Anda di halaman 1dari 24

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran
penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh
manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti. Magnetic Resonance Imaging yang disingkat dengan MRI
adalah suatu alat diagnostik mutahir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh
dengan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio, tanpa
operasi, penggunaan sinar X ataupun bahan radioaktif. Hasil pemeriksaan MRI
adalah berupa rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia
dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla
= 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor
kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal,
sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga
sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak.

2.2 Komponen MRI


Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang digunakan
untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar yang
dihasilkan. Selain sistem computer, komponen utama pada perangkat MRI adalah:
magnet utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan penerima
radiofrekuensi, serta sistem akuisisi data dalam komputer.

Pada gambar 2.1 menunjukkan beberapa perangkat keras dari mesin MRI
dimana diantaranya magnet utama, koil gradient X, Y, dan Z, koil pemancar dan
penerima radiofrekuensi.
Gambar 2.1 Beberapa perangkat keras dari mesin MRI

2.2.1 Magnet Utama


Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet
berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga
menimbulkan magnetisasi.

2.2.2 Koil Gradien


Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet gradien
yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean frekuensi, dan
pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus, yaitu bidang
x, y, dan z. Peranannya akan saling bergantian berkaitan dengan potongan
yang dipilih yaitu aksial, sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk
memvariasikan medan pada pusat magnet yang terdapat tiga medan yang
saling tegak lurus antara ketiganya (x,y,z).

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat komponen dari koil gradient
yang ada pada mesin MRI diamana Kumparan gradien dibagi 3, yaitu :

a. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) – Gz


b. Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy
c. Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding – Gx
Gambar 2.2 Skema koil 𝐺𝐺𝑥𝑥 , 𝐺𝐺𝑦𝑦 , dan 𝐺𝐺𝑧𝑧

2.2.3 Koil Radio Frekuensi


Koil radio frekuensi (RF Coil) terdiri dari 2 yaitu koil pemancar dan
koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang
radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil
penerima berfungsi untuk menerima sinyal output setelah proses eksitasi
terjadi. Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar sinyal
yang diterima memiliki amplitudo besar. Beberapa jenis koil RF diantaranya :

a. Koil Volume (Volume Coil)


Volume coils dapat digunakan secara eksklusif sebagai coils
penerima atau kombinasi coils mengirim / menerima. Volume coils
ditandai dengan kualitas sinyal homogen. Tipe lain dari coil
volume kumparan tubuh, yang merupakan bagian integral dari
sebuah scanner MR dan biasanya terletak di dalam lubang magnet
itu sendiri.
b. Koil Permukaan (Surface Coil)
c. Koil Linier
d. Koil Kuadrat
e. Phase Array Coil
2.2.4 Sistem Komputer
Sistem komputer bertugas sebagai pengendali dari sebagian besar
peralatan MRI. Dengan kemampuan perangkat lunak yang besar, komputer
mampu melakukan tugas-tugas multi (multi tasking), diantaranya adalah
operator input, pemilihan slice, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan
lain-lain. Komputer juga berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi
citra MRI yang dapat dilihat pada layar monitor, disimpan ke dalam disk atau
CD, atau bisa langsung dicetak.

2.3 Proses Pembentukan Citra Pada MRI


2.3.1 Spin Proton
Magnetic resonance (MR) pencitraan menggunakan sinyal dari inti
atom hidrogen (H) untuk membuat citra. Sebuah atom hidrogen terdiri dari
inti yang mengandung satu proton dan elektron tunggal mengorbit inti
(seperti terlihat pada Gambar. 2.3). Proton memiliki muatan positif dan
elektron muatan negatif, atom hidrogen secara keseluruhan adalah netral.

