Anda di halaman 1dari 7

PENATALAKSANAAN KEHAMILAN DENGAN

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)


NO DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

RSUP DR. M.
DJAMIL
PADANG
Disahkan oleh:
Direktur Utama
PROSEDUR
Tanggal Terbit
TETAP
Dr.H.Suchyar Iskandar, M.Kes
NIP. 140 123 093
1. Tujuan Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan janin karena
HIV-AIDS
2. Ruang Lingkup Semua ibu hamil dengan usia kehamilan preterm dan aterm
dengan HIV, tenaga medik dan paramedik di Instalasi Rawat
Inap dan Rawat Jalan RSUP dr. M. Djamil Padang
3. Tanggung Jawab  Direktur utama bertanggung jawab dalam memutuskan
SOP
 Direktur pelayanan bertanggung jawab dalam
penyediaan dana, sarana dan prasarana sehingga SOP ini
dapat terlaksana.
 Direktur umum, SDM, bertanggung jawab dalam
penyediaan SDM sehingga SOP ini terlaksana.
 Ka.SMF Obstetri & Ginekologi bertanggung jawab
dalam koordinasi pelaksanaan SOP di SMF.
 Konsulen ruangan/Konsulen jaga bertanggung jawab
dalam pelaksanaan SOP diruangan/saat konsulen jaga.
 Chief Residen (CR) bertanggung jawab dalam
pelaksanaan langsung SOP diruangan/saat jaga.
 Ka.IRNA bertanggung jawab dalam penyediaan sarana
di tingkat IRNA sehingga SOP dapat terlaksana.
 Ka.Ruangan bertanggung jawab dalam membantu
kelancaran pelaksanaan SOP.
4. Prosedur  Penatalaksanaan dimulai dari periode antepartum,
intrapartum dan post partum
 Evaluasi kesejahteraan ibu dan janin
 periksa viral load dan sel CD4
 pemberian HAART ( Highly Active Anti Retroviral
Terapy )
 Tentukan sikap terhadap kehamilannya: konservatif
atau aktif
STANDAR PELAYANAN MEDIS
I. Definisi

Adalah : kehamilan dengan HIV positif

II. Angka Kejadian

80 % kasus AIDS pada wanita terjadi pada usia reproduksi. Penularan


perinatal di Eropa dan New York sebesar 25-30 %. Sedangkan di Thailand
sebesar 19 %.

III. Penularan dan Gejala Klinis

Secara umum penularan HIV pada seseorang bisa melalui :


1. Kontak Seksual ( Homo atau Heteroseksual )
2. Transplasental dan ASI ( Penularan Vertikel dan atau Perinatal )
3. Terpapar dengan darah atau cairan jaringan yang terinfeksi HIV
( Penularan Parenteral ) seperti; transfusi darah, tertusuk jarum suntik, dsb.
Transmisi Infeksi Maternal dan Fetal-Neonatal
Penularan intra uterin
HIV dapat melewati barier plasenta dan masuk kedalam tubuh bayi,
walaupun tidak selalu terjadi tapi dapat terjadi Penularan ini diketahui karena
didapatkan HIV pada jaringan Tymus, Lien, Paru dan Otak janin usia 20
miggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV.

Penularan intra partum


Terjadinya penularan ini karena adanya kontak darah dan sekret ibu dengan
bayi pada saat persalinan.
Penularan post partum
Penularan ini terjadi melalui pemberian ASI pada bayi baru lahir. Adanya
penularan ini dibuktikan dengan terdapatnya HIV yang diisolasi dari ASI.
Secara umum faktor yang mempengaruhi penularan perinatal HIV adalah :
1. Faktor Virus
Semakin tinggi titer virus dalam tubuh ibu maka semakin tinggi tingkat
penularannya atau makin infeksius.
 Kadar RNA-HIV 1000 kopi/ml → rerata transmisi vertikal 2 %
 Kadar RNA-HIV 10000 kopi/ml → rerata transmisi vertikal 11 %
 Kadar RNA-HIV 100000 kopi/ml → rerata transmisi vertikal 40 %
2. Faktor Host ( ibu hamil )
Berhubungan dengan daya tahan ibu hamil atau sistem kekebalan tubuh
( jumlah sel T CD4 ), nutrisi dan ada tidaknya anemia dalam kehamilan.
3. Faktor Obstetrik
Dipengaruhi oleh cara dan lamanya persalinan berlangsung, prosedur dan
peralatan yang digunakan selama kehamilan dan persalianan, internal
fetal dan labor monitoring selama persalinan, episiotomi, pemasangan
kateter urine, forseps dan vakum ekstraksi hanya dilakukan untuk
menyelamatkan ibu dan janin, ruptur membran artificial, resiko
meningkat jika ketuban pecah > 4 jam sebelum persalinan.
4. Faktor Bayi
Tergantung pada kondisi bayi yaitu aterm atau premature dan ada
tidaknya lecet pada bayi akibat proses persalinan.

Gejala Klinis
Terdapat gejala ginekologik yang unik pada wanita penderita HIV seperti
gangguan menstruasi, neoplasma genital, PMS yang lainnya, dan
kontrasepsi yang overlap dengan kehamilan (Ceftin, 2003, Stuart dan
Castano,2003). Kehamilan yang berulang tidak mempunyai efek yang
signifikan terhadap klinis ataupun status imunologis terhadap infeksi
virus (Minkoff,dkk 2003). Penderita HIV-AIDS juga mempunyai resiko
yang meningkat untuk berkembanganya keganasan seperti Sarcoma
Kaposi, Ca.cervix, dan Lymphoma.
WHO Disease Staging System untuk Infeksi HIV-AIDS
a) Stadium I : Infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan AIDS
b) Stadium II : Termasuk gejal klinis mukokutaneus minor dan ISPA
yang berulang
c)Stadium III : Termasuk diare kronik yang tidak bisa diterangkan
untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan, infeksi bakteri berat dan TB
paru.
d) Stadium IV : Termasuk Toxoplasmosis otak, kandidiasi esophagus,
trakea, bronkus atau paru dan sarcoma Kaposi. Penyakit-penyakit ini
digunakan sebagai indikator AIDS.

IV. Tes Serologik


Enzim Immuno Assay (EIA) digunakan sebagai tes penyaring terhadap
antibodi HIV dan menjadi protokol tes standar. Sensitifitas dan spesifisitas
dari tes ELISA (Enzym Linked Immuno Assay Adsorbed) adalah 99 %
ketika hasil reaktifnya berulang.

V. Penatalaksanaan
Penanganan AntePartum ( Prenatal Care)
Konseling
Informasi yang perlu diberikan antara lain ;
 Apa arti anti HIV positif, Wester Blot positif
 Apa itu HIV, AIDS, dan bagaimana prognosannya
 Pengaruh HIV pada kehamilan dan sebaliknya
 Resiko terjadinya penularan perinatal HIV terhadap bayi baru lahir
 Pemberian obat anti virus (AZT)
Pemeriksaan Antenatal
Dilakukan pemeriksaan antenatal seperti biasa, tetapi perlu dilakukan
eksplorasi mengenai partner hubungan seksual, apakah pernah menderita
penyakit hubungan seksual (STD) atau pernah mendapatkan tranfusi darah,
dan apakah sering mendapatkan pengobatan dengan suntikan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain ;
 Foto Thorax untuk mengetahui adanya pneumonia
 Pemeriksaan imunologik ; Th, Tc, IgA
 Pemeriksaan ; TORCH, Lues, GO, Candida, Chlamydia, VHB
I.4. Pemberian Obat Anti Virus
Pemberian obat anti virus pada ibu hamil dengan HIV akan menurunkan
jumlah virus sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya penularan
perinatal. Ada beberapa macam obat anti virus yang banyak dipakai antara
lain; Zidovudine, Azido Dideoxy Thymidine (AZT). Dosis yang dianjurkan
adalah 100 mg 4 kali sehari mulai dari kehamilan 14-34 minggu. Pada
persalinan diberikan secara bolus 2 mg/kgBB, diteruskan dengan infus 1
mg/kgBB/hari samapi terjadinya persalinan. Bayi yang baru lahir diberikan
syrup AZT 2 mg/kgBB 12 jam post partum, setiap 6 jam sampai umur 6
minggu. Denagn cara ini penularan perinatal dapat diturunkan dari 25,5 %
menjadi 8,3 5 (Anderson J.R,1995).

II. Penanganan Intra Partum


Kewaspadaan menyeluruh atau Universal Precaution harus diperhatikan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penularan dari ibu ke bayi,
penolong maupun petugas kesehatan lainnya. Hindari memecahkan ketuban
pada awal persalinan, terjadinya partus lama, dan laserasi pada ibu maupun
bayi. Oleh karena itu pada keadaan kemacetan persalinan, maka tindakan SC
adalah lebih baik daripada memaksakan persalinan pervaginam.
Petugas kesehatan harus memakai sarung tangan Vynil, bukan saja pada
pertolongan persalinan tetapi juga pada waktu membersihkan darah, bekas air
ketuban, dan bahan lain dari pasien yang melahirkan dengan HIV. Penolong
persalinan harus memakai kaca mata pelindung, masker, baju operasi yang
tidak tembus air, dan harus sering kali membersihkan dan mencuci tangan.
Membersihkan lender atau air ketuban dari mulut bayi hatus memakai mesin
isap, tidak dengan kateter yang diisap dengan mulut (Crombleholme W.R,
1990). Bayi yang baru lahir segera dimandikan dengan air yang mengandung
desinfektan yang tidak menganggu bayi (Roongpisuthipong A, 1995).
III. Penanganan Pasca Persalinan
Pada pasca persalinan dilakukan pencegahan terjadinya penularan melalui
ASI, disamping penularan parenteral melalui suntikan dan luka lecet pada
bayi. Pencegahan penulran dengan ASI dilkukan dengan mencegah
pemberian ASI, tetapi pada negara yang sedang berkembang hal ini masih
menjadi perdebatan karena dikwatirkan bayi tidak mendapat pengganti ASI.
Neonatus diberikan Zidovudin syrup 2 mg/kgBB 4 kali sehari selama 6
minggu pertama kehidupannya. Ibu pengidap HIV harus dinasehatkan untuk
mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi. Metode kontrasepsi
barier efektif mencegah transmisi virus.
Pilihan Persalinan (Seksio Sesaria atau Persalinan Pervaginam)
Peranan cara persalinan dalam menurunkan transmisi vertikal masih belum
jelas. Transmisi perinatal menurun sekitar 50 % ketika dilakukan SC
dibandingkan persalinan pervaginam. Pemberian antiretroviral pada periode
prenatal, intrapartum, dan pada neonatal dengan tindakan persalinan SC dapat
menurunkan transmisi perinatal sampai 87 % dibandingkan metode
persalinan lain yang tanpa pemberian antiretroviral. Pada pemberian AZT 3
dosis yaitu sebelum melahirkan secara oral, selama persalinan secara
intravena, dan pada neonatus secara oral, telah terbukti dapat menurunkan
rat-rata trasmisi vertikal sampai 2/3-nya yaitu dari 25 % menjadi 8 % ( Jill
Chadman,1998).
SC elektif dapat direkomendasikan pada keadaan sbb;
1. Viral load (titer RNA-HIV) tidak diketahui atau > 1000 kopi/ml yang
diperiksa pada usia kehamilan 36 minggu
2. Tidak mendapat satupun obat anti-HIV atau hanya mendapat AZT saja
selama kehamilan. Pada SC elektif, AZT diberikan 3 jam sebelum operasi
dan dilanjutkan sampai lahir.
3. Tidak melakukan prenatal care sampai usia klehamilan 36 mg atau lebih.
SC elektif paling efektif dalam menurunkan transmisi vertikal pada usia
kehamilan 38 minggu, sehingga dilakukan pada saat ini.
Persalinan Pervaginam dapat direkomendasikan pada keadaan sbb;
1. Prenatal care yang teratur selama kehamilan
2. Viral load < 1000 kopi/ml yang diperiksa pada usia kehamilan 36 mg.
3. Mendapat AZT dengan atau tanpa obat anti-HIV lainnya.
Persalinan pervaginam juga direkomendasikan jika selaput ketuban pecah dan
proses persalinan berlangsung dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Minnesota Departement of Health. World AIDS Day 2005. diakses dari


http://www.worldaids campaign.info/.
2. Putu Surya IG. Human Immuno Deficiency Virus Pada Kehamilan. Ilmu
Kedokteran Fetomaternal. ed. perdana. editor Hariadi R. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI. Surabaya. 2004
3. Cunningham FG, Leveno KJ, et al. Human Immuno Deficiency Virus
Infection. Williams ´Obstetric. 22st ed. Mc.Graw Hill Publishing Division New
York, 2005
4. AIDS and Anti HIV drugs. AIDS info. diakses dari
http://www.ovc.voguelph.ca/Bio med/HIV/AIDS
5. Rauscher M. Perinatal HIV Transmission Now Most Likely to Occur In Utero.
last update 02-02-2005. from Journal Acquir Immune Def Syndr 2005;38:87-
95.
6. DeCherney AH, Pernoll ML. Human Immuno Deficiency Virus Infection.
Current Obstetric & Gynaecologic Diagnosis and Treatment,1994.

Anda mungkin juga menyukai