MHM Batch 10
Pharmaceutical: Medication Error
Medication error adalah kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam
pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan terhadap pasien dan konsumen, yang
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1999). Pharmaceutical error yaitu kesalahan yang dilakukan
oleh pihak farmasi. Kesalahan pada kategori ini bisa terjadi dari tahap produksi obat, pelayanan
resep, hingga obat telah diterima dan dikonsumsi oleh pasien. Dalam surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No 1027/Menkes/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error
adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat dalam penanganan tenaga
kesehatan yang seharusnya dapat dicegah (Depkes, 2004). Dari beberapa tipe medication error
yang masih relevan untuk dilihat pada data peresepan elektronik adalah: obat tanpa indikasi yang
sesuai dan pemberian obat yang tidak sesuai dosis. Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai
kepastian hasil klinik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko
baik yang tampak maupun yang potensial meliputi obat (obat bebas maupun dengan resep), alat
kesehatan pendukung proses pengobatan (drug administration devices). Timbulnya kejadian
yang tidak sesuai dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug misadventuring,
terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction (Depkes, 2008).
Medication error adalah suatu kejadian yang tidak hanya dapat merugikan pasien tetapi
juga dapat membahayakan keselamatan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya
dalam hal pelayanan pengobatan pasien yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error dapat
terjadi pada tahapan prescribing, transcribing, dispensing, dan administering.1 Di Indonesia,
angka kejadian medication error belum terdata secara akurat dan sistematis, tetapi angka
kejadian medication error sangat sering kita jumpai di berbagai institusi pelayanan kesehatan di
Indonesia. Angka kejadian akibat kesalahan dalam permintaan obat resep juga bervariasi, yaitu
antara 0,03-16,9%. Dalam salah satu penelitian menyebutkan terdapat 11% medication error di
rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis
atau obat yang keliru. Meskipun angka kejadian medication error relatif banyak namun jarang
yang berakhir hingga terjadi cedera yang fatal di pihak pasien.2
CPOE dapat digunakan dengan CDS atau tanpa CDS. CPOE tanpa CDS, yang disebut
CPOE dasar, terbukti dapat menekan kesalahan peresepan dalam pengobatan dan efisiensi waktu
pelayanan dengan fungsi utamanya sebagai peresepan elektronik, khususnya di sarana pelayanan
kesehatan akademik.12,13 Karena implementasi CPOE di Indonesia masih jarang, data tentang
adopsi sistem ini masih sedikit. Hal ini terjadi karena beberapa kendala, mulai dari
interoperabilitas sistem antar unit/antar departemen di sektor pelayanan kesehatan atau rumah
sakit, hingga masalah regulasi. Namun, rumah sakit/klinik yang telah menerapkan CPOE
menunjukkan minimnya risiko yang dapat ditekan pada fase prescribing dan transcribing serta
pengurangan waktu tunggu di pelayanan kesehatan. 14 Di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat dan Inggris, implementasi peresepan elektronik menjadi salah satu indikator kualitas
pelayanan kesehatan (klinik dan rumah sakit). Menurut laporan dari Electronic Prescribing
Initiative, eHealth Initiative. Washington, D.C, dengan dukungan regulasi dan politik Amerika
Meidy Cicilia Elim
MHM Batch 10
Serikat, format isian yang relatif tidak rumit, serta tersedianya secara luas perangkat-perangkat
lunak komersial (termasuk formulasi obat, pengecek interaksi antar-obat dan pengecek
persyaratan pasien), implementasi CPOE berkembang semakin pesat. Bahkan di Inggris Raya,
adopsi sistem ini menjadi salah satu standar baku mutu pelayanan kesehatan.15
Gambar 1. Policy Research Unit in Economic Evaluation of Health & Care Interventions.
February 2018.16
Meidy Cicilia Elim
MHM Batch 10
Daftar Pustaka