Anda di halaman 1dari 35

14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehartan Kerja (SMK3)

Perusahaan wajib memberlakukan SMK3 sesuai dengan kriteria yang berlaku.

Adapun latar belakang ditetapkannya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (Depnakertrans RI, 2005), yaitu:

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja belum mendapatkan perhatian yang memadai

dari semua pihak.

2. Masalah K3 belum menjadi prioritas program.

3. Belum ada yang mengangkat masalah K3 menjadi masalah nasional baik secara

politis maupun sosial.

4. Masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek ekonomi dan tidak pernah

dilihat dari pendekatan moral.

5. Tenaga kerja masih ditempatkan sebagai faktor produksi dalam perusahaan

belum ditempatkan sebagi mitra usaha.

6. Alokasi anggaran prusahaan untuk pengelolaan K3 relatif lebih kecil.

7. Kecelakaan kerja yang relatif masih tinggi.

8. Pelaksanaan pengawasan masih bersifat parsial dan belum menyentuh aspek

manajemen.

9. Komitmen pimpinan perusahaan dalam hal K3 relatif lebih kecil.

10. Komitmen tenaga kerja dalam hal K3 masih sangat kurang.

Universitas Sumatera Utara


15

11. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah berkorelasi dengan kurangnya

kesadaran atas K3, sehingga sebahagian besar tidak memahami haknya untuk

mendapatkan perlindungan K3.

12. Tuntutan global dalam perlindungan hak dasar tenaga kerja.

Pengelolaan K3 dengan pendekatan SMK3 (Suma’mur 2004), dilakukan

dengan:

1. Melibatkan seluruh aspek (tenaga kerja, bahan baku, peralatan, produk,proses,

dan faktor lingkungan) yang mempengaruhi K3 ditempat kerja.

2. Mencakup seluruh fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), Pelaksanaan (actuating), dan pengendalian

(Controlling).

3. Mencakup kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

4. Mendorong peran aktif seluruh tingkatan manajemen dan tenaga kerja.

5. Menjamin pemenuhan terhadap peraturan perundangan, standar nasional dan

internasional.

6. Menjamin proses peningkatan dan berkesinambungan.

7. Mengintegrasikan dengan sistem manajemen perusahaan.

2.1.1. Pengertian SMK3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian

dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian

risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien dan produktif (pasal satu ayat satu PP RI No. 50 Tahun 2012).

Universitas Sumatera Utara


16

2.1.2. Tujuan dan Sasaran SMK3

Tujuan Sistem Manajemenen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

menurut PP No.50 Tahun 2012 adalah:

a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang

terencana, terukur,terstruktur, dan terintegrasi.

b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan

melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat

buruh.

c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong

produktivitas.

2.1.3. Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3)

Menurut Kawatu (2012) dalam Wuon (2013) manfaat penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diantaranya adalah :

a. Memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas pekerja terhadap perusahaan,

karena adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Menunjukkan bahwa sebuah perusahaan selalu beritikad baik dalam mematuhi

peraturan perundangan, sehingga dapat beroperasi secara normal tanpa

menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.

c. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja, kerusakan, atau sakit akibat kerja,

sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan oleh

kejadian tersebut.

Universitas Sumatera Utara


17

d. Menciptakan adanya aktivitas dan kegiatan yang terorganisisr, terarah, dan

berada dalam koridor yang teratur, sehingga organisasi dapat berkonsentrasi

melakukan peningkatan system manajemen dibandingkan melakukan perbaikan

terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi.

e. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan, karena tenaga kerja dapat

bekerja optimal, kemudian meningkatkan kualitas produk dan jasa yang

dihasilkan.

f. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

2.1.4. Konsep Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)

Konsep dasar SMK3 mencakup ketentuan pola tahapan “Plan-Do-Check-

Action” sebagai berikut :

a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen

terhadap penerapan SMK3.

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3.

c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan

mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk

mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.

d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan

kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.

e. Memeriksa pengumpulan data dan penggunaan data terkait pelaporan dan

perbaikan kekurangan proses produksi untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

Universitas Sumatera Utara


18

f. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara

berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan

kesehatan kerja.

Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang sesuai

dengan kemampuan dan Policy Management nya dalam penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu :

a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui “Unsafe

Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk

memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan oleh kondisi tempat

kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-mesin), lingkungan kerja dan

sistem kerja.

b. Traditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act

Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil

atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak aman.

2.1.5. Kunci Keberhasilan Penerapan SMK3

Untuk mencapai penerapan SMK3 ada beberapa faktor yang harus dilakukan,

sebagai berikut :

1. SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh langkah

pengendalian yang dilakukan, antara elemen implementasi dengan potensi

bahaya atau risiko yang ada dalam organisasi harus sejalan.

2. SMK3 harus dijalankan dengan komitmen yang tinggi dari semua pihak baik

oleh pihak manajemen maupun pihak tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara


19

3. SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-satunya cara untuk

pengendalian risiko dalam organisasi. Semua program K3 atau kebijkan K3 yang

diambil harus mengacu kepada SMK3 yang ada.

4. SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang

sudah dilakukan, hal ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan program

kerja yang harus mengacu kepada potensi bahaya yang ada dalam organisasi.

5. SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan

siklus proses manajemen (PDCA).

6. Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami konsep

dan implementasi SMK3.

7. Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan seluruh elemen dalam

organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik.

8. SMK3 harus terintegrasi dengan sistem Manajemen lainnya yang ada dalam

organisasi (Ramli, 2010).

2.1.6. Lima Prinsip Penerapan SMK3

Dalam penerapan SMK3, perusahaan wajib melaksanakan 5 prinsip

sebagaiman yang terdapat dalam pasal 6 ayat 1 PP No. 50 Tahun 2012 , yaitu :

1. Penetapan kebijakan K3.

2. Perencanaan K3.

3. Pelaksanaan rencana K3.

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Universitas Sumatera Utara


20

1. Penetapan Kebijakan K3

Dalam menyusun kebijakan K3 pengusaha atau pihak manajemen perusahaan

paling sedikit harus memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-

menerus dan memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat

pekerja/serikat buruh serta tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:

1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.

2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.

3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.

4. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan

dengan keselamatan.

5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.

Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga harus memuat

a. Visi.

b. Tujuan perusahaan.

c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan.

d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara

menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.

Pengusaha atau pihak manajemen juga harus menyebarluaskan kebijakan K3

yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh

yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait seperti tamu yang berkunjung

ke suatu perusahaan juga harus mengetahui informasi terkait K3 yang ada

diperusahaan tersebut seperti visi, misi perusahaan, dan kebijakan K3 itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


21

2. Perencanaan K3

Dalam menyusun rencana K3 pengusaha harus mempertimbangkan:

a. Hasil penelaahan awal.

b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.

c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.

d. Sumber daya yang dimiliki.

Pengusaha dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia

Pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. Rencana

K3 juga harus memuat:

a. Tujuan dan sasaran.

b. Skala prioritas.

c. Upaya pengendalian bahaya.

d. Penetapan sumber daya.

e. Jangka waktu pelaksanaan.

f. Indikator pencapaian.

3. Pelaksanaan Rencana K3

Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya

manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana. Sumber daya manusia tersebut harus

memiliki :

a. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.

b. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi

dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara


22

Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:

a. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3.

b. Anggaran yang memadai.

c. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian.

d. Instruksi kerja.

Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam

pemenuhan persyaratan K3 yang meliputi:

a. Tindakan pengendalian.

b. Perancangan (design) dan rekayasa.

c. Prosedur dan instruksi kerja.

d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan.

e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa.

f. Produk akhir.

g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri.

h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.

Pengusaha dalam melaksanakan kegiatan harus:

a. Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan

kewenangan di bidang K3.

b. Melibatkan seluruh pekerja/buruh.

c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang lain

selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.

d. Membuat prosedur informasi.

Universitas Sumatera Utara


23

e. Membuat prosedur pelaporan.

f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan.

Pelaksanaan kegiatan tersebut di integrasikan dengan kegiatan manajemen

perusahaan. Selain itu Prosedur informasi K3 harus memberikan jaminan bahwa

informasi K3 dikomunikasi kepada semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait

di luar perusahaan, selain itu prosedur pelaporan didalam suatu perusahaan juga

sangat penting, adapun pelaporan tersebut terkait:

a. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja.

b. Ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau standar .

c. Kinerja K3.

d. Identifikasi sumber bahaya.

e. Yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendokumentasian didalam pelaksanaan rencana K3 juga perlu dilakukan

terhadap:

a. Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3.

b. Indikator kinerja K3.

c. Izin kerja.

d. Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.

e. Kegiatan pelatihan K3.

f. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.

g. Catatan pemantauan data.

h. Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut.

