Anda di halaman 1dari 10

Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)

Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018


Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

ANALISIS AKTIVITAS HUBUNGAN MEDIA DALAM


MANAJEMEN KRISIS DI PERGURUAN TINGGI
Narayana Mahendra Prastya
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
narayana@uii.ac.id

Abstrak. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas hubungan media yang dilakukan
oleh Universitas Islam Indonesia, saat kejadian Tragedi Diksar Mapala UII. Kejadian tersebut
merupakan krisis karena tidak diduga, terjadi secara mendadak, dan menimbulkan gangguan
pada aktivitas dan citra organisasi.
Hubungan media adalah salah satu aktivitas yang penting dalam manajemen krisis, karena media
massa mampu mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap satu organisasi dalam krisis. Dalam
situasi krisis sendiri, persepsi dapat menjadi lebih kuat daripada fakta. Batasan hubungan media
dalam tulisan ini adalah dalam aspek penyediaan informasi yang terdiri dari : (1) kualitas
narasumber organisasi dan (2) cara organisasi dalam membantu liputan media. Data penelitian
ini diperoleh dengan mewawancarai wartawan dari media di Yogyakarta yang meliput Diksar
Mapala UII. Hasilnya menunjukkan bahwa media membutuhkan narasumber pimpinan tertinggi
universitas. Informasi yang diperoleh dari humas universitas dirasa masih kurang cukup. Dalam
hal upaya organisasi membantu aktivitas liputan, UII dinilai masih kurang cepat dan kurang
terbuka dalam memberikan informasi.

Kata kunci : komunikasi, manajemen krisis, media relations, public relations, perguruan tinggi

Abstract. The purpose of this article is to analyse the media relations activities by Islamic
University of Indonesia (UII), related to crisis "Tragedi Diksar Mapala UII". This incident lead
to crisis because it is unpredictable, happen suddenly, disturb the organizational activities, and
make the organization's image being at risk.
Media relations is one important activites in crisis management. It is because mass media could
affect the public perception toward an organization. In crisis situation, perception could be
stronger than the fact.
The limitation of media relations in this article are information subsidies. Information subsidies
consist of : (1) the quality of news sources that provided by the organization, and (2) how
organization facilitate the news gathering process by the media. The data for this article is being
collected from interview with journalist from the mass media in Yogyakarta. The results are
media want the top management of the universities as the news sources. The information that
being provided by public relations is not enough. The university also lack of quickness and lack
of openess.

Keywords : communication, crisis management, media relations, public relations in university

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   86


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

PENDAHULUAN mungkin mempengaruhi organisasi secara


negatif, meningkatkan tekanan publik, dan
Pada bulan Januari 2017, krisis menarik perhatian media (Kriyantono,
menimpa Universitas Islam Indonesia (UII) 2012).
Yogyakarta pasca kejadian tewasnya tiga Salah satu hal yang penting dilakukan
orang mahasiswa dalam kegiatan organisasi dalam menghadapi situasi krisis,
Pendidikan Dasar Mahasiswa PEcinta Alam ialah menjalin hubungan dengan wartawan
(MAPALA) UII di Karanganyar, Jawa dan media. Hal tersebut merupakan salah
Tengah. Kekerasan yang berujung kematian satu strategi yang memiliki profil paling
merupakan salah satu jenis krisis yang tinggi yang digunakan oleh humas
muncul di lembaga pendidikan (Gainey, organisasi untuk mengkomunikasikan
2010: 305) Kejadian ini menjadi isu pesan-pesan dan informasi kepada publik,
nasional hingga presiden, menteri, dan dan mengembangkan hubungan dengan
anggota DPR ikut memberikan perhatian. masyarakat (Hariyanti, 2009; Maha Rani,
Tren dari sorotan itu adalah negatif untuk 2013).
UII, di mana UII dianggap tidak terbuka, Berdasarkan paparan di alenia
lambat dalam menyelesaikan persoalan, sebelumnya, maka tulisan ini bertujuan
serta alpa dalam mengawasi kegiatan- untuk mengetahui bagaimana wartawan
kegiatan mahasiwa-nya. merespon aktivitas hubungan media yang
Beberapa hari pasca tragedi, rektor UII dilakukan oleh UII selama kasus Diksar
dan wakil rektor bidang kemahasiswaan UII Mapala UII. Menurut Gainey (2010: 312),
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai saat terjadi krisis lembaga pendidikan pada
bentuk pertanggungjawaban dan membuat umumnya melakukan aktivitas media dalam
kepemimpinan di UII sempat kosong (diisi bentuk press release dan melayani
oleh pejabat definitif). Kondisi ini membuat wawancara wartawan.
aktivitas organisasi di UII menjadi Batasan dari hubungan media dalam
terganggu. tulisan ini adalah penyediaan informasi
Tragedi Diksar Mapala UII diliput (information subsidies). Menurut Zoch dan
oleh berbagai media massa, mulai dari Molleda (2006), penyediaan informasi
media lokal hingga media nasional, dan mencakup pada bagaimana organisasi
berbagai platform (media cetak, media memfasilitasi wartawan dalam proses
penyiaran, hingga media online). Berbagai liputan dan kualitas informasi apakah sudah
media tersebut menyajikan sudut pandang memenuhi kebutuhan wartawan atau belum.
pemberitaan yang beragam, mulai dari Teknik pengambilan data dari
bagaimana pertanggungjawaban UII, penelitian ini adalah melakukan wawancara
bagaimana respon dari keluarga korban, dengan perwakilan dari redaksi media local
profil korban, proses investigasi yang di Yogyakarta, yang melakukan liputan
dilakukan dari kalangan UII atau pun mengenai Diksar Mapala UII.
penegak hukum, hingga menarik ke konteks
yang lebih luas yakni kekerasan di dunia
pendidikan. Hubungan Media di Perguruan Tinggi
Tak pelak situasi ini menimbulkan Lembaga perguruan tinggi melakukan
krisis di organisasi UII karena kejadian yang hubungan media dilakukan dengan tujuan
mendadak, tidak diharapkan, sangat mempublikasikan kepada khalayak

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   87


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

mengenai pencapaian positif yang telah tuntutan dalam demonstrasi ini seperti
dicapai (Nurjanah, dkk. 2016: 21). Namun perbaikan kesejahteraan staf kependidikan,
begitu, pihak media masih mengeluhkan hingga penolakan penggusuran kantin
tentang pemilihan tema atau isu yang “Bonbin” di UGM. Demonstrasi ini diikuti
menarik yang sesuai dengan agenda media. oleh sebagian besar mahasiswa dan
Perguruan tinggi terlalu fokus pada sejumlah karyawan. Kajian manajemen isu
informasi kegiatan yang sifatnya seremonial dipilih karena manajemen isu merupakan
dan tidak memiliki urgensi bagi publik bagian dari manajemen krisis, yakni
(Nurjanah, dkk. 2015). mencegah agar sebuah kejadian negative
Kritik media terhadap humas tidak berlanjut menjadi krisis. Hasil
perguruan tinggi semakin besar ketika penelitian menunjukkan bahwa humas UGM
perguruan tinggi tersebut tengah diterpa isu telah melakukan kegiatan manajemen isu,
negative. Wartawan merasa dihalangi dalam namun tidak terstruktur karena tidak
liputan di perguruan tinggi saat berada memiliki prosedur standar dalam hal
dalam situasi negative (Nurjanah, tersebut.
dkk.2015). Artinya dalam hal penyediaan
informasi (Zoch dan Molleda, 2006), Hubungan Media dalam Manajemen
perguruan tinggi bersikap menjaga jarak dan Krisis
cenderung tertutup (Setyanto dan Batasan hubungan media dalam tulisan
Anggarina, 2015) ini adalah penyediaan informasi
Padahal dalam konteks isu negative – (information subsidies). Dalam
termasuk dalam situasi krisis—wartawan menyediakan informasi, organisasi perlu
mencari informasi dari sumber-sumber mengemasnya dengan materi informasi yang
resmi organisasi. Itu berarti organisasi harus mendukung sudut pandang organisasi
proaktif dalam menyediakan informasi dan terhadap peristiwa tertentu dan untuk
menempatakan juru bicara yang memang mengkomunikasikan kepentingan organisasi
memahami konteks situasi krisis. Informasi dalam isu tersebut (Zoch dan Molleda,
tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dari 2006: 284).
wartawan (Zoch dan Molleda, 2006: 294). Penyediaan informasi harus mampu
Selain itu, wartawan juga membutuhkan membuat wartawan dan/atau media menjadi
kemudahan dalam kontak narasumber, tertarik untuk menggunakan informasi
informasi yang cepat, dan transparan tersebut dalam berita mereka. Itu berarti
(Nurjanah, dkk. 2016: 23). dalam menyediakan informasi, organisasi
Penelitian berkaitan dengan manajemen harus menyajikan konten yang menarik dan
krisis di perguruan tinggi memang masih memudahkan wartawan dalam meliput.
belum terlalu banyak. Pasalnya, studi Konten yang menarik dapat diupayakan
mengenai manajemen krisis “masih terlalu dengan, pertama, menggunakan sumber
dominan di perusahaan bisnis. Menurut yang kredibel dalam pernyataan resmi
Gainey : “...much crisis management perusahaan, yakni (pada umumnya) adalah
research focuses on the for profit sector...” pejabat pemerintah dan pimpinan
(Gainey, 2010: 301). perusahaan (Zoch dan Molleda, 2006: 284).
Dalam konteks Indonesia, salah satu Dalam konteks perguruan tinggi,
penelitian terbaru adalah kegiatan dalam konteks perguruan tinggi maka
kehumasan perguruan tinggi dalam kehadiran jajaran pimpinan perguruan tinggi
manajemen isu. Penelitian oleh Ariani (misalkan rektor atau pejabat rektorat)
(2016) berangkat dari kasus demonstrasi dalam memberikan keterangan pada
besar yang terjadi di Universitas Gadjah wartawan dipandang sebagai hal yang
Mada (UGM) pada Mei 2016. Ada sejumlah penting dalam hubungan media. Narasumber

