Jurnal 2 PDF
Jurnal 2 PDF
Abstrak. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas hubungan media yang dilakukan
oleh Universitas Islam Indonesia, saat kejadian Tragedi Diksar Mapala UII. Kejadian tersebut
merupakan krisis karena tidak diduga, terjadi secara mendadak, dan menimbulkan gangguan
pada aktivitas dan citra organisasi.
Hubungan media adalah salah satu aktivitas yang penting dalam manajemen krisis, karena media
massa mampu mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap satu organisasi dalam krisis. Dalam
situasi krisis sendiri, persepsi dapat menjadi lebih kuat daripada fakta. Batasan hubungan media
dalam tulisan ini adalah dalam aspek penyediaan informasi yang terdiri dari : (1) kualitas
narasumber organisasi dan (2) cara organisasi dalam membantu liputan media. Data penelitian
ini diperoleh dengan mewawancarai wartawan dari media di Yogyakarta yang meliput Diksar
Mapala UII. Hasilnya menunjukkan bahwa media membutuhkan narasumber pimpinan tertinggi
universitas. Informasi yang diperoleh dari humas universitas dirasa masih kurang cukup. Dalam
hal upaya organisasi membantu aktivitas liputan, UII dinilai masih kurang cepat dan kurang
terbuka dalam memberikan informasi.
Kata kunci : komunikasi, manajemen krisis, media relations, public relations, perguruan tinggi
Abstract. The purpose of this article is to analyse the media relations activities by Islamic
University of Indonesia (UII), related to crisis "Tragedi Diksar Mapala UII". This incident lead
to crisis because it is unpredictable, happen suddenly, disturb the organizational activities, and
make the organization's image being at risk.
Media relations is one important activites in crisis management. It is because mass media could
affect the public perception toward an organization. In crisis situation, perception could be
stronger than the fact.
The limitation of media relations in this article are information subsidies. Information subsidies
consist of : (1) the quality of news sources that provided by the organization, and (2) how
organization facilitate the news gathering process by the media. The data for this article is being
collected from interview with journalist from the mass media in Yogyakarta. The results are
media want the top management of the universities as the news sources. The information that
being provided by public relations is not enough. The university also lack of quickness and lack
of openess.
mengenai pencapaian positif yang telah tuntutan dalam demonstrasi ini seperti
dicapai (Nurjanah, dkk. 2016: 21). Namun perbaikan kesejahteraan staf kependidikan,
begitu, pihak media masih mengeluhkan hingga penolakan penggusuran kantin
tentang pemilihan tema atau isu yang “Bonbin” di UGM. Demonstrasi ini diikuti
menarik yang sesuai dengan agenda media. oleh sebagian besar mahasiswa dan
Perguruan tinggi terlalu fokus pada sejumlah karyawan. Kajian manajemen isu
informasi kegiatan yang sifatnya seremonial dipilih karena manajemen isu merupakan
dan tidak memiliki urgensi bagi publik bagian dari manajemen krisis, yakni
(Nurjanah, dkk. 2015). mencegah agar sebuah kejadian negative
Kritik media terhadap humas tidak berlanjut menjadi krisis. Hasil
perguruan tinggi semakin besar ketika penelitian menunjukkan bahwa humas UGM
perguruan tinggi tersebut tengah diterpa isu telah melakukan kegiatan manajemen isu,
negative. Wartawan merasa dihalangi dalam namun tidak terstruktur karena tidak
liputan di perguruan tinggi saat berada memiliki prosedur standar dalam hal
dalam situasi negative (Nurjanah, tersebut.
dkk.2015). Artinya dalam hal penyediaan
informasi (Zoch dan Molleda, 2006), Hubungan Media dalam Manajemen
perguruan tinggi bersikap menjaga jarak dan Krisis
cenderung tertutup (Setyanto dan Batasan hubungan media dalam tulisan
Anggarina, 2015) ini adalah penyediaan informasi
Padahal dalam konteks isu negative – (information subsidies). Dalam
termasuk dalam situasi krisis—wartawan menyediakan informasi, organisasi perlu
mencari informasi dari sumber-sumber mengemasnya dengan materi informasi yang
resmi organisasi. Itu berarti organisasi harus mendukung sudut pandang organisasi
proaktif dalam menyediakan informasi dan terhadap peristiwa tertentu dan untuk
menempatakan juru bicara yang memang mengkomunikasikan kepentingan organisasi
memahami konteks situasi krisis. Informasi dalam isu tersebut (Zoch dan Molleda,
tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dari 2006: 284).
wartawan (Zoch dan Molleda, 2006: 294). Penyediaan informasi harus mampu
Selain itu, wartawan juga membutuhkan membuat wartawan dan/atau media menjadi
kemudahan dalam kontak narasumber, tertarik untuk menggunakan informasi
informasi yang cepat, dan transparan tersebut dalam berita mereka. Itu berarti
(Nurjanah, dkk. 2016: 23). dalam menyediakan informasi, organisasi
Penelitian berkaitan dengan manajemen harus menyajikan konten yang menarik dan
krisis di perguruan tinggi memang masih memudahkan wartawan dalam meliput.
belum terlalu banyak. Pasalnya, studi Konten yang menarik dapat diupayakan
mengenai manajemen krisis “masih terlalu dengan, pertama, menggunakan sumber
dominan di perusahaan bisnis. Menurut yang kredibel dalam pernyataan resmi
Gainey : “...much crisis management perusahaan, yakni (pada umumnya) adalah
research focuses on the for profit sector...” pejabat pemerintah dan pimpinan
(Gainey, 2010: 301). perusahaan (Zoch dan Molleda, 2006: 284).
Dalam konteks Indonesia, salah satu Dalam konteks perguruan tinggi,
penelitian terbaru adalah kegiatan dalam konteks perguruan tinggi maka
kehumasan perguruan tinggi dalam kehadiran jajaran pimpinan perguruan tinggi
manajemen isu. Penelitian oleh Ariani (misalkan rektor atau pejabat rektorat)
(2016) berangkat dari kasus demonstrasi dalam memberikan keterangan pada
besar yang terjadi di Universitas Gadjah wartawan dipandang sebagai hal yang
Mada (UGM) pada Mei 2016. Ada sejumlah penting dalam hubungan media. Narasumber
dari top management organisasi memiliki juru bicara yang berbeda memberikan pesan
derajat confidence yang sangat tinggi. Hal yang sama. (Coombs, 2006 : 171-173).
tersebut dapat membuat komunikasi yang Prinsip ketiga adalah keterbukaan.
disampaikan menjadi efektif, karena Prinsip ini masih multtafsir, karena ada
narasumber tersebut sesuai dengan pemahaman yang berbeda-beda mengenai
kebutuhan wartawan (Farihanto, 2014: 59) “keterbukaan” tersebut. Interpretasi pertama
Hal kedua dari penyediaan informasi adalah keterbukaan sebagian (partial
adalah memperhatikan informasi tentang isu disclosure) yakni orang-orang yang ada
serupa dari pihak lain. Ada pun pihak lain dalam organisasi sselalu siap untuk
yang umumnya menjadi pertimbangan berkomunikasi dengan para pemangku
media untuk diwawancarai adalah public kepentingan. Keengganan untuk
relations organisasi atau juru bicara, berkomunikasi akan menimbulkan kesan
presiden, kelompok kepentingan, pengamat bahwa organisasi tersebut sangat tertutup,
ilmiah, dan pengacara. Hal ketiga, hal teknis berusaha menyembunyikan sesuatu, atau
peliputan, organisasi harus memfasilitasi tidak bisa mengatasi masalah. Interpretasi
wartawan dalam proses pencarian informasi kedua mengenai keterbukaan adalah
di organisasi tersebut (Zoch dan Molleda, pengungkapan sepenuhnya (full disclosure)
2006: 284, 290-291) yakni organisasi harus mengatakan semua
Dalam menyampaikan pesan di situasi yang mereka ketahui tentang krisis. Namun
krisis, organisasi dituntut untuk pengungkapan sepenuhnya bisa
menyampaikan informasi dengan: (1) menimbulkan risiko lain seperti persoalan
segera, (2) terbuka, dan (3) konsisten hukum dan kerugian finansial. (Coombs,
Menyampaikan pesan dengan segera 2006 : 171-173).
berearti memberikan kesempatan bagi Pentingnya menjalin hubungan dengan
pemangku kepentingan, terutama media media karena media massa mampu
massa, untuk mengetahui tentang apa yang mempengaruhi pandangan masyarakat.
sebenarnya terjadi. Tujuannya adalah Mengignat media memiliki kekuatan untuk
mengisi kekosongan inoformasi ketika krisis mentransfer informasi guna mempengaruhi
berlangsung. Respon yang lambat justru agenda publik, maka ketika wartawan atau
memberikan kesempatan pada pihak lain -- media memberitakan hal yang disampaikan
terutama bagi pihak yang memang ingin oleh organisasi, maka masyarakat akan
memperkeruh suasana-- untuk mengisi menganggap hal tersebut sebagai hal yang
kekosongan informasi dengan spekulasi atau penting. Bahkan, kondisi ini dapat
informasi yang salah. Respon yang bersifat menempatkan wartawan dan media sebagai
segera juga akan membentuk persepsi di “pihak ketiga” dari perusahaan yang
mata publik bahwa organisasi tersebut dapat memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi
mengendalikan situasi (Coombs, 2006 : 171- dibanding dengan humas perusahaan itu
173). sendiri (Farihanto, 2014; Nurjanah, dkk.
Prinsip kedua adalah konsisten, yakni 2015; Puspitasari, 2016)
berbagai pesan yang disampaikan organisasi Dalam situasi krisis, organisasi harus
tidak membingungkan. Dengan kata lain, mampu memenangi pertarungan opini di
konsistensi merupakan berbicara dalam satu masyarakat, pasalnya penilaian masyarakat
suara. Dalam situasi krisis, sebaiknya juru akan mempengaruhi legitimasi organisasi.
bicara organisasi lebih dari satu orang, untuk Seperti dikutip dari Kriyantono (2012: 214),
mengantisipasi jika salah satu tengah dalam krisis hal yang berupa persepsi dapat
berhalangan. Bagaimana pun, tim diyakini sebagai kebenaran.
komunikasi krisis harus memastikan bahwa Dalam situasi krisis, organisasi masih
cenderung melihat media sebagai pihak
yang memposisikan diri bermusuhan dengan personal yang baik antara pihak humas
organisasi. Itu sebabnya organisasi organisasi dan wartawan, dan keempat
mengambil sikap menghindar dari adalah membangun relasi antarlembaga
permintaan wawancara oleh media. dengan mengunjungi perusahaan media (Fil
Organisasi khawatir jika memberikan ruang Haq, 2011; Miela Putra, 2012; Zoch dan
pada media maka akan membuat krisis Molleda, 2006)
menjadi semakin parah. Namun cara
pandang ini perlu diubah. Organisasi perlu METODE PENELITIAN
memandang media sebagai kawan yang Penelitian ini menggunakan metode
perlu direspons dengan baik, bukan lagi deskriptif kualitatif. Tujuan peneliitan
lawan yang kejam dan intimidaif. Pasalnya adalah membuat deskripsi secara sistematis,
media merupakan instrumen yang penting factual dan akurat mengenai fakta-fakta
dalam komunikasi krisis (Puspitasari, 2016: (Nurjanah, dkk 2015). Teknik pengumpulan
116). data adalah melakukan wawancara dengan
Ada pun pertanyaan yang umumnya pihak perwakilan redaksi media massa yang
muncul dari media adalah : (1) penjelasan melakukan liputan berkaitan dengan tragedi
mengenai kejadian/apa yang terjadi, (2) diksar Mapala cara tanya jawab dengan
siapa yang terlibat dan bertanggungjawab menggunakan panduan wawancara
dalam terjadinya krisis, (3) apa dampak (Nurjanah, 2015). Media tersebut dipilih
krisis bagi masyarakat, dan (4) tindakan berdasarkan keterwakilan platform media
yang dilakukan oleh organisasi dalam (cetak, penyiaran, online) dan jenis
menghadapi krisis (Puspitasari, 2016: 117). perusahaan media (lokal, nasional) (Lihat
Tidak semua pernyataan resmi Tabel 1).
organisasi bakal diberitakan secara utuh oleh Peneliti mengirimkan permohonan
media, persis seperti yang disampiakan oleh wawancara kepada 13 media yang ada di
organisasi. Itu berarti tugas organisasi Yogyakarta. Sebelas media menyatakan
adalah membuat wartawan merasa perlu kesediaan untuk dijadikan narasumber
untuk menggunakan informasi yang telah wawancara. Satu media menyatakan tidak
disampaikan tersebut. Informasi yang bersedia diteliti berkaitan dengan perizinan
dikirimkan ke media harus bernilai berita, (NetTV Biro Yogyakarta) dan satu media
karena semakin media menganggap yang tidak memberikan konfirmasi (Tribun
informasi tersebut menarik maka semakin Jogja).
besar peluangnya untuk Daftar pertanyaan wawancara disusun
dimuat/dipublikasikan (Maha Rani, 2013: berdasarkan konsep-konsep komunikasi
89). Di luar nilai berita yang ada, tiap media krisis dan media relations. Pertanyaan
memiliki sudut pandang atau caranya dikategorikan dalam bagian-bagian berikut
sendiri-sendiri dalam mengemas informasi. yakni: cara menyampaikan informasi,
Organisasi perlu menampilkan pernyataan penilaian media terhadap narasumber,
resmi dengan tema yang sesuai dengan saluran penyampaian informasi, dan konten
sudut pandang kebutuhan wartawan (Partao, informasi (Coombs, 2006; Iriantara, 2005;
2005: 20). Nurudin, 2008).
Keberhasilan aktivitas hubungan Setiap sesi wawancara berlangsung
media dalam situasi krisis perlu antara 25 menit hingga 30 menit. Mayoritas
memperhatikan beberapa hal. Pertama narasumber wawancara adalah pada level
adalah kualitas dari informasi seperti materi manajerial, yakni penanggungjawab media
press release, kedua pemantauan trend berita (Kepala Biro) atau penanggungjawab rubrik
untuk menjadi dasar bagi organisasi untuk (redaktur atau redaktur pelaksana). Hasil
menyusun pernyataan resmi, ketiga relasi dari wawancara tersebut kemudian
pernyataan dari tim pencari fakta dan humas menjadi pengacara pihak Mapala UII. Pihak
masih dinilai oleh wartawan masih “takut- lain ini bahkan sampai mengadakan jumpa
takut”, kurang terbuka. Bahkan ada pers dengan menghadirkan Mapala UII, dan
penilaian bahwa humas dan tim pencari berlangsung di salah satu gedung UII (dalam
fakta bukanlah orang yang tepat untuk hal menggunakan fasilitas UII). Dalam
memberikan pernyataan berkaitan dengan jumpa pers tersebut, tidak ada perwakilan
kasus tersebut, karena tidak memahami dari UII. Beberapa saat setelah jumpa pers,
kondisi riil di lapangan. Karena bukan orang muncul pernyataan dari UII bahwa jumpa
yang tepat, maka kualitas informasi yang pers tersebut bukan acara resmi dari UII
disampaikan dinilai hanya normatif saja. (misal baca : Achiel Suyanto Bukan
Dalam informasi yang disampaikan, Anggota Tim Investigasi, URL :
UII secara umum menyampaikan http://www.harianjogja.com/baca/2017/01/2
permohonan maaf dan kesiapan kampus 7/mahasiswa-uii-meninggal-achiel-suyanto-
untuk membantu menyelesaikan persoalan bukan-anggota-tim-investigasi-788277 ,
ini dalam hal proses hukum, kompensasi diakses 19 Januari 2018. Baca juga : Baca
finansial bagi keluarga korban meninggal juga : "Pernyataan Mapala UII Tak
dan peserta yang menjalani pemeriksaan, Pengaruhi Investigasi", URL :
serta pengunduran diri pimpinan kampus http://krjogja.com/web/news/read/22860/Pe
sebagai bentuk tanggungjawab. rnyataan_Mapala_UII_Tak_Pengaruhi_Inv
Namun pernyataan itu baru menjawab estigasi , diakses 19 Januari 2018 )
kebutuhan informasi berupa tindakan yang Kondisi ini membingungkan
dilakukan oleh organisasi guna mengatasi kebingungan di kalangan wartawan karena
krisis. Padahal, masih ada kebutuhan ada dua pihak yang mengatasnamakan UII.
informasi lain yang dibutuhkan wartawan— Organisasi mungkin bisa saja mengatakan
dan belum terjawab, yakni : (1) penjelasan “pihak tersebut tidak resmi”, “di luar tim
mengenai kejadian/apa yang terjadi, (2) investigasi”, namun pihak wartawan
siapa yang terlibat dan bertanggungjawab menilai bahwa situasi ini menunjukkan ada
dalam terjadinya krisis, (3) apa dampak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen
krisis bagi masyarakat (Puspitasari, 2016). internal UII dalam pengelolaan komunikasi.
Media masih mengeluhkan kualitas Pihak lain yang juga ingin
informasi yang diberikan humas lembaga. diwawancarai oleh wartawan adalah Mapala
Itu artinya, pihak humas organisasi dituntut UII sebagai terduga utama (ketika itu) dalam
menyediakan informasi yang sesuai dengan kejadian ini. Melalui Mapala, pihak media
apa yang diharapkan wartawan baik dari ingin mengetahui bagaimana kejadian
segi isi mau pun strukturnya. Informasi yang sebenarnya, bagaimana standar operasional
sesuai dengan kebutuhan media adalah yang prosedur (SOP) Mapala UII mulai dari
memenuhi standar nilai berita. Dengan pemeriksaan kesehatan calon peserta, surat
informasi yang sesuai dengan standar nilai izin orang tua, dan yang lain-lain. Namun
berita, maka semakin besar peluang media dalam situasi ini, UII menerapkan kebijakan
untuk mempublikasikan informasi tersebut satu pintu, di mana pernyataan resmi hanya
(Partao, 2005, Maha Rani, 2013). dari tim resmi yang dibentuk UII.
Hal kedua dari penyediaan informasi Dalam situasi krisis, organisasi
adalah memperhatikan informasi tentang isu memang perlu memberikan perhatian
serupa dari pihak lain. Salah satu pihak lain terhadap keberadaan pihak lain. Pasalnya,
tersebut adalah pengacara (Zoch dan dalam situasi krisis, organisasi harus
Molleda, 2006). Dalam kasus Diksar Mapala memenangi pertarungan wacana di ranah
UII, ada pihak luar yang mennamakan dirina publik. Dalam situasi krisis, “persepsi dapat
tim investigasi UII yang ditugasi untuk diyakini sebagai kebenaran” (Kriyantono,