Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS KULIAH
Perpajakan
Yang diampu oleh ibu
Dr. Makaryanawati,SE.,Msi.,Ak.,CA.,CSRS.
Disusun oleh:
Definisi
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Dasar Hukum
Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU
Nomor 7 Tahum 1983 yang telah disempurnakan dengan UU Nomor 7 Tahun 1991,
UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 36 Tahun 2008,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Direktur Jendral Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak.
Subjek Pajak
Subjek Pajak Penghasila adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak
Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan
apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. Jika Subjek Penghasilan telah memenuhi kewajiban pajak secara
objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun
2007 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak
tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokan
sebagai berikut.
1. Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia atau di luar Indonesia
2. Subek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhakWarisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris,
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek Pajak badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu dua belas bulan;
n. Orang tau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia;
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Apabila kewajiban pajak subjektif orang priadi yang bertempat tinggal atauyang
berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak maka bagian tersebut
menggantikan tahun pajak.
PENGURANGAN PENGHASILAN
Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau
pengeluaran tetentu. Pengeluaran tersebut dinamakan juga biaya atau beban.
Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto dapat dibagi
dalam 2 (dua) golongan, yaitu :
1. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa mafaat tidak lebih dari satu
tahun yang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji,
biaya administrasi, dan bunga, biaya rutin pengelolaan limbah, dan
sebagainya;
2. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yang pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, misalnya
aset tetap atau aset berwujud, aset tak berwujud, dan sebagainya.
Pengeluaran/beban/biaya dalam perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan akuntansi
komersial. Dalam perpajakan, pengeluaran/beban/biaya dibedakan menjadi 2
(dua).yaitu:
1. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto
(deductible expenses), adalah pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa
manfaat atas pengeluaran tersebut.
2. Pengeluaran/beban/biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-
deductible expense), adalah pengeluaran/beban/biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
atau pengeluaran dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan
adat kebiasaan pedagang yang baik. Oleh karena itu, pengeluaran yang
melampaui batas kewajiban yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa tidak
boleh dikurangi dari penghasilan bruto.
Kompensasi Kerugian.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan tersebut didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan pajak mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut
sampai dengan lima tahun.
Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wanita. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak
Wanita.
1. Jika Wajib Pajak adalah wanita kawin dan diterima menerima, menerima
PTKP, setuju untuk meminta sendiri, yaitu Rp54.000.000:
Contoh: Wajib Pajak Olivia berstatus kawin, penghasilan anak, anak kandung
2. Besarnya PTKP untuk Olivia adalah Rp54.000.000 (untuk diri Wajib
Pajak).
2. Jika Wajib Pajak adalah wanita kawin yang menunjukkan pernyataan tertulis
dari pemerintah daerah (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya
tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP setahun di
samping untuk dirinya sendiri (senilai Rp54.000.000) juga ditambah PTKP
untuk status kawin dan anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya paling banyak tiga orang masing-masing sebesar Rp4.500.000
Contoh:
Wajib Pajak Anita, suami tidak berpenghasilan, anak 3. Besarnya PTKP untuk
Anita adalah Rp72.000.000, yang terdiri atas:
Rp54.000.000 untulk diri Wajib Pajak,
Rp4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak kawin,
3x Rp4.500.000 tambahan untuk tanggungan maksimal 3.
3. Jlika Wajib Pajak tidak kawin, maka jumlah PTKP yang ditentukan di
samping untuk miliknya sendiri (sebesar Rp54.000.000 ditambah) ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak
tiga orang masing-masing sebesar Rp4.500.000 setahun.
Contoh:
Wajib Pajak Agustina,berstatus kawin dengan tanggungan 2 orang tua
kandung
Besar PTKP untuk Agustina adalah Rp63.000.000, terdiri atas
• Rp54.000.000 untuk diri Wajib Pajak.
• 2x Rp4.500.000 tambahan untuk tanggungan.
Contoh penghitungan PTKP untuk beberapa status atau persyaratan Wajib Pajak dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber pendapatnya dan apa
pun sifat pekerjaannya digabung dengan orang tua dalam pajak yang sama. Dalam
perpajakan, anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah menikah. Jika seorang anak belum dewasa, orang
tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, maka pengenaan
pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya yang berdasarkan
keadaan sebenarnya.
Penyusutan (Depresiasi). Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset
berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai
biaya unruk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat asset yang bersangkutan
melalui penyusutan (depresiasi). Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah
hak milik dan tanah hak guna usaha, maka hak guna usaha dan pakai tidak boleh
disusutkan, kecuali jika tanah tersebut berkurang karena digunakan untuk
memperoleh penghasilan seperti perusahaan genting, perusahaan keramik, dan
perusahaan batu bara.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya biaya penyusutan
adalah saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan, kelompok masa manfaat dan
tarif penyusutan, dan harga perolehan. Penentuan besarnya harga perolehan akan
dibahas dalam penentuan perolehan / penjualan alau nilai perolehan / penjualan.
1. Penyusutan Aset berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau
pada bulan selesainya pengerjaan suatu aset sehingga penyusutan pada tahun
pertama dihitung secara prorata. Namun, berdasarkan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak, saat dimulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan aset
yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
atau pada bulan aset tersebut mulai menghasilkan (saat mulai berproduksi dan
tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan).
2. Metode Penyusutan
Metode penyusutan yang diperoleh untuk dikelompok aset berwujud
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyusutan aset berwujud bangunan dan
aset berwujud selian (bukan) bangunan. Untuk aset berwujud selain (bukan)
bangunan, Wajib Pajak diperbolehkan memilih metode penyusutan, yaitu
dilakukan di bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat atau
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang
dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan
pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat
dilakukan secara taat asas. Dengan kata lain, metode yang diperbolehkan
adalah metode garis lurus (Straight Line Method) atau saldo menurun
(Declining Balance Method) yang mana pada akhir masa nilai manfaat nilai
sisa buku disusutkan sekaligus (Closed Ended). Untuk aset berwujud
bangunan, Wajib Pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus.
Penghitungan penyusutan setiap tahun untuk metode garis lurus adalah harga
perolehan dibagi masa manfaat. Jika ada nilai residu maka tidak boleh
dikurangkan dari harga perolehan. Penghitungan penyusutan setiap tahun
untuk metode saldo menurun adalah tarif penyusutan dikalikan nilai sisa buku,
3. Kelompok Masa Manfaat Aset dan Tarif Penyusutan
Besarnya penyusutan suatu periode dipengaruhi oleh metode yang digunakan,
besarnya harga perolehan aset berwujud, dan masa manfaat dari aset berwujud
tersebut. Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam
melakukan penyusutan atas pengeluaran aset berwujud, Pasal 11 UU Nomor
36 Tahun 2008 mengatur masa manfaat aset berwujud dan penyusutan tarif,
baik berdasarkan metode garis lurus maupun saldo menurun. Jenis aset yang
termasuk dalam kelompok aset berwujud bukan bangunan untuk keperluan
penyusutan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 96 / PMK.03 /
2009. Masa Manfaat dan tarif penyusutan aset berwujud pengaturan sebagai
berikut.
A. Tarif pajak
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan utnuk menghitung
besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi
dua yaitu tarif umum dan tarif Khusus.
Tarif umum
Diatur dalam pasal 17 UU PPh yang terutang dalam UU No 7 Tahun 1983.
Sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah dalam UU No. 36
Tahun 2008. Sistem penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17
UU PPh dibag menjadi dua yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan
wajib pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.
1. Tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri (pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh), yaitu:
Contoh :
a. Jumlah penghasilan kena pajak tuan akbar pada 2016 adalah
Rp45.000.000. pajak penghasilan yang terutang :
5% x Rp45.000.000 Rp2.250.000
b. Jumlah penghasilan kena pajak tuan chika pada 2016 adalah
Rp200.000.000 pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x Rp150.000.000 Rp.22.500.000 (+)
Rp.25.000.000
c. Jumlah penghasilan kena pajak tuan dedy pada 2016 adalah
Rp500.000.000 pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15%x Rp200.000.000 Rp 30.000.000
25%x Rp250.000.000 Rp 62.500.000
(+)
Rp 95.000.000
d. Jumlah penghasilan kena pajak tuan hakim pada 2016 adalah
Rp600.000.000. pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15%xRp.200.000.000 Rp.30.000.000
25%xRp.250.000.000 Rp.62.500.000
30%xRp.100.000.000 Rp.30.000.000(+)
Rp125.000.000
Untuk menghitung penerapan tarif pajak tersebut, jumlah penghasilan
kena pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Contoh :
a) Penghasilan kena pajak sebesar Rp. 25.650.990 maka untuk keprluan
penerpaan tarif pajak penghasilan,penghasilan kena pajak tersebut
dibulatkan ke bawah menjadi Rp 25.650.000
b) Penghasilan kena pajak sebesar Rp225.990.499 maka untuk keperluan
penerapan tarif pajak penghasilan, penghasilan kena pajak tersebut
dibulatkan ke bawah menjadi Rp 225.990.000
Besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak orang prbadi dalam negeri
dalam bagian tahun pajak, dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun
pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang
terutang untuk 1 (satu) tahun pajak. Tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga
puluh) hari.
Contoh :
Penghasilan kena pajak setahun sebesar Rp584.160.000.
Pajak penghasilan setahun:
5% x Rp 50.000.000 Rp. 2.500.000
15%x Rp200.000.000 Rp.30.000.000
25%x Rp250.000.000 Rp.62.500.000
30%x Rp 84.160.000 Rp.25.248.000 (+)
Rp.120.248.000
Pajak penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan):
[(3x30):360] x Rp 120.248.000 = Rp 30.062.000
2. Tarif PPh untuk wajib badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
(pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28% dua puluh delapan
persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen). Tarif
tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) berlaku mulai tahun
pajak 2010 (pasal 17 ayat (2a) UU PPh).
tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
jumlah keseluruhan saham disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
untuk wajib pajak badan pada umumnya (pasal 17 ayat (2b) UU PPh)
berdasarkan surat edaran No. SE-66/PJ/2010 tentang penegasan Pasal
31E ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan
sebagaimana telah diubah beberapa kali dan diubah terakhir dengan
UU No. 36 Tahun 2008, bahwa:
a) Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan taris sebesar 50 persen
dari tarif sebagaimana dijelaskan ada nomor 2 paragraf pertama
(pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah)
b) Fasilitas pengurangan tersebut dilaksanakan secara self
assesment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib
pajak badan, tidak perlu menyampaikan permohonan untuk
dapat memperoleh fasilitas tersebut.
c) Peredaran bruto terebut adalah penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bank
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1) penghasilan yang dikenal pajak penghasilan bersifat final
2) penghasilan yang dikenai pajak penghasilan tidak bersifat
Final
3) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
d) Fasilitas pengurangan tersebut bukan merupakan pilihan
Berdasarkan SE No.SE-66/PJ/2010, penerapan tarif umum bagi wajib
pajak bdan selanjutnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) tarif 12,5% (dua belas koma lima persen) bagi wajib pajak badan
dengan peredaran bruto tidak melebihi jumlah Rp 4.800.000 (empat
juta delapan ratus ribu rupiah). Seluruh penghasilan kena pajak
dikaliakan dengan tarif 12,5 % (dua belas koma lima persen).
Misalnya, peredaran bruto Rp 2.400.000.000 total penghasilan kena
pajak Rp 240.000.000. seluruh penghasilan kena pajak
(Rp240.000.000) dikalikan dengan tarif 12,5% .
Contoh 1:
Peredaran bruto PT X selama tahun pajak 2016 sebesaar
Rp4.500.000.000 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp500.000.000 dengan rincian sebagai berikut.
a. peredaran bruto dari penghasilan yang :
- dikenai PPh bersifat final Rp 1.500.000.000
- bukan objek pajak Rp 500.000.000
- dikenai PPh tidak bersifat final Rp 2.500.000.000
Jumlah Rp4.500.000.000
b. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan usaha yang:
- Dikenai PPh bersifat final (Rp 450.000.000)
- Bukan objek pajak (Rp 200.000.000)
- Dikenai PPh tidak bersifat final (Rp1.350.000.000)
Jumlah (Rp2.000.000.000)
c. laba usaha (penghasilan neto usaha) RP2.500.000.000
d. penghasilan dari luar usaha yang :
- dikenai PPh bersifat final Rp 50.000.000
- dikenai PPh tidak bersifat final Rp 100.000.000
e. biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan usaha yang:
- Dikenai PPh bersifat final (Rp 25.000.000)
- Dikenai PPh tidak bersifat final (Rp 50.000.000)
Penghasilan neto dari luar usaha Rp 75.000.000
f. jumlah seluruh penghasilan neto Rp. 2.575.000.000
g. koreksi fiskal:
- peredaran bruto dari penghasilan
Yang dikenai PPh bersifat final (Rp.1.500.000.000)
- peredaran bruto dari penghasilan
Yang bukan objek pajak (Rp. 500.000.000)
- biaya untuk mendapatkan, menagih
Dan memelihara penghasilan usaha
Yang dikenai PPh bersifat final Rp. 450.000.000
- biaya untuk mendapatkan, menagih
Dan memelihara penghasilan usaha
Yang bukan objek pajak Rp. 200.000.000
- peredaran dari luas usaha yang
Dikenai PPh bersifat final (Rp. 50.000.000)
- biaya untuk mendapatkan, menagih
Dan memelihara penghasilan dari
Luar usaha yang dikenai PPh bersifat
Final Rp. 25.000.000
Jumlah (Rp1.375.000.000)
h. jumlah seluruh penghasilan neto setelah
koreksi fiskal Rp.1.200.000.000
i. kompensasi kerugian (Rp. 700.000.000)
j. penghasilan kena pajak Rp. 500.000.000
seluruh penghasilan kena pajak dikenai tarif 50% dari tarif pajak
penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT X (hanya
Rp4.500.000.000) tidak melebihi Rp4.800.000.000.
Perhitungan tersebut diperuntukkan bagi wajib pajak dengan syarat sebagai berikut:
1. wajib pajak dalam negeri orang pribadi dan badan selain bentuk usaha tetap
2. memperoleh peredaran bruto dari penghasilan usaha dengan jumah tidak melebihi
Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak
3. penghasilan usaha yang dimaksud tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, penghasilan yang diperoleh/diterima dari luar negeri,
penghasilan yang PPh-nya bersifat final, dan penghasilan yang bukan objek pajak
Keterangan:
PTKP : Penghasilan Tidak Kena pajak
NPPN : Norma Perhitungan Penghasilan Neto
Jika wajib pajak orang pribadi adalah muslim yang membayarkan zakat atas
penghasilan kepada badan amil zakat (BAZIZ), jumlah zakat dibayarkan tersebut
dapat dikurangkan dari penghasilan neto. Selanjutnyaa, penghitungan PKP dan PPh
terutang di formulasikan sebagai berikut.
PKP = Penghasilan neto – Zakat atas penghasilan - PTKP
= (peredaran bruto x % NPPN) – zakat atas penghasilan - PTKP
Penghitungan ini diperuntukkan bagi Wjib pajak dengan syarat sebagai berikut:
1. Wajib pajak dalam negeri orang pribadi
2. memperoleh peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000 salam satu tahun
pajak
3. penghasilan tersebut berasal dari pekerjaan bebas
4. wajib pajak harus memberitahukan kepada direktur jendral peajak dalam jangka
Waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
5. wajib pajak wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya
sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur ketentuan umum dan tata
cara perpajakan
contoh
Tuan Hakim (K/2) mempunyai Kantor Konsultan Pajak. Peredaran bruto dari
pekerjaan bebas selama setahun sebesar Rp2.000.000.000. biaya/pengeluaran yang
tercatat selama setahun terdiri atas gaji sebesar Rp600.000.000, biaya/pengeluaran
lain diantaranya sewa kantor, biaya transportasi, dan lainnya sebesar Rp500.000.000.
penghasilan neto dari pekerjaan sebagai pegawai tetap di Universitas Pancasila
sebesar Rp 120.000.000 setahun. Penjelasan WP Hakim adalah WP orang pribadi
dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000, tetapi memperoleh
penghasilan dari pekerjaan bebas.
Penghitungan PKP dan PPh terutang:
Peredaran bruto pekerjaan bebas Rp2.000.000.000
Penghasilan neto (norma jasa tersebut 35%): Rp 700.000.000
35% x Rp2.000.000.000
Penghasilan neto dari pekerjaan Rp 120.000.000 (+)
Total penghasilan neto Rp 820.000.000
Penghasilan tidak kena pajak (K/2)
- diri wajib pajak Rp54.000.000
- tambahan kawin Rp 4.500.000
- tanggungan 2 Rp 9.000.000 (+)
Rp 67.500.000 (-)
Penghasilan kena pajak Rp 752.500.000
Jika wajib pajak orang pribadi adalah muslim yang membayarkan zakat atas
penghasilan kepada badan amil zakat (BAZIZ), jumlah zakat dibayarkan tersebut
dapat dikurangkan dari penghasilan neto. Demikian pula dalam hal wajib pajak orang
pribadi menyelenggarakan pembukuan dan pada tahun – tahun sebelumnya
mengalami kerugian, kerugian tersebut dapat dikompensasikan/dikurangkan dari
penghasilan neto dalam jangka waktu 5 tahun dimulai dari tahun pajak berikutnya
setelah terjadinya kerugian usaha. Penghitungan PKP dan PPh terutang
diformulasikan sebagai berikut.
Apabila wajib pajak akbar membayarkan zakat atas penghasilan kepada badan amal
zakat (BAZIS) sebesar Rp 16.250.000, terdapat sisa kerugian tida tahun lalu yang
belum di kompensasikan sebesar Rp25.000.000, PKP dan PPh yang terutang dihitung
sebagai berikut
PTKP (K/0)
- diri wajib pajak Rp 54.000.000
- tambahan kawin Rp. 4.500.000
- tanggungan Rp. - (+)
Rp 58.500.000 (-)
Penghasilan kena pajak Rp 504.454.000
PPh yang terutang :
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 Rp.30.000.000
25% x Rp 250.000.000 Rp.62.500.000
30% x Rp 252.500.000 Rp. 1.336.200
Total PPh yang terutang Rp 96.336.200
Perhitungan ini diperuntukkan bagi wajib pajak dengan syarat sebagai berikut.
1. wajib pajak dalam negeri orang pribadi
2. memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak
3. penghasilan tersebut berasal dari usaha dan atas pekerjaan bebas
Tarif pajak yang diberlakukan adalah sesuai dengan pasal 31E UU PPh. Pada
peredaran bruto usaha dalam jumlah tertentu, wajib pajak badan wajib
menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal Wajib pajak badan mengalami kerugian
pada tahun sebelumnya, kerugian tersebut dapat dikompensasikan/dikurangkan dari
penghasilan neto dalam jangka waktu lima tahun dimulai dari tahun ajak berikutnya
setelah terjadinya kerugian usaha.penghitungan PKP dan PPh terutang diformulasikan
sebagai berikut.
Jika terdapat sisa rugi tahun 2012 yang belum dikompensasikan sebesar
Rp70.000.000 penghitungan penghasilan kena pajak dan PPh yang terutang adalah:
Penjualan Rp7.000.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
Penghasilan Rp6.400.000.000 (-)
Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp. 600.000.000
Penghasilan dari luar usaha Rp 100.000.000 (+)
Total penghasilan neto Rp 700.000.000
Sisa rugi dikompensasikan Rp 70.000.000 (-)
Penghasilan kena pajak Rp 630.000.000
Penghitungan penghasilan kena pajak sebagai dasar penentuan tarif:
a. jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas pengurangan tarif adalah:
(Rp4.800.000.000 ; Rp7.000.000.000) x Rp630.000.000 = Rp432.000.000
b. jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran usaha yang tidak
memperoleh fasilitas pengurangan tarif adalah:
Rp630.000.000 – Rp432.000.000 = Rp198.000.000
PPh yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp432.000.000 Rp. 54.000.000
- 25% x Rp198.000.000 Rp. 49.500.000
Rp 103.500.000
Apabila sisa rugi tersebut berasal dari kerugian sebelum tahun 2011, tidak bisa
dikompensasikan karena telah melebihi jangka waktu lima tahun. Perhitungan ini
diperuntukkan bagi wajib pajak dengan syarat sebagai berikut.
