Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

EKONOMI PANGAN DAN GIZI


“Masalah Gizi dan Pangan di daerah Banjarbaru”

Dosen Pembimbing : Dr. Meila Dwi Andrestian, SP., M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Dinisa Amalia (P07131118125)
Gusti Silvia Fitriyani Sofyan (P07131118129)
Lifia Yasmin (P07131118136)
Noor Safitri (P07131118146)
Rizni Aulia Rahmah (P07131118158)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN GIZI
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Banjarbaru, 2 Februari 2020

Kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan dan gizi merupakan salah satu faktor yang terkait erat dengan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat yang terpenuhi kebutuhan
dengan mutu gizi seimbang lebih mampu berpartisipasi dalam pembangunan.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang kompleks dan saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Beberapa metode pendekatan yang dilakukan dalam
menentukan penilaian keadaan pangan dan gizi dapat dilakukan dengan cara menilai
konsumsi dan kebiasaan makan serta menilai status gizi pada suatu daerah atau
kelompok tertentu. Tiap daerah mempunyai masalah pangan dan gizi yang berbeda
dengan daerah lainnya. Wilayah tempat penduduk bermukim turut menentukan pola
konsumsi masyarakat tersebut (Augustyn, 2002).
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini,salah
satunya yaitu mengenai persoalan Balita Pendek ( stunting ).Stunting dapat di
diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umuryang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari giziyang tidak memadai.
Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untukmencapai potensi genetik
sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000)
Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak
mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat gizi
makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008). Zat gizi makro merupakan zat gizi yang
menyediakan energi bagi tubuh dan diperlukan dalam pertumbuhan, termasuk di
dalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak.Sedangkan zat gizi mikro
merupakan zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh lainnya,
misalnya dalam memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat besi. Termasuk
di dalamnya adalah vitamin dan mineral.
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi disebabkan oleh
banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab stunting yaitu asupan makan tidak seimbang
(berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,
lemak, mineral, vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan
riwayat penyakit (UNICEF, 2007).
Secara garis besar penyebab stunting dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tingkatan yaitu tingkatan masyarakat, rumah tangga (keluarga) dan individu. Pada
tingkat rumah tangga (keluarga), kualitas dan kuantitas 3 makanan yang tidak
memadai, tingkat pendapatan, pola asuh makan anak yang tidak memadai, pelayanan
kesehatan dasar yang tidak memadai menjadi faktor penyebab stunting, dimana
faktor-faktor ini terjadi akibat faktor pada tingkat masyarakat (UNICEF, 2007).
Pangan dan gizi merupakan salah satu faktor yang terkait erat dengan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat yang terpenuhi kebutuhan
dengan mutu gizi seimbang lebih mampu berpartisipasi dalam pembangunan.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang kompleks dan saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Beberapa metode pendekatan yang dilakukan dalam
menentukan penilaian keadaan pangan dan gizi dapat dilakukan dengan cara menilai
konsumsi dan kebiasaan makan serta menilai status gizi pada suatu daerah atau
kelompok tertentu. Tiap daerah mempunyai masalah pangan dan gizi yang berbeda
dengan daerah lainnya. Wilayah tempat penduduk bermukim turut menentukan pola
konsumsi masyarakat tersebut (Augustyn, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja masalah pangan dan gizi di Kota Banjarbaru dan sekitarnya?
1.2.2 Bagaimana cara menanggulangi masalah pangan dan gizi yang ada di
kota Banjarbaru dan sekitarnya
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan masalah pangan dan gizi di Kota Banjarbaru dan
sekitarnya
1.3.2 Menjelaskan cara menaggulangi masalah pangan dan gizi yang ada di
kota Banjarbaru dan sekitarnya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Masalah Gizi (Stunting) di Banjarbaru

Wartaniaga.com, Banjarbaru – Kasus stunting menjadi perhatian serius bagi


Pemerintah Kota Banjarbaru. Pasalnya data kasus stunting tersebut meningkat
dibeberapa wilayah di kota yang berjuluk kota idaman ini.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Rusmadi mengatakan kasus stunting itu
banyak ditemui di Kelurahan Liang Anggang. Setidaknya angka stunting naik 10,3
persen. Data tersebut menjadi masalah serius di Kelurahan Liang Anggang. Namun,
hal itu, menjadi dasar perhatian oleh pihaknya untuk memaksimakan kinerja dalam
meminimalisir stunting.
“Ya, kita mendapatkan laporan dibulan ini angka tertinggi yang mengalami
stunting terdapat kelurahan di Liang Anggang yang mencapai 10, 3 persen. Ini
merupakan angka serius dalam Intervenjsi kita,” ujarnya kepada Wartaniaga.com
diruang kerjanya, Kamis (5/9).
Menurutnya, angka tersebut akan meningkat bila masyarakat belum sadar akan
masalah stunting itu sendiri. Untuk itu, tetap dipantau oleh Dinas Kesehatan Kota
supaya mendapat antisipasi pencegahan kekerdilan yang di mulai sejak balita.
“Kita akan terus pantau perkembangannya dan berupaya mengurangi angka
stunting itu sendiri, namun masyarakat juga harus sadar pentingnya kasus stunting itu
sendiri, serta rutin cek kesehatan sejak balita,” ucapnya.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, jumlah penderita berat kurang di
kalangan anak balita mencapai 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0%
gizi kurang, sementara prevalensi kegemukan pada anak balita secara nasional
berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan mencapai 14% (Zatnika,
2011).
Prevalensi anak stunting 35,6% yang artinya 1 diantara 3 anak kemungkinan
besar tubuhnya pendek. Pada kegiatan baseline data yang dilakukan oleh mahasiswa
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin pada tanggal 5-10 Nopember 2012 di
Kelurahan Landasan Ulin Tengah Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru
ditemukan 26% balita dengan status gizi kurang dan 8% status gizi buruk menurut
indeks berat badan per umur. Selain itu terdapat 44% balita pendek menurut tinggi
badan per umur dan 10% balita kurus dan 8% balita kurus sekali menurut indeks
berat badan menurut tinggi badan.
Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan
seperti pada kasus tertentu (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis
ekonomi).
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya.
Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah
kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan dan masalah kesempatan
kerja.
Ada beberapa faktor yang sering merupakan penyebab gangguan gizi baik
langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung adalah konsumsi pangan dan
kemampuan tubuh untuk menggunakan zat-zat gizi. Kedua faktor utama ini
ditentukan oleh berbagai sub faktor yang paling berkaitan yaitu tersedianya pangan,
daya beli dan tingkah laku manusia (Depkes RI, 1999).
Konsumsi pangan sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya
gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka
peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh (Suparyanto, 2012). Tingkat konsumsi
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan
adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuhdalam susunan hidangan dan
perbandingannya antara satu dengan yang lain. Apabila konsumsi baik kualitasnya
dan dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan tubuh maka akan memberikan kondisi
atau keadaan yang baik, sebaliknya konsumsi yang kurang, baik kualitas dan
kuantitas akan memberikan kondisi kesehatan dan gizi yang kurang atau kondisi
defisiensi (Sediaoetama, 2000).
Selain faktor-faktor di atas ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi gizi
diantaranya sosial budaya, sosial ekonomi (pendapatan dan pekerjaan), antropometri,
data demografi keluarga (jumlah anggota keluarga, jarak kelahiran anak), kesehatan
ibu dan anak (KIA), pengetahuan gizi, pendidikan, kesehatan lingkungan dan
sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik
keluarga balita dengan status gizi kurang dan buruk di Kelurahan Landasan Ulin
Tengah Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru.

2.2 Pencegahan Stunting di Kota Banjarbaru


apahabar.com, BANJARMASIN – Melalui aksi gerakan makan ikan, Pemkot
Banjarbaru berupaya melakukan pencegahan penyakit stunting terhadap anak usia
dini.
“Dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat,” ucap Ketua HIMPAUDI Banjarbaru,
Norhayati melalui siaran pers yang diterima apahabar.com, Sabtu (16/11) pagi.
Ia mengatakan terdapat beberapa tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Di
antaranya yakni menumbuhkan minat makan ikan sehat dan bergizi sejak usia dini.
Sementara itu, Bunda PAUD Kota Banjarbaru, Ririen Nadjmi Adhani
mengatakan Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius
terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Seperti halnya kegagalan
pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek atau yang biasa disebut
stunting,  kurus dan gemuk.
Di mana perkembangan selanjutnya seorang anak yang kurang gizi akan
mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan, sehingga berdampak pada
rendahnya produktivitas di masa dewasa. Mengkonsumsi ikan sejak dini dinilai
penting. Lantaran kandungan gizi pada ikan sangat baik untuk kecerdasan otak,
pertumbuhan, dan perkembangan anak. Dengan meningkatkan dan
menggalakan Gerakan Masyarakat Makan Ikan, ia berharap agar lebih meningkatkan
status gizi masyarakat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diambil dari kegiatan baseline data yang dilakukan oleh mahasiswa Jurusan
Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin pada tanggal 5-10 Nopember 2012 di
Kelurahan Landasan Ulin Tengah Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru
ditemukan 26% balita dengan status gizi kurang dan 8% status gizi buruk menurut
indeks berat badan per umur. Selain itu terdapat 44% balita pendek menurut tinggi
badan per umur dan 10% balita kurus dan 8% balita kurus sekali menurut indeks
berat badan menurut tinggi badan.
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya.
Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Melalui aksi gerakan makan ikan, Pemkot Banjarbaru berupaya
melakukan pencegahan penyakit stunting terhadap anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

Adminwartaniaga, 2019. Kecamatan Liang Anggang Tertinggi Kasus Stunting di


Banjarbaru. Diambil dari https://wartaniaga.com/2019/09/angka-stunting-di-
banjarbaru-meningkat-103-persen/ diakses pada tanggal 2 Februari 2020

Cahya, Lutfi. 2017. Tugas-1 Makalah Ilmu Gizi. Diambil dari


https://www.academia.edu/36712494/TUGAS_1-Makalah_Ilmu_Gizi diakses
pada tanggal 2 Februari 2020

Nazmudin, 2019. Pemkot Banjarbaru Cegah Stuntung Melalui Gerakan Makan Ikan.
Diambil dari https://apahabar.com/2019/11/pemkot-banjarbaru-cegah-stunting-
melalui-gerakan-makan-ikan/ diakses pada tanggal 2 Februari 2020

http://eprints.ums.ac.id/39825/2/BAB%20I.pdf diakses pada tanggal 2 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai