Anda di halaman 1dari 15

Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Indonesia Sehat 2025

Visi, misi dan tujuan pembangunan kesehatan terdapat dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) 2005-2025. Adapun sasaran strategis Kemenkes

yang berlaku saat ini merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah

bidang Kesehatan (RPJM-K) ke-dua (2010-2014) yang disusun setiap 5 tahun sekali.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana

pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar,

visi, misi, arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional di bidang kesehatan untuk

masa 20 tahun ke depan, yang mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan tahun

2025.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) merupakan penjabaran dari

dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia; 2) memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan

kehidupan bangsa; dan 4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

1.    Visi Indonesia Sehat 2025


Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam Indonesia

Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan

yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu

lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan

sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat

yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku

yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko

terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya;

sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk

menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan,

yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan

termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan

yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika

profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta

meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang

bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang

setinggi-tingginya.

2.         Misi Indonesia Sehat 2025


Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi

Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

a.       Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.

b.      Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras

sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif

berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif
tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program

pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga

mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan

yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.Untuk dapat terlaksananya pembangunan

nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka seluruh

unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama

pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

c.       Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat.

d.      Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk

menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sangat

menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Penyelenggaraan pemberdayaan

masyarakat meliputi:

1)      penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah mempunyai peluang yang sebesar-

besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan,

2)      organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal makin

berfungsi dalam pembangunan kesehatan,

3)      advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan,

4)      kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan dan

partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku kepentingan,

5)      sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem informasi dan dana.

c.    Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan Terjangkau.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya kesehatan, baik

upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu, merata, dan

terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan pada

upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga
negara Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan

pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan

dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termasuk swasta. Untuk masa

mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan

upaya kesehatan perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan

menerapkan konsep dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan

upaya kesehatan perorangan oleh Puskesmas.

d.   Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan.

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan

didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta

sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin

penting peranannya. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta, dan

pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan

termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan kesehatan yang

diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, bertujuan

untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman,

bermutu, dan bermanfaat harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang

baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan

manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat

kesehatan dan makanan minuman. bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi,
tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta

terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara

nilai-nilai budaya bangsa.

3.      Tujuan dan Sasaran


Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya

masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup

dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sasaran pembangunan

kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan

masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu:

a.       Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7

tahun pada tahun 2025.

b.      Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005

menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.

c.       Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005

menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.

d.      Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5%

pada tahun 2025

4.      Upaya Pokok Pembangunan Kesehatan

a.       RPJM-K ke-1 (2005-2009)


b.      Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan

kesehatan.

c.       RPJM-K ke-2 (2010-2014)

d.      Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah lebih berkembang

dan meningkat.

e.       RPJM-K ke-3 (2015-2019)

f.       Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai mantap.

g.      RPJM-K ke-4 (2020-2025)

h.      Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mantap.

A. PARADIGMA SEHAT
1. PENGERTIAN PARADIGMA SEHAT

• Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang

bersifat holistik

• Melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor

• Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan,

• Bukan hanya panyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan

2. PERUBAHAN PARADIGMA

• Paradigma sakit: upaya membuat orang sakit menjadi sehat

• Paradigma sehat: upaya membuat orang sehat tetap sehat


• Paradigma sehat mengutamakan: upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan

upaya kuratif dan rehabilitatif

3. PENGERTIAN INDONESIA SEHAT 2010

1. Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang

penduduknya hidup dalam:

2. Lingkungan sehat,

3. Perilaku sehat,

4. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata,

5. Memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tinggi nya.

Visi Kesehatan

• Untuk mewujudkan paradigma sehat tersebut ditetapkan visi, yaitu gambaran, prediksi atau

harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, yaitu:

• Indonesia Sehat 2010

Pengertian Lingkungan Sehat

• Lingkungan Sehat adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu

lingkungan yang:

• Bebas polusi,

• Tersedia air bersih,

• Sanitasi lingkungan memadai,

• Perumahan dan pemukiman sehat

• Perencanaan kawasan berwawasan kesehatan,

• Kehidupan masyarakat saling tolong-menolong.


Pengertian Perilaku Sehat

• Perilaku Sehat adalah perilaku proaktif untuk;

• Memelihara dan meningkatkan kesehatan,

• Mencegah resiko terjadinya penyakit,

• Melindungi diri dari ancaman penyakit,

• Berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat

Misi Pembangunan Kesehatan

• Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan:

• Pelbagai sektor pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua

kebijakan pembangunan-nya: Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif

terhadap kesehatan, apalagi yang berdampak negatif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak

diselenggarakan.

• Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

• Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan

swasta: Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan

masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang dapat

dicapai

• Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.

• Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan

kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat .

• Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta

lingkungannya.
• Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap

warganya: Oleh karena itu upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat

promotif-preventif yang didukung oleh upaya kuratif-rehabilitatif. Selain itu upaya

penyehatan lingkungan juga harus diprioritaskan.

B. DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN

Pengertian desentralisasi

Desentralisasi dalam arti umum didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, atau

pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintahan, manajemen dan pengambilan

keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah (Rondinelli, 1981). Secara lebih umum

desentralisasi didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, kekuasaan, perencanaan

pemerintahan, dan pengambilan keputusan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi ke

tingkat yang lebih rendah (Mills, dkk, 1989).

Dalam bidang kesehatan, desentralisasi kesehatan berarti memberikan peluang yang lebih

besar bagi daerah untuk memanajemen usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat di daerah tersebut. Sejatinya masalah kesehatan bukan mutlak urusan pusat,

namun merupakan urusan bersama pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan

bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dengan sistem desentralistik diharapkan program pembangunan kesehatan lebih efektif dan

efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena

sistem desentralistik akan memperpendek rantai birokrasi. Selain itu, sistem desentralistik

juga memberi kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta

pengalokasian dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat


(community involvement) menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengeksplorasi

kebutuhan dan potensi lokal..

Implikasi desentralisasi pembangunan kesehatana adanya kebijakan desentralisasi dalam

bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan

masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut:

1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi

masyarakat.

2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,

3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,

4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya

mengacu pada petunjuk atasan,

5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan

kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan

yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri.

Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis

kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak

akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk

menghindari penyelewengan anggaran.

Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan. Hal

ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen dari

aparatur pemerintah.

Fakta yang terjadi di lapangan Data APBN 2008 menunjukkan, ternyata 65 persen dari total
anggaran berputar di daerah, 35 persen di antaranya transfer dari pemerintah pusat dalam

bentuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus.

Sebanyak 30 persen lainnya adalah kegiatan pemerintah pusat yang dilakukan di daerah.

Dengan hanya 35 persen APBN bagi belanja pemerintah pusat untuk keperluannya sendiri,

keberhasilan aktivitas pembangunan dari perputaran 65 persen APBN di daerah menjadi

sangat menentukan

Menurut Tagela (2001), beberapa kendala umum yang dihadapi daerah (Kabupaten/Kota)

dalam melaksanakan desentralisasi adalah terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan

prasarana, manajemen, sumber daya alam, pendapatan asli daerah, dan mental aparatur yang

sudah terbiasa dengan mengikuti petunjuk atasan. Disamping itu, kesulitan dalam merubah

cara pandang masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari subjek pembangunan, tidak lagi

hanya menjadi objek pembangunan yang menunggu pelayanan.

Pihak DPRD diharapkan dapat menghasilkan peraturan daerah yang memberi iklim kondusif

terhadap pembangunan kesehatan di daerah. Kebiasaan ego-sektoral yang selama ini terjadi

juga merupakan kendala dalam pelaksanaan desentralisasi kesehatan, karena pembangunan

kesehatan hanya dapat berhasil jika terdapat kerjasama lintas sektor yang baik.

Nasib pelaksanaan desentralisasi kesehatan di masa yang akan datang.

Desentralisasi kesehatan di Indonesia saat ini dijalankan dengan tidak ideal. Walaupun

beberapa peraturan hukum tentang desentralisasi telah diterbitkan oleh pemerintah pusat

namun departemen kesehatan masih terlihat ingin sentralisasi. Di sisi lain pemerintah daerah

terpaksa harus desentralisasi karena harus mengikuti peraturan hukum. Akibatnya terjadi

pelaksanaan kebijakan yang parsial. Dalam konteks pelaksanaan kebijakan desentralisasi

kesehatan di Indonesia, terdapat ketidakjelasan antara keinginan pemerintah daerah dan

pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi dengan total.

Dalam analisis stakeholder ada berbagai pihak yang kuat mendukung desentralisasi antara
lain DPR, DPD, Departemen Dalam Negeri, dan sebagian pemerintah daerah. Oleh karena

itu, probabilitas amandemen UU 32/2004 kecil.

Kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk melaksanakan

desentralisasi yang ideal mungkin terjadi. Dalam hal ini harus tercipta keinginan yang besar

antara pemerintah pusat dan daerah untuk merealisasi desentralisasi secara total. Pengalaman

di berbagai Negara menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara pusat dan daerah

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan desentralisasi.

UU 32/2004 telah menjelaskan bagaimana sejatinya sebuah reformasi dari sentralisasi

menjadi desentralisasi. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan, masih

terdapat ketidaksamaan visi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pelaksanaan

desentralisasi kesehatan yang ideal sebagai usaha untuk mewujudkan visi Indonesia sehat

2010 harus segera direalisasikan mengingat proses pembuatan undang-undangnya yang telah

memakan waktu lama. Untuk itu perlu adanya sinergi antara komitmen pemerintah pusat

untuk menjalankan desentralisasi kesehatan secara utuh dengan akselerasi sumber daya

pemerintah daerah untuk memperjuangkan desentralisasi kesehatan dan sekaligus

bertanggungjawab terhadap terjaminnya kualitas pelaksanaan program-program kesehatan di

daerah.

1. STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan

Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus

berwawasan kesehatan, setidak-tidaknya harus memberikan kontribusi positif terhadap

pembentukan lingkungan dan perilaku sehat. Sedangkan pembangunan kesehatan harus dapat

mendorong pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, terutama melalui upaya promotif-

preventif yang didukung oleh upaya kuratif-rehabilitatif.


2. Profesionalisme

Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung oleh penerapan pelbagai kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk itu akan

ditetapkan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasar kompetensi,

akreditasi dan legislasi serta kegiatan peningkatan kuatitas lainnya

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam hidup sehat perlu digalang peranserta

masyarakat yang seluas-luasnya termasuk dalam pembiayaan. JPKM pada dasarnya

merupakan penataan sistem pembiayaan kesehatan yang mempunyai peranan yang besar pula

untuk mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.

4. Desentralisasi

Untuk keberhasilan pembangunan kese¬hatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan

harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Untuk itu

wewenang yang lebih besar didele¬gasikan kepada daerah untuk mengatur sistem

pemerintahan dan. rumah tangga sendiri, termasuk di bidang kesehatan.

C.EVALUASI PEMBANGUNAN KESEHATAN DI TAHUN 2011

Dengan desentralisasi, kepala daerah menjadi berkuasa penuh termasuk mengeluarkan

peraturan daerah yang bisa jadi `bottle neck` bagi kebijakan pemerintah (pusat). Pemerintah

daerah seharusnya dapat mendukung pelaksanaan program pemerintah untuk mencapai

target-target kesehatan semisal Millenium Development Goals (MDG). Namun saat ini masih

ada beberapa daerah yang belum menunjukkan dukungannya.(MenKes, januari 2011)


Menkes mengakui bahwa hingga kini akses kesehatan belum merata di seluruh daerah di

Tanah Air terutama di beberapa tempat yang memang sulit dijangkau. Salah satu

permasalahan kesehatan yang kita hadapi saat ini adalah belum meratanya akses layanan

kesehatan di daerah miskin, perbatasan dan kepulauan terpencil. Untuk itu, di tahun 2011 ini

Menkes mengungkapkan program prioritas Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan

layanan kesehatan bagi masyarakat miskin tersebut.

Caranya adalah dengan meningkatkan kualitas Puskesmas yang menjadi ujung tombak

layanan kesehatan masyarakat dengan menggelontorkan dana Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) sebesar Rp 75-100 juta per tahun per Puskesmas.

Selain itu, layanan kesehatan masyarakat disebut Menkes juga akan diarahkan lebih ke hulu

atau tindakan preventif daripada yang saat ini merupakan tindakan kuratif. "Kita

mengusahakan untuk membentuk masyarakat mandiri, tidak menunggu sampai sakit tapi

hidup sehat”.(MenKes, januari 2011)

Sosialisasi seperti Perilaku Hidup Bersih Sehat (PBHS) akan digalakkan di masyarakat

dengan melibatkan pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat yang melibatkan

partisipasi warga seperti Desa Siaga atau Posyandu.

"Tahun 2010 kita masih repot dengan upaya kuratif. Tapi tahun ini kami akan perhatikan

betul `primary health care` (layanan kesehatan dasar), tidak hanya puskesmas tapi juga

Posyandu, Desa Siaga dan lainnya,"( Menkes, januari 2011)

Jadi pada intinya, Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, apapun peran & program

yang dijalankan oleh pemerintah tanpa di dukung oleh partisipasi individu dan masyarakat

maka akan mustahil untuk mencapai Indonesia yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai