat : jika reflek patella menghilang berarti
kadar magnesium sulfat dalam plasma sudah tinggi dan dapat
mengakibatkan depresi pernapasan
 Index gestosis : tekanan darah, proteinuria, edema
 Balance cairan : untuk mengetahui keseimbangan cairan masuk da
cairan keluar. Jika balance cairan (+) hati-hati resiko oedem paru
 Tanda-tanda impending eklampsia : nyeri kepala hebat, gangguan
visus (mata kabur), muntah-muntah, nyeri epigastrium, kenaikan
progresif dari tekanan darah.
 Tanda –tanda HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver Enzim and
Low Platelet)
 Tanda – tanda oedem pulmonum

17
 Laboratorium memburuk : peningkatan asam urat, proteinuria,
trombositopenia

4. Terminasi Kehamilan
a.  37 minggu : segera terminasi
b.  34 - 37 minggu : setelah 24 jam jika pengobatan tidak respon atau ada
tanda-tanda impending eklampsia
c. < 34 minggu dengan :
1) Tekanan darah yang sulit dikontrol
2) Dugaan gawat janin
3) Kejang tidak terkontrol
4) Tidak respon terhadap terapi yang sesuai
5) Bukti lab adanya kerlibatan multi organ yang memburuk (ada tanda
HELLP Syndrom)
d. Jika terdapat gejala/tanda impending eklampsia / HELLP Syndrome :
segera terminasi tanpa memandang umur kehamilan
5. Cara terminasi kehamilan / persalinan:
a. Belum Inpartu
1) Induksi persalinan
Amniotomi + oksitosin drip ; dengan syarat Bishop score  8
2) Seksio Sesarea, bila:
- Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi
oksitosin drip
- 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif
b. Sudah Inpartu
1) Kala I
Fase latent : 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC
Fase aktif :
- Dilakukan amniotomi
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap , dilakukan SC
2) Kala II
Pada persalinan pervaginam, kala II diselesaikan dengan partus
buatan

18
2.8. PENCEGAHAN
A. Non medical
1. Melakukan tirah baring
2. Konsumsi suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asm
lemak tidak jenuh, antioksidan seperti vitamin C, Vit.E, beta-karoten, N-
asetilsistein, asam lipoik. Dan elemen logam berat :zink, magnesium,
kalsium.
3. Medikal
a. Pemberian kalsium : 1500-2000 mg /hari dapat dipake sebagai suplemen
pada risiko tinggi terjadinya preeklapsi. Lalu diberikan Zinc 200 mg/hari,
magnesium 365 mg/hari.
b. Obat antitrombotik mencegah preeklampsi: aspirin dosisi rendah rata-
rata dibawah 100 mg/hari
c. Diberikan antioksidan, misalnya vitamin C,dll.

2.9. KONSEP ASUHAN


Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Pre Eklamsia Berat
2.9.1. Pengkajian Data
A. Data Subjektif
1. Identitas
a. Nama Ibu dan Suami
Untuk membedakan atau menetapkan identitas pasien karena mungkin
memiliki nama yang sama.
b. Umur
Dalam kurun waktu  reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
c. Agama
Dalam hal ini berhubungan dengan tingkat penderitaan sesuai dengan
keyakinan
d. Pendidikan
Mengetahui tingkat intelektual
e. Pekerjaan
Mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi dan apakah pekerjaannya
berdampak buruk untuk bayinya atau tidak.
f. Alamat

19
Untuk mengetahui ibu tinggal dimana bila ada kunjungan rumah

2. Keluhan Utama
Pasien dengan preeklamsia berat biasanya datang dengan keluhan nyeri
daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut, gangguan penglihatan
(skotoma atau penglihatan yang berkabut), nyeri kepala hebat yang tidak
berkurang dengan pemberian anlgetika biasa (Paket Pelatihan, 2008)

3. Riwayat Kehamilan Sekarang


a. Jumlah kehamilan ke….
Biasanya sering terjadi pada primigravida .
b. HPHT
c. TP
d. Usia kehamilan
Preeklamsi terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu.
Keluhan :
1) TM I : mual muntah, perubahan payudara yang membesar, nocturia,
letih, lesu, lemah, hipersalivasi, hidung tersumbat, keputihan, dan
mengidam.
2) TM II : hiperpigmentasi, timbul jerawat, pruritus, palpitasi, pusing
3) TM III : sering kencing, oedema pada ekstremitas bawah.
e. Gerakan janin pertama yang dirasakan
Ibu primigravida mulai merasakan gerakan janin pada usia kehamilan 19-
20 minggu. Sedangkan ibu multigravida mulai merasakan gerakan janin
pada usia kehamilan 16 minggu.
f. Imunisasi TT
Imunisasi TT lengkap dilakukan sebanyak 5 kali.
g. Pemeriksaan ANC

4. Riwayat Obstetri Yang Lalu


  K
Persalinan Nifas Anak Ket
N B
o Jeni Penyuli AS
Penolong Tempat Penyulit JK BB PB
s t I
                       

20
Preeklamsi berat banyak terjadi pada primigravida terutama pada primigravida muda dan
timbul sesudah usia kehamilan 20 minggu. Riwayat ibu hamil dengan preeklamsi yang
lalu meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi pada hamil ini.
5. Riwayat Kesehatan Klien/Keluarga
Dikaji untuk mengetahui keadaan atau riwayat penyakit sistemik yang pernah
dimiliki klien. Ibu dengan preeklamsi berat biasanya diikuti dengan penyakit
diabetes mellitus, kegemukan, hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit
menurun
6. Riwayat Psikososial
Ditanyakan bagaimana respon dan dukungan ibu dan keluarga terhadap
kehamilan dan persalinan ini. Siapa pengambil keputusan. Dan adakah
kecemasan tertentu dari ibu mengenai keadaannya.
7. Pola Kehidupan Sehari-hari
Dikaji pola kehidupan sebelum hamil dan selama hamil, seperti pola nutrisi,
pola eliminasi,pola aktivitas, serta pola istirahat
 Pola Kebiasaan Selama Hamil
Merokok : ya / tidak Obat-obatan : ya / tidak
Alkohol : ya / tidak Jamu-jamuan : ya / tidak
Narkoba : ya / tidak Binatang peliharaan : ada / tidak
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : baik/lemah.
b. Kesadaran : composmentis, sopor, somnolen, apatis, koma. Ibu dengan
preeklamsi berat kesadarannya bisa composmentis bahkan bisa sampai
koma.
c. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah :
Pre eklamsia berat adalah pre eklamsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg (Sarwono, 2010).
2) Nadi, normalnya 80-100x/mnt
3) RR, normalnya 16-24x/mnt
Preeklamsia berat juga terkadang ditemui edema paru (nafas
pendek)
4) Suhu, nilai normal adalah 36,5o-37,5o C. Pada penderita preeklamsi
berat suhu tubuh tidak berbeda dengan kondisi normal.
2. Pemeriksaan Khusus
Inspeksi

21
a. Muka : apakah muka ibu pucat, oedema, terjadi cloasmagravidarum. Ibu
dengan preeklamsi diikuti adanya oedema pada muka.
b. Mata : perlu dikaji yaitu daerah sklera kanan dan kiri apakah berwarna
putih(normal) atau kuning. Warna kuning menandakan bahwa ibu
mengalami kegagalan fungsi hatinya. Konjungtiva kanan dan kiri apakah
berwarna merah muda (normal), pucat (anemis). Kelopak mata apakah
oedema atau tidak. Ibu dengan preeklamsi berat diikuti oedema pada
kelopak mata.
c. Leher : perlu dikaji apakah terjadi pembengkakan pada kelenjar tyroid
dan limfe. Jika terjadi pembengkakan dapat sebagai indikasi bahwa ibu
mengalami infeksi. Adakah bendungan vena jugularis. Jika ada
bendungan vena jugularis menandakan bahwa kerja jantung ibu
mengalami gangguan.
d. Dada : payudara :perlu dikaji tentang kebersihan, kondisi puting susu,
hiperpigmentasi areola.
e. Abdomen : dikaji adanya luka bekas SC, adanya linea nigra/alba, strie
livide/albican. Ibu dengan perut bekas luka SC tidak dianjurkan biasa
lahir normal. Bisa lahir normal jika bayi tidak terlalu besar dan perlu
ddikaji pula alasan dilakukan SC pada persalinan yang lalu.
f. Ekstremitas atas dan bawah : dikaji adakah oedema dan kecacatan.
Pada ibu dengan preeklamsi berat yang terjadi pada trimester tua
biasanya terjadi oedema kaki/oedem pretibia.
Palpasi
a. Leher : perlunya dikaji adakah pembesaran kelenjar limfe dan tyroid,
adakah bendungan vena jugularis. Jika terjadi pembengkakan dapat
sebagai indikasi bahwa ibu mengalami infeksi. Jika ada bendungan vena
jugularis menandakan bahwa kerja jantung ibu mengalami gangguan.
b. Dada : payudara : kaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada
payudara, dan apakah kolostrum sudah keluar. Kolostrum dapat keluar
setelah usia kehamilan 32 minggu.
c. Abdomen : maksudnya periksa raba ialah untuk menentukan besarnya
rahum dan dengan ini menentukan tuanya kehamilan serta menentukan
letaknya anak dalam rahim. Selain itu juga harus diraba apakah ada
masa abnormal lain.
Pengukuran TFU dengan Mc. Donald
Umur TFU (diukur dari atas symphisis)
Kehamilan

22
22-28 mgg 24-25 cm
28 mgg 26 cm
30 mgg 29,5-30 cm
32 mgg 29,5-30 cm
34 mgg 31 cm
36 mgg 32 cm
38 mgg 33 cm
40 mgg 37 cm

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri


12 minggu 3 jari di atas sympisis
16 minggu ½ pusat – sympisis
20 minggu 3 jari dibawah pusat
24 minggu setinggi pusat
28 minggu 3 jari diatas pusat
32 minggu ½ pusat – processus xypoideus
36 minggu 3 jari di bawah processus xypoideus
40 minggu ½ pusat – processus xypoideus

Cara melakukan palpasi ialah menurut leopold, sebagai berikut :


- Leopold I : berfungsi untuk menentukan tinggi fundus uteri dan
menentukan bagian apa dari anak yang terdapat dalam fundus. Sifat
kepala ialah keras, bundar, dan melenting. Sifat bokonh yaitu lunak,
kurang bundar, dan kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri
teraba kosong.
- Leopold II : terutama untuk menentukan letak punggung anak dan letak
bagian-bagian kecil. Punggung janin terdapat di pihak yang memberikan
rintangan yang terbesar, teraba keras rata seperti papan. Bagian-bagian
kecil janin biasanya bertentangan degan pihak yang memberi rintangan
terbesar
- Leopold III : untuk menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan
apakah bagian terendah janin sudah atau belum terpegang oleh pintu
atas panggul.
- Leopold IV : untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul.

23
Auskultasi
Denyut jantung janin normal berkisar antara 120-160 kali per menit, dikaji
teratur/tidak. Punctum maximum atau bunyi jantung paling jelas terdengar di
daerah punggung anak dekat kepala.
Perkusi
Dilakukan pemeriksaan reflek patela. Reflek patela normal adalah positif,
dimana ekstrimitas bawah ibu akan bergerak ketika diketuk. Pada
Preeklamsia, untuk pemberian MgSO4 salah satu syarat pemberiannya
adalah reflek patela positif.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Tes Darah Lengkap
Pada penderita PEB biasanya SGOT dan SGPT naik, trombosit kurang
dari 100.000/mm.
 Tes Urine
Pada PEB didapatkan :
- Protein urine ≥ 5 gr/24 jam atau kualitatif +3
- Oliguria (jumlah produksi urine ≤ 500 cc/24 jam) atau disertai kenaikan
kadar kreatinin darah.
C. Analisa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pengkajian data yang diperoleh:
G...P.......... uk.......mg, Tunggal/Ganda, Hidup/Mati, Intrauterine/Ekstrauterine,
Letak Janin (Jika kepala, sudah masuk PAP atau belum), Keadaan jalan lahir
normal/tidak, k/u ibu dan janin baik atau tidak dengan Preeklamsia Berat
Diagnosa Potensial : eklampsi
Antisipasi Masalah/Diagnosa Potensial: pemberian MGSO4
D. Penatalaksanaan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan keluarga.
Rasional : Klien dan keluarga mengetahui kondisi janin dan dirinya
2. Lakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi.
Rasional : melaksanakan fungsi interdependent.
3. Lakukan informed consent
Rasional : sebagai bukti tertulis bagi bidan jika terjadi sesuatu yang
tidakdiinginkan
4. Anjurkan pasien tirah baring miring ke satu sisi
Rasional : mencegah terjadinya ablatio retina
5. Pasang infus RL
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan tubuh ibu

24
6. Berikan Anti konvulsan
Anti konvulsan terpilih adalah MgSO 4. Alternatif lain adalah diazepam,
dengan resiko terjadinya depresi neonatal.
Pemberian MgSO4
 Dosis Awal
 Dosis Ulangan
 Syarat Pemberian :
Reflek patela (+)
RR > 16x/mnt
Produksi urine ≥ 150 cc/6jam
Harus tersedia Calcium Gluconas 1 gr 10% (diberikan i.v pelan-
pelan pada intoksikasi MgSO4)
Rasional : PEB beresiko jatuh menjadi eklamsia
7. Pasang dower kateter
Rasional : observasi balance cairan
8. Berikan obat antihipertensi
Antihipertensi terpilih adalah Nifedipine 5-10mg tiap 8 jam, atau Methyldopa
250 mg tiap 8 jam
Rasional : antihipertensi menyababkan vasodilator pembuluh darah

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

Hari/tanggal pengkajian : Sabtu/17 November 2012


Waktu pengkajian : 13.00
Tempat pengkajian : R.Isolasi R.Delima RSUD Cianjur
Pengkaji : Elly Nu’ma Zahroti

Pukul 08.00
A. Data Subjektif
1. Identitas
Klien Suami Klien
Nama : Ny. L Tn. N
Usia : 35 37
Kampung Kaum Kulon Desa Sukagalih 06/03
Alamat :
Kecamatan Cikalong Kulon
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Golongan Darah : AB Tidak tahu
Agama : Islam Islam
No. HP : 0819-1225-0957

2. Keluhan
Ibu datang ke RS Cianjur dirujuk oleh bidan di Puskesmas DTP Cikalong Kulon
karena tekanan darah tinggi dengan protein urin +2 jam 04.45. Ibu hamil anak
ketiga, merasa hamil 9 bulan. Mengaku keluar air-air banyak pukul 23.00 tanggal
16 November 2012, berbau anyir dan berwarna seperti air kencing. Terasa mules
serta ada keluaran berupa lendir dan sedikit darah dari jalan lahir sejak pukul
03.30.
Ibu mengatakan tidak merasa pusing, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati serta
gerakan janin masih dirasakan.
Ibu mengaku telah mendapatkan terapi antikejang di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Cianjur, dan telah meminum obat antihipertensi.

3. Riwayat Kehamilan Sekarang


a. Status kehamilan : G3P2A0
b. HPHT : 25-02-2012

26
c. TP : 02-12-2012
d. Usia kehamilan : 37-38 minggu
e. Gerakan janin terakhir : dirasakan ibu beberapa saat lalu
f. Imunisasi TT : lengkap
g. Pemeriksaan ANC : ibu melakukan pemeriksaan sebulan sekali sejak usia 5
bulan. Pernah melakukan USG pada bulan ke 8 dengan hasil baik dan
taksiran persalinan tanggal 6-12-2012.

4. Riwayat Obstetri Yang Lalu

Persalinan Nifas Bayi KB Ket


N Tahun
o Penolong Jenis Tempat Penyulit Penyulit JK BB PB ASI

 Tekana
Tidak Lup  Sunti
1 2000 Dokter  Spontan  Klinik  n darah L 2,7 Ya  Hidup
ada a k
tinggi
Tidak Tidak Lup
2 2006 Bidan Spontan Rumah L 2,9 Ya Suntik Hidup
ada ada a

3 Kehamilan ini

5. Riwayat Kesehatan Klien/Keluarga


Ibu mengaku memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan anak pertama,
tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, jantung, asma, ginjal, dan penyakit
menular seksual. Namun di keluarganya, orang tua klien memiliki penyakit
tekanan darah tinggi, kakak klien juga memiliki tekanan darah tinggi.

6. Riwayat Psikososial
Ibu dan keluarga mendukung kehamilan dan persalinan anak ini. Pengambil
keputusan adalah ibu dan suami. Ibu memiliki kekhawatiran mengenai seberapa
lama lagi bayinya akan lahir, karena mulesnya tidak dirasakan begitu sering dan
kuat seperti pada saat mau melahirkan anak sebelumnya.

7. Aktivitas
a. Makan terakhir : jam 07.00, dengan porsi cukup dan ibu tidak
merasakan keluhan apapun

27
b. Minum terakhir : beberapa saat lalu
c. BAB terakhir : kemarin pagi, tidak ada keluhan

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah : 170/110 mmHg
b. Nadi : 82x/menit
c. RR : 22x/menit
d. Suhu : 37,2°C
4. Pemeriksaan fisik
a. Muka : tidak ada oedem
b. Mata :
Sklera : Putih
Kongjungtiva : Merah muda
c. Leher : tidak ada massa dan pembesaran pada kelenjar getah bening
dan tiroid
d. Abdomen
Tidak ada luka bekas operasi dan terdapat striae
TFU : 34cm
Palpasi :
Leopold I : Teraba agak bulat, lunak dan tidak melenting
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di kanan dan bagian kecil janin di kiri
Leopold III : Teraba keras
Leopold IV : Konvergen
Penurunan kepala : 4/5
DJJ : 132x/menit, regular
Kontraksi : 2x/10 menit, 30 detik
TBF : 3410 gram
e. Ekstremitas
Tidak terdapat pembengkakan di kedua lengan ibu.
Pada lengan kanan ibu telah terpasang infus cairan RL dengan maintenance
MGSO4
Terdapat pembengkakan di kedua tungkai ibu, refleks patella tungkai kanan
dan kiri ibu positif.

28
f. Genitalia
Tidak ada lecet atau luka, massa atau benjolan dan pembesaran abnormal
pada vulva. Pun demikian dengan varises.
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar skene dan bartolin
Pengeluaran dari vagina berupa lendir dan sedikit darah
Ibu telah dipasang kateter dan terdapat urin sebanyak + 300cc
Pemeriksaan dalam
Portio : tebal kaku
Pembukaan : 3-4cm
Ketuban : tidak ada
Presentasi : kepala
Penurunan kepala : stasion -4
5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil konfirmasi
 USG : janin dalam keadaan baik
 Tes darah lengkap : normal
 Tes Urine
Protein urine +2

C. Analisa
G3P2A0 parturient aterm kala I fase laten janin tunggal hidup intra uterin dalam
keadaan baik dengan ibu mengalami preeklampsia berat dan ketuban pecah dini
8 jam
Diagnosa Potensial : eklampsi dan infeksi intrapartum
Antisipasi Masalah/Tindakan segera: kolaborasi dengan dokter, melakukan
observasi intake ouput, observasi janin, ibu dan kemajuan persalinan.

D. Penatalaksanaan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan keluarga.
E: klien dan keluarga mengetahui klien dalam keadaan preeklampsia berat dan
ketuban pecah dini dengan keadaan janin baik

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.


E: dokter menganjurkan untuk memberhentikan dahulu pemberian MGSO 4 dan
melakukan induksi persalinan untuk terminasi kehamilan mengingat usia
kehamilan ibu 37-38 minggu.

29
3. Melakukan informed consent untuk melakukan induksi persalinan
E: ibu menyetujui, drip oksi 5 IU telah terpasang dengan tetesan 20gtt
4. Anjurkan pasien tirah baring miring ke satu sisi
E: ibu miring ke kiri
5. Meminta keluarga untuk mendampingi ibu
E: Ibu ditemani
6. Meminta keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu
E: ibu makan dan minum dengan baik
7. Memberitahu teknik relaksasi pada ibu dan pain relief pada keluarga
E: ibu sedikit terlihat nyaman dan tidak tegang
8. Melakukan observasi intake output cairan ibu
E: intake ibu kini berupa cairan RL 500cc dengan drip oksi dan output urin +
300cc
9. Melakukan observasi janin dan ibu serta kemajuan persalinan setiap sejam sekali
E: janin dan ibu dalam keadaan baik serta mulai terjadi peningkatan kekuatan
kontraksi
10. Tidak melakukan pemeriksaan dalam terlalu sering pada ibu untuk menghindari
infeksi
E: Ibu tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi

Pukul 10.10
A. Data Subjektif
Ibu gelisah, merasa mulesnya semakin kuat dan sering, sudah mulai ada perasaan
ingin mengedan.

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 150/100 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 80x/menit Suhu : 37,0°C
3. Abdomen :
DJJ : 138x/menit, regular
Penurunan kepala : 2/5
Kontraksi : 4x/10 menit, 45 detik
4. Genitalia :
Pemeriksaan dalam
Portio : tipis lunak

30
Pembukaan : 7-8cm
Ketuban : negatif
Presentasi : kepala
Molase : tidak ada
Tali pusat menumbung : tidak ada
Bagian kecil janin lain yang teraba : tidak ada
Penurunan kepala : stasion 0

C. Analisa
G3P2A0 parturient aterm kala I fase aktif dengan preeklampsia berat dan ketuban
pecah dini, janin hidup intrauterin dalam keadaan baik.
Diagnosa potensial : eklampsia dan infeksi intrapartum
Antisipasi : Observasi ibu, janin, dan kemajuan persalinan serta tanda-
tanda infeksi

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu klien dan keluarga tentang hasil pemeriksaan
E: klien dan keluarga mengetahui keadaan ibu dan janin baik
2. Meminta keluarga untuk mempersiapkan perlengkapan persalinan
E: Perlengkapan persalianan telah siap
3. Mempersiapkan alat persalinan
E: Alat persalinan telah siap
4. Memantau keadaan ibu dan janin serta kemajuan persalinan setiap 30 menit
sekali
E: tercatat di partograf

Pukul 11.00
A. Data Subjektif
Ibu merasa ingin mengedan

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital :
Nadi : 86x/menit
3. Abdomen :
DJJ : 142x/menit, regular
Penurunan kepala : 0/5

31
Kontraksi : 5x/10 menit, 45 detik
4. Genitalia :
Terlihat adanya tekanan pada anus, perineum menonjol dan vuvla membuka
Pemeriksaan dalam
Portio : tidak teraba
Pembukaan : 10cm
Ketuban : negatif
Presentasi : kepala
Molase : tidak ada
Penurunan kepala : stasion +4
Urin : + 150cc

C. Analisa
G3P2A0parturient aterm kala II dengan preeklampsia berat dan ketuban pecah dini,
janin hidup intrauterin dalam keadaan baik
Diagnosa potensial : perdarahan dan infeksi intrapartum
Antisipasi : mempersiapkan keperluan penanganan perdarahan

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan
E: Klien mengetahui bahwa ibu siap untuk mengedan
2. Memposisikan ibu dan meminta keluarga untuk menunggu di luar
E: ibu mengambil posisi litotomi
3. Mendekatkan alat dan perlengkapan persalinan
E: alat dan perlengkapan persalinan terjangkau
4. Memimpin persalinan
His (+) ibu mengedan dengan mengangkat sedikit kepalanya, melihat ke arah
perut, menarik kakinya ke belakang dan mengedan seperti ingin buang air besar
His (-) ibu istirahat
E: Ibu mengedan dengan benar dan efektif

5. Menolong persalinan dengan langkah asuhan persalinan normal


E: bayi lahir spontan dengan mekonial langsung menangis pukul 11.15. Jenis
Kelamin: perempuan BB: 3100 gram PB: 47. Kulit kemerahan. Tonus otot baik.
Apgar scor 5/7

32
6. Mengecek janin kedua
E: tidak ada janin kedua
7. Menyuntikkan oksitosin
E: oksitosin sebanyak 10 IU telah diberikan, kontraksi baik
8. Mengeringkan dan memotong tali pusat bayi
E: bayi kering dan tali pusat telah terpotong
9. Melakukan alih rawat bayi
E: bayi dialihrawatkan kepada perawat

Pukul 11.15
A. Data Subjektif
Ibu merasa lega telah melahirkan bayinya

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 88x/ menit
Respirasi : 26x/menit
3. Abdomen
TFU : Sepusat
Uterus globular
4. Genitalia
Terdapat semburan darah dari jalan lahir dan pemanjangan tali pusat di depan
vulva

C. Analisa
P3A0 parturient kala III dengan preeklampsia berat

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan
E: klien mengetahui bahwa klien siap untuk melahirkan plasenta

2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali


E: tali pusat teregang dan terjadi pemanjangan tali pusat
3. Melahirkan plasenta
E: plasenta lahir pukul 11.25

33
4. Melakukan masase uterus
E: kontraksi baik
5. Melakukan pengecekan kelengkapan plasenta
E: selaput tidak lengkap
6. Melakukan eksplorasi rahim
E: sisa selaput terambil

Pukul 11.25
A. Data Subjektif
Ibu merasa agak nyeri di bekas jalan lahir. Ibu mengaku tidak merasakan pusing.
Hanya agak lemas.

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
3. Abdomen
TFU : sepusat
Kontraksi : Baik
4. Genitalia
Terdapat perdarahan aktif di bekas jalan lahir
Estimasi perdarahan + 200cc
Terdapat luka robek di mukosa vagina, kulit dan otot perineum

C. Analisa
P3A0parturient kala IV dengan preeklampsia berat dan laserasi perineum derajat 2

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan
E: Klien mengetahui terdapat luka pada bekas jalan lahir
2. Meminta persetujuan ibu untuk dilakukan penjahitan
E: ibu menyetujui

3. Mempersiapkan alat penjahitan


E: alat terjangkau
4. Melakukan penjahitan
E: penjahitan dilakukan dengan jahitan jelujur di dalam dan single di luar

34
5. Mengecek perdarahan dan mengecek jahitan
E: tidak ada sumber perdarahan dan jahitan telah baik
6. Membereskan alat, ibu dan lingkungan
E: ibu telah nyaman
7. Melakukan observasi kala IV
E: tercatat dalam partograf

KUNJUNGAN RUMAH

Hari/tanggal : Selasa/27 November 2012


Waktu : 09.15
Tempat : Rumah mertua klien
Kampung Ngantai Kecamatan Cikalong Kulon
Klien : Ibu

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan
Ibu mengatakan sedang batuk sejak kemarin dan kemarin lusa sempat didatangi
bidan, didapat tekanan darah ibu tinggi. Ibu tidak merasakan pusing, nyeri ulu
hati, dan pandangan kabur. Ibu mengaku pulang dari RSUD Cianjur 3 hari pasca
bersalin dengan hasil tes darah baik dan protein urin negatif.

2. Konsumsi obat-obatan dan tablet Fe


Ibu mengkonsumsi laserin dan mengkonsumsi tablet Fe

3. Pemberian ASI
Frekuensi : sering
Durasi : 5 menit di masing-masing payudara
Keluhan : tidak ada

4. Rencana KB
Ibu berencana ingin menggunakan implan

5. Aktifitas sehari-hari
a. Aktivitas : sejak bersalin aktivitas ibu adalah merawat bayinya.
Untuk pekerjaan rumah sehari-hari dilakukan oleh mertua dan dibantu
suami.

35
b. Nutrisi dan hidrasi :
1) Makan
Frekuensi : 3x/hari ditambah camilan
Porsi : Cukup
Jenis : Sayur setiap hari dengan daging, telur dan tahu tempe
Keluhan : Tidak ada

2) Minum :
Frekuensi : Sering
Jumlah : + 2 liter/hari

c. Istirahat
Malam : ibu mengaku istirahat malamnya berkurang, sering
terbangun untuk menyusui bayinya, jika diakumulasikan istirahat malam ibu
+ 4-6 jam
Siang : ibu jarang tidur siang, ibu mengaku jika tidur siang
malah pusing, dan terdapat kepercayaan dari mertua dan orang-orang
sekitar untuk tidak tidur siang ketika masih ada pengeluaran darah. Namun
ibu tidak begitu menghiraukannya, jika lelah ibu akan tidur.

d. Eliminasi
BAB : 3x/hari, tidak ada keluhan, ibu sudah mulai BAB sehari
pasca bersalin
BAK : sering dan tidak ada keluhan

B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,8°C

3. Pemeriksaan fisik
a. Wajah : tidak ada bengkak
b. Mata
Sklera : putih

36
Konjungtiva : merah muda
c. Leher : tidak ada pembesaran dan massa pada kelenjar getah
bening dan tiroid
d. Payudara : tidak ada lecet dan tidak ada pembesaran atau massa
abnormal pada kedua belah payudara ibu.
Kedua puting menonjol dan terdapat pengeluaran berupa air susu ibu.
e. Abdomen
TFU : tidak teraba
Diastasis recti : 2 jari
f. Ekstremitas
Tidak ada pembengkakan di kedua lengan dan tungkai ibu
g. Genitalia
Tidak ada massa dan benjolan pada vulva
Tidak ada pembesaran pada kelenjar skene dan bartolin
Keadaan luka jahitan : masih belum kering dan tidak berbau
Lokhea : coklat kekuningan (serosa)
4. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan

C. ANALISA
P3A0 postpartum 10 hari dengan tekanan darah tinggi
Diagnosa potensial : hipertensi menetap, preeklampsia postpartum
Antisipasi : kontrol dan melakukan pemeriksaan penunjang seperti
tes urin dan darah

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu klien hasil pemeriksaan
E: Klien mengetahui klien dalam keadaan darah tinggi
2. Memberitahu ibu untuk melakukan pemeriksaan ibu nifas ke bidan pada usia 2
minggu untuk mengetahui perkembangan kondisi ibu terutama tekanan
darahnya
E: ibu menetapkan tanggal

3. Memberitahu ibu untuk menjaga istirahatnya


E: ibu perlu istirahat yang cukup untuk menjaga kondisinya dalam mengasuh
bayinya
4. Memberitahu ibu untuk menjaga nutrisi dan hidrasinya

37
E: ibu mengetahui bahwa asupan ibu setelah bersalin perlu ditingkatnya karena
ibu menyusui bayinya
5. Memberitahu ibu mengenai perawatan luka
E: ibu mengetahui untuk menjaga kebersihan genitalianya dengan baik dengan
cara cebok yang baik dan mengganti pembalut dengan sering serta banyak
makan-makanan yang mengandung protein.
6. Memberitahu dan membimbing ibu melakukan perawatan payudara
E: ibu mengetahui bahawa penting melakukan perawatan payudara dengan rutin
untuk menghindari lecet pada puting dan memelihara kesehatan payudara
dengan langkah-langkah yang dapat ibu peragakan kembali
7. Memberitahu ibu mengenai alat kontrasepsi yang dapat digunakan
E: jika disesuaikan dengan usia ibu dan jumlah paritas yang telah diperoleh, ibu
memerlukan kontrasepsi yang tidak begitu berpengaruh terhadap tubuhnya,
terutama dikarenakan ibu memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Jadi dianjurkan
penggunaan alat kontrasepsi yang tidak mengandung hormon, seperti IUD,
MOW dan MOP
8. Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya ibu nifas
E: ibu dapat mengulan tanda-tanda bahaya ibu nifas 2-6 minggu adalah,
payudara bengkak dan atau memerah, nyeri pada betis, ibu merasa tidak ingin
menyusui bayinya
9. Dokumentasi
E: tecatat dengan SOAP

Hari/tanggal : Selasa/27 November 2012


Waktu : 09.15
Tempat : Rumah mertua klien
Kampung Ngantai Kecamatan Cikalong Kulon
Klien : Bayi Ny.Lani

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan
Ibu mengaku tidak ada keluhan atas bayinya

2. Identitas anak
a. Nama : Bayi Ny. Lani
b. Tanggal Lahir : 17 November 2012
c. Usia : 10 hari

38
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. BB Lahir : 3100 gram
f. PB Lahir : 47 cm

3. Faktor Genetik
Di keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC dan
Hepatitis serta tidak ada yang memiliki riwayat penyakit kelainan jiwa.

4. Faktor Lingkungan
a. Kondisi lingkungan tempat tinggal ibu dan bayi saat ini
Lingkungan tempat tinggal ibu (rumah mertua) terletak di dekat jalan, cukup
besar dan dapat dilalui mobil namun tidak sebagai jalan lalu lalang angkot.
Termasuk ke dalam pemukiman yang padat, tidak dekat dengan pabrik dan
tempat pembuangan sampah.
b. Kondisi rumah tinggal
Ruang tamu, kamar, ruang TV dan dapur terpisah
Pencahayaan dan sirkulasi udara baik
c. Kondisi air
Baik, bersih dan layak pakai

5. Faktor Sosial
Bayi diasuh oleh ibu, mertua dan suami ibu. Keluarga menerima dan
mendukung kelahiran anak ini.
ayah dari bayi merokok, namun tidak di dalam rumah.

