Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Jembatan
3.1.1. Pengertian Jembatan
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan
jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya
jalan lain (jalan air atau lalu lintas biasa). Jika jembatan itu berada di atas jalan
lalu lintas biasa maka biasanya dinamakan viaduct. (Jembatan, H.J. Struyk &
K.H.C.W. Van Der Veen, 1995)
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan
estetika-arsitektural yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika
(Jembatan, Bambang Supriyadi dan Agus Setyo Muntohar, 2007).

3.1.2. Jenis – jenis Jembatan


Jenis jembatan beerdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe
struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan
kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi
yang mutakhir.
Berdasarkan kegunaannya jembatan dapat dibedakan sebagai berikut:
 Jembatan jalan raya (highway bridge).
 Jembatan jalan kereta api (railway bridge).
 Jembatan jalan air (waterway bridge)
 Jembatan jalan pipa (pipeway bridge)
 Jembatan militer (military bridge)
 Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi
beberapa macam antara lain:
 Jembatan kayu (log bridge).
Jembatan yang terdiri dari bahan kayu dengan bentang yang relatif pendek.
 Jembatan beton (concrete bridge).
Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari material
utama bersumber dari beton.
 Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge).
Jembatan dengan bahan berkekuatan tinggi merupakan alternatif menarik
untuk jembatan bentang panjang. Bahan ini dipergunakan secara luas pada
struktur jembatan sejak tahun 1950-an.
 Jembatan baja (steel bridge).
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur
baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung
kabel.
 Jembatan komposit (compossite bridge).
Jembatan yang memilki pelat lantai beton dihubungkan dengan girder atau
gelagar baja yang bekerja sama mendukung beban sebagai satu kesatuan
balok. Gelagar baja terutama menahan tarik sedangkan plat beton menahan
momen lendutan.
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, antara lain:
 Jembatan plat (slab bridge).
Jembatan dengan bentuk yang paling ekonomis untuk menahan lentur dan
gaya geser serta memiliki momen inersia terbesar untuk berat yang relatif
rendah setiap unit panjangnya.
 Jembatan plat berongga (voided slab bridge).
Jembatan dengan meminimalkan jumlah gelagar dan bagian-bagian fabrikasi,
sehingga dapat mengurangi nilai konstruksinya. Jarak antar gelagar dibuat
lebar dan pengaku lateral diabaikan.
 Jembatan gelagar (girder bridge).
Jembatan yang memiliki gelagar utama dihubungkan secara melintang
dengan balok lantai membentuk pola grid dan akan menyalurkan beban
bersamasama. Jembatan tipe ini dibagi menjadi 2 macam yakni, I-girder dan
box girder.
 Jembatan rangka (truss bridge).
Jembatan yang terdiri dari elemen-elemen berbentuk batang disusun dengan
pola dasar menerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-elemen tersebut
dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap bagian menahan
beban axial juga tekan dan tarik.
 Jembatan pelengkung (arch bridge).
Pelengkung merupakan struktur busur vertikal yang mampu menahan beban
tegangan axial.
 Jembatan gantung (suspension bridge).
Jembatan dimana gelagar digantung oleh penggantung vertikal atau
mendekati vertikal yang kemudian digantungkan pada kabel penggantung
utama yang melewati menara dari tumpuan satu ke tumpuan lainnya. Beban
diteruskan melalui gaya tarik kabel. Desain ini sesuai dengan jembatan
dengan bentang yang terpanjang.
 Jembatan kabel (cable stayed bridge).
Jembatan dimana gelagar digantung oleh kabel berkekuatan tinggi dari satu
atau lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk jembatan jarak panjang.
 Jembatan kantilever (cantilever bridge)
Jembatan menerus yang dibuat dengan penempatan sendi di antara
pendukung.
(Jembatan, Bambang Supriyadi & Agus Setyo, 2007:18)
3.1.3. Bagian – bagian Struktur Jembatan
A. Struktur Atas Jembatan
Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi yang menopang beban-
beban akibat lalu lintas kendaraan, orang, barang ataupun berat sendiri dan
konstruksi. (http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/ pedoman_teknik 2122.pdf).
Yang termasuk dalam bangunan atas adalah:
1) Tiang sandaran
Berfungsi untuk membatasi lebar dari suatu jembatan agar membuat rasa
aman bagi lalu lintas kendaraan maupun orang yang melewatinya. Tiang
sandaran dengan trotoar terbuat dari beton bertulang dan untuk sandarannya
dari pipa galvanis.
2) Trotoar
Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih
tinggi dari lantai jalan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup
untuk dua orang berpapasan dan biasanya berkisar antara 1,0–1,5 meter dan
dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan. Pada ujung tepi trotoar (kerb)
dipasang lis dari baja siku untuk penguat trotoar dari pengaruh gesekan
dengan roda kendaraan
3) Lantai Trotoar
Lantai trotoar adalah lantai tepi dari plat jembatan yang berfungsi menahan
beban-beban yang terjadi akibat tiang sandaran, pipa sandaran, beban trotoar,
dan pejalan kaki.
4) Lantai Kendaraan
Lantai Kendaraan Berfungsi untuk memikul beban lalu lintas yang melewati
jembatan serta melimpahkan beban dan gaya-gaya tersebut ke gelagar
memanjang melalui gelagar-gelagar melintang. Pelat lantai dari beton ini
mempunyai ketebalan total 20 cm.
5) Balok Diafragma
Balok diafragma adalah merupakan pengaku dari gelagar-gelagar memanjang
dan tidak memikul beban plat lantai dan diperhitungkan seperti balok biasa.
6) Gelagar
Gelagar merupakan balok utama yang memikul beban dari lantai kendaraan
maupun kendaraan yang melewati jembatan tersebut, sedangkan besarnya
balok memanjang tergantung dari panjang bentang dan kelas jembatan.

B. Struktur Bawah Jembatan


Bangunan bawah pada umunya terletak disebelah bawah bangunan atas.
Fungsinya menerima/memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan
kemudian menyalurkannya ke pondasi (Dasar-dasar Perencanaan Jembatan Beton
Bertulang, Agus Iqbal Manu, 1995:5). Yang termasuk dalam bangunan bawah
jembatan yaitu seperti:
1) Kepala Jembatan (Abutment)
Bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan, selain sebagai pendukung bagi
bangunan atas juga berfungsi sebagai penahan tanah. Bentuk umum abutment
yang sering dijumpai baik pada jembatan lama maupun jembatan baru pada
prinsipnya semua sama yaitu sebagai pendukung bangunan atas, tetapi yang
paling dominan ditinjau dari kondisi lapangan seperti daya dukung tanah
dasar dan penurunan (seatlement) yang terjadi. Adapun jenis abutment ini
dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang dengan konstruksi
seperti dinding atau tembok.
2) Plat Injak
Plat injak adalah bagian dan bangunan jembatan bawah yang berfungsi untuk
menyalurkan beban yang diterima diatasnya secara merata ke tanah
dibawahnya dan juga untuk mencegah terjadinya defleksi yang terjadi pada
permukaan jalan.
3) Pondasi
Pondasi adalah bagian dan jembatan yang tertanam di dalam tanah. Fungsi
dari pondasi adalah untuk menahan beban bangunan yang berada di atasnya
dan meneruskannya ke tanah dasar, baik kearah vertikal maupun kearah
horizontal.
4) Dinding Sayap (Wing Wall)
Dinding sayap adalah bagian dan bangunan bawah jembatan yang berfungsi
untuk menahan tegangan tanah dan memberikan kestabilan pada posisi tanah
terhadap jembatan.
5) Landasan/Perletakan
Landasan jembatan adalah bagian ujung bawah dari suatu bangunan atas yang
berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas kepada bangunan
bawah. Menurut fungsinya dibedakan landasan sendi (fixed bearing) dan
landasan gerak (movable bearing).

3.2. Pondasi
3.2.1. Pengertian Pondasi
Pondasi merupakan dasar bangunan yang kuat dan biasanya terletak
dbawah permukaan tanah tempat bangunan didirikan. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008: 414).
Pondasi adalah suatu bagian dari konstriksi yang bertugas meletakkan
bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure/super structure)
ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya. Untuk tujuan itu pondasi
bangunan harus dipertimbangkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap
berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya luar, seperti tekanan angin,
gempa bumi dan lain-lain, dan tidak boleh terjadi penurunan pondasi setempat
ataupun penurunan pondasi yang merata lebih dari batas teretntu. (Pengantar
Teknik Pondasi, Rudi Gunawan, 1983).
Pondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu konstruksi bangunan.
Fungsi pondasi adalah meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang berada
di bawah pondasi dan tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan.
Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka penurunan yang berlebihan atau
keruntuhan dari tanah akan terjadi, kedua hal tersebut akan menyebabkan
kerusakkan konstruksi yang berada di atas pondasi. (Principles of Foundation
Engineering, Braja M, Das, 1998).
Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh pondasi antara lain:
1. Terhadap tanah dasar
a. Pondasi harus mempunyai bentuk, ukuran dan struktur sedemikian rupa
sehingga tanah dasar mampu memikul gaya-gaya yang bekerja
b. Penurunan yang terjadi tidak boleh terlalu besar/tidak merata
c. Bangunan tidak boleh bergeser atau mengguling
2. Terhadap struktur pondasi sendiri:
Struktur pondasi harus cukup kuat sehingga tidak pecah akibat gaya yang
bekerja. (Principles of Foundation Engineering, Braja M, Das, 1998).

Kegagalan fungsi pondasi dapat disebabkan karena “base-shear-failure”


atau penurunan yang berlebihan dan sebagai akibatnya dapat timbul kerusakan
struktural pada kerangka bangunan atau kerusakan lain. Agar dapat dihindari
kegagalan fungsi pondasi, maka pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan
tanah yang cukup keras/padat serta kuat mendukung beban bangunan tanpa timbul
penurunan yang berlebihan dan untuk mengetahui letak/kedalaman lapisan tanah
padat dengan daya dukung yang cukup besar, maka perlu dilakukan penyelidikan
tanah. (Pengantar Teknik Pondasi, Rudi Gunawan, 1983)

3.2.2. Jenis – jenis Pondasi


Pemilihan jenis pondasi yang akan digunakan sebagai struktur bawah
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi tanah dasar, beban yang
diterima pondasi, peraturan yang berlaku, biaya, kemudahan pelaksanaannya dan
sebagainya. Berdasarkan elevasi kedalamannya, maka pondasi dibedakan menjadi
pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation),
(Principles of Foundation Engineering, Braja M, Das, 1998).
Pondasi adalah bagian dari elemen bangunan yang berfungsi meletakkan
dan meneruskan beban ke dasar tanah yang kuat mengimbangi dan mendukung
(merespon) serta dapat menjamin kestabilan bangunan, paling tidak
terhadapberatnya sendiri, beban yang bekerja serta beban gempa.Berbagai macam
bentuk pondasi dengan beberapa macam kegunaanya disesuaikan dengan
kebutuhan. Melihat dari letaknya di dalam tanah dan tertutupmaka pondasi harus
dibuat kuat, aman, dan awet, agar tidak mudah rusakkerusakan pondasi sangat
berpengarauh terhadap fisik bangunan dan susah memperbaikinya. Pondasi dapat
di buat dengan berbagai macam bentuk dipengaruhi oleh :
1. Beban
2. Jenis Tanah
3. Bahan
4. Alat kerja dan Tenaga
5. Lokasi dan Situasi
6. Pertimbangan Biaya

Jenis-jenis pondasi adalah sebagai berikut:


1. Pondasi telapak / Umpak (untuk Rumah Panggung)
2. Pondasi Rollag Bata (untuk Penahan lantai)
3. Pondasi Batu Bata (untuk Bangunan Sederhana)
4. Pondasi Batu Kali (untuk Bangunan Sederhana 1-2 lantai)
5. Pondasi Tapak atau Ceker
6. Pondasi Sumuran (untuk Bangunan Bertingkat)
7. Pondasi Bored Pile atau Strauss pile (untuk Bangunan Bertingkat)
8. Pondasi Tiang Pancang atau Paku Bumi (untuk bangunan bertingkat)
(Analisa dan Desain Pondasi Edisi Keempat Jilid I, Bowles, Joseph E. 1992)

3.3. Pondasi Tiang Pancang


Pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi untuk suatu
bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan
bebannya, atau apabila tanah keras yang mana mempunyai daya dukung yang
cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya letaknya sangat dalam.
Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau
mentransferkan beban-beban dari konstruksi di atasnya (super structure) ke
lapisan tanah yang lebih dalam.
Pada umumnya, tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam tanah,
tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal maka tiang
pancang akan dipancangkan miring (batter pile). (Pondasi Tiang Pancang Jilid I,
Ir. Sardjono HS, 1988)
Untuk mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan:
 Data tentang tanah dasar.
 Daya dukung single pile dan group pile.
 Analisa Negative Skin Friction, karena Negative Skin Friction mengakibatkan
beban tambahan.

Untuk itu perlu diadakan pengujian Sondir dan Boring untuk memperoleh
data tanah. Serta perlu dilakukan perhitungan daya dukung berdasarkan metoda
calendering/pemancangan dan test pembebanan.
Secara umum pondasi tiang mempunyai ketentuan-ketentuan:
a. Mampu meneruskan gaya-gaya vertikal yang bekerja padanya untuk
diteruskan ke lapisan tanah pendukung (bearing layers).
b. Dengan adanya hubungan antara kepala-kepala tiang satu dengan lainnya
mampu menahan perubahan-perubahan bentuk tertentu ke arah mendatar
(tegak lurus terhadap as tiang).

Apabila kita perhatikan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka tidak


perlu bahwa tiang pancang harus terletak di bawah tanah dan selalu dihubungan
dengan poer. Pondasi tiang yang tidak berhubungan langsung dengan poer tetapi
berhubungan langsung dengan balok-balok melintang pada bangunan atas dapat
pula diperlakukan sebagai Pondasi Tiang.
Jika diameter tiang menjadi lebih besar atau tiang menjadi lebih pendek
sehingga kelakukannya bertambah besar, maka tiang tersebut merupakan Tiang
pendek atau short pile yang mempunyai ketentuan-ketentuan lain dari pada tiang
panjang atau long pile di dalam perhitungannya. (Pondasi Tiang Pancang Jilid II,
Ir. Sardjono HS, 1988)
Pondasi berfungsi menyalurkan beban-beban terpusat dari bangunan
bawah kedalam tanah pendukung dengan cara demikian sehingga hasil tegangan
dan gerakan tanah dapat dipikul oleh struktur secara keseluruhan. Daya dukung
pondasi harus lebih besar dari pada beban yang dipikul oleh pondasi tersebut,
daya dukung pondasi sangat berkaitan dengan daya dukung tanah dasar. Daya
dukung tanah didefiniskan sebagai kekuatan maksimum tanah menahan tekanan
dengan baik tanpa menyebabkan terjadinya failure. Sedangkan failure pada tanah
adalah penurunan (sattlement) yang berlebihan atau ketidakmampuan tanah
melawan gaya geser dan untuk meneruskan beban pada tanah.
Perhitungan daya dukung tanah dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan rumus Hiley. Sebenarnya perhitungan kapasitas daya dukung tanah
dapat dihitung dengan rumus lain, namun rumus Hiley lebih sering digunakan
dalam perhitungan kapasitas tanah berdasarkan kalendering tiang pancang.

Rumus Hiley :
2. W . H W + N 2 . F
R= .
S+K W +P
Keterangan :
R = Kapasitas daya dukung tanah ( ton )
W = Berat hummer( ton )
K = Tinggi jatuh hammer ( cm )
S = Penetrasi tiang pancang pada tumbukan kalendering ( cm )
P = Kedalaman tiang pancang yang tertanam ( cm )
N = Koefisien restitusi ( 0,45 = tiang pancang )

Dan tidak hanya daya dukung, penurunan yang terjadi harus sesuai batas
yang diizinkan (toleransi) yaitu 1” (2,54 cm). Untuk mengevaluasi daya dukung
pondasi tiang pancang dapat dilakukan dengan metode, antara lain :
1. Berdasarkan sifat-sifat teknis tanah
2. Berdasarkan hasil pengujian sondir dan SPT
3. Berdasarkan hasil pengujian PDA
(Analisa dan Desain Pondasi Edisi Keempat Jilid I, Bowles, Joseph E.
1992.)

3.4. Kalendering
Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang
pancang (beton maupun pipa baja) yaitu untuk mengetahui daya dukung tiang
melalui perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat
pancang bisa berupa Diesel Hammer maupun Hydraulic Hammer.
Kalendering dalam proses pemancangan tiang pancang merupakan pekerjaan
yang harus dilaksanakan dan djadikan laporan proyek. Sebagai tambahan selain
kalendering dilakukan pengecekan dengan PDA test. Perhitungan kalendering
menghasilkan output yang berupa daya dukung tanah dalam Ton. Sebelum
dilaksanakan kalendering basanya juga dilakukan monitoring pemukulan saat
pemancangan yaitu untuk mengetahui jumlah pukulan tiap meter dan total sebagai
salah satu benuk data yang dilampirkan beserta hitungan kalendering. Untuk itu
sebelumnya tiang pancang yang akan dipancang diberikan skala terlebih dahulu
tiap meternya menggunakan penanda misalnya cat semprot/philox. Untuk
mengitungnya disediakanterlebih dahulu counter agar mudah dalam menghitung
jumlah pukulan tiap meter dan totalnya. Sebenarnya metode pelaksanaan
kalendering hanyalah sederhana.
Alat yang disediakan cukup spidol, kertas milimeter block, selotip, dan kayu
pengarah spidol agar selalu pada posisinya. Alat tersebut biasanya juga telah
disediakan oleh Sub-Kontraktor Pemancangan. Dan pelaksanannya pun
merupakan bagian dari kontrak pemancangan. Pelaksanaanya dilakukan pada saat
10 pukulan terakhir. Kapan saat dilaksanakan kalendering adalah saat hampir
mendekati top pile yang disyaratkan, Final Set 3 cm untuk 10 pukulan terakhir,
atau bisa dilihat dari data bore log. Sebenarnya ada beberapa faktor lain
tergantung kondisi dilapangan. (Rekayasa Pondasi. Dr. Bambang Surendro, 2015)
3.5. Pembebanan dengan Metode PDA Test
Pelaksanaan pengujian pembebanan pada tiang pancang dengan metode PDA
test untuk mengetahui dengan pasti daya dukung tiang struktur. Pile Dynamic
Analizer merupakan suatu metode pengujian daya dukung tiang pancang dengan
memanfaatkan rambatan-rambatan gelombang. Rambatan gelombang pada tiang
pancang direkam oleh suatu komputer yang dilengkapi dengan aplikasi khusus
yang dirancang untuk menganalisa refraksi, sefleksi dan diperse gelombang.
komputer pengolah data gelombang untuk mendapatkan informasi daya dukung
total tiang.
High Strain Dynamics Pile Test (HSDPT) atau sering disebut Pile Driving
Analyzer (PDA) test . Uji beban dinamis memiliki beberapa keuntungan antara
lain :
1. Dalam satu hari dapat dilakukan test beberapa tiang sehingga menghemat
waktu
2. HSDPT membutuhkan ruang relatif kecil
3. Mengevaluasi daya dukung dan integritas struktural tiang.
4. Mengevaluasi penurunan (Settlement) tiang.

Adapun kekurangan dari Pile Driving Analyzer (PDA) antara lain :


1. Tidak bisa menghitung gaya lateral
2. Hasil dapat menyimpang jauh dari data pengujian dan interprestasi bila
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman
3. Pemasangan sensor-sensor harus teliti, bila pemasangan baut tidak tegak lurus
akan mengakibatkan strain transducer sudah tertegang terlebih dahulu.

Pengujian tiang cara dinamis dilakukan dengan menempatkan 2 pasang


sensor secara berlawanan. Satu pasang sensor terdiri dari pengukur regangan
(Strain Transducer) dan pengukuran percepatan (percepatan (Accelerometer)
yang dipasang dibawah kepala tiang (minimum jarak dari kepala tiang ke
transducer 1,5D – 2D, Dimana D adalah diameter tiang) sehingga ada jarak bebas
pada saat tumbukan. Akibat tumbukan hammer pada kepala tiang, sensor akan
menangkap gerakan yang timbul dan mengubahnya menjadi sinyal listrik tang
kemudian di rekam dan diproses dengan Pile Driving Analyzer (PDA) model
PAX. Hasil rekaman PDA dianalisa lebih lanjut dengan software CAPWAP.
CAPWAP (Case Pile Wave Analysis Program) program aplikasi analisa
numerik yang menggunkan masukan data gaya (Force) dan kecepatan (Velocity)
yang diukur oleh PDA.Kegunaan program ini adalah untuk memperperkiran
distribusi dan besarnya gaya perlawanan tanah total sepanjang tiang berdasarkan
modelisasi sistem tiang-tanah yang dibuat dan memisahkannya menjadi bagian
perlawanan dinamis dan statis dengan ketinggian jatuhnya antara 0,25 m s/d 1,5
m. sedangkan jumlah pile cap yang akan diuji antara lain 1,2 – 2% dari seluruh
jumlah tiang pancang/bor. (Mhaiskar, SY dkk, 2010).

3.6. Pile Cap


Pile cap berfungsi untuk mengikat tiang-tiang menjadi satu kesatuan dan
memindahkan beban kolom kepada tiang. Pile cap biasanya terbuat dari beton
bertulang.
Perencanaan pile cap dilakukan dengan anggapan sebagai berikut:
1. Pile cap sangat kaku
2. Ujung atas tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak ada momen
lentur yang diakibatkan oleh pile cap ke tiang.
3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu distribusi tegangan
dan deformasi membentuk bidang rata.

Pile cap merupakan suatu cara untuk mengikat pondasi sebelum didirikan
kolom di bagian atasnya. Pile cap tersusun atas tulangan baja berdiameter 16mm,
19mm, 25mm dan 32mm yang membentuk suatu bidang dengan ketebalan 50 mm
dan lebar yang berbeda-beda tergantung dari jumlah tiang yang tertanam.
Pile cap ini bertujuan agar lokasi kolom benar-benar berada dititik pusat
pondasi sehingga tidak menyebabkan eksentrisitas yang dapat menyebabkan
beban tambahan pada pondasi. Selain itu, seperti halnya kepala kolom, pile cap
juga berfungsi untuk menahan gaya geser dari pembebanan yang ada. Bentuk dari
pile cap juga bervariasi dengan bentuk segitiga dan persegi panjang. Jumlah
kolom yang diikat pada tiap pile cap pun berbeda tergantung kebutuhan atas
beban yang akan diterimanya. Terdapat pile cap dengan pondasi tunggal, ada yang
mengikat 2 dan 4 buah pondasi yang diikat menjadi satu.

Gambar x.x Pile cap

Fungsi dari pile cap adalah untuk menerima beban dari kolom yang
kemudian akan terus disebarkan ke tiang pancang dimana masing-masing pile
menerima 1/N dari beban oleh kolom dan harus ≤ daya dukung yang diijinkan (Y
ton) (N= jumlah kelompok pile). Jadi beban maksimum yang bisa diterima oleh
pile cap dari suatu kolom adalah sebesar N x (Y ton). Pile cap merupakan suatu
cara untuk mengikat pondasi sebelum didirikan kolom di bagian atasnya. Pile cap
ini bertujuan agar lokasi kolom benar-benar berada dititik pusat pondasi seehingga
tidak menyebabkan eksentrisitas yang dapat menyebabkan beban tambahan pada
pondasi. Selain itu, seperti halnya kepala kolom, pile cap juga berfungsi untuk
menahan gaya geser dari pembebanan yang ada. (Struktur Beton Bertulang Tahan
Gempa, Anugerah Pamungkas & Erny Harianti, 2010).

Anda mungkin juga menyukai