Anda di halaman 1dari 8

CHOLESTASIS

A. Definisi
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari
saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan
bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
B. Etiologi/Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1. Intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat:
infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus
hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-
obatan yang menginduksi cholestasis.
2. Extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur
(penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor
atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu
penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir
mungkin juga hasil dari infeksi.
C. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonjugasi. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam
empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan
dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.
Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif
memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler.

D. Perubahan fungsi hati pada kolestasis


Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
1. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan
lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan
konyugasi akan terganggu.
3. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi
serum protein albumin-globulin akan menurun.
4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu
dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-
CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer
sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas
hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi
produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
2. Kolestasis intrahepatik
Saluran Empedu digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu:
(a) Paucity saluran empedu
(b) Disgenesis saluran empedu
Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda
asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital,
tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus
CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan
ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak
disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus tinja akolis/hipokolis,
urobilinogen dalam tinja menurun/negative, malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak, hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus, gatal-gatal, hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis
a. Akumulasi pigmen
b. Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional
a. Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
b. Transaminase serum meningkat (ringan)
c. Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
G. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila
kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera
mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga
pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota
pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada
epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang
normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena
edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal,
penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis
hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan
adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus
dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis,
purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada
kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Hapusan darah tepi
2. Bilirubin dalam air seni
3. Sterkobilinogen dalam air seni
4. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase
serta serum protein
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan:
1. Kelainan intra/ekstrahepatal
2. Mencari kemungkinan etiologi
3. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Terhadap infeksi/bahan toksik
2. Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
3. Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:
1. Virus:
a. Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
b. TORCH
c. Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
2. Bakteri:
Terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik
3. Parasit:
Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid, bahan toksik, terutama
obat/makanan hepatotoksik
Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
1. Galaktosemia, fruktosemia
2. Tirosinosis: asam amino dalam air seni
3. Fibrosis kistik
4. Penyakit Wilson
5. Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:
1. Rose Bengal Excretion (RBE)
2. Hida Scan
3. USG
4. Biopsi hepar
Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:


1. Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA). Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT
(medium chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak. Diberikan tambahan vitamin
larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran
empedu yang ada. Tindakan tersebut anatar lain dengan Operasi Kasai
(hepatoportoenterostomy procedure).
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan untuk mengalirkan
empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk
menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk mencegah terjadinya
komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin,
diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai
bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini
dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan
hati.
J. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
Pengkajian pasien post operatif meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler periferatau
stasis vaskuler (meningkatkan resiko pembentukan trombosis)
b. Integritas ego
Gejala : Perasaan camas, takut, marah, apatis. Factor-faktor stress multiple
misalnya financial, hubungan, gaya hidup
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka
rangsanganstimulasi simpasis
c. Makanan atau cairan
Gejala : Insufisiensi pangkreas/ DM (Predisposisi untuk hihipeglikemia
ketoasidosis) malnutrisi(termasuk obesitas) membrane mukosa yang
kering( pembatasan pemasukan/prosedur puasa pra operasi)
d. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis, merokok
e. Keamanan
Gejala : alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi
umum
Tanda : munculnya proses infeksi

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1.      Pola nafas tidak efektif  b/d neuromuskuler, ketidak seimbangan preseptual atau
kognitif, peningkatan ekspasi paru obstruksi trachea bronchea
2.      Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan
farmasi, hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang
berlebihan, stress fisiologis
3.      Kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan
tubuh secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran
integritas pembuluh darah.
4.      Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma
muskuletal.
3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
a. DX 1
Tujuan : Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas tanda-tanda hipoksia
lainnya.
Kriteria hasil : Tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan
Intervensi
      Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi rahang
aliran udara fangial oral
R/ mencegah obstruksi jalan nafas
      Auskultasi suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas
R/ kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mulut/lidah dan
dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan
      Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu pernafasan,
perluasan rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan
aliran darah.
      Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan
jenis pembedahan
R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan munta.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma.

b. DX 2
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran
Kriteria hasil : pasien mampu mengenal keterbatasan diri dan mencari sumber
bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Intervensi
      Orientasikan pasien secara terus mnerus setelah keluar dari pengaruh anastesi,
nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan
R/ karena pasien telah mengkat kesadarannya maka dukungan akan menmbantu
menghilangkan ansietas.
      Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membantah sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
R/ tidak dapa ditentukan pasien akan sadar penuh namun sensori pendengaran
mrupakan kemapuan yang pertama kali pulih.
      Evaluasi sensasi / penggerakan ekstermitas dan batang tenggorokan
R/ pengembalian funsi setelah dilakukan blok saraf spinal /local yang bergantung
pada jenis / jumlah obat yang akan digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.

c. DX 3
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat
Kriteria hasil : tidak ada tanda –tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil) kualitas
denyut nadi baik, turgor kulit normal, membrane mukosa lembab dan pengeluaran
urine yang sesuai.
Intervensi
      Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, Tanya ulang catatan operasi
R/  dokomentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang membantu intervensi
      Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe operasi yang dilakukan
R/ impotensi,  takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan
cairan.
      Letakkan posisi pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada kekurangan
pernafasan dan jenis pembedahan.
R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta: Media
Aesculapius, FKUI.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at
http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal 8 januari 2010)
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu
Bedah, hal 71 – 77

Anda mungkin juga menyukai