Universitas Sumatera Utara


24

i. Identifikasi produk termasuk komposisinya.

j. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor.

k. Audit dan peninjauan ulang SMK3.

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3

Pengusaha dalam melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 harus

memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah :

a. Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3.

b. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian,

pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang

kompeten.

c. Jika perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan

evaluasi kinerja K3 dapat menggunakan jasa pihak lain.

d. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha.

e. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 digunakan untuk melakukan tindakan

perbaikan.

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan/atau standar.

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3

Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 harus dilakukan sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha wajib

melakukan peninjauan.

Universitas Sumatera Utara


25

b. Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi.

c. Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.

Perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilaksanakan dalam hal sebagai berikut:

a. Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan.

b. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.

c. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan.

d. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan.

e. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi.

f. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja.

g. Adanya pelaporan.

h. Adanya masukan dari pekerja/buruh.

2.2. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Menurut Permenaker No. PER-04/MEN/1987 pasal 1 (d) yang dimaksud

dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah Badan

pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan

pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif

dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Pada pasal 4 Permenaker No. PER-04/MEN/1987 ayat (1) menyebutkan P2K3

(Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ) mempunyai tugas dan

kewajiban dalam hal memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak

Universitas Sumatera Utara


26

kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah Keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

P2K3 dibentuk untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja,

serta membantu pimpinan perusahaan dalam penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

2.2.1. Kriteria Pembentukan P2K3 didalam Perusahaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :

PER.04/MEN/1987 menyebutkan bahawa setiap perusahaan di tempat kerja wajib

membentuk P2K3 dengan kriteria sebagai berikut :

1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau

lebih.

2. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100

orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai

risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran

radio aktif.

2.2.2. Keanggotaan P2K3 didalam Perusahaan

P2K3 meruapakan suatu badan dimana keanggotaannya terdiri atas:

1. Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya

terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.

2. Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ahli K3) dari

perusahaan yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


27

3. P2K3 ditetapkan oleh Meneteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari

pengusaha atau pengurus yang bersangkutan.

2.2.3. Fungsi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Adapaun untuk dapat melakukan tugas–tugas nya P2K3 mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di

tempat kerja.

2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:

a. Berbagai Faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan

keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran, peledakan dan

cara penanggulangannya.

b. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

c. Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melakukan pekerjaannya

3. Membantu pengurus atau pengusaha dalam:

a. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.

b. Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.

c. Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja.

d. Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan kerja, kecelaakaan akibat

hubungan kerja dan penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah

yang diperlukan untuk mencegah kejadian-kejadian tersebut.

Universitas Sumatera Utara


28

e. Mengembangkan pelatihan dan penyuluhan dibidang keselamatan dan

kesehatan kerja, hygiene perusahaan dan ergonomi.

f. Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan

di perusahaan.

g. Memeriksa kelengkapan persyaratan keselamatan kerja.

h. Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja.

i. Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan

pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.

j. Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, hygiene perusahaan dan

kesehatan kerja.

4. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan

pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, hygiene

perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenag kerja.

Agar fungsi P2K3 tersebut dapat berjalan dengan efektif, maka tugas-tugas

pengurus harus diuraikan secara jelas dalam bentuk ”Job Description” antara lain

sebagai berikut :

a. Tugas Ketua Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :

1. Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk

memimpin rapat pleno.

2. Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-

program yang telah digariskan organisasi, sehingga pelaksaanan program

tersebut dapat diketahui apakah sudah efektif atau belum.

Universitas Sumatera Utara


29

3. Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya

kepada direksi perusahaan.

b. Tugas Wakil Ketua Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan membantu

pelaksanaan tugas ketua sehari-hari.

c. Tugas Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :

1. Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat.

2. Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan oleh seksi-seksi untuk

kelancaran program-program K3.

3. Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya

potensi bahaya di tempat kerja.

d. Tugas anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :

1. Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang

tugas masing-masing.

2. Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan.

2.3. Kecelakaan Kerja

2.3.1. Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah Kejadian yang terjadi tanpa disangka-sangka dan tidak

dapat diprediksi karena dapat terjadi dalam sekejap mata yang disebabkan empat

faktor yang bergerak dalam satu kesatuan berantai yaitu lingkungan, bahaya,

peralatan, dan manusia. Menurut Bennet terdapat tiga kelompok kecelakaan kerja,

Universitas Sumatera Utara


30

yaitu: kecelakaan akibat kerja diperusahaan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan di

rumah (Silalahi, 1995).

Kecelakaan kerja adalah kejadian kejadian tidak terduga, dan tidak diharapkan,

menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai

kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak

dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Annizar,

2009).

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.

Tidak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

lebih-lebih dalam bentuk perencanaan yang berhubung dengan hubungan kerja pada

perusahaan atau perkantoran. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan

dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan

(triwibowo, 2013).

2.3.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Annizar (2009), secara umum penyebab kecelakaan kerja ada dua,

yaitu : unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan).

Menurut penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh unsafe action.

1. Unsafe Action

Kondisi tidak aman (Unsafe Action) dapat disebabkan oleh berbagai hal

berikut:

a. Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, yaitu

Universitas Sumatera Utara


31

- Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah.

- Cacat fisik.

- Cacat sementara.

- Kepekaan panca indra terhadap sesuatu.

b. Kurang Pendidikan

- Kurang pengalaman.

- Salah pengertian terhadap suatu perintah.

- Kurang terampil.

-Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure) sehingga

mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.

c. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan.

d. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya.

e. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura.

f. Mengangkut beban yang berlebihan.

g. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja.

2. Unsafe Condition

Kondisi tidak aman (Unsafe condition) dapat disebabkan oleh berbagai hal

berikut:

a. Peralatan yang sudah tidak layak pakai.

b. Ada api ditempat bahaya.

c. Pengamanan gedung yang kurang standar.

d. Terpapar bising.

Universitas Sumatera Utara


32

e. Terpapar radiasi.

f. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan.

g. Kondisi suhu yang memebahayakan.

h. Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan.

i. Sistem peringatan yang berlebihan.

j. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.

Menurut ILO (1989) dalam Triwibowo (2013) mengemukakan bahwa

kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga factor yaitu factor

manusia, pekerjaannya dan factor lingkungan di tempat kerja.

1. Faktor Manusia

a. Umur

Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat

kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk

mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda

karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur

muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin

karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Dari hasil penelitian di Amerika

Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia, lebih banyak mengalami kecelakaan

dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja muda usia biasanya kurang

berpengalaman dalam pekerjaannya.

Banyak alas an mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai

kecenderungan untuk menderita kecelakaan akibat kerja lebih tinggi dibandingkan

Universitas Sumatera Utara


33

dengan golongan umur yang lebih tua. Beberapa factor yang mempengaruhi tingginya

kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan umur muda antara lain karena kurang

perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata hati, ceroboh, dan tergesa-gesa.

b.Tingkat Pendidikan

Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam

menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan

mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka

melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja.

Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja

dengan tingkat pendidikan rendah akan bekerja dilapangan yang mengandalkan fisik.

Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang

berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja.

c. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya

pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan

akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan

dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Oleh

karena itu pengalaman kerja juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja dan hal ini berkorelasi dengan

kemampuan seseorang untuk tetap waspada dalam kondisi apapun.

Universitas Sumatera Utara


34

2. Faktor Pekerjaan

a. Giliran Kerja (Shift Kerja)

Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran,

yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan system shift dan

ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja malam hari dan tidur pada

siang hari. Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat

mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.

b. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap risiko terjadinya

kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di

berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.

3. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan Fisik (Pencahayaan dan Kebisingan)

Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi

keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat

dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan

dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja.

Kebisingan di tempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena

kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga

menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat

berakibat terjadinya kecelakaan kerja, disamping itu kebisingan juga dapat

menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau menetap.

Universitas Sumatera Utara


35

b. Lingkungan Kimia

Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang

memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku

suatu produks, hasil suatu produksi dari suatu proses ataupun limbah dari suatu

produksi.

c. Lingkungan Biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun

binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti

infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa berbagai

penyakit serta bisa menyebabkan kematian.

2.3.3. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut Organisasi Perburuhan International (ILO) pada tahun 1962 ada

beberapa klasifikasi kecelakaan kerja, antara lain :

1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan

Jenis-jenis kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Terjatuh

b. Tertimpa Benda Jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh

d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

f. Pengaruh suhu tinggi

g. Tekanan arus listrik

Universitas Sumatera Utara


36

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup

atau kecelakaan-kecelaak lain yang belum masuk klasifikasi kecelakaan diatas.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab

Klasifikai kecelakaan kerja yang terjadi berdasarkan penyebab di antara lain

disebabkan oleh mesin, alat angkut dan alat angkat, peralatan-peralatan, bahan-bahan,

zat-zat dan radiasi, lingkungan kerja.

a. Mesin

- Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

- Mesin penyalur (tranmisi).

- Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.

- Mesin-mesin pertanian.

- Mesin-mesin pertambangan.

- Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b. Alat Angkut dan Alat Angkat

- Mesin angkat dan peralatannya.

- Alat angkutan diatas rel.

- Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api.

- Alat angkutan udara.

- Alat angkutan air.

- Alat angkut mesin berat.

- Ala-alat angkutan lain.

Universitas Sumatera Utara


37

c. Perlatan Produksi

- Bejana tertekan.

- Dapur pembakar dan pemanas.

- Instalasi pendinginan.

- Instalasi listrik.

d. Bahan-bahan, Zat-Zat dan Radiasi

- Bahan peledak.

- Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia terkecuali bahan peledak.

- Radiasi.

e. Lingkungan Kerja

- Diluar bangunan.

- Didalam bangunan.

- Didalam tanah.

3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan lainnya

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Patah tulang.

b. Keseleo.

c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

Universitas Sumatera Utara


38

g. Luka dipermukaan.

h. Luka bakar.

i. Keracunan-keracunan mendadak.

j. Mati lemas.

k. Pengaruh arus listrik.

l. Pengaruh radiasi.

2.3.4. Kerugian Akibat Kecelakaan

Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu

kerugian material dan fisik. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja antara

lain adalah:

1. Kerugian Ekonomi yang meliputi:

a. Kerusakan alat/mesin, bahan dan bangunan.

b. Biaya pengobatan dan perawatan.

c. Tunjangan kecelakaan.

d. Jumlah produksi dan mutu berkurang.

e. Kompensasi kecelakaan.

f. Penggantian tenaga kerja yang mengalami kecelakaan.

2. Kerugian Non Ekonomi yang meliputi :

a. Penderitaan korban dan keluarga.

b. Hilangnya waktu selama sakit, baik korban maupun pihak keluarga.

c. Keterlambatan aktivitas akibat tenaga kerja lain berkerumun/berkumpul, sehingga

aktivitas terhenti sementara.

Universitas Sumatera Utara


39

d. Hilangnya waktu kerja.

Semua kerugian tersebut hanyalah sebahagian kecil dari kecelakaan kerja,

oleh karena itu penting untuk menerapkan usaha keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) maka kejadian kecelakaan kerja semestinya bisa dihindari, namun sering kali

kecelakaan kerja disebabkan dari faktor pekerja, peralatan dan mesin (Anizar, 2009).

2.3.5. Teori Kecelakaan Kerja

Menurut Frank E Bird dan Loftus (pakar ilmu kesehatan) dalam Hamdi

(2009) mengemukakan teori penyebab kecelakaan kerja sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Organisasi.

b. Pimpinan.

c. Pengawas.

2. Sebab-Sebab Utama

a. Human Factor (Faktor Manusia)

- Pengetahuan kurang.

- Motivasi kurang.

- Keterampilan kurang.

- Problems/stress fisik atau mental.

- Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental.

b. Faktor Pekerjaan (Job Factor )

- Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai.

- Desain dan maintanace yang tidak baik.

Universitas Sumatera Utara


40

- Pemakaian yang tidak normal.

3. Penyebab Langsung

a. Tindakan yang tidak aman.

b. Kondisi yang tidak aman.

4. Peristiwa (Incident )

Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik,

panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan

badan atau struktur, misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.

Kurangnya Sebab Sebab


pengawasan mendasar pemicu Kecelakaan Kerugian

Tidak SDM buruk kondisi insiden/ korban jiwa,


Mengikuti atau faktor tidak kecelakaan properti/
standar tugas aman produksi

Gambar 2.1. Model Domino Bird dan Loftus

Menurut Triwibowo (2013), kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh

berbagai faktor penyebab, berikut teori-teori mengenai terjadinya suatu kecelakaan:

1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory)

Teori yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak tuhan,

sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu teori ini

memiliki pendapat bahwa kecelakaan terjadi secara kebetulan saja. Namun teori ini

perlu diperhatikan lagi, mengingat bahwa terjadinya suatu kecelakaan kerja tentu ada

faktor-faktor yang menyebabkan suatu peristiwa terjadi.

Universitas Sumatera Utara


41

2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory)

Teori ini berpendapat bahwa pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa

kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami

kecelakaan kerja.

3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor)

Menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor

manusia pekerja itu sendiri.

4. Teori Dua Faktor (Two Main Factor)

Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan

tindakan berbahaya (unsafe action).

2.3.6. Pengendalian Kecelakaan Kerja

Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan

antara lain:

1. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa

85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai

pendekatan dan program K3 antara lain:

a. Pembinaan dan Pelatihan.

b. Promosi K3 dan Kampanye K3.

c. Pembinaan Perilaku Aman.

d. Pengawasan dan Inspeksi K3.

Universitas Sumatera Utara


42

e. Audit K3.

f. Komunikasi K3.

g. Pengembangan Prosedur Kerja Aman.

2. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan

standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instansi atau peralatan kerja.

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instansi yntuk mencegah kecelakaan dalam

pengoperasian alat atau instalasi.

3. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administrative dapat dilakukan dengan berbagai cara antara

lain:

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya

dapat dikurangi.

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan perundangan tentang

K3.

d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

e. Melakukan pemantauan dan pengawasan kepada seluruh tenaga kerja di setiap unit

kerja pada saat melakukan pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara


43

4. Pendekatan Manajemen

Banyak Kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif

sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan

antara lain:

a. Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk

manajemen tingkat atas (Triwibowo, 2013).

2.4 . Implikasi Penerapan SMK3 terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan

konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem

manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan

pengawasan. Semua sistem manajemen K3 bertujuan untuk mengelola risiko K3 yang

ada dalam perusahaan agar kejadiaan yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan

kerugian dapat dicegah. Dengan kata lain penerapan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilaksanakan dengan baik akan mampu mencegah

ataupun meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Akan tetapi faktanya dilapangan

meski telah menerapkan SMK3, kejadian kecelakaan kerja di suatu perusahan masih

sering terjadi banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja seperti

penerapan SMK3 yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan, hal ini

disebabkan kualitas penerapan SMK3 di dalam perusahaan belum komprehensif.

Universitas Sumatera Utara


44

Berikut adalah kategori penerapan SMK3 (OHSMS) didalam suatu organisasi

yang berimplikasi terhadap terjadinya kecelakaan kerja:

1. SMK3 Virtual (Virtual OHSMS), artinya organisasi telah memiliki elemen SMK3

dan melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak memiliki sistem yang

mencerminkan bagaimana langkah pengamanan dan pengendalian risiko

dijalankan.

2. SMK3 salah arah (Misguided OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen

sistem manajemen K3 yang baik, tapi salah arah dalam mengembangkan langkah

pencegahan dan pengamanannya. Akibatnya, isu atau potensi bahaya yang bersifat

kritis bagi organisasi terlewatkan.

3. SMK3 Acak (Random OHSMS) artinya organisasi yang telah menjalankan

program pengendalian dan pencegahan risiko yang tepat sesuai dengan realita

yang ada dalam organisasi, namun tidak memeiliki elemen-elemen manajemen K3

yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan dan pengendalian

tersebut berjalan dengan baik. Elemen K3 yang digunakan bersifat acak dan tidak

memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.

4. SMK3 Komprehensif (Conprehensive OHSMS), adalah organisasi yang

menerapkan dan mengikuti proses kesisteman yang baik. Elemen SMK3

dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi risiko, dilanjutkan sdengan

menetapkan langkah pencegahan dan pengamanan, serta melalui proses

manajemen untuk menjamin penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) terlaksana dengan baik (Ramli, 2010).

Universitas Sumatera Utara


45

Berdasarkan hal tersebut diatas, pencegahan kecelakaan kerja dalam suatu

organisasi ataupun perusahaan tidak akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta

manajemen puncak. Manajemen harus memiliki komitmen nyata mengenai K3

sebagai bagian penting dalam keberhasilan usahanya, dan diharapkan penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) bukan sekedar untuk

memenuhi formalitas saja, selain itu manajemen memiliki kekuatan didalam

mengatur dan mempengaruhi tenaga kerja sebagai Top Down didalam melaksanakan

K3 di tempat kerja, karena manajemen berhubungan langsung dengan tempat kerja

dan pekerjanya, manajemen adalah pihak yang paling tahu mengenai kondisi tempat

kerja, dan memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.

2.5. Landasan Teoritis

Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan

sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari permulaan hingga

saat ini. Secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang

hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkan, tapi kemudian pada titik tertentu

berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti diketahui trend yang

saat ini dominan, banyak diterapkan terutama di perusahaan-perusahaan besar

disamping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh

para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan-perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir

terjadinya kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah

manajemen sebagai sebuah sistem. Namun, pada bahasan/titik tertentu akan kembali

Universitas Sumatera Utara


46

pada konsep awal seperti yang dikemukakan oleh H.W. Henrich dengan dominasi

human error/unsafe action atau kembali ke perilaku manusia. Hal lain yang menonjol

adalah terdapatnya fenomena gunung es (ice berg) pada accident cost, angka kejadian

incident serta sebab-sebab yang menyertai munculnya incident (Riyadi, 2007).

International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 yang dipelopori

oleh Frank E. Bird mengemukakan teori Loss Caution Model yang menyatakan

bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab terjadinya kecelakaan.

Teori yang dikemukakan Frank E. Bird pada dasarnya merupakan penyempurnaan

dari yang ditemukan H.W. Henrich. Frank E. Bird menggambarkan cara berfikir

modern terjadinya kecelakaan kerja tidak terlepas dari masalah pengelolaan K3

melalui penerapan SMK3. Frank E. Bird meng-update teori urutan domino (domino

sequence theory) Heinrich yang dikenal dengan konsep manajemen pengendalian

kerugian (loss control management) dan menjadi cikal bakal dari SMK3. Konsep ini

menyatakan bahwa penyebab utama kecelakaan kerja yaitu adanya ketimpangan pada

sistem manajemen, sedangkan faktor tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman

hanya merupakan gejala saja (Heinrich et. al., 1980). Pengendalian risiko kecelakaan

kerja memerlukan dukungan dan keterlibatan dari manajemen perusahaan dalam

upaya pencegahan kecelakaan kerja. Dengan demikian penyebab kecelakaan kerja

tidak selalu tunggal tetapi bersifat multicausal sehingga penanganannya harus

terencan dan komprehensip yang mendorong lahirnya sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. (Ramli, 2010).

Universitas Sumatera Utara


47

Dalam PP RI No.50 Tahun 2012 pasal 6 menyebutkan untuk menerapkan

SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan lima prinsip yaitu :

1. Penetapan Kebijakan K3.

2. Perencanaan K3.

3. Pelaksanaan Rencana K3.

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3.

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3.

Semakin banyak perusahaan yang yang menerapkan SMK3 maka kecelakaan

kerja akan semakin dapat dicegah ataupun diminimalisir.

Universitas Sumatera Utara


48

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah visualisasi hubungan antara berbagai variabel yang

dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian

menyusun teorinya sendiri yang akan digunakannya sebagai landasan untuk

penelitiannya (Wibowo, 2014). Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah,

maka dapat dirumuskan suatu kerangka konsep penelitian seperti pada gambar di

bawah ini.

1.Penetapan Kebijakan 2. Perencanaan K3 :


K3 :  Identifikasi Potensi
 Komitmen dan Bahaya, penilaian
Tekad dan Pengendalian
 Peraturan tertulis Risiko

Kejadian
Kecelakaan Kerja

3. Pelaksanaan
5. Peninjauan
Rencana K3 :
 Penyediaan SDM 4. Pemantauan dan dan
yang kompeten Evaluasi Kinerja K3: Peningkatan
 Penyediaan  Inspeksi kinerja K3
Sarana dan  Audit Internal
Prasarana

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai