Oleh :
DYAH BAYU FRAMESTHI
NPM. 169020017
Oleh :
Dyah Bayu Framesthi
NPM. 169020017
Abstrak
Arah kebijakan perhubungan perkeretaapian sebagaimana yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor : 3 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Perhubungan, yaitu meliputi Peningkatan kualitas pelayanan
melalui peningkatan kondisi pelayanan prasarana dan sarana angkutan
perkeretaapian salah satunya dengan reaktivasi jalur dan pembangunan jalur baru
angkutan perkeretaapian. Di Garut terdapat jalur KA yang kini sudah tidak aktif lagi
yaitu Jalur kereta api Cibatu-Garut-Cikajang yang menghubungkan Stasiun Cibatu
dengan Stasiun Cikajang, jalur ini harus dihentikan pengoperasiannya karena
banyak rel-rel yang sudah berkarat dan kurang layak sehingga sangat berbahaya
untuk operasional kereta api. Program Pemerintah Daerah melalui Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut tahun 2011-2031 terkait sistem jaringan
perkeretaapian, memiliki wacana untuk pengaktifan kembali stasiun dan jalur
kereta api Cibatu-Cikajang. Hal ini selaras dengan program yang dicanangkan
Pemerintah Pusat untuk mengembangkan perkeretaapian didaerah salah satunya
dengan menghidupkan kembali lintas-lintas yang non aktif. Sebagai program
pemerintdah dalam upaya peningkatan pelayanan maka diperlukan kajian terhadap
beberapa aspek yang akan menjadi pertimbangan kajian pengembangan jalur kereta
api dengan seperti geografis, geologi, tata ruang serta aspek teknis transportasi,
ekonomi, dan melakukan identifikasi awal terhadap dampak lingkungan yang
mungkin terjadi terkait dengan rencana pembangunan jalur kereta api pada lintas
tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan berwawasan lingkungan.
Abstract
The direction of railroad transportation policy as stipulated in Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor : 3 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan,
which includes improving the quality of services through improving the conditions of
railroad infrastructure and facilities, one of which is by reactivating the lane and
constructing a new railway transportation lane. In Garut there is a railway line that is
no longer active, Cibatu-Garut-Cikajang railway line which connects Cibatu Station
with Cikajang Station, this line must be stopped because many tracks are already
rusted and are inadequate so it is very dangerous for train operations. The Regional
Government Program Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut tahun 2011-
2031 related to the railroad network system, has a discourse for reactivation of
Cibatu-Cikajang railway stations. This is in line with the program launched by the
Central Government to develop railways in one of the areas by reviving non-active
traffic. As a government program in an effort to improve services, it is necessary to
study several aspects that will be considered in the study of the development of
railroad lines such as geography, geology, spatial planning and technical aspects of
transportation, economics, and initial identification of environmental impacts that
may occur related to the plan the construction of railroad lines in the cross section is
in accordance with the goals of sustainable development.
1. PENDAHULUAN
Arah kebijakan perhubungan perkeretaapian sebagaimana yang dituangkan
dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor : 3 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Perhubungan, yaitu meliputi Peningkatan kualitas pelayanan
melalui peningkatan kondisi pelayanan prasarana dan sarana angkutan
perkeretaapian salah satunya dengan reaktivasi jalur dan pembangunan jalur baru
angkutan perkeretaapian. Kabupaten Garut merupakan sebuah Kabupaten di
Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di
utara, Kabupaten Tasikmalaya di timur, Samudera Hindia di selatan, serta
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung di barat. Sebagian besar wilayah
kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran
rendah yang sempit. Bedasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten
Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan
dan Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan.
Garut memiliki sarana Transportasi seperti Delman Kuda, Ojek Sepeda Motor,
Angkutan Pedesaan (Angdes) dari berbagai desa menuju Kota Kecamatan, Angkutan
Kota (Angkot), Minibus dari berbagai kecamatan menuju Kota Garut dan Bus besar
dengan jurusan Garut - Jakarta. Garut juga dilewati oleh lintasan Kereta Api yang
berasal/menuju Jakarta dan terdapat beberapa KA yang berhenti di beberapa
Stasiun Kereta Api di Garut seperti Stasiun Malangbong, Stasiun Cibatu, dan Stasiun
Leles. Selain dilewati oleh lintas KA tersebut, di Garut juga terdapat jalur KA yang
kini sudah tidak aktif lagi yaitu Jalur kereta api Cibatu-Garut-Cikajang yang
menghubungkan Stasiun Cibatu dengan Stasiun Cikajang. Jalur ini merupakan jalur
tertinggi di Indonesia dan dulunya lokomotif yang melewati jalur ini merupakan
lokomotif kuat seperti CC50. Namun jalur yang mempunyai panorama yang sangat
bagus ini harus dihentikan pengoperasiannya karena banyak rel-rel yang sudah
berkarat dan kurang layak sehingga sangat berbahaya untuk operasional kereta api.
Dahulu pernah juga hadir KA Ketel menuju Cikajang, namun karena kurang
menguntungkan akhirnya dihapus, sam-pai akhirnya lintas Garut-Cikajang ditutup
pada September 1982 dan lintas Cibatu-Garut pada 9 Desember 1983. Sebelum
dinonaktifkan, jalur ini pernah dilayani dengan lokomotif diesel namun karena
kemampuan operasionalnya terus menurun, akhirnya dinonaktifkan. Jalur ini
merupakan jalur andalan bagi warga Garut saat itu terutama untuk memasarkan
komoditi seperti sayur-sayuran, beras, buah-buahan ke wilayah Garut dan
sekitarnya.
Program Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Garut tahun 2011-2031 terkait sistem jaringan perkeretaapian, memiliki
wecana untuk pengaktifan kembali stasiun dan jalur kereta api Cibatu-Cikajang. Hal
ini selaras dengan program yang dicanangkan Pemerintah Pusat untuk
mengembangkan perkeretaapian didaerah salah satunya dengan menghidupkan
kembali lintas-lintas yang non aktif.
Pemerintah melalui programnya menetapkan sikap dasar yang sangat
memerhatikan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan. Hal ini dapat
ditemukan dengan dimasukkannya program pembangunan lingkungan dalam wujud
Bab 4 dalam REPELITA II berdasarkan butir 10 Pendahuluan BAB III GBHN 1973-
1978. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1975 dibentuk
Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam. Tugas panitia ini adalah
menelaah secara nasional polapola permintaan dan persediaan serta perkembangan
teknologi, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Hal ini dilakukan dengan
tujuan menilai implikasi sosial, ekonomis, ekologis dan politis dari polapola tersebut
untuk dijadikan dasar penentuan kebijaksanaan, pemanfaatan serta
pengamanannya sebagai salah satu sumber daya pembangunan nasional. 1
Pada dasarnya tujuan pembangunan adalah tercapainya standar
kesejahteraan yang adil dan merata bagi hidup manusia. Karena aspek
kesejahteraan yang adil dan merata di setiap wilayah harus diupayakan, dalam
pelaksanaan pembangunan, manusia memiliki hak dan kewajiban yang diatur
sedemikian rupa sehingga kedudukan manusia sebagai subjek dan objek
pembangunan dapat terwujud. Akan tetapi, pelaksanaan hak dan kewajiban
manusia dalam mencapai kesejahteraan harus memerhatikan kelestarian
lingkungan alam serta tetap tersedianya sumber daya yang diperlukan. Sejalan
dengan hal tersebut maka pada upaya mencapai tujuan pembangunan, pemerintah
melakukan upaya reaktivasi jalur KA antara Cikajang – Garut – Cibatu ini, dan
mewujudkan pelaksanaan program tersebut diperlukan terlebih dahulu kajian
terhadap beberapa aspek kebijakan maupun aspek lingkungan sebagai bahan
pertimbangan rekativasi, diantaranya yaitu:
1. Potensi daerah, RTRW dan Tatrawil/Tatralok wilayah studi.
2. Melakukan kajian pengembangan jalur kereta api dengan mempertimbangkan,
geografis, geologi, tata ruang serta aspek teknis transportasi, ekonomi, dan
lingkungan sebagai bagian dari pembangunan berwawasan lingkungan
3. Melakukan identifikasi awal terhadap dampak lingkungan yang mungkin terjadi
terkait dengan rencana pembangunan jalur kereta api pada lintas tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reaktivasi Jalur Kereta Api
Reaktivasi secara umum dapat didefinisikan sebagai pengaktifan kembali.
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang bergerak
di rel. Kereta api umumnya terdiri dari lokomotif yang dikemudikan oleh tenaga
manusia yang disebut masinis dengan bantuan mesin dan rangkaian kereta atau
gerbong sebagai tempat pengangkutan barang dan atau penumpang. Rangkaian
kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat
penumpang atau barangdalam skala yang besar.
Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha
memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan
darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Menurut Salim (2004)
angkutan kereta api adalah penyediaan jasa-jasa transportasi di atas rel untuk
membawa barang dan penumpang. Kereta api memberikan pelayanan
keselamatan, nyaman, dan aman bagi penumpang.
1
Koesnadi Hardjasoemantri, 2002, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, Hal 47-48.
2.2 Ekologi Administrasi
Ekologi administrasi merupakan lingkungan yang dipengaruhi dan
memengaruhi administrasi, yaitu politik, ekonomi, budaya, teknologi, security
(keamanan), dan natural resource (sumber daya alam). Peran suatu masyarakat
dalam bidang politik (infrastruktur), ekonomi (pendapatan/institusi), sosial budaya
(pendidikan dan agama), dan hankam (tentram/tertib) jelas sangat memengaruhi
jalannya roda pemerintahan. Sebaliknya, administrasi negara juga akan
memengaruhi faktor-faktor lingkungannya, dengan jalan membina, menata, dan
memproses kelangsungan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2 Secara praktis, ruang lingkungan
dapat ditentukan oleh faktor alam, sosial, dan sebagainya. Secara teoretis, batas
lingkungan sulit untuk ditentukan.
Adapun administrasi secara sempit berasal dari kata administratie (bahasa
Belanda), meliputi kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan,
pembuatan agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. 3 Dalam arti
sempit tersebut, administrasi adalah kegiatan yang bersifat tulis-menulis. Dengan
demikian, administrasi dapat dipandang sebagai kegiatan tata usaha, seperti
mengetik, mengirim surat, dan menyimpan arsip. Dalam arti luas, administrasi
meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4
Menurut George Terry, administrasi adalah perencanaan, pengendalian, dan
pengorganisasian pekerjaan perkantoran, serta penggerakan mereka yang
melaksanakannya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 5 Menurut The Liang
Gie (1980), administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh sekelompok orang dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.6
Pendapat lain mengenai administrasi dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1994)
bahwa administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau
lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.7
Faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan dimensi
lingkungan, politik, kultur, hukum, politik, ekonomi, teknologi, struktur, manusia,
pilihan strategi, kewenangan, pembagian tugas, spesialisasi, proses dan prosedur
pengoperasian, harus dipertimbangkan karena turut menentukan keberhasilan
mencapai tujuan. Dalam hubungan itu, Olsen (2004) mengutip pandangan John M.
Gaus: “The six factors are: people, place, physical technology, social technology, whises
and ideas, catastrophe, and personality”. Riggs berpendapat bahwa faktor-faktor
ekologi administrasi negara, yaitu economic foundation, social structure,
communication network, ideological/symbol patterns and political system. Nigro
menyarankan faktor-faktor ekologi administrasi negara, antara lain population
changes, advances in physyical technology, advances in social inventions, and
ideological environment.8
2
Dr. Sahya Anggara, M.Si. 2018. Ekologi Administrasi Holistik, Kontemporer, Dan
Kontekstual. Bandung : Pustaka Setia. Hal 23.
3
Soewarno Handayaningrat, 1988, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Manajemen, Jakarta:
Masasung. Hal 2.
4
Sondang P. Siagian, 1976, Administrasi dan Pembangunan, Jakarta: Gunung Agung, Hal 1.
5
George R. Winardi Terry, 1986, Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni, Hal 41.
6
The Liang Gie, 1980, Administrasi Perkantoran Modern, Cetakan Ke-10, Yogyakarta: Nur
Cahaya, Hal 9.
7
Sondang P. Siagian, 1994, Organisasi, Kepemimpinan, Perilaku Administrasi, Jakarta: Haji
Mas Agung, Hal 3.
Masalah lingkungan sangat berkaitan dengan sistem. Rusaknya sistem tersebut
akan merusak hidup manusia. Kerusakan lingkungan yang terjadi secara global
merupakan tanggung jawab bersama.
8
Dr. Sahya Anggara, M.Si. 2018. Ekologi Administrasi Holistik, Kontemporer, Dan
Kontekstual. Bandung : Pustaka Setia. Hal 27-28.
9
DR. Lina Warlina, M. Ed. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan
Pengelolaan Lingkungan. Hal 5 Manajemen Pembangunan LIngkungan. PWKL4409/Modul 1
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 sebelumnya, definisi
Pembangunan berkelanjutan agak berbeda, yaitu:
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
Pada hakikatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas
memanfaatkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga
merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumber
daya alam hayati dan nonhayati) dan lingkungan binaan (sumber daya manusia dan
buatan) sehingga sifat interaksi ataupun interdependensi antarkeduanya tetap
dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi ataupun eksploitasi
komponenkomponen sumber daya alam untuk pembangunan harus seimbang
dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan.
Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap
upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan
keberlanjutan fungsi alam semesta. Upaya peningkatan kesejahteraan manusia
harus seiring dengan kelestarian fungsi sumber daya alam agar keseimbangan
lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun
kualitasnya.
3. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis deskriptif.
Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku Contoh Metode Penelitian, metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Menurut Sugiyono (2009: 29) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah
suatu metode yangb erfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum. Menurut Whitney (1960: 160) metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat
penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya.
4. PEMBAHASAN
Pertumbuhan penduduk yang relatif cepat berimplikasi pada ketersediaan
lahan yang cukup untuk menopang tuntutan kesejahteraan hidup. Sementara
adanya limitasi lahan yang tersedia bersifat tetap dan tidak bisa bertambah
sehingga menambah beban lingkungan hidup. Perkembangan yang ada sebagai
implikasi dari sebuah pembangunan berdampak pada daya dukung alam yang
ternyata semakin tidak seimbang dengan laju tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidup penduduk.
Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi
Jawa Barat bagian Selatan, pusat pemerintahan di Kecamatan Tarogong Kidul.
Secara geografis terletak diantara 6 057’34” – 7044’57” Lintang Selatan dan 107 024’3”
– 108024’34” Bujur Timur, dengan luas administrasi total 306.519 Ha (3.065,19
km²). Batasan wilayah admisitrasi Kabupaten Garut adalah sebagai berikut :
10
BPS. 2018. Kabupaten Garut Dalam Angka Tahun 2018. Badan Pusat Statistik Kab. Garut
140,000 130,016
120,859124,901
120,000
98,849 100,686
100,000 88,746
83,855
80,000 74,865
69,845
60,000 46,514
51,496
40,269 39,758 40,317
40,000 26,579
20,000
-
Sehingga jika diakumulasi dengan panjang total 46,2 km, sepanjang jalur
Cibatu – Garut – Cikajang, maka yang masih bisa tetap dipakai (direaktivasi) adalah
sepajang 27.6 km dengan prosentase sebesar 60% dan yang jalur membutuhkan
(harus) dibuat alternativenya yaitu sepanjang 18.6 km yaitu 40%. Hal ini
disebabkan karena sudah menjadi permukiman padat penduduk yang memiliki
beban sscial dan politik.
Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan apalagi yang bersifat fisik
dan berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam jelas mengandung resiko
terjadinya perubahan ekosistem yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak,
baik yang bersifat negatif maupun yang positif. Oleh karena itu, kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan seharusnya selain berwawasan sosial dan
ekonomi juga harus berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan
lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber
daya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan
untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
Keberadaan trase jalur kereta api antara Cibatu – Garut – Cikajang eksisting
secara umum sudah dapat dikatakan rusak parah yang secara teknis trase jalur
eksshisting ini tidak dapat dipergunakan secara keseluruhan. Selain itu pada
daerah-daerah tertentu terutama di wilayah Garut Kota dan sekitarnya, trase jalur
kereta api sudah ditempati permukiman penduduk, pasar tradisional dan
sebagainya. Dengan kondisi trase jalur kereta api eksisting seperti dijelaskan di atas,
maka ada pemikiran melakukan pemindahan trase ke daerah yang lebih terbuka
lahannya. Untuk itu diperlukan kajian trase kereta api alternatif yang antara Cibatu
– Garut – Cikajang yang akan dipilih menjadi trase jalur kereta api yang terbaik
sebagai pengganti trase jalur eksisting atau masih memakai trase jalur eksisting.
Berdasarkan peta-peta yang ada seperti peta kontur BIG, peta tata guna lahan,
dan peta lainnya, dan keberadaan lokasi pemukiman padat serta pertimbangan
teknis, maka ditetapkan 4 (empat) alternatif trase Cibatu – Garut – Cikajang, yaitu:
1. Alternatif 1; rencana trase kereta api keseluruhannya merupakan jalur Kerta
Api Cibatu – Garut – Cikajang eksisting.
2. Alternatif 2; rencana trase kereta api merupakan jalur Kerta Api Cibatu – Garut
– Cikajang eksisting, dengan perbaikan lengkung-lengkung yang kecil,
3. Alternatif 3; rencana trase kereta api merupakan jalur Kerta Api Cibatu – Garut
– Cikajang eksisting, dengan perbaikan gabungan beberapa lengkung-lengkung
yang kecil.
4. Alternatif 4; rencana trase kereta api merupakan jalur Kerta Api Cibatu – Garut
– Cikajang eksisting, dengan menghindari daerah-daerah padat perumahan
terutama di daerah Garut Kota.
Kesadaran dan kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa sehingga UU No. 4 Tahun
1982 (UULH) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Undangundang baru ini diundangkan
pada tanggal 19 September 1997, yaitu UndangUndang No. 23 Tahun 1997 yang
disingkat UndangUndang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). 11 Masih banyak
peraturan lain yang ditetapkan sebagai aturan operasional, baik dalam bentuk
Keputusan Presiden maupun Peraturan Menteri.
Dalam prespektif pembangunan yang berwawasan lingkungan, manusia
dipandang sebagai subjek dan objek pembangunan. Dikatakan subjek pembangunan
karena ia merupakan pelaksana pembangunan. Adapun dikatakan objek
pembangunan karena sasaran hasil pembangunan pada hakikatnya untuk
kepentingan manusia. Dengan kata lain, pembangunan dilaksanakan oleh dan untuk
manusia.12 Pada dasarnya tujuan pembangunan adalah tercapainya standar
kesejahteraan yang adil dan merata bagi hidup manusia. Karena aspek
kesejahteraan yang adil dan merata di setiap wilayah harus diupayakan, dalam
pelaksanaan pembangunan, manusia memiliki hak dan kewajiban yang diatur
sedemikian rupa sehingga kedudukan manusia sebagai subjek dan objek
pembangunan dapat terwujud. Akan tetapi, pelaksanaan hak dan kewajiban
manusia dalam mencapai kesejahteraan harus memerhatikan kelestarian
lingkungan alam serta tetap tersedianya sumber daya yang diperlukan. Sumber daya
lingkungan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia mempunyai
keterbatasan dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut
kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya lingkungan juga mempunyai keterbatasan
menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan pengelolaan
yang bijaksana, rasional, cerdas, dan bertanggung jawab. Dalam pengelolaan sumber
daya lingkungan, manusia perlu berdasar pada prinsip ekoefisiensi. Artinya, tidak
merusak ekosistem, pengambilan secara efisien dalam memikirkan kelanjutan
sumber daya yang ada dan keberlangsungan hidup manusia serta makhluk lainnya.
Pemanfaatan sumber daya alam tidak dimaksudkan untuk menguras habis
kekayaan yang terkandung di alam, tetapi bertujuan pada terwujudnya tata
pengelolaan keberadaan sumber daya alam untuk mendukung kesejahteraan
manusia. Akan tetapi, pemanfaatan sumber daya alam tersebut sering merusak
alam. Kasuskasus pencemaran dan kerusakan lingkungan (pencemaran udara,
pencemaran air, pencemaran tanah, serta kerusakan hutan) terjadi karena perilaku
dan aktivitas manusia yang tidak bijaksana dan tidak cerdas dan tidak bertanggung
jawab. Akibatnya ekosistem lingkungan menjadi terganggu. Jika dibiarkan, perilaku
manusia atas lingkungannya yang “merusak” ini akan menghambat pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini,
keberadaan psikologi lingkungan memegang peranan penting. Psikologi lingkungan
merupakan proses untuk membangun manusia yang sadar dan peduli terhadap
lingkungannya secara total (keseluruhan) serta segala masalah yang berkaitan
dengannya. Psikologi lingkungan mengantar manusia yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap dan tingkah laku serta memotivasi manusia untuk membangun
11
Koesnadi Hardjasoemantri, 2002, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, Hal 66.
12
R.P. Misra, 1991, Regional Development Planning: Search for Bearing, Nagoya: UNCRD,
hlm. 213.
komitmen bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk
memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini dan mencegah timbulnya
masalah baru.
Dalam rencana reaktivasi Jalur KA antara Cibatu – Garut – Cikajang diperlukan
suatu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mencakup tiga tahap
kegiatan, yaitu:
a. Tahap Pra-Konstruksi
Dampak Potensial yang diperkirakan akan terjadi pada tahapan pra-Konstruksi
yaitu penetapan segment reaktivasi trase jalur KA dan kegiatan pembebasan
lahan adalah keresahan masyarakat, rawan konflik sosial dan konflik
penggunaan lahan.
b. Tahap Konstruksi
1. Pembuatan dan Pengoperasian Base Camp
Pada beberapa lokasi di site proyek akan dibangun base camp yang akan
berfungsi sebagai kantor proyek, penginapan buruh dan gudang material
dan peralatan. Adapun dampak-dampak yang akan terjadi dari kegiatan
tersebut adalah (a) pencemaran tanah karena tetesan olie; (b)
menurunnya estetika lingkungan; (c) gangguan pada habitat fauna, dan (d)
ketidakserasian interaksi sosial antara pekerja pendatang dengan
penduduk setempat.
2. Mobilisasi Alat Berat dan Pengangkutan Material Konstruksi
Untuk mendukung kelancaran pembangunan jalur jalan kereta api akan
digunakan sedikitnya 6 jenis peralatan berat yaitu: Bulldozer, Excavator,
Vibrator Roller, Dump Truck, Wheel Loader, Crane, dll. Dampak-dampak
potensial yang diperkirakan akan terjadi meliputi (a) menurunnya kualitas
udara; (b) meningkatnya kebisingan, dan (c) kerusakan pada tanaman.
3. Mobilisasi Tenaga Kerja
Kegiatan mobilisasi tenaga kerja diperkirakan akan menimbulkan
dampak-dampak: (a) kesempatan kerja, dan (b) kecemburuan sosial
tenaga kerja lokal.
4. Pembangunan Track
5. Pekerjaan pemasangan track diperkirakan akan menimbulkan dampak
gangguan lalu lintas, walaupun bersifat lokal.
c. Tahap Pasca Konstruksi/Tahap Operasi
1. Pengoperasian Kereta Api
Pengoperasian kereta api akan dilaksanakan segera setelah
pembangunannya selesai dilaksanakan. Dampak-dampak yang
diperkirakan akan timbul yaitu (a) meningkatnya kebisingan; (b)
pengembangan wilayah/aktivitas ekonomi; (c) potensi kecelakaan, dan (d)
gangguan lalulintas.
2. Pemeliharaan Jalan Kereta Api
Kegiatan pemeliharaan yang meliputi pemeliharaan rel kereta api, sistem
sinyal, kereta, diperkirakan akan menimbulkan dampak positif yaitu
kelancaran operasi kereta api.
Berdasarkan tiga tahapan rencana kegiatan tersebut akan dilihat pengaruh
timbal balik dengan komponen lingkungan, yang potensial menimbulkan dampak
dan dituangkan dalam matriks interaksi antara komponen lingkungan. Secara
lengkap tahapan kegiatan dan dampak yang akan diperkirakan akan terjadi serta
alternatif penanganannya dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Matriks Interaksi Tahapan Kegiatan dan Komponen-komponen
Lingkungan Reaktivasi Jalan KA Cikajang – Garut – Cibatu
Sumber : Kemenhub. 2016. Final Report. FS Reaktivasi Jalur KA Cikajang – Garut – Cibatu.
Tabel 4. Matriks Identifikasi Dampak dan Alternatif Penanganan
Kegiatan yang
Tahapan Dampak yang Diperkirakan
No. Berpotensi Alternatif Penanganan
Kegiatan Akan Timbul
Menimbulkan Dampak
I. Tahap Pra Penetapan segment trase - Keresahan Masyarakat - Sosialisasi
Konstruksi reaktivasi jalur KA dan - Rawan konflik sosial - Melakukan pendekatan
kegiatan pembebasan lahan - Konflik penggunaan lahan kepada tokoh masyarakat
- Memberikan uang
kerohiman dan ganti rugi
yang layak.
II. Tahap Pembuatan dan - Pencemaran tanah - Memilih lokasi base camp
Konstruksi Pengoperasian Base Camp - Menurunnya estetika yang tidak mengganggu
lingkungan lingkungan dan
- Gangguan pada habitat mengembalikan ke kondisi
fauna semula setelah selesai
- Ketidakserasian interaksi
sosial
Mobilisasi Alat Berat dan - Menurunnya kualitas udara - Direncanakan jalur khusus
Pengangkutan Material - Meningkatnya kebisingan mobilisasi alat berat dan
Konstruksi - Kerusakan pada vegetasi material
Mobilisasi Tenaga Kerja - Kesempatan kerja - Mengikutsertakan tenaga
- Kecemburuan sosial tenaga lokal dalam pembangunan
kerja lokal
Pekerjaan Pembangunan - Gangguan lalu lintas - Membuat jadwal kerja yang
Track meminimalis gangguan lalu
lintas
- Pemasangan rambu-rambu
III. Tahap Pengoperasian Kereta Api - Meningkatnya kebisingan - Pemilihan teknologi sarana
Pasca - Pengembangan - Pemasangan rambu-rambu
Konstruksi wilayah/aktivitas ekonomi dan pintu perlintasan
- Kerawanan kecelakaan
- Gangguan lalu lintas
Pemeliharaan/Maintenance - Kelancaran operasi Kereta - Pemeliharaan secara rutin
Api dan berkala baik sarana
maupun prasarana
Sumber : Kemenhub. 2016. Final Report. FS Reaktivasi Jalur KA Cikajang – Garut – Cibatu.
13
S. Yusuf, 2006, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya,
hlm. 195.
g. Prinsip pembebanan biaya pada penyebab. Kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh pihak tertentu akan menyebabkan kerugian bagi seluruh
masyarakat. Tidak adil jika seluruh masyarakat harus menanggung akibatnya.
Pihak penyebab kerusakan lingkungan harus bertanggung jawab sehingga
kerusakan lingkungan dapat diatasi.
5. KESIMPULAN
Faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan dimensi
lingkungan, politik, kultur, hukum, politik, ekonomi, teknologi, struktur, manusia,
pilihan strategi, kewenangan, pembagian tugas, spesialisasi, proses dan prosedur
pengoperasian, harus dipertimbangkan karena turut menentukan keberhasilan
mencapai tujuan.
Ekologi administrasi merupakan lingkungan yang dipengaruhi dan
memengaruhi administrasi, yaitu politik, ekonomi, budaya, teknologi, security
(keamanan), dan natural resource (sumber daya alam). Peran suatu masyarakat
dalam bidang politik (infrastruktur), ekonomi (pendapatan/institusi), sosial budaya
(pendidikan dan agama), dan hankam (tentram/tertib) jelas sangat memengaruhi
jalannya roda pemerintahan. Sebaliknya, administrasi negara juga akan
memengaruhi faktor-faktor lingkungannya, dengan jalan membina, menata, dan
memproses kelangsungan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pelaksanaan program pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Realisasi program pembangunan hanya dapat berlangsung
berkat dukungan lingkungan yang tidak saja sebagai penyedia sumber daya untuk
keperluan pelaksanaan program pembangunan tetapi juga sebagai penerima
dampak dari pelaksanaan program tersebut. Hal ini berarti bahwa kegiatan
program pembangunan akan dapat terus berlangsung apabila lingkungan selalu
dalam kondisi mampu mendukung pelaksanaan program pembangunan. Dengan
kata lain, program pembangunan harus dilaksanakan sejalan dengan penerapan
upaya-upaya pengelolaan lingkungan sehingga dampak yang timbul akibat
pelaksanaan program pembangunan tidak menyebabkan menurunnya kualitas
lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan dari proses pembangunan itu sendiri.
Dengan adanya Reaktivasi Jalur KA Cikajang – Garut – Cibatu akan membentuk
pola perilaku manusia yang terinspirasi dan berwawasan lingkungan merupakan
salah satu dasar penetapan tujuan umum (goal) dalam psikologi lingkungan. Seiring
dengan tujuan tersebut, untuk membantu manusia sebagai pelaku pembangunan
yang berwawasan lingkungan, psikologi lingkungan merancang metode yaitu
dengan (a) membangun kesadaran, (b) transfer pengetahuan, (c) pengembangan
sikap, (d) pemberian keterampilan, (e) partisipasi dan observasi, serta (f) evaluasi
dan refleksi.
Beberapa rumusan yang memuat sikap dan tanggung jawab terhadap
lingkungan, dengan adanya Reaktivasi Jalur KA antara Cikajang – Garut – Cibatu
yaitu sebagai berikut:
‐ Manusia harus menghormati alam.
‐ Manusia harus menanamkan kesadaran akan tanggung jawab khusus terhadap
lingkungan lokal sendiri agar lingkungan bersih, sehat, dan alamiah.
‐ Manusia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer.
‐ Solidaritas dengan generasigenerasi yang akan datang harus menjadi acuan
dalam pengelolaan lingkungan.
‐ Etika lingkungan hidup baru memuat larangan keras untuk merusak,
mengotori, dan meracuni, mematikan, menghabiskan, menyianyiakan, dan
melumpuhkan alam sebagian atau keseluruhan.
‐ Perlu dikembangkan prinsip proporsionalitas. Pembangunan pasti akan
mengubah atau merusak lingkungan, baik sedikit maupun banyak.
‐ Prinsip pembebanan biaya pada penyebab. Kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh pihak tertentu akan menyebabkan kerugian bagi seluruh
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Sahya, Dr. M.Si. 2018. Ekologi Administrasi Holistik, Kontemporer, Dan
Kontekstual. Bandung : Pustaka Setia.
BPS. 2018. Kabupaten Garut Dalam Angka Tahun 2018. Badan Pusat Statistik Kab.
Garut.
George R. Winardi Terry. 1986. Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni.
Handayaningrat, Soewarno. 1988. Pengantar Studi Ilmu Administrasi Manajemen,
Jakarta: Masasung.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2002. Hukum Tata Lingkungan,. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kementerian Perhubungan. 2016. Studi Kelayakan Reaktivasi Jalur Kereta Api
antara Cikajang – Garut – Cibatu. Direktorat Jendral Perhubungan Darat.
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
R. P. Misra. 1991. Regional Development Planning: Search for Bearing, Nagoya:
UNCRD.
Sondang P. Siagian. 1976. Administrasi dan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung,
Sondang P. Siagian. 1994. Organisasi, Kepemimpinan, Perilaku Administrasi. Jakarta:
Haji Mas Agung.
S. Yusuf. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
The Liang Gie. 1980. Administrasi Perkantoran Modern, Cetakan Ke-10. Yogyakarta:
Nur Cahaya,
Warlina, Lina. DR. M. Ed. 2015. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berwawasan
Lingkungan dan Pengelolaan Lingkungan. Manajemen Pembangunan
LIngkungan. PWKL4409/Modul 1.