Anda di halaman 1dari 17

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den1, Den2,
Den3 dan Den4, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar
antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul
pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik
(di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.
Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue
(DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari,
pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan

jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan


permeabilitas pembuluh.
Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan
pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24-48 jam, adalah masa paling
kritis, dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah ke gangguan peredaran
darah. Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan
tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif),
derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain, derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu
nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi
(sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah, serta derajat IV yang ditandai dengan
syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.

B. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS),
ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi. Host
alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke
dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari serotipe yaitu Den1,
Den2, Den3 dan Den4. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30
kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan,
dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia
Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang,
setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian
setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi
dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus
dengue melalui gigitan nyamuk setempat.
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak
137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR)
0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89%. Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan
nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris
serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi
penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui
perkawinan serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya.
Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di
Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari
beberapa cara penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan
melalui gigitan nyamuk Ae. Aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam
tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik
(dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon
imun.
Penelitian di Jepara dan Ujung pandang menunjukkan bahwa nyamuk
Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di
masyarakat, tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada
manusia karena masih tergantung pada faktor lain seperti vector capacity,
virulensi virus dengue, status kekebalan host dan lain-lain. Vector capacity
dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan
makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik,
umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan
Hospes. Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh
aktivitas manusia, orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih
banyak digigit nyamuk Ae. aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih
aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya
untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia
juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia, sehingga diperkirakan
nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi
frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Kekebalan host terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun
dan penyerapan gizi. Status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseim-
bangan asupan dan penyerapan gizi, khususnya zat gizi makro yang
berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Selain zat gizi makro, disebutkan
pula bahwa zat gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi respon
kekebalan tubuh, apabila terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka
akan merusak sistem imun.

C. ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai empat
jenis serotipe, yaituDEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

D. GAMBARAN KLINIS
Demam dengue digambarkan dengan karakter demam tinggi, sakit kepala
parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, gangguan pernafasan,
muntah, nodus limpa membengkak. Beberapa orang yang terinfeksi mungkin
tidak menimbulkan gejala seperti ini, dan mungkin beberapa orang hanya
menampakkan gejala ringan seperti demam, dan anak kecil barangkali
menampakkan penyakit demam tidak spesifik tapi ringan dengan ruam.
Gejala dari infeksi pertama biasanya ringan. Setelah sembuh, kekebalan
tubuh akan terbentuk selamanya dalam menghadapi serotipe virus dengue.
Meski demikian, kekebalan silang dengan tiga jenis serotipe yang lain setelah
masa penyembuhan hanya lah bersifat sementara dan sebagian saja. Infeksi
berikutnya yang terjadi dengan serotipe lain dari virus dengue akan
cenderung menyebabkan terjadinya dengue parah.
Dengue parah adalah demam parah yang berpotensi menyebabkan
komplikasi. Awalnya, ini menunjukkan gejala demam yang tinggi, biasanya
berlangsung 2 – 7 hari dan bisa mencapai suhu 40 – 41 °C, muka memerah,
dan gejala tidak sepesifik lain dari dengue parah. Kemudian , mungkin terjadi
tanda peringantan seperti sakit perut, terus terusan muntah, nafas kencang,
kelelahan, gelisah, dan adanya efek akibat dari perdarahan seperti kulit
memar, hidung berdarah, dan mungkin terjadi perdarahan internal. Di dalam
kasus dengue parah, ini bisa mengakibatkan kegagalan sirkulasi darah, shok
dan meninggal.

E. PATHOGENESIS
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada
saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada
infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam
sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan
komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan
dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap
serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.
Secara invitro, antibodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent
cellmediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari
antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising
serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS
yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus
infection) dan antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau
hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi
sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe
virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena
antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak
dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius
dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan
memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet
activating factor (PAF), akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement)
infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai
saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks
imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya
cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak di
bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan
terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non
neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila
terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi
proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan
teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.

F. CARA PENULARAN
Tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase viremia yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif
8-12 hari dan tetap infektif selama hidupnya. Virus akan ditularkan ketika
nyamuk tersebut menggigit orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh
manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal
penyakit secara mendadak yaitu demam, pusing, myalgia (nyeri otot),
hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya.

G. DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Menurut WHO (2011), kriteria diagnosis DBD adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan (test torniquet positif, ptekiae,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi serta hematemesis
dan/atau melena.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (ditandai takikardi, perfusi jaringan yang buruk, hipotensi dan
gelisah)
2. Kriteria laboratorium

a. Trombositopenia (<100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi (Hematokrit meningkat >20%)

Jika ditemukan dua kriteria klinik serta trombositopenia atau


hemokonsentrasi, maka dapat ditegakkan diagnosis klinis DBD.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM BERDARAH DENGUE


(DBD)
1. Nilai Rumple Leed
a. Pasang manset tensimeter pada lengan atas
b. Tentukan systole dan diastole
c. Tahan tekanan manset ditengah antara systole dan diastole selama 5
menit
d. Lepas manset
e. Periksa kulit lengan bawah (-) < 5 / 2,5 × 2,5 cm.

2. Pemeriksaan dan Nilai normal


a. Pemeriksaan Hb
1) Prinsip : darah Hcl 0,1 N akan membentuk warna coklat
kemudian bandingkan dengan warna pada batang standar
2) Alat : Hemoglobinometer
3) Nilai normal : ♂ : 14,0 – 17,5 gram/100ml
: ♀ : 12,0 – 16,0 gram/100ml
4) Gambaran kadar Hb = kadar Ht : Meningkat pada hari ketiga
demam
5) Tertinggi pada saat syok
6) Menurun kembali setelah syok teratasi/saat Penyembuhan

b. Hitung jumlah leukosit


1) Metode : Manual (IMP. Neubauer)
2) Prinsip : darah di encerkan 20 × dengan pelarut yang melisiskan
eritrosit + trombosit, lalu leukosit diperiksa dengan mikroskop.
3) Alat : Hemocytometer
4) Nilai normal : 4.000 – 10.000 /mm darah
5) Awal demam : Jumlah leukosit N / sedikit menurun dengan
dominasi sel neutrofil
6) Saat penurunan suhu : leukopenia nyata
7) Saat syok : jumlah leukosit meningkat sampai beberapa hari
setelah syok teratasi

c. Pemeriksaan LED
1) Metode : Westergren
2) Prinsip : Darah + Na. Citrat 3,8 % dimasukkan kedalam pipet
Westergren di tegakkan tegak lurus selama1 jam. Kemudian di
baca kec.mengendapnya sel- sel darah terutama eritrositnya.
3) Nilai normal : ♂ : < 10 mm/jam
: ♀ : < 15 mm/jam
4) Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal
d. Pemeriksaan Hematokrit (HT)
1) Prinsip : darah dengan antikoagulan isotonic dalam tabung diputar
3-5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm sehingga eritrosit didapat
membuat kolom dibagian bawah tabung .tinggi kolom
mencerminkan nilai Ht.
2) Nilai normal : ♂ : 42-45 %
: ♀ : 36-48 %
3) Gambaran kadar Hb = kadar Ht : Meningkat pada hari ketiga
demam
4) Tertinggi pada saat syok
5) Menurun kembali setelah syok teratasi/saat Penyembuhan

e. Trombosit (150.000-350.000)
1) Ditandai dengan perdarahan spontan, waktu perdarahan yang
memanjang
2) Jumlah trombosit 100.000/ ul/ kurang umumnya dianggap
Trombositopenia
3) Masa demam : jumlah trombosit mulai menurun
4) Syok : jumlah trombosit mencapai nilai terendah
5) Masa penyembuhan : secara cepat meningkat 7-10 hari sejak
permulaan penyakit : normal kembali
6) Trombositopenia dan disfungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama perdarahan

3. ELISA
Antibodi
a. Menentukan IgM dan IgG di dalam serum.
1) Infeksi primer
Setelah 3-4 hari akan timbul IgM menurun serta hilang setelah
30-60 hari. Meningkatnya IgM diikuti oleh peningkatan IgG dan
mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian turun perlahan dalam
kadar rendah sampai seumur hidup
2) Infeksi sekunder
IgM telah hilang sedang IgG masih dalam titer yang rendah.
Infeksi virus dengue yang kedua kalinya memacu IgG naik
dengan cepat kemudian diikuti IgM
a) infeksi primer = IgM
b) infeksi sekunder = IgG

4. PCR
a. Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR).
b. Sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat
didapat dan dapat diulang dengan mudah.
c. Dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk.
d. Mahal dalam pelaksanaan test nya

5. Radiologi
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukkan adanya efusi pleura.
Biasanya posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendekteksi
cairan dibandingkan dengan posisi bediri apalagi berbaring.

6. Ultrasonografis (USG)
USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan system pengionan (Sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pancreas.

I. KEGIATAN PENANGGULANGAN KLB DBD


Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) merupakan kader masyarakat yang
secara sukarela memantau keberadaan jentik nyamuk Aedes di lingkungannya
secara rutin melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Tujuan
adanya Jumantik adalah sebagai penggerak peran serta masyarakat dalam
upaya pemberantasan jentik nyamuk Aedes sehingga dapat mengurangi
penularan penyakit DBD.
Saat ini kebijakan mengenai Jumantik diperluas, tidak hanya sebatas
kader masyarakat, melainkan juga semua anggota masyarakat harus
memantau jentik di lingkungannya masing-masing. Melalui Surat Edaran
Nomor PM.01.11/Menkes/591/2016 tentang Pelaksanaan Pemberantasan
Sarang Nyamuk 3M Plus dengan “Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik”
kelompok sasarannya mencakup seluruh anggota masyarakat. Kegiatan
gerakan tersebut antara lain menguras tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan memanfaatkan
kembali barang bekas yang memiliki potensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes.
Adapun yang dimaksud dengan “Plus” adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan gigitan nyamuk seperti menaburkan atau meneteskan larvasida
pada tempat penampungan yang sulit dibersihkan, menggunakan obat
antinyamuk, menggunakan kelambu, memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi
dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah
yang dapat menjadi tepat istiraha nyamuk, dan mulai menggunakan air pancur
(shower) untuk mandi, dengan tujuan mengurangi penggunaan bak mandi.
Sedangkan “Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik” dilakukan di
lingkungan rumah tempat tinggal melalui upaya berikut :
1. Mengajak keluarga dan tetangga di lingkungan sekitar untuk menjadi
jumantik rumah dan melakukan pemantauan jentik nyamuk serta kegiatan
PSN 3M Plus dirumah masing-masing.
2. Berkoordinasi dengan ketua atau pengurus RT setempat dengan
membentuk jumantik lingkungan dan coordinator jumantik.
3. Berkoordinasi dengan ketua/pengurus RW dan RT setempat membentuk
Supervisor jumantik.

Adapun peraturan mengenai keterlibatan masyarakat diatur pada Pasal 6


Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang
menyatakan bahwa upaya penanggulangan wabah dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Tata cara dan syarat peran serta
masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
Pasal 22 pada peraturan tersebut menyatakan bahwa peran serta masyarakat
dalam upaya penanggulangan wabah dilakukan dengan memberikan
informasi adanya penderita atau tersangka penderita, membantu kelancaran
pelaksanaan upaya penanggulangan wabah, menggerakkan motivasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah, dan kegiatan lainnya.
Penanggulangan DBD melalui pemberdayaan masyarakat memerlukan
pendampingan dari fasilitator, baik kader masyarakat maupun tenaga
kesehatan. Peran fasilitator pada awal pemberdayaan masyarakat sangat
diperlukan, namun secara bertahap peran fasilitator akan berkurang hingga
masyarakat mampu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Akan tetapi
yang sering terjadi adalah tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dan Dinas Kesehatan jarang melakukan pendampingan pemberdayaan
masyarakat. Hal ini dikarenakan kurangnya tenaga kesehatan masyarakat
yang semestinya melakukan kegiatan epidemiologi, surveilans kesehatan, dan
promosi kesehatan. Dengan demikian tenaga medis di fasilitas pelayanan
kesehatan dan Dinas Kesehatan selain melakukan tugas dan fungsi yang
sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, juga memegang beberapa
program pengendalian penyakit menular, termasuk di dalamnya
pendampingan upaya pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, masalah
kekurangan tenaga kesehatan masyarakat, terutama tenaga epidemiologi
kesehatan dan tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku di fasilitas
pelayanan kesehatan dan Dinas Kesehatan perlu mendapat perhatian lebih
lanjut.

J. CARA PEMBERANTASAN
Untuk memberantas penyakit DBD, seluruh masyarakat harus menjaga
kebersihan agar rumah dan lingkunganya bebas dari nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti suka berkembang di tempat penampungan air seperti
bak mandi, bak WC, tempayan, drum dan barang barang yang memungkinkan
air tergenang seperti tempat minum burung, pot tanaman air, vas bunga, ban
bekas, kaleng kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa dan lain lain
yang dibuang sembarangan. Oleh karena itu untuk memberantas nyamuk
Aedes aegypti dilakukan dengan cara :
1. Menguras tempat tempat penampungan air sekurang kurangnya
seminggu sekali atau menutupnya rapat rapat atau menaburkan racun
pembasmi jentik (abate) yang disebut dengan istilah abatisasi
2. Mengubur atau menyingkirkan barang barang bekas dan sampah sampah
linya yang dapat menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk. . (Depkes. RI 1999)

Cara cara diatas dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk


Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD). Penyemprotan racun serangga
(fogging) juga dapat membunuh nyamuk, tetapi jika jentik-jentiknya
dibiarkan hidup, maka jentik itu akan menetas menjadi menjadi nyamuk-
nyamuk baru. Dengan demikian penyemprotan tidak dapat memberantas
nyamuk secara tuntas.
Semua keluarga harus diberi informasi tentang penyakit DBD dan
dimotivasi untuk melaksanakan PSN-DBD secara terus-menerus, sehingga
PSN-DBD dan pemeliharaan kebersihan lingkungan menjadi kebiasaan sehari
hari bagi tiap keluarga. Kegiatan pokok yang dapat dilakukan untuk
menggerakan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD adalah:
1. Kunjungan rumah secara berkala untuk memberikan penyuluhan secara
langsung kepada keluarga dan melakukan pemeriksaan jentik.
2. Pertemuan pertemuan kelompok masyarakat seperti arisan, pertemuan
PKK, pengajian, penyuluhan di Posyandu dan lain lain.
3. Kerjabakti secara berkala untuk membersihkan lingkungan dan
melaksanakan PSN-DBD.

Agar kegiatan penggerakan peran serta masyarakat dapat terlaksana


secara berkesinambungan, diperlukan penggerak dari tokoh masyarakat di
desa yang tergabung dalam Kelompok Kerja Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (POKJA DBD) yang mengkordinasikan kegiatan
kegiatan tersebut.

K. PENYULUHAN
Penyuluhan kepada masyarakat merupakan bagian dari upaya promosi
kesehatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengontrol berbagai faktor yang mempengaruhi kesehatannya. Namun
penyuluhan sering kali mempunyai pendekatan dari atas ke bawah (top-
down) di mana pelaksanaan kegiatan didominasi oleh petugas kesehatan,
sedangkan masyarakat ditempatkan sebagai objek kegiatan. Oleh karena itu,
pemberdayaan masyarakat yang mempunyai pendekatan dari bawah ke atas
(bottom-up) dapat dijadikan upaya yang efektif dalam meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.
Dalam peraturan tersebut, pengorganisasian masyarakat merupakan
proses yang mengarah pada terbentuknya kader masyarakat yang bersama
masyarakat dan fasilitator berperan aktif dalam lembaga berbasis masyarakat
sebagai representasi masyarakat yang akan berperan sebagai penggerak
masyarakat dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.

L. EVALUASI PENANGGULANGAN (KLB)


Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-
masing komponennya. Dengan demikian, kegiatan evaluasi program mengacu
pada tujuan, atau dengan kata lain, tujuan tersebut dijadikan ukuran
keberhasilan.
Evaluasi penanggulangan DBD dengan cara mengevaluasi hasil kegiatan
penanggulangan yang telah dilakukan. Jika kegiatan penanggulangan berhasil
dilakukan, maka akan didapatkan hasil kegiatan dengan penurunan jumlah
KLB DBD.
DAFTAR PUSTAKA

• Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi,


Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Thesis, UNDIP Semarang.
• WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar-temen Kesehatan RI; 2003.
• Depkes RI. Pencegahan dan Pemberanta-san Demam Berdarah dengue di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2005.
• P3DI. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa Demam Berdarah Dengue.

Anda mungkin juga menyukai