Gambar 2.3 Spin pada inti dari atom H

Terlepas dari muatan positif, proton memiliki spin. Spin Proton adalah
sifat instristik partikel bermuatan listrik yang berputar pada sumbunya
sehingga menimbulkan arus listrik di sekitar sumbu putarnya. Arus listrik ini
akan menginduksi medan magnet sehingga inti atom memiliki momen
magnetik mikroskopik. Pada unsur yang memiliki nomor atom genap momen
magnetik inti akan saling menghilangkan. Untuk itu, agar tetap diperoleh
momen magnetik inti maka diperlukan unsur yang memiliki nomor atom
ganjil.
Ini berarti bahwa proton berputar sekitar porosnya seperti gasing
berputar. Proton tersebut memiliki dua sifat penting yaitu Sebagai massa
berputar (m), proton memiliki momentum sudut dan berputar untuk
mempertahankan orientasi spasial sumbu rotasi (seperti terlihat pada Gambar
2.4a.). Sebagai massa berputar dengan muatan listrik, sebagai tambahan
proton memiliki momen magnetic dan berperilaku seperti magnet kecil. Oleh
karena itu, proton dipengaruhi oleh medan magnet eksternal dan gelombang
elektromagnetik (seperti terlihat pada Gambar. 2.4b).

Gambar 2.4a. momentum sudut proton

Gambar. 2.4b. proton memiliki momen magnetic

Spin proton selalu memiliki besar yang sama dan tidak akan dapat
dipercepat atau melambat, karena itu adalah sifat dasar dari partikel
elementer. Hidrogen adalah nucleus aktif yang banyak digunakan dalam
pencitraan MRI karena hidrogen dalam tubuh sangat banyak dan protonnya
mempunyai moment magnetic yang besar. Dalam kondisi normal moment
magnetic inti hydrogen arahnya random (seperti terlihat pada Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Inti hydrogen arahnya random

Namun apabila ditempatkan dalam suatu medan magnet yang kuat,


moment magnetic inti-inti atom akan menyesuaikan arah dengan medan
magnet (seperti terlihat pada Gambar 2.6).

Gambar 2.6 inti-inti atom H yang parallel dan anti parallel

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian inti-inti atom hidrogen


terhadap medan magnet eksternal adalah kuat lemahnya medan magnet dan
energi inti atom, yakni bila energi lebih lemah tidak cukup kuat untuk
berlawanan dengan medan magnet (𝐵𝐵0), dan bila energi tinggi maka
akan cukup untuk anti parallel (seperti terlihat pada Gambar 2.6). Inti yang
paling banyak mendominasi jaringan biologi tubuh manusia adalah atom
hydrogen. Atom hydrogen sangat banyak terdapat dalam jaringan biologi
tubuh manusia dan protonnya mempunyai moment magnetic yang besar. Hal
ini menyebabkan sinyal hidrogen yang dihasilkan 1000 kali lebih besar dari
pada atom lainnya dalam tubuh, sehingga atom inilah yang digunakan sebagai
sumber sinyal dalam pencitraan MRI.
2.3.2 Presesi
Tiap-tiap spin inti hidrogen membentuk Net Magnetisation Vector
(NMV) (seperti terlihat pada Gambar 2.8) pada sumbu atau porosnya.
Pengaruh dari medan magnet eksternal (𝐵𝐵0 ) akan menghasilkan spin sekunder
atau gerakan NMV mengelilingi 𝐵𝐵0. Spin sekunder ini disebut
precession (seperti terlihat pada Gambar 2.7), dan menyebabkan magnetik
moment bergerak secara circular mengelilingi 𝐵𝐵0 . Jalur sirkulasi
pergerakan itu disebut precessional path dan kecepatan gerakan NMV
mengelilingi 𝐵𝐵0 disebut frekuensi presesi. Satuan frekuensinya MHz, dimana
1 Hz = 1 putaran per-detik. Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom
hydrogen tergantung pada kuat magnet eksternal yang diberikan pada
jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi
presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik disebut dengan frekuensi
Larmor yang mengikuti persamaan :

𝜔𝜔0 = 𝛾𝛾0 · 𝐵𝐵0 (1)

Dimana:
𝜔𝜔0 adalah frekuensi Larmor dalam megahertz (MHz)
𝛾𝛾0 rasio gyromagnetic (MHz/T)
𝐵𝐵0 kekuatan medan magnet eksternal dalam satuan tesla (T)

Proton memiliki rasio gyromagnetic dari γ = 42,58 MHz / T, sehingga


frekuensi Larmor dari 68,866 MHz di 1,5 T.
Gambar 2.7 Proses dari Presesi atom Hydrogen

Gambar 2.8 Ilustrasi dari Net Magnetisasi Vector (NMV)

2.3.3 Resonansi
Merupakan sebuah fenomena diamana Radio Frekuensi (RF)
dipancarkan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi larmor atom maka
akan terjadi fenomena resonansi. Apabila objek diletakkan dalam medan
magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya akan berada pada
arah yang searah atau berlawanan dengan medan magnet eksternal dan inti-
inti itu akan mengalami perpindahan dari suatu energi ke tingkat energi yang
lain setelah diberikan Radio Frekuensi (seperti terlihat pada Gambar 2.9).
Proses perpindahan energi ini seringkali merubah arah dari NMV, akibatnya
vektor dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan magnet
eksternal, ke arah vektor yang lain.
Gambar 2.9 pemberian Radiofrekuensi pada atom Hidrogen

Pulsa Radio Frekuensi yang dipancarkan harus mempunyai frekuensi


tertentu untuk dapat berperan dalam proses transisi energi pada atom, dan
harus disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal (lihat Table 2.1).

Table 2.1 Karakteristik Atom

Isotope Symbol Spin Quantum Gyro Magnetic


Number Ratio (MHz/T)
Hydrogen H1 1/2 42,6
Carbon C13 1/2 10,7
Oxygen O17 5/2 5,8
Fluorine F19 1/2 40,0
Sodium Na23 3/2 11,3
Magnesium Mg25 5/2 2,6
Phosphorus P31 1/2 17,2
Sulphur S33 3/2 3,3
Iron Fe57 1/2 1,4

Besar nilai magnetisasi dari obyek atau jaringan yang berada dalam
medan magnet eksternal merupakan hubungan linier yaitu semakin besar nilai
medan magnet eksternalnya maka akan semakin besar nilai magnetisasinya,
setelah pemberian sinyal Radiofrekuensi maka atom hydrogen akan
memancarkan energi berupa sinyal dimana sinyal ini diterima oleh koil Radio
Frekuensi Receiver, diamana sinyal ini disebut sinyal MR (magnetic
resonance),
2.3.4 MR Signal
Akibat resonansi NMV yang mengalami inphase pada bidang
transversal. Hukum Faraday menyatakan jika receiver koil ditempatkan pada
area medan magnet yang bergerak misalnya NMV yang mengalami presesi
pada bidang transversal tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh
karena itu NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang
berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi sesuai frekuensi Larmor pada
bidang transversal, maka akan terjadi voltage. Voltage ini merupakan MR
signal. Frekuensi dari signal adalah sama dengan frekuensi Larmor, besar
kecilnya sinyal tergantung pada banyaknya magnetisasi dalam bidang
transversal. Bila masih banyak NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat
dan tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan
sinyal dan akan tampak gelap pada citra MRI.

Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula keadaan in


phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan
magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan
lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada
kekuatan signal MR dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada
citra MRI. Bila signal MR kuat maka akan memberikan gambaran citra yang
terang atau Hiperintens, sedangkan apabila signal MRI lemah akan
memberikan citra MRI gelap atau Hipointens. Bila pulsa RF dihentikan,
moment magnetik pada bidang transversal yang dalam keadaan Inphase akan
mengalami Dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal
akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin
melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID).

2.3.5 Sinyal Free Induction Decay (FID)


Selama melakukan gerakan presesi, vektor magnetisasi dalam
koordinat kartesian dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu :

1. Komponen logitudinal 𝑀𝑀𝑧𝑧 pada sumbu z, yakni arah magnetisasi


(M) mula-mula sebelum mengalami simpangan (sama dengan
arah medan magnet eksternal).
2. Komponen tranversal 𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 pada bidang xy (tegak lurus arah
medan magnet ekternal)
Selama berpresesi arah 𝑀𝑀𝑧𝑧 tetap, sedangkan 𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 berputar pada bidang
xy (seperti terlihat pada gambar 2.10), dimana putaran 𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 inilah yang
menghasilkan sinyal NMR dimana dipancarkan dari proton yang beresonansi
yang sinyalnya disebut sebagai Sinyal Free Induction Decay (FID).

Gambar 2.10 Skema dari Free Induction Decay (FID)

2.3.6 Relaksasi (Relaxation)


Sebuah proses diamana atom hidrogen kembali kepada
kesetimbangannya. Selama NMV membuang seluruh energinya yang diserap
dan kembali pada 𝐵𝐵0 disebut sebagai proses Relaksasi. Pada saat NMV
kehilangan magnetisasi transversal yang dikarenakan Dephase terjadi proses
Relaksasi yang menghasilkan recoveri magnetisasi longitudinal (𝑀𝑀𝑧𝑧) dan
decay dari magnetisasi transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 ).

a. Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses


yang dinamakan 𝑇1 recoveri.
b. Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses yang
dinamakan 𝑇2 decay.
2.3.7 𝑇1 Recoveri (Longitudinal Relaxation)
Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada
lingkungan sekitarnya atau lattice, dan disebut spin lattice relaksasi. Energi
yang dibebaskan pada sekeliling lattice menyebabkan inti-inti atom untuk
recoveri kemagnetisasi longitudinal. Rate Recoveri adalah proses
eksponensial denganwaktu yang konstan yang disebut 𝑇1 . 𝑇1 adalah waktu
pada saat 63% magnetisasi longitudinal (𝑀𝑀𝑧𝑧 ) untuk Recoveri (seperti terlihat
pada gambar 2.11).

Gambar 2.11 Diagram 𝑇1 Recoveri (spin lattice relaksasi)


2.3.8 𝑇2 Decay (Transverse Relaxation)
Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang lain.
Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari tiap-tiap inti atom
berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali dinamakan spin-spin relaksasi
dan menghasilkan decay atau hilangnya magnetisasi transversal. Rate decay
juga merupakan proses eksponensial, sehingga waktu relaksasi 𝑇2
dari jaringan soft tissue konstan. 𝑇2 adalah waktu pada saat 37%
magnetisasi transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 ) meluruh (seperti terlihat pada gambar 2.12).

Gambar 2.12 Grafik dari 𝑇2 Decay (spin-spin relaksasi)

Besarnya dan proses waktu frekuensi 𝑇1 dan 𝑇2 sangat berpengaruh


pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras citra MR,
sebab kurva 𝑇1 akan menentukan magnetisasi transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 ). Peluruhan 𝑇2
(waktu relaksasi 𝑇2 ) adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra,
sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal.
Pengulangan pulsa RF terjadi sebelum kurva recovery menjadi maksimal
sehingga obyek jaringan dengan 𝑇1 pendek (cepat kembali ke
kondisi kesetimbangan) akan mempunyai jumlah recovery yang banyak
dibandingkan dengan jaringan yang mempunyai waktu yang panjang,
sehingga dalam citra MRI akan di dapatkan gambar yang hitam pada
pembobotan 𝑇1 spin echo. Setelah pulsa RF diberikan pada obyek sebesar 63,9
MHz, magnetisasi longitudinal (𝑀𝑀𝑧𝑧 ) akan diputar 90° ke bidang
transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 ) dan terjadi proses relaksasi 𝑇2 . Jaringan yang mempunyai
nilai 𝑇2 pendek, dephase yang terjadi sangat cepat sehingga intensitas sinyal
yang dihasilkan sangat besar
dan jaringan dengan waktu relaksasi 𝑇2 pendek ini akan kelihatan hitam pada
pembobotan nilai 𝑇2 . Proses relaksasi 𝑇1 dan 𝑇2 adalah suatu kerja yang
berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan kembali magnetisasi
longitudinal (𝑀𝑀𝑧𝑧 ) diimbangi dengan peluruhan yang cepat pada
kurva relaksasi 𝑇2 . Dua efek relaksasi 𝑇1 dan 𝑇2 terjadi ketika objek
diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sequence. Pulsa
sequence dalam pencitraan MRI dibentuk untuk mengetahui bagaimana
efek 𝑇1 pada pembobotan citra 𝑇1 Weighted, efek 𝑇2 pada pembobotan citra 𝑇2
Weighted. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan
citra MRI dilakukan pengulangan untuk satu pemeriksaan. Waktu
pengulangan antara pulsa sequence yang satu dengan yang berikutnya disebut
dengan Time Repetition (TR), sedangkan waktu tengah antara pengiriman
pulsa pertama dengan sudut 90º dan sinyal maksimum (echo) disebut dengan
Time Echo (TE). Parameter 𝑇1 dan 𝑇2 sebagai sifat intrinsik jaringan, serta TE
dan TR sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat
kehitaman pada citra MRI. Pada 𝑇2 Weighted derajat kehitaman gambar akan
dikontrol oleh TE dan 𝑇2 (Spin spin relaxation), sedangkan untuk 𝑇1
Weighted derajat kehitaman akan dikontrol oleh TR dan 𝑇1 ((Spin lattice
relaxation). Secara umum 𝑇1 Weighted akan menunjukkan struktur anatomi,
dan 𝑇2 Weighted menunjukkan struktur patologi.
2.3.9 Relaksasi 𝑇1 dan 𝑇2
Eksitasi pulsa RF mengakibatkan vector magnetisasi (M) dari satu
jaringan akan memiliki arah menjauhi arah medan magnet luar (𝐵𝐵0). Pulsa RF
90º artinya M berubah arah 90º dari keadaan semula atau tegak lurus terhadap
𝐵𝐵0. Jika diibaratkan 𝐵𝐵0 sejajar sumbu Z, Sumbu X, sumbu Y tegak lurus
terhadap Z seperti pada gambar 2.13, maka pulsa RF menyebabkan M sejajar
sumbu XY (𝑀𝑀𝑋𝑋𝑋𝑋).

Gambar 2.13 M sejajar sumbu XY (𝑀𝑀𝑋𝑋𝑋𝑋 ).

Pada saat M berada pada sumbu XY (𝑀𝑀𝑋𝑋𝑋𝑋 ) inilah sinyal tertinggi yang
bisa ditangkap oleh detector. Semakin lama, 𝑀𝑀𝑋𝑋𝑋𝑋 akan berkurang karena
kembali ke Z dengan proses yang disebut Relaksasi, sampai akhirnya tidak
adalagi vector magnetisasi pada sumbu xy. Demikian pula sinyal yang
ditangkap. Setiap inti atom H memiliki waktu relaksasi 𝑇1 dan 𝑇2 yang
berbeda-beda tergantung dari pada jaringan apa dia terikat. Waktu relaksasi
𝑇1 dan 𝑇2 beberapa jaringan tubuh dapat dilihat seperti table dibawah.
Tabel 4.2 Waktu relaksasi 𝑇1 beberapa jaringan
𝑇1 Constans (in ms)
0,2 Tesla 1,0 Tesla 1,5 Tesla
Fat 240
Muscle 370 730 863
White Matter 388 680 783
Gray Matter 492 809 917
CSF 1,400 2,500 3,000

Tabel 4.2 Waktu relaksasi 𝑇2 beberapa jaringan


𝑇2 Constans (in ms)
Fat 84
Muscle 47
White Matter 92
Gray Matter 101
CSF 1,400

Waktu relaksasi 𝑇2 lebih cepat dari relaksasi 𝑇1 . 𝑇1 dan 𝑇2 lemak (fat)


lebih cepat dari cairan otak (CSF). Suatu citra 𝑇1 terbobot artinya
kontras jaringan sesuai dengan relaksasi 𝑇1 , yaitu lemak 𝑇1 nya cepat
tampak hiperintens dibandingkan cairan yang 𝑇1 nya lama seperti
gambar 2.14 dibawah ini
Gambar 2.14 grafik relaksasi 𝑇1

Suatu citra 𝑇2 terbobot artinya kontras jaringan sesuai dengan


relaksasi 𝑇2 , yaitu cairan yang relaksasi 𝑇2 nya lama, tampak hiperintes
dibanding lemak yang 𝑇2 nya cepat, seperti pada gambar 2.15, cairan
CSF tampak Hipointens pada 𝑇1 terbobot dan 𝑇2 terbobot pada citra lumbal
dapat dlilihat pada gambar 2.16

Gambar 2.15 grafik relaksasi 𝑇2


𝑇𝑇1 𝑇𝑇2

Gambar 2.16 Citra potongan Sagital 𝑇1 dan 𝑇2 terbobot dari lumbal

𝑇1 terbobot dan 𝑇2 terbobot ini ditentukan dengan pengaturan waktu


perulangan (Time Repetition/TR) pulsa RF dan waktu echo (Time echo/TE).
TR panjang dan TE panjang akan menghasilkan 𝑇2 terbobot, sedangkan TR
pendek dan TE pendek akan menghasilkan 𝑇1 terbobot.

2.4 Parameter Pembentuk Citra Pada MRI


2.4.1 Spin Echo (SE)
Spin Echo adalah sequence yang paling banyak digunakan pada
pemeriksaan MRI. Pada spin echo standar, segera setelah pulsa pertama
dengan sudut 90º diberikan, sebuah FID segera terbentuk. Dengan
menggunakan kekuatan radiofrekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer
NMV bersudut 900 kemudian diikuti dengan rephrasing pulse bersudut 1800.
Spin echo menggunakan eksitasi pulsa dengan sudut 900 yang diikuti oleh satu
atau lebih rephasing pulsa bersudut 1800, untuk menghasilkan Spin Echo.
Spin echo (SE) sama dengan urutan Gradien echo dengan pengecualian
bahwa ada tambahan refocusing pulsa bersudut 180° (seperti terlihat pada
Gambar 2.13).
Gambar 2.17 Pembentukan Spin Echo

2.4.2 Inversion recovery (IR)


Inversion recovery (IR) ialah urutan eksitasi SE (Spin Echo) pulsa
bersudut 90° dengan tambahan pulsa inversi bersudut 180° yang dimana pulsa
RF yang bersudut 180° rephasing dari urutan SE konvensional. Pulsa inversi
membalikan magnetisasi longitudinal dari 𝑀𝑀𝑧𝑧 positif kedalam 𝑀𝑀𝑧𝑧 arah
negatif (seperti terlihat pada Gambar. 2.14). Setelah beberapa relaksasi telah
terjadi, pulsa 90° urutan SE diterapkan. Waktu antara pulsa RF yang bersudut
180° dan pulsa RF yang bersudut 90 ° adalah Time Inversion (TI) (seperti
terlihat pada Gambar 2.14).
Gambar 2.18 Waktu antara pulsa 180° dan pulsa RF 90°

Kontras pada gambar dapat dimanipulasi dengan mengubah waktu


inversi. Dengan TI pendek dan pengiriman pulsa eksitasi yang bersudut 90°
segera setelah pulsa RF yang bersudut 180° inversi, semua magnetisasi
longitudinal negatif membalik atau flip ke bidang transversal. Jika waktu
inversi cukup panjang memungkinkan relaksasi penuh, sinyal kembali
menjadi lebih kuat.

Ketika pulsa pembalik dihapus, vektor magnetisasi mulai relaksasi


kembali ke 𝐵𝐵0. Kontras gambar yang dihasilkan sangat tergantung pada
panjang TI serta TR dan TE. Kontras dalam gambar terutama tergantung pada
besarnya magnet longitudinal yang (seperti pada putaran echo) setelah waktu
tunda yang dipilih TI. Kontras didasarkan pada kurva recovery TI setelah
inversi pulsa RF yang bersudut 180º. Inverting pulsa RF yang bersudut 180º
dapat menghasilkan perbedaan kontras besar antara lemak dan air karena
saturasi penuh vektor lemak atau air dapat dicapai dengan memanfaatkan TI
yang sesuai.

2.4.3 Short Time Inversion Recovery (STIR)


STIR (Short Time Inversion Recovery) adalah urutan pulsa inversi
dengan waktu tertentu sehingga dapat menekan sinyal dari lemak. Urutan
pulsa pemulihan inversi merupakan urutan pulsa Spin Echo didahului oleh
pulsa RF yang bersudut 180°. Sequence STIR membalikkan magnetisasi
longitudinal baik lemak dan air dengan pengiriman pulsa RF yang bersudut
180°, yang diikuti oleh TI (Time Inversion) beberapa ratus milidetik. Untuk
menekan sinyal lemak, TI disesuaikan sedemikian rupa sehingga pulsa RF
yang bersudut 90° dipancarkan tepat pada saat ketika lemak melewati nol. TI
menekan lemak sekitar 150-175 msec pada kekuatan bidang magnet 1,5 T
dan sekitar 100 msec pada bidang magnet 0,5 T.

Gambar 2.19 Grafik Pembobotan STIR

STIR merupakan urutan pulsa recovery inversi yang menggunakan TI


yang sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari inversi penuh
lemak terhadap bidang transversal sehingga tidak ada magnet longitudinal
yang sesuai dengan lemak. Ketika pulsa RF yang bersudut 90º bereksitasi
diterapkan setelah waktu tunda TI, sinyal dari lemak batal. STIR digunakan
untuk mencapai penekanan sinyal lemak dalam gambar 𝑇1 weighted dan 𝑇2
weighted. Sebuah TI dari 150-175 msec mencapai penekanan lemak
meskipun nilai ini bervariasi pada kekuatan lapangan magnet yang berbeda.

2.5 Parameter yang mempengaruhi Pembobotan Citra


2.5.1 Time Repetition (TR), Time Echo (TE), Flip Angle
Time Repetition (TR) merupakan parameter yang mengontrol jumlah
magnetisasi longitudinal (𝑀𝑀𝑧𝑧 ) yang recoveri sebelum RF pulse
berikutnya. TR yang panjang memungkinkan full recovery sehingga lebih
banyak yang
akan mengalami magnetisasi transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 ) pada RF pulse berikutnya. TR
yang panjang akan meningkatkan Signal Noise Ratio dan TR yang pendek
menurunkan Signal Noise Ratio. Sedangkan Time Echo (TE) merupakan
parameter yang mengontrol jumlah magnetisasi transversal (𝑀𝑀𝑥𝑥𝑦𝑦 )
yang akan Decay sebelum echo itu dicatat.
Time Repetition (TR) dan waktu Time Echo (TE) merupakan kunci
dari penciptaan kontras citra MRI. Pada Gambar 2.14 menunjukkan simbol
yang paling sering digunakan untuk diagram urutan pulsa, termasuk echo
dengan penggunaan Spin Echo (SE) dan Gradien Echo (GRE). Hal ini
penting untuk mengenali simbol-simbol ini, karena selalu digunakan untuk
mewakili TR dan TE.

Gambar 2.20 Definisi simbol yang digunakan dalam diagram urutan pulsa.

TR adalah waktu (biasanya diukur dalam milidetik) antara penerapan


pulsa RF eksitasi dan awal pulsa RF berikutnya. TE (juga biasanya diukur
dalam milidetik) adalah waktu antara penerapan pulsa RF dan puncak gema
terdeteksi (seperti terlihat pada Gambar 2.16a). Kedua parameter
mempengaruhi kontras gambar MR karena memberikan berbagai tingkat
kepekaan terhadap perbedaan waktu relaksasi antara berbagai jaringan. Pada
TR pendek, perbedaan waktu relaksasi antara lemak dan air dapat dideteksi
(magnetisasi longitudinal pulih lebih cepat dari pada lemak dalam air), di TR
panjang, tidak dapat dideteksi. Oleh karena itu, TR berhubungan dengan 𝑇1
(seperti terlihat pada Gambar 2.16b) dan mempengaruhi kontras gambar
𝑇1 Weighted. Pada TE singkat, perbedaan sinyal 𝑇2 lemak dan air tidak
dapat dideteksi dan penggunaan TE panjang dapat dideteksi. Oleh karena
itu, TE
berhubungan dengan 𝑇2 (seperti terlihat pada Gambar 2.16b) dan
mempengaruhi kontras gambar 𝑇2 Weighted. Ketika TR panjang dan TE
pendek, perbedaan dalam pemulihan magnetisasi dan peluruhan sinyal antara
lemak dan air yang tidak dapat dibedakan (seperti terlihat pada Gambar
2.16b) Oleh karena itu, kontras diamati pada gambar MR dihasilkan adalah
terutama karena perbedaan kepadatan proton antara kedua jenis jaringan.
Jaringan dengan lebih proton memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi, dan
jumlah proton lebih sedikit memiliki intensitas sinyal yang lebih rendah.

Gambar 2.21 (a) Skema representasi dari TR dan TE (b) Grafik menunjukkan
efek TR pendek dan panjang (kiri) dan pendek dan panjang TE (kanan) pada
pemulihan 𝑇1 dan 𝑇2 pada peluruhan lemak dan air, TR berhubungan dengan 𝑇1 dan
mempengaruhi pembobotan 𝑇1 Weighted, sedangkan TE berhubungan dengan 𝑇2
dan mempengaruhi pembobotan 𝑇2 Weighted

Partial flip angle imaging adalah teknik yang dapat digunakan untuk
meminimalkan saturation dan mendapatkan sinyal MR yang memadai
meskipun TR yang sangat singkat. Sudut Flip yang lebih kecil tidak
membelokkan magnetisasi dengan sudut 90° tetapi hanya beberapa fraksi dari
sudut 90° (misalnya 30°). Secara umum, semakin pendek TR, sudut flip yang
lebih kecil diperlukan untuk mencegah saturation yang berlebihan. Sudut Flip
memaksimalkan sinyal yang diberikan TR dan TE dikenal sebagai sudut
Ernst.
Parameter ini dipilih saat melakukan field echo sequence guna
menghasilkan kontras gambar yang memuaskan. Flip angle berhubungan
dengan jumlah spin pada bidang tranversal (flip angle pendek dihasilkan dari
jumlah spin yang sedikit pada bidang tranversal). Pemilihan flip angle
bersamaan dengan pemilihan TR, di dalam bergantung pada kekuatan medan
dari system operasi. Secara umum, ketika flip angle pendek dipilih, efek 𝑇2
predominan, image akan tampak dalam 𝑇2 Weighted sequence sehingga
struktur yang berisi cairan akan nampak terang. Memperbesar flip angle akan
meningkatkan pengaruh 𝑇1 dengan cara membiarkan relaxasi komplit pada
jaringan dengan 𝑇1 pendek, sehingga memberi kontribusi terhadap
terbentuknya lebih banyak signal pada repetisi sequence berikutnya.
Waktu relaksasi pada jaringan ditentukan oleh medan magnet yang
terjadi pada saat NMR. Ini dapat dirubah hanya jika medan magnetik juga
diubah. Ketika sequence digunakan untuk menghasilkan flip angle khusus
seperti yang dilakukan pada gradient echo imaging atau sequence
membutuhkan persiapan pulsa, waktu relaksasi akan menjadi fungsi dari
sudut tersebut. Sebagai contoh bila flip angle yang dipilih dengan sudut 450,
vektor tissue akan recover ke bidang magnetisasi longitudinal (𝑇𝑇1 growth)
lebih cepat dibandingkan ketika menggunakan Spin Echo dimana pulsa
sequence yang digunakan ialah sudut 900. TR seharusnya diubah untuk
mengakomodasi peningkatan waktu relaksasi tersebut. Untuk alasan tersebut,
sequence Gradient Echo imaging dapat diilakukan pada waktu yang lebih
cepat dari Spin Echo sequence. Citra yang menggunakan partial flip teknologi
akan menghasilkan kontras yang mirip dengan image dengan TR sequence (𝑇𝑇2
Weighted Spin Echo sequence) dengan waktu imaging yang lebih pendek.

Gambar 2.22 Hasil citra MRI dengan variasi Filp angel

Anda mungkin juga menyukai