Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan hasil belajar fisika antara model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square pada siswa kelas
x SMA Negeri 9 Palu. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-
posttest. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu. Tekhnik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan sampel penelitian adalah kelas X B sebagai
kelompok eksperimen 1 dan kelas X C sebagai kelompok eksperimen. Instrumen hasil belajar fisika berupa tes
piihan ganda. Tes hasil belajar fisika yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-rata kelompok eksperimen
1 yaitu 12,29 lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 10,46.Uji hipotesis uji t (dua pihak), diperoleh t hitung =
2,11 dan ttabel(0.975)(50) =2,02 pada taraf nyata α = 0,05. Ini berarti bahwa nilai t hitung berada di luar daerah
penerimaan Ho. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar fisika antara model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair. Tingginya
hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen 1, disebabkan karena kelas ekperimen 1 menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation, sehingga siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran
dan secara kreatif menemukan permasalahan yang diajukan.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Group Investigation, Think Pair Square, Hasil Belajar Fisika
I. PENDAHULUAN
Menurut kebanyakan orang bahwa belajar diberikan oleh guru tersebut. Sehingga hanya
merupakan suatu kegiatan yang tidak menarik guru yang aktif di kelas dalam proses belajar
dan membosankan, sedangkan dengan belajar mengajar dan siswa hanya diam, sedikit
akan menambah pengetahuan terhadap sesuatu. bertanya karena guru yang aktif. Oleh karena itu
Dengan belajar seseorang paham akan tujuan siswa kehilangan motivasi belajar, karena selalu
diciptakan dirinya, lingkungannya, dan guru yang memberi informasi dan siswa tidak
mengetahui makna dirinya dan lingkungannya dapat berkembang untuk membuka wawasan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan siswa tidak
sebuah cara untuk mencari tahu tentang alam dapat membuka wawasan mereka, dan untuk
secara sistematis. Dengan demikian, IPA bukan mengatasinya seorang guru harus lebih kreatif
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang untuk dapat menerapkan model pembelajaran
berupa fakta, konsep atau prinsip saja, tetapi untuk siswa agar mereka dapat termotivasi
juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam untuk lebih aktif dikelas, mereka dapat
proses pembelajaran IPA menekankan pada berkembang dan dapat menghubungkan apa
pemberian pengalaman langsung untuk yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-
mengembangkan kompetensi menjelajahi dan hari.
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran dengan menggunakan model
Pada umumnya pelajaran IPA adalah suatu Group Investigation berbasis eksperimen inkuiri
pelajaran untuk mengetahui diri sendiri dan terbimbing dapat memacu aktivitas dan motivasi
lingkungannya. Seharusnya pembelajaran fisika siswa. Siswa dituntut aktif dalam pembelajaran
harus dikaitkan dalam kegiatan sehari-hari, dengan bekerjasama dalam kelompoknya untuk
sehingga konsep ilmu yang ada pada fisika dapat melakukan investigasi kelompok sebagai usaha
mereka terapkan dalam kehidupannya. Namun dalam memecahkan masalah. Melalui kegiatan
pada kenyataanya dalam kegiatan belajar eksperimen inkuiri terbimbing siswa berperan
mengajar siswa hanya mendengar informasi dari langsung dalam pembelajaran dan berusaha
guru tanpa mengetahui apa konsep yang
1
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
menemukan konsep yang dituju, sehingga dan model pembelajaran kooperatif tipe group
kemampuan berpikir siswa dapat berkembang[1]. investigation. Kedua model pembelajaran ini
Model pembelajaran kooperatif tipe group dianggap akan dapat memberikan jawaban
investigation berbantuan laboratorium terhadap permasalahan sebagaimana diuraikan
memudahkan siswa dalam perencanaan dan pada penjelasan di atas. Hal itu dikarenakan
investigasi, laboratorium memberikan kedua model pembelajaran tersebut merupakan
kesempatan siswa untuk bereksperimen, model pembelajaran yang lebih bermakna
mengurai pengetahuan yang lebih kompleks dan sehingga dapat membekali siswa dalam
mengambil kesimpulan dari pengamatan di menghadapi permasalahan siswa khususnya
laboratorium. Proses investigasi siswa dalam fisika yang akan mereka hadapi dalam sekolah
bereksperimen akan meningkatkan hasil belajar dan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas,
fisika siswa di sekolah[2]. Hal ini disebabkan peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian
siswa yang diajar dengan model pembelajaran yang bertujuan untuk melihat perbedaan hasil
Group Investigation dapat melatih siswa untuk belajar fisika antara model pembelajaran
dapat memadukan antara konsep yang mereka kooperatif tipe group investigation dan model
dapatkan dari penjelasan guru di kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe think pair square
konsep didapatkan dari buku- buku maupun pada siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu.
internet. Dengan ini siswa diajarkan untuk dapat
bekerja sama secara berkelompok dalam II. METODE PENELITIAN
menyelesaikan berbagai masalah dan membuat
alternatif untuk mengatasi permasalahan yang Penelitian yang akan dilakukan adalah
dihadirkan oleh guru mengenai materi yang menggunakan metode kuasi dengan desain
dikaji, maka konsep-konsep yang telah dipelajari penelitian berupa “The equivalen pretest-posttest
dan dikuasai siswa diharapkan dapat bermanfaat design” atau rancangan prates-pascates yang
bagi dirinya dan dapat digunakan untuk ekuivalen, yaitu memilih kelas-kelas yang
menyelesaikan masalah yang dihadapinya di diperkirakan sama kondisinya. Artinya tingkat
lingkungan sosialnya[3]. kecerdasannya hampir sama, sehingga kelas
Model pembelajaran kooperatif tipe Think yang satu dijadikan sebagai kelas eksperimen
Pair Square meningkatkan kemampuan berpikir pertama dan kelas yang satunya lagi dijadikan
siswa dalam mengeluarkan ide - ide untuk sebagai kelas eksperimen kedua. Jenis desain
menyelesaikan masalah yang dihadapi baik itu penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 [6].
pada soal tes pemahaman konsep maupun Tabel 1
pada kehidupan nyata itu akan lebih baik ketika Desain Penelitian : The equivalen pretest-posttest
siswa diajarkan dengan model pembelajaran design
kooperatif tipe Think Pair Square dibandingkan Tes Tes
Group Perlakuan
Awal Akhir
dengan siswa yang diajarkan dengan model Kelas
pembelajaran konvensional[4]. Model Eksperimen ke- O1 X1 O2
pembelajaran kooperatif tipe think pair square 1
digunakan untuk meningkatkan kemampuan Kelas
Eksperimen Ke- O1 X2 O2
berpikir, berkomunikasi, dan mendorong siswa
2
untuk berbagi informasi dengan siswa lain.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe think pair
Keterangan :
square membagi siswa kedalam Kelompok
X1 : Kelompok dengan Model Group
secara heterogen yang terdiri dari empat
Investigation
orang[5].
X2 : Kelompok dengan Model Think Pair Square
Berdasarkan uraian di atas, maka
O1 : Tes awal (pretest)
diasumsikan bahwa kedua pembelajaran ini
O2 : Tes akhir (posttest)
dapat meningkatkan hasil belajar dan
populasi dari penelitian ini adalah seluruh
menjadikan pembelajaran berlangsung
siswa kelas X di SMA Negeri 9 Palu tahun ajaran
menyenangkan. Oleh karena itu, pada penelitian
2015-2016. Pengambilan sampel dilakukan
ini akan diterapkan model pembelajaran
dengan menggunakan teknik penentuan sampel
kooperatif tipe think pair square dan model
dengan pertimbangan tertentu (Purposive
pembelajaran kooperatif tipe group investigation,
Sampling)[7] yaitu dengan pertimbangan
untuk meningkatkan hasil belajar dan mengubah
kemampuan siswa dengan cara mengetahui
persepsi siswa terhadap pelajaran fisika menjadi
keadaan sebelumnya terhadap nilai hasil belajar
lebih positif. Pada penelitian ini akan diterapkan
siswa yang dimiliki guru sebagai bahan
dua jenis model pembelajaran: yaitu model
pertimbangan penentuan sampel yaitu memilih
pembelajaran kooperatif tipe think pair square
2
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
kelas yang hasil ujian rata – ratanya hampir
sama yang dilakukan oleh guru mata pelajaran 30 26 26
Eksperimen
dan peneliti. 25 18 16 1
20 12.2910.46
III. HASIL dan PEMBAHASAN 15
7 6
10 2.663.3
5
Hasil dari pemberian tes yang mengacu
0
pada soal hasil belajar fisika yang diberikan pada
kelas eksperimen 1 dan kelas eksprimen 2
disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Deskripsi skor tes hasil belajar fisika untuk
kelas eksperimen 1 dan kelas eksprimen 2
Pretest Posttest
Gambar 2 : Sampel, Nilai Maksimum, Nilai
Uraian
Eksperi Ekspri Eksperi Eksperi Minimum, Skor rata-ratadan Standar Deviasi
men 1 men 2 men 1 men 2 Tes Akhir (Posttest) Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2
Sampel (n) 26 26 26 26 Berdasarkan dua gambar di atas maka
dapat dilihat terdapat perbedaan hasil belajar
Nilai 12 12 18 16 fisika dari kedua kelas tersebut yaitu antara
maksimum kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
Sedangkan sebelumnya juga terdapat perbedaan
Nilai 2 2 7 6
minimum
yang sangat sedikit sehingga kedua kelas
tersebut bisa dikatakan memiliki pemahaman
Skor rata- 6,77 6,00 12,29 10,46 awal yang sama mengenai materi tersebut.
rata
Berdasarkan nilai rata-rata pretest kelas
Standar 2,96 2,84 2,66 3,30 eksperimen 1 sebesar 6,77 dan kelas
deviasi eksperimen 2 sebesar 6,00, dilakukan uji
hipotesis (Uji-t) beda rata-rata (dua pihak) dan
diketahui nilai thitung = 0,90. Selanjutnya untuk
Adapun persentase perolehan dari skor rata-rata
nilai ttabel dimana ttabel = t(1-1/2α) pada taraf
hasil belajar fisika pada siswa baik tes awalnya
nyata α = 0,05 dan dk = (n1 + n2 – 2) = 26 +
maupun tes akhirnya dapat dilihat pada Gambar
26 -2 = 50, diperoleh t0,975(50) = 2,02. Data
1 dan 2
tersebut disajikan pada tabel 4.4 berikut.
2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA