Anda di halaman 1dari 10

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Korupsi sudah sering kita dengar saat ini, baik di media masa maupun media
elektronik. Korupsi berada di sekitar kita, bahkan mungkin kita tidak
menyadarinya.Korupsi bisa terjadi mulai dari hal yang sangat kecil dan sepele sampai
dengan hal yang besar. Korupsi juga bisa terjadi di rumah, di sekolah, di masyarakat,
maupun di insatansi tertinggi serta dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan
korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat
menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari
korupsi akan dapat merusaknya.Maraknya praktek korupsi di Indonesia tampaknya
sudah sangat parah. Korupsi terlanjur kuat, tak terkendali, dan menjadi sistem
tersendiri yang mengakar di Indonesia.Orang yang awalnya baik, dapat dengan mudah
berubah menjadi korup. Hal ini menyebabkan kepercayaan publik terhadap instansi
pemerintah menurun drastis.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir
di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan
rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.
Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita
ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas
korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka
jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan
negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa
dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan
birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi
sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang,
dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak Korupsi terhadap Ekonomi?
2. Apa dampak Korupsi terhadap Sosial Kemiskinan?
3. Apa dampak Korupsi terhadap Birokrasi Pemerintahan?

1
Bab II Pembahasan

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih
tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”.
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah
sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan
ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah
korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and
deliction injurious to the economy are often labeled corrupt”.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa
dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan

2
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang
yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.

A. Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi

Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam


bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan
dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan,
misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan
mendorong terjadinya inefisiensi.
Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang
produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya
menyumbangkan negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost
memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh
konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
kesejahteraan masyarakat yang turun.
Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal
ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka
atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan
program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi
juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga kerja).
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi
sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan hubungan antara
korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi,
pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan
kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi
memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan
jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,
yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan
maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi
yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian
secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran

3
ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke
kantong pribadi pejabat.
Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila
korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi,
yaitu:

1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi

Korupsi bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi


dalam negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA)
yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana,
karena permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain
masalah stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC (Political and Economic Risk
Consultancy) pada akhirnya hal ini akan menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia,
khususnya investasi asing karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal ini jelas karena
terjadinya tindak korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan yang secara langsung
maupun tidak mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk
menanamkan investasinya ke Indonesia.
Kondisi negara yang korup akan membuat pengusaha multinasional
meninggalkannya, karena investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena
memiliki ‘biaya siluman’ yang tinggi. Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan
dampak korupsi pada pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara
langsung dan tidak langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi
ekonomi dan pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu
negara adalah ancaman serius bagi investasi yang ditanam.

2. Penurunan Produktifitas

Dengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat
disanggah lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan
terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
pengembangan kapasitas. Penurunan produktifitas ini juga akan menyebabkan permasalahan
yang lain, seperti tingginya angka PHK dan meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari
penurunan produktifitas ini adalah kemiskinan masyarakat.

3. Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik

Ini adalah sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi
apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang
melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang
baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan
tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Rusaknya jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah
yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan
masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan

4
sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat
korupsi. Korupsi menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah tersedia
lebih banyak.
Pejabat birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk
menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi berakibat
menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-
syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material dan produksi, syarat-syarat kesehatan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah.

4. Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak

Sebagian besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat
penting untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa
publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara. Di
Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk
mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di
mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan
pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak
sangat penting bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga
pada akhirnya.
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa
banyak sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan memperkaya diri sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat
juga pada percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak
ketidakadilan tersebut.

5. Meningkatnya Hutang Negara

Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua
negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut
untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena
resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur
penting. Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang
semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang,
Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011
mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang
fantastis. Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar
(pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar
US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut
terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi
utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang
dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010,

5
jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun). Posisi
utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar.
Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang
Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai
utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar
pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri
swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang
pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak
non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar
Bila melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan
untuk kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk
menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa
membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini
digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara besar-
besaran.

B. Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan

Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat korupsi,
diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial
lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan konglemerat
dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti
ini masih sering kita temui ditengah–tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana
cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi
biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun minim
manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye
dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin
dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan
pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum
miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan
tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika
seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini
dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah
“kalau bias dipersulit kenapa dipermudah”.
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat
miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan,
pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan
harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan
semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah
menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya
kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas.
Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut
telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui
kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para
koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara
meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan
sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin

6
C. Dampak Korupsi Teradap Birokrasi Pemerintahan

Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling
rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency
International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara
sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk
kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis, yaitu
korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai
dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan,
serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang untuk
melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang
pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa
uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi
yang kedua, muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu
lintas, agar si pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan,
muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan
bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer
yang seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria
Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:

Ø Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan


bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi nasional.
Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli
pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain
di luar APBN.
Ø Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha
keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
Ø Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan
rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi
menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di
perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di
lapangan.
Ø Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semanagat
profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan
nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan
nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia
lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi
kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis
besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara
masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais
dengan para perwira yang berorientasi komersial.

7
8
Bab III Penutup
A. Kesimpulan

Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap


kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan
keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang
mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran
terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara
dan publik.
Korupsi telah menjadi budaya yang mendarah daging dinegara kita tercinta ini.
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti selalu orang yang
belakangan yang memperbaiki dan menambahkan namun korupsi dalam segala bentuknya
dirasakan masih tetap mengganas.Korupsi mengakibatkan dampak negatif dari berbagai
sektor.
Dampak dari korupsi itu sendiri sangat merugikan rakyat dan negara ini. dengan demikian
suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan tuntutan pemerintahan
yang layak. hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan
sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.

B. Saran
Pendidikan anti korupsi harus dilakukan mulai daridini agar masyarakat sadar dampak
yang terjadi akibat korupsi.Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam menindak
lanjutimasalah korupsi yang dilakukan oleh para koruptor

9
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/18556161/DAMPAK_KORUPSI_Autosaved
https://www.academia.edu/16556517/makalah_dampak_korupsi_roni
http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dampak-tindakan-korupsi.html.
http://nothing-page.blogspot.co.id/2013/09/korupsi-data-makalah.html.
http://korupsidampakdalambeebagaiaspek.blogspot.com/2016/04/makalah-dampak-tindakan-
korupsi.html

10

Anda mungkin juga menyukai