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   88


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

dari top management organisasi memiliki juru bicara yang berbeda memberikan pesan
derajat confidence yang sangat tinggi. Hal yang sama. (Coombs, 2006 : 171-173).
tersebut dapat membuat komunikasi yang Prinsip ketiga adalah keterbukaan.
disampaikan menjadi efektif, karena Prinsip ini masih multtafsir, karena ada
narasumber tersebut sesuai dengan pemahaman yang berbeda-beda mengenai
kebutuhan wartawan (Farihanto, 2014: 59) “keterbukaan” tersebut. Interpretasi pertama
Hal kedua dari penyediaan informasi adalah keterbukaan sebagian (partial
adalah memperhatikan informasi tentang isu disclosure) yakni orang-orang yang ada
serupa dari pihak lain. Ada pun pihak lain dalam organisasi sselalu siap untuk
yang umumnya menjadi pertimbangan berkomunikasi dengan para pemangku
media untuk diwawancarai adalah public kepentingan. Keengganan untuk
relations organisasi atau juru bicara, berkomunikasi akan menimbulkan kesan
presiden, kelompok kepentingan, pengamat bahwa organisasi tersebut sangat tertutup,
ilmiah, dan pengacara. Hal ketiga, hal teknis berusaha menyembunyikan sesuatu, atau
peliputan, organisasi harus memfasilitasi tidak bisa mengatasi masalah. Interpretasi
wartawan dalam proses pencarian informasi kedua mengenai keterbukaan adalah
di organisasi tersebut (Zoch dan Molleda, pengungkapan sepenuhnya (full disclosure)
2006: 284, 290-291) yakni organisasi harus mengatakan semua
Dalam menyampaikan pesan di situasi yang mereka ketahui tentang krisis. Namun
krisis, organisasi dituntut untuk pengungkapan sepenuhnya bisa
menyampaikan informasi dengan: (1) menimbulkan risiko lain seperti persoalan
segera, (2) terbuka, dan (3) konsisten hukum dan kerugian finansial. (Coombs,
Menyampaikan pesan dengan segera 2006 : 171-173).
berearti memberikan kesempatan bagi Pentingnya menjalin hubungan dengan
pemangku kepentingan, terutama media media karena media massa mampu
massa, untuk mengetahui tentang apa yang mempengaruhi pandangan masyarakat.
sebenarnya terjadi. Tujuannya adalah Mengignat media memiliki kekuatan untuk
mengisi kekosongan inoformasi ketika krisis mentransfer informasi guna mempengaruhi
berlangsung. Respon yang lambat justru agenda publik, maka ketika wartawan atau
memberikan kesempatan pada pihak lain -- media memberitakan hal yang disampaikan
terutama bagi pihak yang memang ingin oleh organisasi, maka masyarakat akan
memperkeruh suasana-- untuk mengisi menganggap hal tersebut sebagai hal yang
kekosongan informasi dengan spekulasi atau penting. Bahkan, kondisi ini dapat
informasi yang salah. Respon yang bersifat menempatkan wartawan dan media sebagai
segera juga akan membentuk persepsi di “pihak ketiga” dari perusahaan yang
mata publik bahwa organisasi tersebut dapat memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi
mengendalikan situasi (Coombs, 2006 : 171- dibanding dengan humas perusahaan itu
173). sendiri (Farihanto, 2014; Nurjanah, dkk.
Prinsip kedua adalah konsisten, yakni 2015; Puspitasari, 2016)
berbagai pesan yang disampaikan organisasi Dalam situasi krisis, organisasi harus
tidak membingungkan. Dengan kata lain, mampu memenangi pertarungan opini di
konsistensi merupakan berbicara dalam satu masyarakat, pasalnya penilaian masyarakat
suara. Dalam situasi krisis, sebaiknya juru akan mempengaruhi legitimasi organisasi.
bicara organisasi lebih dari satu orang, untuk Seperti dikutip dari Kriyantono (2012: 214),
mengantisipasi jika salah satu tengah dalam krisis hal yang berupa persepsi dapat
berhalangan. Bagaimana pun, tim diyakini sebagai kebenaran.
komunikasi krisis harus memastikan bahwa Dalam situasi krisis, organisasi masih
cenderung melihat media sebagai pihak