6. Faktor ibu dan perinatal


Hubungan ibu dan bayi baik. Aktivitas menyusui baik. Tidak ada keluhan ibu
terhadap bayinya

7. Eliminasi
BAB : sering, tidak ada keluhan
BAK : sering, tidak ada keluhan

8. Aktivitas menyusui
Frekuensi sering, tidak diberikan minuman dan makanan lain selain ASI
Bayi menyusu dengan kuat
Tidak ada keluhan

39
9. Riwayat imunisasi
HB0

B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital
BJA : 130x/menit, regular
Respirasi : 48x/menit
Suhu : 37,0°C
3. Antropometri
BB : 3400 gram
PB : 47 cm
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Ubun-ubun : datar
Lingkar kepala : 33 cm
b. Telinga
Sedikit lebih bawah dari mata dan tidak terdapat pengeluaran
c. Mata
Sklera : putih
Konjungtiva : merah muda
d. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada pengeluaran abnormal
e. Mulut
Tidak ada palato dan labioskiziz
Refleks rooting, sucking, swallowing baik
f. Leher
Pergerakan aktif
Tidak terdapat massa atau pembengkakan abnormal
g. Dada
Tidak ada tarikan nafas dada ke dalam
Puting simetris
Tidak terdengar kelainan bunyi jantung dan suara pernafasan lain
h. Abdomen
Perut dalam keadaan lembek

40
Tali pusat telah puput dari 2 hari lalu, tidak terdapat bau atau kemerahan
i. Punggung
Tidak ada spina bifida
j. Ekstremitas
Ektremitas atas : jumlah jari normal, terdapat refleks grasping,
pergerakan aktif
Ekstremitas bawah : jumlah jari normal, terdapat refleks babinski,
pergerakan aktif
k. Genitalia
Terdapat klitoris, lubang uretra dan vagina, tidak ada pengeluaran abnormal.
l. Anus
Bayi buang air besar

C. ANALISA
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilanusia sepuluh hari dengan keadaan
baik

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
E: ibu mengetahui keadaan bayinya dalam keadaan baik
2. Mendukung ibu untuk tetap memberikan ASI ekslusif
E: ibu berencana akan tetap memberikan ASI ekslusif
3. Memberitahu tanda-tanda bahaya pada bayi
E: ibu mengetahui tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir adalah demam,
nafas lebih dari 60, sesak atau pernafasan cuping hidung, diare,
4. Memberitahu ibu untuk melakukan kontrol di puskesmas mengenai
perkembangan dan pertumbuhan bayi serta untuk mendapatkan imunisasi BCG
dan Polio 1
E: ibu menetapkan tanggalnya
5. Dokumentasi
E: tercatat dengan SOAP

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. PENGKAJIAN

41
Pengkajian pada kasus preeklampsia berat harus diidentifikasi berdasarkan
faktor pencetus atau predisposisinya, seperti usia, usia kehamilan, jumlah
kehamilan, riwayat kesehatan, dan status sosial ekonominya serta hasil
pemeriksaan fisik dan penunjangnya berupa hasil tes urin dan darah lengkap klien.
Pada kasus ini, setelah dilakukan pengkajian subjektif terhadap klien, didapat
yang menjadi faktor pencetus klien adalah riwayat penyakit hipertensi dalam
kehamilan di kehamilan pertamanya dan keluarga yaitu ibu dan kakaknya sendiri
memiliki penyakit tersebut. Ibu mengaku pada kehamilan pertamanya juga
ditemukan tekanan darahnya naik pada saat menjelang persalinan. Sedangkan
pada pengkajian data objektifnya ditemukan, walau ibu tidak mengalami pusing atau
nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati dan pandangan kabur. Didapat hasil pemeriksaan
fisik berupa tekanan darah yang tinggi dan pada ektremitas bawah didapat oedema
yang menurut ibu oedem di kedua tungkainya tidak hilang ketika diistirahatkan dan
telah menetap selama kurang lebih 8 hari. Dan untuk pemeriksaan penunjangnya,
didapat hasil tes protein urin klien yang menyatakan klien memiliki kadar protein urin
yaitu sebesar +2, sesuai dengan protap RSUD Cianjur, bahwa kadar protein urin
lebih dari atau sama dengan 3 gram atau +2 adalah merupakan preeklampsia berat
Pengkajian data subjektif dan objektif ibu sudah cukup menunjang untuk
menetapkan diagnosa. Namun terdapat beberapa hal yang kurang dikaji, seperti
bagaimana riwayat pemeriksaan kehamilan klien dan bagaimana asupan nutrisi
klien, mengingat faktor nutrisipun menjadi salah satu penyebab timbulnya
preeklampsi. Yaitu jika ibu kekurangan asupan buah dan sayur sebagai antioksidan
dan mengantisipasi oksidan nitrat di tubuh klien. Dan hal tersebut seharusnya bisa
diantisipasi pada saat kehamilannya dengan melakukan pemeriksaan kehamilan
yang sesuai. Selain itu, seharusnya bidan, tempat ibu biasa melakukan
pemeriksaan, dapat memperhatikan riwayat dan kemungkinan akan terjadinya
preeklampsia lagi, sehingga pemcegahan mungkin dapat dilakukan.
Ibu tidak jatuh dalam keadaan yang lebih parah selama persalinan dan
sepanjang kala IV, ataupun selama 3 hari pasca salin di RS, namun setelah
melakukan kunjungan rumah. Ternyata tekanan darah ibu didapat 2 hari lalu oleh
bidan dan oleh pengkaji tidak turun. Keadaan ibu tersebut tidak diikuti oleh keluhan
lain seperti pusing, nyeri kepala, nyeri ulu hati dan pandangan kabur. Mengingat
preeklampsia dapat berlanjut hingga sampai 6 minggu postpartum dan atau
memungkinkan menjadikan hipertensi menetap (Al-Safi Z dkk:2011). Sehingga ibu
perlu mencegah keadaan tersebut dengan melakukan kontrol dan pemeriksaan
penunjang serta menjaga pola makannya.

42
Pengkaji dalam hal ini kurang mengkaji ibu selama di RSUD Cianjur. Pengkaji
tidak mengetahui bagaimana ibu dapat pulang dan apa saja yang telah diberikan
oleh RSUD Cianjur untuk ibu. Berdasarkan hasil konfirmasi setiap pasien PEB
pulang akan diberikan obat bagi ibu dan bayinya. Bagi ibu, diberikan obat berupa
Cefadroxil 2x1, Asam Mefenamat 3x1, SF 1x1, Metildopa 3x2, dan Nefidipine
3x10mg. Sehingga kurang dalam memfollow up ibu dan bayi.
Ibu mengatakan berencana menggunakan KB implan, padahal jika dilihat dari
usia ibu, rencana ibu yang tidak ingin memiliki anak lagi, dan adanya riwayat
penyakit tekanan darah tinggi, baiknya ibu tidak menggunakan alat kontrasepsi yang
mengandung hormon, dan membuat perubahan pada tubuh ibu. Sehingga alat
kontrasepsi seperti IUD, MOW dan MOP dianjurkan.

4.2. PENEGAKAN DIAGNOSA


Penegakkan diagnosa digunakan sebagai bahan dalam penentuan diagnosa
potensial yang mungkin terjadi serta untuk melakukan antisipasi masalah serta
rencana asuhan.
Penegakkan diagnosa preeklampsia berat pada kasus ini didasari atas hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik seperti tekanan darah tinggi, oedema menetap
pada ektremitas bawah yang tidak hilang ketika diistirahatkan, dan protein urin +2.
Begitupun dengan diagnosa ketuban pecah dini pada ibu, dari data subjektifnya ibu
mengatakan telah keluar air-air dan banyak serta tidak dapat di tahan dengan hasil
pemeriksaan pembukaan masih 3-4cm (belum lengkap).
Diagnosa potensial dari kasus ini adalah eklampsi dan infeksi intrapartum.
Sehingga penanganan segera dengan memberikan terapi antikejang serta
pemberian antibiotik untuk ibu dilakukan.

4.3. PENGELOLAAN PERSALINAN


Pengelolaan persalinan klien pada kasus ini adalah penanganan aktif dengan
terminasi kehamilan dengan melakukan induksi persalinan berupa drip oksitosin
mengingat usia kehamilan ibu sudah > 37 minggu dan keadaan ibu serta janin baik.

4.4. DOKUMENTASI
Pendokumentasian asuhan merupakan hal yang sangat penting dalam
memberikan asuhan. Asuhan yang telah digunakan hendaknya didokumentasikan
dengan lengkap, benar, dan informatif. Hal ini sangat penting sebagai bahan
pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan.
Dalam hal ini pengkaji mendokumentasikannya dalam bentuk soap dan partograf
yang dilampirkan.
BAB V
PENUTUP

43
5.1. KESIMPULAN
Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat hendaknya
dipahami terlebih dahulu mengenai konsep dari kasus tersebut. Setelah itu,
melakukan pengkajian data subjektif dan objektif untuk memastikan diagnosa dan
perencanaan asuhan yang akan diberikan.
Pada kasus ini, pengkajian data sudah cukup menunjang untuk penetapan
diagnosa preeklampsia berat. Penetapan diagnosa diperoleh dari hasil subjektif dan
objektif. Hanya terdapat kekurangan dalam pengkajian konsumsi obat ibu dan
penatalaksanaan di rumah sakit setelah ibu melahirkan hingga ibu pulang. Sehingga
penatalaksanaan kasus dengan penanganan preeklampsia berat pada usia cukup
bulan sejak bersalin hingga postpartumnya hanya sesuai ketika melakukan terminasi
kehamilan dan observasi, tidak untuk penatalaksanaan postpartumnya.
Evaluasi telah dilaksanakan terhadap semua asuhan yang telah diberikan.

5.2. SARAN
A. Pengkaji
Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat hendaknya
dipahami terlebih dahulu mengenai konsep dari kasus tersebut. Setelah itu,
melakukan pengkajian data subjektif dan objektif untuk memastikan diagnosa
dan perencanaan asuhan yang akan diberikan.
B. Institusi Pendidikan
Bimbingan langsung terhadap asuhan pengkaji dengan kliennya diharapkan
dapat membantu pengkaji dalam melakukan dan menetapkan asuhan.
C. Rumah Sakit
Meningkatkan kembali pemberian informasi dan konseling terhadap pasien
pulang mengenai obat-obatan dan motivasi KB, dan memastikan ibu benar-benar
pahan apa yang telah diberikan rumah sakit sehingga ibu mengetahui apa yang
harus dia perhatikan selama kembali ke rumah.

DAFTAR PUSTAKA

44
Al-Safi Z, dkk. 2011. Delayed postpartum preeclampsia and eclampsia:
demographics, clinical course, and complications. ________.________
Arinda Anggara. 2010. Pengaruh Preeklamsia Berat Pada KehamilanTerhadap Keluaran
Maternal Dan Perinatal Di Rsup Dr Kariadi Semarang Tahun. www.eprints.undip.ac.id. 22
November 2012. 19.56
Cunningham F G., et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division
Goodwin, T. Murphy, et al. 2010. Management of Common Problems in Obstetrics and
Gynecology.Blackwell Publishing Ltd
Lia Yuliani. 2012. Pre-Eklampsia Berat Di Rsud Bayu Asih Purwakarta.
www.jurnalkesmas.org. 22 November 2012. 19.54
Saifudin A B., 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Silasi, Michelle. 2010. An Issue of Obstetrics and Gynecology Clinics. Elsevier Inc.

T.W. Kusuma. 2009. Manajemen Risiko Dalam Pelayanan Pasien Preeklampsia


Berat/Eklampsia Di Instalasi Gawat Darurat Rsupncm. www.isjd.pdii.lipi.go.id. 19.36
Wahyuny Langelo. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Di Rskd. Ibu Dan Anak
Siti Fatimah Makassar www.pasca.unhas.ac.id. 8 November 2012. 16.15
Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo.

45

Anda mungkin juga menyukai