Anda di halaman 1dari 4

Dompet Digital dan Perilaku

Konsumtif
Oleh Bhima Yudhistira Adhinegara*
19 Maret 2019, 10:35:36 WIB

JawaPos.com – Persaingan dalam sistem pembayaran digital kian ketat. Awal Februari lalu,
perbankan BUMN (badan usaha milik negara) dan Telkomsel bergabung membentuk merek
pembayaran digital bernama LinkAja. Platform itu akan menjadi penantang dominasi Go-Pay
dan OVO.

Makin banyak munculnya pemain dalam ekosistem pembayaran digital bisa memberikan
keuntungan bagi masyarakat. Sebab, tidak dimungkiri bahwa perang promo menjadi salah
satu senjata andalan untuk menggaet konsumen. Artinya, semakin banyak pesaing, semakin
banyak promosi yang menguntungkan konsumen.

Itu juga penting untuk menstimulus masyarakat agar lebih banyak belanja sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Perang promo itu diperkirakan bertahan cukup lama.
Misalnya, yang kita lihat pada bisnis transportasi online. Dulu, promo dibilang segera
berakhir. Nyatanya, hingga sekarang masih banyak promo.

Artinya, di bisnis ekonomi digital, untuk mempertahankan market share, promo akan
dilakukan cukup lama. Bisa 3 atau 5 tahun. Hingga kemudian mereka menciptakan suatu
barrier atau tembok yang sulit ditembus oleh pemain baru. Itu bagus dan menguntungkan
masyarakat. Juga, dapat memunculkan bisnis-bisnis baru.

Saat ini masyarakat memandang pembayaran menggunakan QR code itu sebagai experience
atau pengalaman baru. Banyak generasi milenial yang mencoba. Akhirnya, muncul UMKM-
UMKM yang menggunakan fasilitas QR code agar bisa menawarkan experience lebih kepada
konsumen. Artinya, itu membantu UMKM.

Akses pembayaran dengan dompet digital juga mendorong semakin banyaknya merchant atau
toko yang terafiliasi dengan fasilitas tersebut. Dengan demikian, dapat mendorong gerakan
pembayaran nontunai (cashless). Sejauh ini jumlah transaksi cashless masih kurang dari 2
persen terhadap total transaksi. Itu menandakan bahwa peran e-wallet masih dalam tahap
awal. Terkonsentrasi di perkotaan, kelas menengah, dan di tempat dengan jaringan internet
yang cepat.

Untuk mendorong inklusi keuangan di pedesaan, dibutuhkan e-wallet dengan teknologi yang
berbeda. Lebih adaptif dengan infrastruktur yang terbatas dan bisa diakses semua masyarakat.
Dengan begitu, masuknya Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) diharapkan bisa
mempercepat penetrasi transaksi nontunai di pedesaan.

Secara infrastruktur, mereka memiliki jaringan perbankan sampai ke level daerah. Kelemahan
Go-Pay dan OVO, mayoritas masih menyasar perkotaan. Jika LinkAja bisa menyasar hingga
ke level pedesaan, itu dapat menaikkan pangsa pasar secara signifikan. Apalagi jika
pemberian bantuan nontunai yang awalnya menggunakan kartu diganti menggunakan QR
code.

Di Afrika, ada M-Pesa. Mungkin, kita bisa meniru model pengembangan e-wallet yang pro-
inklusi keuangan. Fungsi bank BUMN kan salah satunya sebagai agent of development.
Sehingga, diharapkan tidak hanya masuk ke perkotaan, tetapi juga membuka akses sistem
pembayaran ke pedesaan.

Masuknya Himbara melalui LinkAja juga bisa mendorong secara masif penggunaan
pembayaran digital di transportasi masal. Misalnya, diintegrasikan dengan KRL, MRT, LRT,
atau Trans Jakarta. Selama ini, baru Go-Pay dengan Go-Jek dan OVO dengan Grab.

Infrastruktur digitalnya juga kuat karena bisa menggabungkan teknologi yang ada di T-Cash
milik Telkomsel. Jadi, infrastruktur maupun kapasitas modal jauh lebih besar lantaran ada
bank BUMN di belakangnya. Itu membuat persaingan ke depan semakin menarik.

Meskipun, dalam catatan saya, jumlah pemainnya tidak akan lebih dari 10. Hanya akan
terkonsentrasi pada tiga sampai empat pemain besar, seperti halnya bisnis sistem pembayaran
karena padat modal. Kita lihat pemainnya sekarang dua sampai tiga. Mereka yang menguasai
infrastruktur digital, mereka yang menang.

Sayangnya, dari paper yang saya baca di beberapa negara, khususnya Singapura, India, dan
Tiongkok, memang ada kecenderungan masyarakat lebih konsumtif dengan menggunakan
dompet digital. Ada yang namanya delusi uang. Jadi, kalau seseorang memegang uang secara
fisik, dia akan lebih merasa memiliki. Sense of belonging-nya lebih besar jika dibandingkan
dengan bentuk digital.

Ada permasalahan psikologis sehingga orang lebih gampang mengeluarkan uang saat
menggunakan uang digital. Ah, ini kan cuma angka-angka digital. Tiba-tiba boros. Semakin
mudah, semakin cepat transaksinya, semakin boros.

Karena itu, penting mengatur pengeluaran belanja sesuai kebutuhan. Jangan terjebak pada
promo. Bandingkan harga dengan penjual lainnya. Jangan karena ada dompet digital, orang
jadi boros. Itulah yang harus dikontrol. Termasuk pada lingkungan sekitar sehingga gaya
hidup yang terlalu konsumtif bisa dikendalikan. 

*)  Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef)


Editor : Ilham Safutra
Reporter : (Disarikan dari wawancara Virdita Rizki Ratriani/c6/fal)

Perilaku Konsumtif
10 Oktober 2016   19:03 Diperbarui: 10 Oktober 2016   19:10

dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda:
“makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan
tidak sombong.” (H.R. Nasa’i)

Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi atau bahkan
menghabiskan kegunaan suatu barang ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya, serta
untuk memnberikan rasa kepuasan terhadap diri secara langsung, baik kepuasan jasmani
maupun kepuasan rohani. Dalm hadits diatas disebutkan bahwa kita dilarang untuk berlebih-
lebihan dalam mengkonsumsi suatu barang ataupun jasa. Perilaku seseorang yang senang
mengkonsumsi suatu barang ataupun jasa secara berlebihan walaupun tidak dibutuhkan
disebut dengan perilaku konsumtif. 

Bukan hanya itu saja, perilaku konsumtif terkadang membuat seseorang jauh lebih
mementingkan atau mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan. Padahal, hal seperti itu
tidaklah benar, seharusnya seseorang mendahulukan kebutuhan yang jauh lebih penting dari
pada keinginan yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya perilaku konsumtif, diantaranya:

 Pendapatan: Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin tingggi pula tingkat
konsumsinya, begitu juga sebaliknya, semakin rendah pendapatan seseorang maka semakin
rendah pula tingkat konsumsinya.
 Harga-harga barang atau jasa yang dikonsumsi: Jika harga barang atau jasa relatif
rendah, maka pada umumnya orang-orang akan menambahkan jumlah barang atau jasa yang
akan dikonsumsi.
 Ikut-ikutan: Kebanyakan orang terkadang ikut-ikutan dengan orang lain dengan
membeli barang yang sama agar terlihat lebih trendy dan up to date dalam mengikuti
perkembangan jaman.
 Ingin dipuji dan ingin tampil beda: Ada segelintir orang yang ingin dipuji dan ingin
tampil beda dengan membeli barang-barang yang cukup mahal dan terbatas, padahal
sebenarnya dia tidak begitu membutuhkan barang tersebut.

Terkadang seseorang tidak menyadari akan kegunaan atau manfaat barang ataupun jasa  yang
ia konsumsi. Karena dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut maka seseorang tidak terlalu
menghiraukan kegunaan atas apa yang ia konsumsi, karena yang terpenting baginya adalah
rasa puas atau kepuasan yang telah didapatkan dari barang atau jasa yang telah dikonsumsi.

Hal seperti itu harusnya dapat kita batasi dikarenakan perilaku konsumtif yang terlalu
berlebihan memiliki dampak yang negatif, diantaranya:
 Tidak dapat menabung untuk masa depan, karena seluruh penghasilannya telah
dibelanjakan.
 Hidup berfoya-foya akan menimbulkan kecemburuan sosial.
 Tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, karena lebih banyak mengkonsumsi
barang pada saat sekarang.
 Bila terlalu berlebihan maka akan menyebabkan terbiasa hidup boros.

Mestinya kita harus sadar akan dampak negatif dari perilaku konsumtif yang terlalu
berlebihan. Akan tetapi dibalik dampak negatif yang ditimbulkan, perilaku konsumtif
memiliki dampak positif, diantanya:

 Kebutuhan manusia dapat terpenuhi


 Memperoleh kepuasan dalam diri
 Memperoleh kenyamanan
 Memberikan keuntungan kepada penjual atau distributor

Kita seharusnya bisa lebih bijak dalam mengkonsumsi suatu barang ataupun jasa, kita harus
lebih mendahulukan kebutuhan yang jauh lebih penting dibandingkan dengan keinginan yang
tidak begitu penting dan bahkan tidak kita butuhkan. Jika semua kebutuhan telah terpenuhi,
barulah kita membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa yang diinginkan, akan tetapi tetap
jangan terlalu berlebihan dalam mengkonsumsinya dan sishkan sebagian penghasilan yang
didapat untuk menabung agar dapat menunjang kehidupan kita dimasa yang akan datang. 

Anda mungkin juga menyukai