Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH WAWASAN PROFESI DAN KEWIRAUSAHAAN

“HUBUNGAN FARMASI DENGAN INSTANSI TERKAIT”

OLEH :

KELAS C5

KELOMPOK III

AMELIA MEYLINDA (15020190087)

SRI RAHAYU RAHMAT (15020190091)

DHEVY TRY PUTRY (15020190095)

TRIANA AULIA SAVITRI (15020190100)

NADIA NURHIDAYAH (15020190104)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVESITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga
kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.. Tanpa
pertolongan dia, mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat memperluas ilmu tentang
hubungan farmasi dengan instansi terkait.
Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih jauhdari
kata sempurna. Itu semua tidak luput dari kodrat kami sebagai manusia biasa yang
tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Sehingga kritikan dan masukan yang
bersifat membangun dari pembaca merupakan sesuatu yang berharga demi perbaikan
kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Makassar, 3 Desember 2019

Kelompok III

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................5
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN...........................................................................................6
1. Keterkaitan farmasi dengan apotek..............................................6
2. Keterkaitan farmasi dengan rumah sakit......................................7
3. Keterkaitan farmasi dengan puskesmas......................................13
4. Keterkaitan farmasi dengan departemen kesehatan.....................14
5. Keterkaitan farmasi dengan dinas kesehatan...............................15
6. Keterkaitan farmasi dengan BPOM.............................................18
7. Keterkaitan farmasi dengan TNI/POLRI.....................................20
BAB III
PENUTUP...................................................................................................21
3.1 Kesimpulan................................................................................21
3.2 Saran..........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah
satuunsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan
pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting 
karenaterkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan
kefarmasian.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang farmasis atau apoteker
melakukan kerja sama dengan banyak instansi terkait dengan tujuan yang sama
sejak awal yaitu mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

4
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana peran farmasi dalam bekerja sama dengan instansi terkait?
1.2.2 Bagaimana farmasi dalam melakukan kerja sama dengan instansi terkait?
1.2.3 Bagaimana Farmasi memiliki keterkaitan dalam hubungan kerja sama
dengan beberapa instansi

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui peran farmasi dengan instansi terkait
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana farmasi melakukan kerjasama dengan
instansi terkait
1.3.3 Untuk mengetahui keterkaitan farmasi dalam hubungan kerja sama dengan
beberapa instansi

1.4 Manfaat penulisan


Untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya penulis ntuk
mengetahui lebih lanjut tentang hubungan farmasi dengan instansi terkait, latar
belakang adanya hubungan kerja sama dibidang farmasi dengan instansi terkait,
alasan mengapa farmasi sangat dibutuhkan dalam instansi terkait.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Farmasi memiliki keterkaitan dalam hubungan kerja sama dengan beberapa


instansi diantaranya :

1. Apotik
Apotik sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Apotik dapat diusahakan oleh lembaga atau
instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah,
perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang
telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Kepala Dinas
Kesehatan setempat.
Semua penyelenggaraan sarana kesehatan, termasuk apotek harus
memiliki izin. UU No.23, tahun 1992, pasal 59, point (3) menyatakan
”Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin
penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perapotekan (PP No.25,
tahun 1980 ) pada Pasal 6, menyatakan ”Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini dan hal-hal teknis lainnya yang belum diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan”.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam hal ini menerbitkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Berarti bahwa KepMenKes No. 1332, tahun 2002,
merupakan amanat dan atau merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari UU No.23 tahun 1992.
Sesuai dengan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker

6
harus mampu memerankan ”Seven Star Pharmacist”sesuai dengan peran
farmasis yang digariskan oleh WHO.
KepMenKes No.1332 tahun 2002, Pasal19 :
1. Point (1) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugas nya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus
menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Point (2) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya,
Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti.
3. Point (5) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin
Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

2. Rumah sakit
Menurut WHO, rumah sakit adalah suatu organisasi sosial dan medis
terpadu yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan baik
penyembuhan maupun pencegahan kepada masyarakat serta merupakan
pusat pendidikan bagi petugas-petugas dibidang kesehatan dan penelitian
dibidang medis.
Menurut Peraturan Menkes Nomor 983 / Menkes / PER / IX / 1992,
rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat
pendidikan dan penelitian. Rumah sakit adalah fasilitas atau sarana
kesehatan bagi salah satu sumber daya kesehatan yang mempunyai tugas
untuk memelihara dan memulihkan kesehatan. Rumah sakit dapat juga
berfungsi sebagai tempat ideal untuk mengembangkan ilmu medis dan
penyakit serta mengembangkan pelayanan obat bagi pasien.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

7
mengidentifikasi, mencegah,dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu.
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Apoteker
khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya
sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif
dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi
optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem
Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep
Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Tujuan pelayanan farmasi :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan

8
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan
keamanannya. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan
dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan medis habis pakai,
pengendalian administrasi.

2. Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

9
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
a. Pengkaijian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
d. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
e. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.

10
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Kegiatan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan
medis habis pakai, pengendalian administrasi.

4. Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
g. Pengkaijian dan pelayanan resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
h. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang

11
pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien.
i. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan
penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
j. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap
disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling
yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker.
k. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
l. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada
dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa, dan terapi.
Tujuan :
1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
2) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
3) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
4) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

12
Tujuan :
5) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit.
6) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat.
7) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi.
8) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

3. Puskesmas
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang melenggarakan
upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan
paegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk
puskesmas. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dadi pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 74
TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas masih belum memenuhi kebutuhan
hukum di masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan; b. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu

13
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS. Pasal 6 (1)
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit
pelayanan berupa ruang farmasi. (2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Pasal 7 Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang
menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib mengikuti
Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini.
4. Departemen Kesehatan
5. Dinas kesehatan
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Suku Dnias Kesehatan
a. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Sesuai Jabatan Fungsional
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukan
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian
dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuna organisasi.
Adapun tugas pokok dan fungsi apoteker sesuai dengan
jabatan fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota antara lain:
1. Apoteker Pertama
a. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan
rencana kegiatan kefarmasian.
b. Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka
pemilihan perbekalan farmasi
c. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam
rangka pemilihan perbekalan farmasi.
d. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan
farmasi
e. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka
penyimpanan perbekalan farmasi

14
f. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam
rangka penghapusan perbekalan farmasi
g. Meracik obat resep individu dalam rangka Dispensing.
h. Pelayanan informasi obat
i. Konseling obat (Departemen Kesehata Republik
Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker
dan Angka Kreditnya)
2. Apoteker Muda
a. Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka
pentiapan rencana kegiatan kefarmasian.
b. Membuat rencana kerja dalam rangka penyiapan
rencana kegiatan kefarmasian.
c. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka
pemilihan perbekalan farmasi.
d. Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok
perbekalan farmasi.
e. Menyusun rencana kebutuhan dalam rangka
perencanaan, perbekalan farmasi.
f. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian
perbekalan farmasi.
g. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan dalam rangka pengadaan
perbekalan farmasi melalui jalur pembelian.
h. Mengajukan usulan obat program dalam rangka
pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur non
pembelian.
i. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan dalam rangka pengadaan
perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian.
j. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka
penyimpan perbekalan farmasi.

15
k. Mengelompokkan perbekalan farmasi dalam rangka
penyimpanan perbekalan farmasi.
l. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka
pebdistribusian perbekalan farmasi.
m. Membuat jadwal penghapusan dalam rangka
penghapusan perbekalan farmasi.
n. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan
farmasi.
o. Memeriksa obat dalam rangka dosis unit.
p. Pelayanan informasi obat.
q. Konseling obat.
3. Apoteker Madya
a. Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka penyiapan
rencana kegiatan kefarmasian.
b. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan
perbekalan farmasi
c. Menganalisis usulan pembelian dalam rangka
pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur oembelian.
d. Menilai barang droping dalam rangka pengadaan
perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian.
e. Memeriksa catatan atau bukti perbekalan farmasi
dalam rangka penyimpanan perbekalan farmasi.
f. Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka
pengadaan penghapusan perbekalan farmasi.
g. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.
h. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka
Dispensingresep individu.
i. Menyerahkan perbekalan farmasi dalam rangka
Dispensingresep individu.
j. Pelayanan informasi obat.
k. Konseling obat.
4. Apoteker Madya

16
a. Mengawasi proses pemusnahan dalam rangka
penghapusan perbekalan farmasi.
b. Pelayanan informasi obat
c. Konseling obat. (Departemen Kesehata Republik
Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker
dan Angka Kreditnya)

b. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Dalam Jabatan Struktural di


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Jabatan structural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang oegawai dalam
rangka memimpin suatu satuan organisasi.
Pengangkatan pegawai kedalam suatu jabatan structural
kesehatan dilakukan setelah memenuhi persyaratan kualifikasi serta
standar kompetensi jabatan yang akan dipangkunya melalui proses
rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud meliputi
kompetensi dasar, kompetensi bidang dan kompetensi khusus.
Adapun fungsi dan tugas Apoteker dalam jabatan struktural
antara lain:
1. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan.
2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan
pelayanan umum di bidang kesehatan.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan.
4. Pelaksanaan urusan kesekretariatan.
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota
sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi. (Pemerintah
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor
41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah)

17
6. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Kepala Badan POM, Penny K. Lukito  didampingi Deputi II Bid.
Pengawasan OT, Kosmetik dan Prod. Komplemen, Ondri Dwi Sampurno
memastikan proses produksi dan distribusi obat berjalan baik sesuai
dengan standar yang berlaku, melalui kunjungan kerja ke PT. Dexa
Laboratories of Biomolecular Science (DLBS) yang memproduksi bahan
baku aktif obat herbal dalam bentuk fraksi bioaktif dari bahan alam asli
Indonesia. Senin, (13/03). 

Kepala Badan POM mengucapkan selamat dan apresiasi atas


pengembangan obat dan nutrasetikal melalui riset di bidang herbal,
bioteknologi, dan mikroba, sekaligus mendukung program pemerintah
terkait kemandirian bahan baku aktif obat.

“Badan POM sangat mendukung industri farmasi dalam negeri untuk


pengembangan obat berasal dari bahan alam. Pengawalan oleh Badan POM
dengan menerbitkan berbagai pedoman/peraturan serta memberikan
bimbingan teknis dan asistensi”, lanjutnya. 

Badan POM telah menerbitkan pedoman penilaian produk biosimilar


serta pedoman tata laksana dan penilaian obat pengembangan baru. Jadi
diharapkan industri farmasi di Indonesia berani mengembangkan
biosimilar/produk bioteknologi. 

Dalam kunjungan yang diterima langsung oleh Presiden Direktur


Dexa Group, Ferry A. Soetikno dan Direktur Eksekutif DLBS, Raymond
R. Tjandrawinata, Kepala Badan POM menyampaikan bahwa ke depan
diharapkan DLBS senantiasa memberikan sumbangsih bagi perkembangan
industri farmasi tanah air dengan menghasilkan produk bermutu. HM-
Rahman

Industri farmasi memiliki peran strategis untuk melindungi kesehatan


masyarakat melalui produksi obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu.
“Sebagai produsen, industri farmasi bertanggung jawab terhadap mutu obat
yang diproduksi sesuai dengan izin edar yang telah disetujui dengan
18
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara menyeluruh
dan konsisten", ujar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam acara
Penggalangan Komitmen  Para Pelaku Usaha Industri Farmasi dalam
rangka Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha dalam Menerapkan
Ketentuan yang Berlaku di Kemayoran Jakarta Pusat, Jumat (22/12).

Penggalangan komitmen ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran


industri farmasi bahwa obat merupakan komoditi yang highly regulated,
serta menggalang dan memperkuat komitmen untuk mematuhi persyaratan
CPOB. Karena obat adalah produk yang harus diproduksi dengan terjamin
keamanan, khasiat, dan mutunya sehingga mampu melindungi kesehatan
masyarakat. 

Kegiatan ini merupakan salah satu komitmen Badan POM untuk


mendorong para pelaku usaha dalam meningkatkan kepatuhan terhadap
regulasi dan standar yang berlaku dengan tujuan menjamin obat yang
beredar aman, bermutu, dan berkhasiat.

“Badan POM akan terus mengawal peningkatan kemandirian industri


farmasi di Indonesia. Apabila tidak ada perubahan terhadap kemandirian
dalam menjamin mutu obat yang diproduksi, maka Badan POM tidak akan
segan-segan melakukan tindakan tegas”, tutup Kepala Badan POM. HM-
Diyan.

7. TNI/POLRI
Di intansi pemerintahan, apoteker jugadapat bekerja dibagian
administrasi pelayanan obat pada instansi pemerintah khusunya
TNI/POLRI yang mendistirubusikan obat dan pelayanan kesehatan khusus
angkatan TNI’POLRI.
Lembaga Farmasi jajaran TNI dituntut harus mampu meningkatkan
pelayanannya, khususnya penyediaan obat-obatan di Rumah Sakit TNI.
Selanjutnya, TNI mengharapkan dengan tercukupinya kebutuhan
obat-obatan di Rumah Sakit TNI, nantinya dapat bermanfaat bagi
prajurit TNI beserta keluarganya. Selain itu, dengan obat-obatan yang

19
mencukupi dapat membantu masyarakat secara luas dalam mendapatkan
pelayanankesehatan.
Perlu diketahui bahwa  Lembaga Farmasi jajaran TNI mempunyai
tugas pokok antara lain, membantu fungsi pelayanan kesehatan atas
ketersediaan obat atau produk kesehatan lainnya untuk prajurit dan
PNS TNI serta keluarganya. Selain itu, memberikan jasa dan informasi
yang terbaik terhadap penggunaan obat (rational use of drug) serta terlibat
secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada penggunaan kekuatan
untuk prajurit tugas operasi

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Karena banyaknya instansi yang berkaitan dengan farmasi, oleh karena itu
tenaga kefarmasian dapat meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek atau
instansi mengingat farmasis dan apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dan luas dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang aman, bermutu dan berkualitas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adelina Br Ginting.2009. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Kota Medan. Medan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi.
Jakarta:Ikatan Apoteker Indonesia
Joseph Max,dkk.2011.Hubungan Tenaga Kefarmasian dengan Karakteristik
Puskesmas dan Praktik Kedarmasian di Puskesmas.Riset Fasilitas Kesehatan
Nasional
KepMenKes N0.1332 tahun 2002. Pasal 19 tentang Peran Apoteker
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian,
Supardi, Sudipyo.2012.Evaluasi Peran Apoteker Berdasarkan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian.Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Jakarta Pusat
www.https.bpom.go.id
https://lib.ui.ac.id
https://www.jpnn.com/news/lembaga-farmasi-tni-harus-mampu-melayani-kesehatan-
prajurit

22

Anda mungkin juga menyukai