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   89


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

yang memposisikan diri bermusuhan dengan personal yang baik antara pihak humas
organisasi. Itu sebabnya organisasi organisasi dan wartawan, dan keempat
mengambil sikap menghindar dari adalah membangun relasi antarlembaga
permintaan wawancara oleh media. dengan mengunjungi perusahaan media (Fil
Organisasi khawatir jika memberikan ruang Haq, 2011; Miela Putra, 2012; Zoch dan
pada media maka akan membuat krisis Molleda, 2006)
menjadi semakin parah. Namun cara
pandang ini perlu diubah. Organisasi perlu METODE PENELITIAN
memandang media sebagai kawan yang Penelitian ini menggunakan metode
perlu direspons dengan baik, bukan lagi deskriptif kualitatif. Tujuan peneliitan
lawan yang kejam dan intimidaif. Pasalnya adalah membuat deskripsi secara sistematis,
media merupakan instrumen yang penting factual dan akurat mengenai fakta-fakta
dalam komunikasi krisis (Puspitasari, 2016: (Nurjanah, dkk 2015). Teknik pengumpulan
116). data adalah melakukan wawancara dengan
Ada pun pertanyaan yang umumnya pihak perwakilan redaksi media massa yang
muncul dari media adalah : (1) penjelasan melakukan liputan berkaitan dengan tragedi
mengenai kejadian/apa yang terjadi, (2) diksar Mapala cara tanya jawab dengan
siapa yang terlibat dan bertanggungjawab menggunakan panduan wawancara
dalam terjadinya krisis, (3) apa dampak (Nurjanah, 2015). Media tersebut dipilih
krisis bagi masyarakat, dan (4) tindakan berdasarkan keterwakilan platform media
yang dilakukan oleh organisasi dalam (cetak, penyiaran, online) dan jenis
menghadapi krisis (Puspitasari, 2016: 117). perusahaan media (lokal, nasional) (Lihat
Tidak semua pernyataan resmi Tabel 1).
organisasi bakal diberitakan secara utuh oleh Peneliti mengirimkan permohonan
media, persis seperti yang disampiakan oleh wawancara kepada 13 media yang ada di
organisasi. Itu berarti tugas organisasi Yogyakarta. Sebelas media menyatakan
adalah membuat wartawan merasa perlu kesediaan untuk dijadikan narasumber
untuk menggunakan informasi yang telah wawancara. Satu media menyatakan tidak
disampaikan tersebut. Informasi yang bersedia diteliti berkaitan dengan perizinan
dikirimkan ke media harus bernilai berita, (NetTV Biro Yogyakarta) dan satu media
karena semakin media menganggap yang tidak memberikan konfirmasi (Tribun
informasi tersebut menarik maka semakin Jogja).
besar peluangnya untuk Daftar pertanyaan wawancara disusun
dimuat/dipublikasikan (Maha Rani, 2013: berdasarkan konsep-konsep komunikasi
89). Di luar nilai berita yang ada, tiap media krisis dan media relations. Pertanyaan
memiliki sudut pandang atau caranya dikategorikan dalam bagian-bagian berikut
sendiri-sendiri dalam mengemas informasi. yakni: cara menyampaikan informasi,
Organisasi perlu menampilkan pernyataan penilaian media terhadap narasumber,
resmi dengan tema yang sesuai dengan saluran penyampaian informasi, dan konten
sudut pandang kebutuhan wartawan (Partao, informasi (Coombs, 2006; Iriantara, 2005;
2005: 20). Nurudin, 2008).
Keberhasilan aktivitas hubungan Setiap sesi wawancara berlangsung
media dalam situasi krisis perlu antara 25 menit hingga 30 menit. Mayoritas
memperhatikan beberapa hal. Pertama narasumber wawancara adalah pada level
adalah kualitas dari informasi seperti materi manajerial, yakni penanggungjawab media
press release, kedua pemantauan trend berita (Kepala Biro) atau penanggungjawab rubrik
untuk menjadi dasar bagi organisasi untuk (redaktur atau redaktur pelaksana). Hasil
menyusun pernyataan resmi, ketiga relasi dari wawancara tersebut kemudian

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   90


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

dikelompokkan dan dibahas berdasarkan Untuk pimpinan univeristas, mengharidkan


teori/kerangka pemikiran yang berkaitan informasi di waktu yang sudah dijadwalkan.
dengan aktivitas hubungan media dalam Berkaitan dengan narasumber, media
situasi krisis. memberikan catatan bagi UII yakni kurang
cepat, kurang terbuka, dan tidak sesuai
No Nama Media Nama Narasumber Jabatan* dengan bidangnya. Berkaitan dengan
1 Harian Jogja Nugroho Nurcahyo Redaktur kecepatan, pihak media menuturkan bahwa
Pelaksana
kecepatan respon yang diberikan oleh pihak
2 Kedaulatan (1) Primaswol (1) Reda
Rakyat o Sujono; (2) Ardhike ktur pelaksana;
UII masih belum sesuai dengan kebutuhan
Indah (2) Reporter media.
3 Radar Jogja Yogi Isti Pudjiaji Wakil Pemimpin Berkaitan dengan kualitas narasumber
Redaksi
resmi UII, pihak media berpendapat secara
4 Bernas Philippus Jehamun Redaktur Halaman
Daerah
umum konten informasi yang disediakan
masih normatif. Pihak media menilai
5 TvOne (Biro Budi Zulkifli Kepala Biro
Yogyakarta) kehadiran pimpinan universitas sudah cukup
6 MetroTV (Biro Nizar Kherid Kepala Biro untuk memberikan informasi mengenai
Yogyakarta) bentuk tanggungjawab kampus. Namun dari
7 Detik.com (Biro Bagus Kurniawan Kepala Biro segi perkembangan kasus, informasi belum
Yogyakarta)
diperoleh. Sedangkan pihak humas dan tim
8 Tempo
Yogyakarta)
(Biro Pito Agustin Rudiana Reporter
pencari fakta dinilai masih takut-takut dalam
membagikan informasi.
9 Republika (Biro (1) Fernan (1) Waki
Yogyakarta) Rahardi ; (2) Andrian l kepala redaksi; Kebutuhan akan informasi dari jajaran
Saputra (2) reporter pimpinan tertinggi lembaga perguruan tinggi
10 Radio Republik Fetika Andriani Kepala Seksi akan membantu aktivitas hubungan media
Indonesia Pengembangan
(Yogyakarta) Berita, Bidang menjadi lebih efektif. Bagi wartawan,
Pemberitaan pimpinan tertinggi merupakan narasumber
Tabel 1. Nama Media yang menjadi yang memiliki Narasumber dari top
Narasumber management organisasi memiliki derajat
confidence yang sangat tinggi sehingga
memenuhi kebutuhan wartawan (Farihanto,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2014).
Batasan hubungan media dalam tulisan Terlebih, dalam situasi krisis
ini adalah penyediaan informasi wartawan mencari informasi dari sumber-
(information subsidies). Dalam sumber resmi organisasi. Itu berarti
menyediakan informasi, organisasi perlu organisasi harus proaktif dalam
membuat wartawan tertarik untuk menempatakan juru bicara yang memang
menggunakan informasi tersebut. Kehadrian memahami konteks situasi krisis. Informasi
narasumber dari pihak pimpinan tertinggi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dari
organisasi, dapat membuat media tertarik wartawan. Selain itu, wartawan juga
untuk menggunakan informasi dari membutuhkan kemudahan dalam kontak
organisasi (Zoch dan Molleda, 2006: 284). narasumber, informasi yang cepat, dan
Dalam kasus ini, UII menghadirkan transparan (Nurjanah, dkk. 2016; Zoch dan
narasumber dari pimpinan universitas, juru Molleda, 2006).
bicara tim pencari fakta, dan humas Kehadiran humas dan tim pencari
universitas. Yang available untuk dihubungi fakta, bagi media memang sudah cukup
media secara regular dan incidental adalah untuk memenuhi prinsip cover both side
tim pencari fakta dan humas universitas. mereka. Tetapi media masih menyuarakan
ke-kurang puas-an mereka. Ini karena

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   91


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

pernyataan dari tim pencari fakta dan humas menjadi pengacara pihak Mapala UII. Pihak
masih dinilai oleh wartawan masih “takut- lain ini bahkan sampai mengadakan jumpa
takut”, kurang terbuka. Bahkan ada pers dengan menghadirkan Mapala UII, dan
penilaian bahwa humas dan tim pencari berlangsung di salah satu gedung UII (dalam
fakta bukanlah orang yang tepat untuk hal menggunakan fasilitas UII). Dalam
memberikan pernyataan berkaitan dengan jumpa pers tersebut, tidak ada perwakilan
kasus tersebut, karena tidak memahami dari UII. Beberapa saat setelah jumpa pers,
kondisi riil di lapangan. Karena bukan orang muncul pernyataan dari UII bahwa jumpa
yang tepat, maka kualitas informasi yang pers tersebut bukan acara resmi dari UII
disampaikan dinilai hanya normatif saja. (misal baca : Achiel Suyanto Bukan
Dalam informasi yang disampaikan, Anggota Tim Investigasi, URL :
UII secara umum menyampaikan http://www.harianjogja.com/baca/2017/01/2
permohonan maaf dan kesiapan kampus 7/mahasiswa-uii-meninggal-achiel-suyanto-
untuk membantu menyelesaikan persoalan bukan-anggota-tim-investigasi-788277 ,
ini dalam hal proses hukum, kompensasi diakses 19 Januari 2018. Baca juga : Baca
finansial bagi keluarga korban meninggal juga : "Pernyataan Mapala UII Tak
dan peserta yang menjalani pemeriksaan, Pengaruhi Investigasi", URL :
serta pengunduran diri pimpinan kampus http://krjogja.com/web/news/read/22860/Pe
sebagai bentuk tanggungjawab. rnyataan_Mapala_UII_Tak_Pengaruhi_Inv
Namun pernyataan itu baru menjawab estigasi , diakses 19 Januari 2018 )
kebutuhan informasi berupa tindakan yang Kondisi ini membingungkan
dilakukan oleh organisasi guna mengatasi kebingungan di kalangan wartawan karena
krisis. Padahal, masih ada kebutuhan ada dua pihak yang mengatasnamakan UII.
informasi lain yang dibutuhkan wartawan— Organisasi mungkin bisa saja mengatakan
dan belum terjawab, yakni : (1) penjelasan “pihak tersebut tidak resmi”, “di luar tim
mengenai kejadian/apa yang terjadi, (2) investigasi”, namun pihak wartawan
siapa yang terlibat dan bertanggungjawab menilai bahwa situasi ini menunjukkan ada
dalam terjadinya krisis, (3) apa dampak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen
krisis bagi masyarakat (Puspitasari, 2016). internal UII dalam pengelolaan komunikasi.
Media masih mengeluhkan kualitas Pihak lain yang juga ingin
informasi yang diberikan humas lembaga. diwawancarai oleh wartawan adalah Mapala
Itu artinya, pihak humas organisasi dituntut UII sebagai terduga utama (ketika itu) dalam
menyediakan informasi yang sesuai dengan kejadian ini. Melalui Mapala, pihak media
apa yang diharapkan wartawan baik dari ingin mengetahui bagaimana kejadian
segi isi mau pun strukturnya. Informasi yang sebenarnya, bagaimana standar operasional
sesuai dengan kebutuhan media adalah yang prosedur (SOP) Mapala UII mulai dari
memenuhi standar nilai berita. Dengan pemeriksaan kesehatan calon peserta, surat
informasi yang sesuai dengan standar nilai izin orang tua, dan yang lain-lain. Namun
berita, maka semakin besar peluang media dalam situasi ini, UII menerapkan kebijakan
untuk mempublikasikan informasi tersebut satu pintu, di mana pernyataan resmi hanya
(Partao, 2005, Maha Rani, 2013). dari tim resmi yang dibentuk UII.
Hal kedua dari penyediaan informasi Dalam situasi krisis, organisasi
adalah memperhatikan informasi tentang isu memang perlu memberikan perhatian
serupa dari pihak lain. Salah satu pihak lain terhadap keberadaan pihak lain. Pasalnya,
tersebut adalah pengacara (Zoch dan dalam situasi krisis, organisasi harus
Molleda, 2006). Dalam kasus Diksar Mapala memenangi pertarungan wacana di ranah
UII, ada pihak luar yang mennamakan dirina publik. Dalam situasi krisis, “persepsi dapat
tim investigasi UII yang ditugasi untuk diyakini sebagai kebenaran” (Kriyantono,

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   92


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

2012: 214). Itu sebabnya, sekalipun Dari kajian ilmiah sebelumnya,


organisasi memiliki data yang kuat, valid, memang ada kesan (dari wartawan) bahwa
namun mereka gagal memenangi perguruan tinggi cenderung tertutup, jaga
pertarungan memperebutkan persepsi jarak, atau bahkan dalam beberapa situasi
publik, maka data tersebut akan tidak terlalu menghalangi media dalam tugasnya, ketikah
berguna. perguruan tinggi tersbut ditimpa isu negatif
Hal ketiga dalam dalam hal teknis (Nurjannah, dkk. 2015; Setyanto dan
peliputan, organisasi harus memfasilitasi Anggarina, 2015).
wartawan dalam proses pencarian informasi Masih berkaitan dengan cara
di organisasi tersebut (Zoch dan Molleda, organisasi memfasilitasi liputan, informan
2006). Untuk fasilitas seperti ruang khususnya dari media online yang
konferensi pers, akses internet selama membutuhkan kecepatan menilai bahwa
meliput di kawasan UII, serta kemudahan cara UII yang memberikan pernyataan resmi
dalam mengambil gambar di kawasan UII, hanya melalui jumpa pers, kurang
seluruh informan menyatakan tidak ada mendukung kebutuhan media online.
pesoalan berarti. Informan media online menyatakan bahwa
Hal yang menjadi sorotan informan pihaknya sudah beberapa kali mengirim
adalah kebijakan satu pintu yang dilakukan WhatsApp ke pihak-pihak resmi di UII,
UII memang menyulitkan kerja wartwan. namun mendapatkan jawaban “tunggu
Seperti dijelaskan di atas, wartawan tidak jumpa pers”.
bisa mengakses ke pihak Mapala UII. Ini Meski banyak keluhan, namun
menimbulkan kesan UII tidak terbuka. sebagian besar informan mengaku dapat
Menurut Coombs (2006), prinsip memaklumi kebijakan satu pintu. Ini tidak
keterbukaan dalam komunikasi krisis lepas karena hubungan antarlembaga yang
memang masih bisa diperdebatkan. baik yang sudah dijalin oleh UII dengan
Pasalnya, ada yang menilai organisasi harus media-media tersebut. Hal ini sesuai dengan
terbuka sepenuhnya (full disclosure), konsep yang menyatakan bahwa (humas
memberikan segala informasi pada publik. lembaga) penting untuk mengelola relasi
Namun keterbukaan sepenuhnya dapat dengan perusahaan media massa dan
membuat organisasi itu berisiko menghadapi individu wartawan. Kondisi tersebut
kerugian finansial atau tuntutan hukum. memungkinkan bagi media untuk
Sehingga muncul pendapat lain bahwa “memprioritaskan” pernyataan dari
organisasi bisa melakukan keterbukaan organisasi (Fil Haq, 2011; Zoch dan
sebagian (partial disclosure) guna Molleda, 2006).
menghindari kerugian yang lebih besar.
Kebijakan “satu pintu” UII ini merupakan
praktek dari keterbukaan sebagian KESIMPULAN
Salah seorang informan dalam riset ini Dalam situasi krisis, sebuah organisasi
juga menyatakan ketidaknyamanan dalam perlu memperhatikan aktivitas hubungan
meliput. Saat mewawancarai peserta Diksar media, tak terkecuali perguruan tinggi. Dari
Mapala UII yang tengah dirawat di rumah hasil penelitian, wartawan menilai bahwa
sakit, informan tersebut mengatakan merasa kualitas narasumber yang disediakan UII
dihalang-halangi dalam liputan. Beberapa masih belum sesuai harapan. Kebutuhan
pertanyaan justru malah dijawab dari pihak utama sebenarnya adalah pimpinan tertinggi
humas dan tim investigasi UII yang ada di universitas menjadi narasumber secara
ruangan yang sama. Informan juga reguler. Ini karena pimpinan tertinggi
mengatakan bahwa pihak UII berusaha dipandang lebih memiliki kelayakan sebagai
untuk membatasi pertanyaan. narasumber. Humas dan tim pencari fakta

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   93


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

yang menjadi narasumber reguler, karenanya, di penulis memberikan beberapa


sebenarnya sudah cukup baik untuk usulan untuk penelitian selanjutnya.
memenuhi kebutuhan verifikasi fakta cover Penelitian pertama adalah untuk
both side. Namun, karena bukan pimpinan meneliti dari pihak internal organisasi, guna
tertinggi, wartawan menilai informasi dari mengetahui apa penyebab dari hal-hal yang
humas dan tim pencari fakta masih normatif. masih dirasa kurang oleh wartawan.
Kebijakan UII mengatur arus Pasalnya, kinerja dari manajemen krisis (dan
informasi satu pintu dan tidak melayani aktivitas kehumasan secara umum) juga
wawancara di luar jadwal yang sudah dipengaruhi oleh faktor internal organisasi,
ditentukan dinilai menyulitkan kerja media. seperti bagaimana posisi humas secara
Terlebih bagi beberapa media yang struktural di organisasi tersebut, apakah
membutuhkan kecepatan dalam informasi. memang organisasi tersebut memiliki
Meskipun ada sejumlah kritik dari standar operasional prosedur dalam
media, namun pihak media pada prinsipnya menghadapi krisis, dan cara pandang
dapat memahami keputusan dari UII. Ini pimpinan terhadap aktivitas kehumasan.
disebabkan karena hubungan baik antar Penelitian kedua adalah membahas
lembaga yang sudah terjalin sebelumnya, media relations perguruan tinggi pasca
yakni antara UII dengan media-media krisis. Tahapan setelah krisis berlalu
tersebut. sebenarnya tidak kalah penting, karena di
Penulis mengucapkan terima kasih, sini merupakan momen di mana organisasi
yang pertama kepada narasumber dari media harus memulihkan nama baiknya,
yang telah memberikan izin untuk memperbaiki reputasinya. Aktivitasnya pun
diwawancarai. Informasi tersebut sangat tidak hanya sebatas penyebaran informasi,
berguna sebagai masukan kepada lembaga namun juga membangun relasi.
perguruan tinggi, sekaligus bagi Penelitian ketiga adalah mengenai
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pandangan dari pemangku kepentingan
di bidang kehumasan dan manajemen krisis. (stakeholder) lain terhadap aktivitas
Kedua, penulis mengucapkan kepada kehumasan yang dilakukna perguruan tinggi
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas dalam penanganan krisis. Di samping media,
Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya atas ada sejumlah pemangku kepentingan lain
dukungannya terhadap penelitian ini. yang harus diperhatikan oleh organisasi,
Penulis berharap tulisan ini dapat menambah misalkan keluarga dari mahasiswa yang
khazanah dalam kajian manajemen krisis, menjadi korban, pihak internal (dosen,
karena kajian di bidang ini memang masih karyawan, mahasiswa), pihak pemegang
didominasi kasus-kasus di industri yang otoritas kebijakan pendidikan (pemerintah
berorientasi kepada profit. Belum banyak melalui kementerian terkait) dan lain-lain.
pembahasan manajemen krisis yang Saat krisis terjadi, organisasi perlu
membahas kasus di lembaga pendidikan. Di menempatkan para stakeholder itu sesuai
sisi lain, pembahasan mengenai hubungan dengan skala prioritas yang tepat.
media di lembaga pendidikan (perguruan
tinggi) memang cukup banyak namun
didominasi oleh tema mengenai upaya DAFTAR PUSTAKA
membangun citra positif perguruan tinggi Ariani, R. (2016). “Peran Public Relations
lewat aktivitas hubungan media. Dalam Manajemen Isu di UGM (Studi
Tulisan ini memiliki keterbatasan Kasus Peran Humas UGM dalam
karena narasumber hanya berasal dari satu Mengelola Isu Relokasi Kantin
pihak yakni media. Ini membuat kesimpulan Humaniora Mandiri UGM)”. Master
yang ada pun masih bersifat sementara. Oleh Thesis. Yogyakarta: Pascasarjana Ilmu

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   94


 
Analisis Aktivitas Hubungan Media Dalam Manajemen Krisisdi Perguruan Tinggi (Narayana Mahendra Prastya)
Submitted: Maret 2018, Accepted: April 2018
Profetik Jurnal Komunikasi, hlm. 86-95
ISSN: 1979-2522 (print), ISSN:2549-0168 (online)

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Krisis” Jurnal


Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada Komunikologi, 2 (1), Maret : 8-21.
Coombs, W.T. (2006) “Crisis Management: Puspitasari (2016) Komunikasi Krisis:
A Communicative Approach”. Carl Straegi Mengeola dan Memenangkan
H.Botan dan Vincent Hazelton (Editors) Citra di Mata Publik. Jakarta: Penerbit
Public Relations Theory II. New Jersey: Libri
Lawrence Erlbaum Associates Setyanto, Y. & Anggarina, P. T. (2015).
Fil-Haq, A. (2011) “Penanganan Krisis “Humas pada Perguruan Tinggi
Public Relations Melalui Media Hubungan dengan Media pada Institusi
Relations PT PLN (Persero) APJ Pendidikan”. Aswad Ihsak (Editor),
Banten Utara. URL : Komunikasi dan Isu Publik.
http://download.portalgaruda.org/articl Yogyakarta: ASPIKOM, Unika Widya
e.php?article=49051&val=4028, Mandala Surabaya, Univ. Kristen Petra
diakses 1 Mei 2017 Surabaya, Univ. Muhammadiyah
Gainey, B.S. (2010) "Educational Crisis Malang, dan Penerbit Buku Litera.
Management Practices Tentatively Zoch, L.M. dan Molleda, J.C. (2006)
Embrace the New Media" W.Timothy “Building a Theoretical Model of Media
Coombs and Sherry J.Holladay Relations using Framing, Information
(Editors) The Handbook of Crisis Subsidies, and Agenda-Building” Carl
Communication. West Sussex, UK: H. Botan & Vincent Hazelton (Eds)
Wiley-Blackwell Public Relations Theory II. New Jersey:
Iriantara, Y. (2005) Media Relations: Lawrence Erlbaum Associates
Konsep, Pendekatan, dan Praktik.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Kriyantono, R. (2012) Public Relations & Jurnal :
Crisis Management. Jakarta: Kencana Farihanto, M.N. (2014) “Teman tapi Mesra
Prenada Media Grup. Humas dan Wartawan (Studi Kasus
Miela Putra, O.W. (2012) “Manajemen Strategi Hubungan Media di Bidang
Krisis PT Lion Mentari Airlines dalam Humas dan Protokoler Universitas
Menangani Berita-Berita Negatif di Ahmad Dahlan)” Profetik Jurnal
Media”. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Komunikasi, 7 (2), Oktober : 53-64
dan Ilmu Politik Departmen Ilmu Hariyanti, P. (2009) “Mencari Solusi Kritis
Komunikasi Universitas Indonesia di Tengah Krisis” Jurnal Komnikasi, 3
Nurjanah, A.; Widyasari, W.; dan Yulianti, (2), April : 189-198
F. (2016) Public Relations dan Media Maha Rani, N.L.R. (2013) "Persepsi Jurnalis
Relations: Kajian Kritis Budaya dan Praktisi Humas terhadap Nilai
Amplop pada Media Relations Institusi Berita" dalam Jurnal Ilmu Komunikasi,
Pendidikan Tinggi di Yogyakarta. URL 10 (1), Juni : 81-95
: Nurjanah, A.; Widyasari, W.; dan Yulianti,
http://repository.umy.ac.id/bitstream/ha F. (2015) “Wartawan dan Budaya
ndle/123456789/1388/PNLT2226.pdf?s Amplop: Budaya Amplop pada
equence=2&isAllowed=y, diakses 18 Wartawan Pendidikan dalam Kaitannya
November 2017 dengan Media Relations” Jurnal
Nurudin (2008) Hubungan Media Konsep Informasi, 45 (1): 15-24
dan Aplikasi . Jakarta: Raja Grafindo Lukmantoro, Triyono. Menertawakan Fobia
Persada Komunis di Era Reproduksi Digital.
Partao, Z.A. (2005) “Optimalisasi Fungsi Profetik Jurnal Komunikasi, No. 10
Media Relations untuk Keberhasilan Vol.1 p.50-71

Vol.11/No.01/ April 2018 - Profetik Jurnal Komunikasi   95


 

Anda mungkin juga menyukai