1. wajib pajak badan dalam negeri
2. memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak
3. penghasilan tersebut berasal dari usaha
Pengertian
Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi Wajib Pajak dengan peredaran
nruto tertentu bersifat final dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi Wajib
Pajak yang menerima/memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto
tertentu dapat melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan
yang terutang. Ketentuan pengenaan PPh ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018.
Ketentuan ini dalam uraian selanjutnya disebut PPh bersifat ginal 0,5%.
Objek Pajak
Objek pajak atas PPh bersifat final 0,5% adalah penghasilan dari usaha yang diterima
atas diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dengan penghasilan tertentu. Penghasilan
tertentu yang dimaksud adalah peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam setahun.
Contoh
Wajib Pajak A pada tahun 2019 menerima peredaran bruto sebesar Rp1.200.000
dari usaha perdagangan dan Rp5.000.000.000 dari jasa konsultan pajak.
Penghasilan Wajib Pajak A dari pekerjaan sebagai konsultan pajak tidak dikenakan
PPh bersifat final 0,5% karena termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang pajaknya terutang
atau telah dibayar diluar negeri.
3. Penghasilan yang telah dikenai PPh bersifat final.
4. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Wajib Pajak
Wajib Pajak dengan peredaran bruto usaha tertentu yang dikenakan PPh bersifat final
0,5% adalah:
Tarif Pajak
Besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah
0,5%.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final 0,5%
adalah peredaran bruto usaha setiap bulan. Penghasilan bruto yang dimaksud
merupakan imbalan atau nilai berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh dari usaha sebulan sebelum dikurangi potongan penjualan, ptongan tunai,
dan/atau potongan sejenis.
Menghitung PPh Bersifat Final 0,5%
PPh bersifat final 0,5% dihitung secara bulanan dengan rumus berikut ini.
PPh terutang sebulan = Tarif x dasar pengenaan pajak sebu;an
= 0,5% x peredaran bruto usaha sebulan
Contoh:
Wajib Pajak A memenuhi syarat dikenai PPh bersifat final 0,5% Pada bulan
Januari 2019 ia memiliki peredaran bruto usaha sebesr Rp100.000.000.
PPh = 0,5% x Rp100.000.000
= Rp500.000
2. Penyetoran dilakukan pada setiap tempat usaha
Contoh
Wajib Pajak memenuhi syarat dikenai PPh bersifat final 0,5%. Pada Februari
2019 memiliki peredaran bruto sebai berikut.
- Di pasar X (KPP Sleman) sebesar Rp90.000.000
- Di pasar Y (KPP Yogyakarta) sebesar Rp70.000.000
- Di pasar Z (KPP Bantul) sebesar Rp50.000.000
Nilai PPh disetor adalah:
- 0,5% x Rp90.000.000 = Rp450.000 (untuk pasar X KPP Sleman)
- 0,5% x Rp70.000.000 = Rp350.000 (untuk pasar Y KPP Yogyakarta)
- 0,5% x Rp50.000.000 = Rp250.000 (untuk pasar Z KPP Bantul)
3. Penyetoran dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) atau dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
4. Pelaporan pajak dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh paling lambat 20
hari setelah masa pajak berakhir.
a. Wajib Pajak yang menyetor pajak dianggap telah menyampaikan SPT Masa
PPh sesuai tanggal validasi NTPN yang tercantum dalam SSP atau sarana
administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP;
b. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak mendapat
validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke
Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha terdaftar. Adapun
dalam SPT tersebut kolom uraian diisi dengan ‘Penghasilan usaha WP yang
memiliki peredaran bruto tertentu”.
5. Wajib Paja orang pribadi atau badan akan melaporjan PPh tahunan pada setiap
tahun
dengan menyampaikan SPT Tahunan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak. Atas
penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 0,5% dilaporkan sebagai
berikut.
a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, dimasukkan pada Formulir 1770-III
(lampiran III) Bagian A Nomor 16 (“penghasilan lain yang dikenakan pajak
final/bersifat final”).
b. Bagi Wajib Pajak badan, dimasukkan pada formulir 1771-IV (lampiran IV)
Bagian A Nomor 14… dengan menuliskan “Penghasilan usaha Wajib Pajak
dengan peredaran bruto tertentu.
1. Pengertian
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan “deposit in call”, baik dalam
mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing), yang
ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak untuk PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan
luar negeri serta bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan atas bunga
deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia.
Objek Pajak adalah PPh ini adalah penghasilan berupa bunga atas deposito
dan tabungan serta diskonto SBI. Termasuk bunga adalah bunga yang
diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar
negeri melalui bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia. Diskonto SBI adalah selisih antara
nilai nominal dan harga harga jual SBI yang dilakukan oleh Dana Pensiun
dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain
yang bukan bank kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas pendapatan bunga depositi dan tabungan
serta diskonto sertifikat Bank Indonesia adalah:
4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga depositi dan tabungan serta diskonto SBI adalah :
a. Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
b. Cabang bank luar negeri di Indonesia.
c. Bank Indonesia.
d. Dana Pensiunan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana Pensiun
yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan.
5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tidak
dilakukan terhadap:
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia,
sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus
ribu rupiah);
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun
untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun
sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri.
Ketentuan pengenaan PPh final atau bunga deposito dan tabungan serta
diskonto SBI tidak berlaku terhadap orang tpribadi subjek pajak dalam negeri
yang seluruh penghasilnya dalam 1 (satu) tahun pajak, termasuk bunga dan
diskonto, tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Orang
pribadi dengan kriteria tersebut dapat mengajukan permohonan restitusi atas
pajak yang telah dipotong PPh final ini.
Pajak penghasilan atas transaksi saham dan sekuritas lainnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 dan keputusan Menteri
Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997.
1. Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh
dengan harga kurang dari 90% (sembilan puluh persen) dari harga saham
pada saat penawaran umum perdana. Pendiri adalah orang pribadi atau
badan yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham Perseroan
Terbatas sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) menjadi efektif. Terkadang dalam pengertian
saham pendiri adalah:
a. Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan
setelah penawaran umum perdana,
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk pendiri adalah:
1. Pengertian
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan. Bunga obligasi adalah imbalan yang
diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga
dan/atau diskonto.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak dari PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan
luar negeri serta bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi
termasuk diskonto obligasi. Objek pajak ini adalah penghasilan berupa
bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas bunga obligasi adalah:
PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tariff dikalikan dasar pengenaan
pajak
4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi adalah:
a. Penerbit obligasi atau custodian selaku agen pembayaran yang ditujuk
atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemengang obligasi dengan
kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi; dan/atau
b. Perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada
saat transaksi.
5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Pemotongan PPh atas bunga obligasi tersebut tidak berlaku apabila
penerima penghasilan bunga obligasi adalah:
a. Wajib Pajak dana pensiuun yang pendiriannya atau pembentukannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh Wajib Pajak ini tidak
dikenakan PPh.
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia.Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh
Wajib Pajak ini dikenai PPh umum sebagaimana diatur dalam UU PPh.
D. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian
Pajak penghasilan atas hadiah undian diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 132 Tahun 2002 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep.
359/PJ/2001.
1. Pengertian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh melalui undian. Hadiah undian dibedakan dengan
hadiah lainnya seperti hadiah atau penghargaan perlombaan dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya. Hadiah atau
penghargaan perlombaan merupakan hadiah atau penghargaan yang
diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan. Hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lain yang dilakukan oleh penerima hadiah.
Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi
dalam kegiatan tertentu.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah undian.
Objek Pajak adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam
bentuk apa pun (dapat berupa uang, barang, atau kenikmatan, misalnya
menginap di suatu hotel berbintang). Tidak termasuk dalam pengertian hadiah
undian yang dikenakan pajak adalah 1) hadiah langsung dalam penjualan
barang/jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa
diundi; 2) hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat
pembelian barang/jasa.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh ini adalah 25% (dua puluh lima persen). Dasar pengenaan
pajak adalah jumlah bruto hadiah undian.
4. Pemungutan atau Pemotong
Pemungutan PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang
pribadi atau badan, kepanitiaan, oraganisasi maupun penyelenggara dalam
bentuk apa pun yang telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang
termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa yang memberikan hadiah
dengan cara diundi, misalnya bank, supermarket, toko, perusahaan, panitia
penarikan undian, dan sebagainya. Pemotong atau pemungut wajib menyetor
pajak yang telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, dan melaporkannya ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir.
E. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Pajak penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan diatur dalam
Peraturang Pemerintah Nomor 5 tahun 2002, Keputusan Menteri Keuangan
No. 120/KMK.30/2002, Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ/2002.
1. Pengertian
Sewa atas tanah dan bangunan yang dimaksud adalah persewaan tanah
dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung, perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,
gudang, dan industri.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Objek Pajak ini adalah penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,
gedung, perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan
industri
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh adalah 10%. Dengan pengenaan pajak adalah
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.PPh terutang
bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
a. Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan yang diterima
atau diperoleh dari penyewa ng bertindak atau ditunjuk sebagai
pemotong pajak, wajib dipotong pajak oleh penyewa.
b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang terutang
wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima
atau memperoleh penghasilan
Pemotong atau pemungut wajab wajib menyetorkan pajak yang
telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib melaporkan kepada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selambat-lambatnya tanggal 20
bulan berikutnya setelah bulan dibayarkan/diserahkan hadiah
tersebut.
F. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi
Pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah disempurnakan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan
187/PMK.03/2008.
1. Pengertian
a. Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan kontruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawas pekerjaan konstruksi.
b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
c. Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli dan professional di bidang perencanaan
jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk
dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
d. Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli yang professional di bidang pelaksanaan
jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk
mewujudukan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi, yaitu
penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan,
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement,
and construction) serta model penggabungan perencanaan
pembangunan (design and build).
e. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
f. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha
tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
g. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha
tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi
baik sebagai perencana kontruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi maupun sub-subnya.
h. Nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu
kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak adalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang pribadi atau badan
termasuk bentuk usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan
jasa konstruksi, baik sebagai perencana konstruksi, pengawas konstruksi
maupun sub-subnya. Objek pajak adalah jasa berupa jasa perencanaan
konstruksi, pelaksana konstrusi, dan pengawas konstruksi.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas usaha jasa konstruksi adalah:
Besarnya dasar pengenaan pajak adalah:
a. Jumlah pembayaran tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal
PPh dipotong oleh pengguna jasa;
b. Jumlah penerimaan pembayaran tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai,
dalam hal PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa.
Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran
merupakan bagian dari nilai kontrak. Jika terdapat selisih kekurangan PPh
yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasa konstruksi dengan PPh
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong oleh pengguna jasa atau
disetor sendiri oleh penyedia jasa, selisih kekurangan tersebut disetor
sendiri oleh penyedia jasa.
Jika nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh
pengguna jasa, atas nilai kontrak bersifat final dengan syarat nilai kontrak
jasa konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang
tidak dapat ditagih. Apabila suatu ketika piutang yang tidak dapat ditagih
(dihapus) tersebut dapat ditagih kembali, maka sejumlah yang dapat ditagih
tersebut dikenakan PPh bersifat final.
PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tariff dikalikan dasar
pengenaan pajak.
4. Pemotong, Penyetor, dan Pelaporan
Pemotong, penyetor, pelaporan PPh dilakukan:
a. PPh yang dipotong oleh pengguna jasa, disetor ke kas negara melalui
Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak.
b. PPh yang disetor sendiri oleh penyedia jasa, disetor ke kas negara melalui
Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya sete;ah penerimaan pembayaran dalam hal
pengguna jasa bukan pemotong pajak.
c. Pembayaran PPh atau penyetoran PPh dilakukan dengan menggunakan
SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.
d. Pemotong pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada penyedia
jasa yang dipotong PPh setiap melalukan pemotongan.
e. Pengguna jasa atau penyedia jasa melakukan pemotongan PPh ini wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 hari setelah
bulan dilakukannya pemotngan pajak atas penerimaan pembayaran.
f. Pajak yang dibayar/terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dapat dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh.
g. Pengadilan lain yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dari luar usaha
jasa konstruksi dikenakan tariff berdasarkan ketentuan Undang-Undang
PPh.
Pajak penghasilan atas pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
1. Pengertian
Pengalihan hak atas tanah dan banguna, meliputi: penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,waris, atau cara lain yang disepakati
antara para pihak yang terkait.
Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan atau bangunan beserta
perubahannya meliputi:
- pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjajian pengikatan jual beli pada
saat pertama kali ditandatangani; atau
- pihak membeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli
sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas
terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
2. Wajib pajak dan objek pajak
Wajib pajak PPh ini adaalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak ats tanah atau bangunan dan perjanjian pengikatan
jual beli atas tanah atau bangunan
Obyek pajak PPh ini adalah penghasilan yang diperoleh/diterima orang pribadi
atas badan karena pengalihan hak atas tanah atau bangunan dan perjanjian
pengikatan jual beli atas tanah atau bangunan.
3. Tarif dan dasar pengenaan pajak
Tarif PPh pengalihan hak ats tanah atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual
beli atsa tanah atau bangunan adalah
a. Sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau
bangunan pengalihan hak atas tanah atau bangunan berupa rumah
sederhana atau rumah susun sedrhana yang dilajukan oelh wajib pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
b. Sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau
bangunan berupa rumah sakit sederhana dan rumah susun sederhana yang
dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah atau bangunan; atau
c. Sebesar 0% atas pengalihan hak atas tanah atau bangunan kepada
pemerintah, badanusaha milik negara yang mendapat penugasa khusus dari
pemerintah, atau badan usha milik daerah yang mendapat oenugasan
khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentinagn umum.
Dasar pengenaan pajak untuk PPh atas pengalihan hak atas tanah atau
bangunan adalah nilai pengalihan hak atas tanah atau bangunan, yaitu:
a. Nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang dalam hal pengalihan
kepada pemerintah;
b. Nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan
perturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad tahun 1908 Nomor 189
beserta perubannya).
c. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh dalam hal pengalihan hak
atas tanah atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi
hubungan istimewa, selain oengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b;
d. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalamhal oengalihan hak
atas tanah atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b; atau
e. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar,
dalam hal pengalihan hak atas tanag atau banguna dilaukan melalui tukar-
menukar,pelepasan hak,penyerahan hak, hinah,waris, atau cara laian yang
disepakati antara para pihak
Dasar pengenaan pajak untuk PPh atas perjanjian pengikatan jual beli atas
tanah atau bangunan adalah jumlah bruto, yaitu:
a. Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan
tanah atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa;atau
b. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam dala oengalihan tanah
atau bangunan dilakukan melalui oengalihan yang dipengaruhi hubungan
istimewa
4. Pemungutan, penyetoran dan pelaporan
a. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
adri pengalihan hak atas tanah atau banguna, wajib menyetor sendiri PPh
yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan
perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang, dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP), dan pada
SSP wajib dicantumkan:
1) nama, alamat, dan NPWP pihak yang mengalihkan orang pribadi atau
badan yang bersangkutan;
2) lokasi tanah dan bangunan yang dialihkan;
3) nama pembeli.
b. Orang pribadi yang nilai pengalihan tidak melebihi Rp60.000.000, tetapi
penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh final
selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan
c. Bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran ayau
pejabat yang menyutujui tukar.-menukar, memungut PPh yang terutang dan
menyetorkannya ke Bank persepsi atau kantor pos dengan menggunakan
SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada orang
pribadi atau badan
d. Orang pribadai atau badan yang melakukan pembayaran sendiri pajak
penghasilan, wajib menyampaikan surat pmberitahuan masa paling lama
tanggal 20 bulan berikutnya stelah bulan dilakukan pengalihan hak atas
tanah atau bangunan atau diterimanya pembayaran
e. Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyutujui tukar-menukar yang melakukan pemungutan pajak penghasilan
wajib menyampaikan surat pemberitahuan masa paling lama tanggal 20
bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak ats tanah atau
bangunan atau duterimanya pembayaran.
5. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak
penghasilan
a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah penghasilan tidak
kena pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah atau
bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan harus satu derajat dengan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan peraturan meneteri keuangan, sepajang hibah tersebut tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
c. Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah atau bangunan
dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
peraturan menteri keuangan, sepanjang hiabah tersebut tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
d. Pengalihan harta berupa tanah atau bangunan karena waris
e. Badan yang melakukanpengalihan harta berupa tanah atau bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah
ditetapkan menteri keuangan untuk menggunakan nilai buku;
f. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa
bangunan dalam rangka melaksanakan perjnjian bangun guna serah,
bangun serah guna, atau pemanfaatan barang miliki negara berupa tanah
atau bangunan atau
g. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang
melakukan pengalihan harta berupa tanah atau bangunan
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA SIMANAN YANG DIBAYARKAN
OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI
1. Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi
orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.
2. Wajib pajak dan objek pajak
Wajib pajak disini adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai
simpanan di koperasi dan memperoleh/menerika bunga atsa simpanannya. Objek
pajak disini adalh bunga simpanan yang diterima oleh anggotanya.
Tidak termasuk dalam bunga simpanan ini adalah bunga simpanan yang diterima
anggota kperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisi haasil usaha. Bunga
simpanan yang jumlahnya tidak melebihi Rp240.000 dalam sebulan, dikecualikan
dari pengenaan PPh ini.
3. Tarif dan dasar pengenaan pajak
Besarnya tarif ini adalah:
a. Sebesar 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan
Rp240.000 per bulan
b. Sebesar 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bungan
simpanan lebih dari Rp240.000 perbulan.
Dasar pengenaan pajak ini adlah jumlah bruto bunga simpanan yang diterma oleh
anggota koperasi. PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarid dikalikan dasar
pengenaan pajak.
4. Pemotongan,penyetoran dan pelaporan
Tata cara pemotongan,penyetoran, dan pelaporan pajak ini diatur sebagai berikut.
a. Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya wajib
melakukan pemotongan PPh sesuai ketentuan yanh berlaku.
b. Koperasi sebagai pemotong pajak wajib memberikan tnda bukti
pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) kepada wajib pajak orang pribadi yang
dipotog PPh setiap melakukan prmotongan
c. Pajak penghasilan yang telah dipotong oelh koperasi,wajib disetor ke kas
negara melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan,
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah mas apajak berakhir
menggunakan SSP
d. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan
penyetoran pajak penghasilan paling lama 20 hari setelah masa pajak
berakhir meg=ngguunaka surat pemberitahuan masa pajak penghasilan
final pasal 4 ayat (2)
Contoh
KSP menuju sejahtera memberikan bunga 12% setahun kepada setiap anggota yang
menyimpan dananya di KSP Menuju Sejahtera. Pada tanggal 25 Maret 2016 KSP Menuju
Sejahtera membayarkan bunga simpanan koperasi kepada beberapa anggotanya. Berikut
anggota yang menerima bunga, jumlah simpanan, bunga yang diterima, pajak yang dipotong
KSP Menuju Sejahtera.
Nama
anggota Jumlah
Bunga PPh
penerima simpanan
bunga
Arin Rp10.000.000 1/12 x 12% x -
Rp10.000.000=
Rp100.000
Bima Rp20.000.000 1/12 x 12% x -
Rp20.000.000=
Rp200.000
Chica Rp30.000.000 1/12 x 12% x 10% x Rp
Rp30.000.000= 300.000 =
Rp300.000 Rp30.000
Dodi Rp40.000.000 1/12 x 12% x 10% x Rp
Rp40.000.000= 400.000 =
Rp400.000 Rp40.000
Penyelesaian:
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Bank Perdana adalah:
Wajib Dasar pengenaan pajak Tarif pajak PPh yang
pajak dipotong
Akbar 6% x Rp 100 juta x 1/12 = Rp 500.000 20% Rp. 50.000
Amelia Rp200.000.000 25% Rp. 50.000.000
PT Rp 50.000.000 4% Rp. 2.000.000
Bangun
Vinvina Rp 15.000.000 10% Rp. 1.500.000
Noveria
Total Rp265.000.000 Rp. 53.600.000
Daftar Pustaka
Resmi,Siti. 2019. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat