Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)

Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924

Perbedaan Hasil Belajar Fisika Antara Model


Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
pada Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Palu
Pandi, Muhammad Ali, dan Sahrul Saehana
Pandiphysic11@gmail.com
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako
Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu – Sulawesi Tengah

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan hasil belajar fisika antara model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square pada siswa kelas
x SMA Negeri 9 Palu. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-
posttest. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu. Tekhnik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan sampel penelitian adalah kelas X B sebagai
kelompok eksperimen 1 dan kelas X C sebagai kelompok eksperimen. Instrumen hasil belajar fisika berupa tes
piihan ganda. Tes hasil belajar fisika yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-rata kelompok eksperimen
1 yaitu 12,29 lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 10,46.Uji hipotesis uji t (dua pihak), diperoleh t hitung =
2,11 dan ttabel(0.975)(50) =2,02 pada taraf nyata α = 0,05. Ini berarti bahwa nilai t hitung berada di luar daerah
penerimaan Ho. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar fisika antara model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair. Tingginya
hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen 1, disebabkan karena kelas ekperimen 1 menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation, sehingga siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran
dan secara kreatif menemukan permasalahan yang diajukan.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Group Investigation, Think Pair Square, Hasil Belajar Fisika

I. PENDAHULUAN
Menurut kebanyakan orang bahwa belajar diberikan oleh guru tersebut. Sehingga hanya
merupakan suatu kegiatan yang tidak menarik guru yang aktif di kelas dalam proses belajar
dan membosankan, sedangkan dengan belajar mengajar dan siswa hanya diam, sedikit
akan menambah pengetahuan terhadap sesuatu. bertanya karena guru yang aktif. Oleh karena itu
Dengan belajar seseorang paham akan tujuan siswa kehilangan motivasi belajar, karena selalu
diciptakan dirinya, lingkungannya, dan guru yang memberi informasi dan siswa tidak
mengetahui makna dirinya dan lingkungannya dapat berkembang untuk membuka wawasan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan siswa tidak
sebuah cara untuk mencari tahu tentang alam dapat membuka wawasan mereka, dan untuk
secara sistematis. Dengan demikian, IPA bukan mengatasinya seorang guru harus lebih kreatif
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang untuk dapat menerapkan model pembelajaran
berupa fakta, konsep atau prinsip saja, tetapi untuk siswa agar mereka dapat termotivasi
juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam untuk lebih aktif dikelas, mereka dapat
proses pembelajaran IPA menekankan pada berkembang dan dapat menghubungkan apa
pemberian pengalaman langsung untuk yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-
mengembangkan kompetensi menjelajahi dan hari.
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran dengan menggunakan model
Pada umumnya pelajaran IPA adalah suatu Group Investigation berbasis eksperimen inkuiri
pelajaran untuk mengetahui diri sendiri dan terbimbing dapat memacu aktivitas dan motivasi
lingkungannya. Seharusnya pembelajaran fisika siswa. Siswa dituntut aktif dalam pembelajaran
harus dikaitkan dalam kegiatan sehari-hari, dengan bekerjasama dalam kelompoknya untuk
sehingga konsep ilmu yang ada pada fisika dapat melakukan investigasi kelompok sebagai usaha
mereka terapkan dalam kehidupannya. Namun dalam memecahkan masalah. Melalui kegiatan
pada kenyataanya dalam kegiatan belajar eksperimen inkuiri terbimbing siswa berperan
mengajar siswa hanya mendengar informasi dari langsung dalam pembelajaran dan berusaha
guru tanpa mengetahui apa konsep yang

1
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
menemukan konsep yang dituju, sehingga dan model pembelajaran kooperatif tipe group
kemampuan berpikir siswa dapat berkembang[1]. investigation. Kedua model pembelajaran ini
Model pembelajaran kooperatif tipe group dianggap akan dapat memberikan jawaban
investigation berbantuan laboratorium terhadap permasalahan sebagaimana diuraikan
memudahkan siswa dalam perencanaan dan pada penjelasan di atas. Hal itu dikarenakan
investigasi, laboratorium memberikan kedua model pembelajaran tersebut merupakan
kesempatan siswa untuk bereksperimen, model pembelajaran yang lebih bermakna
mengurai pengetahuan yang lebih kompleks dan sehingga dapat membekali siswa dalam
mengambil kesimpulan dari pengamatan di menghadapi permasalahan siswa khususnya
laboratorium. Proses investigasi siswa dalam fisika yang akan mereka hadapi dalam sekolah
bereksperimen akan meningkatkan hasil belajar dan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas,
fisika siswa di sekolah[2]. Hal ini disebabkan peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian
siswa yang diajar dengan model pembelajaran yang bertujuan untuk melihat perbedaan hasil
Group Investigation dapat melatih siswa untuk belajar fisika antara model pembelajaran
dapat memadukan antara konsep yang mereka kooperatif tipe group investigation dan model
dapatkan dari penjelasan guru di kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe think pair square
konsep didapatkan dari buku- buku maupun pada siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu.
internet. Dengan ini siswa diajarkan untuk dapat
bekerja sama secara berkelompok dalam II. METODE PENELITIAN
menyelesaikan berbagai masalah dan membuat
alternatif untuk mengatasi permasalahan yang Penelitian yang akan dilakukan adalah
dihadirkan oleh guru mengenai materi yang menggunakan metode kuasi dengan desain
dikaji, maka konsep-konsep yang telah dipelajari penelitian berupa “The equivalen pretest-posttest
dan dikuasai siswa diharapkan dapat bermanfaat design” atau rancangan prates-pascates yang
bagi dirinya dan dapat digunakan untuk ekuivalen, yaitu memilih kelas-kelas yang
menyelesaikan masalah yang dihadapinya di diperkirakan sama kondisinya. Artinya tingkat
lingkungan sosialnya[3]. kecerdasannya hampir sama, sehingga kelas
Model pembelajaran kooperatif tipe Think yang satu dijadikan sebagai kelas eksperimen
Pair Square meningkatkan kemampuan berpikir pertama dan kelas yang satunya lagi dijadikan
siswa dalam mengeluarkan ide - ide untuk sebagai kelas eksperimen kedua. Jenis desain
menyelesaikan masalah yang dihadapi baik itu penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 [6].
pada soal tes pemahaman konsep maupun Tabel 1
pada kehidupan nyata itu akan lebih baik ketika Desain Penelitian : The equivalen pretest-posttest
siswa diajarkan dengan model pembelajaran design
kooperatif tipe Think Pair Square dibandingkan Tes Tes
Group Perlakuan
Awal Akhir
dengan siswa yang diajarkan dengan model Kelas
pembelajaran konvensional[4]. Model Eksperimen ke- O1 X1 O2
pembelajaran kooperatif tipe think pair square 1
digunakan untuk meningkatkan kemampuan Kelas
Eksperimen Ke- O1 X2 O2
berpikir, berkomunikasi, dan mendorong siswa
2
untuk berbagi informasi dengan siswa lain.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe think pair
Keterangan :
square membagi siswa kedalam Kelompok
X1 : Kelompok dengan Model Group
secara heterogen yang terdiri dari empat
Investigation
orang[5].
X2 : Kelompok dengan Model Think Pair Square
Berdasarkan uraian di atas, maka
O1 : Tes awal (pretest)
diasumsikan bahwa kedua pembelajaran ini
O2 : Tes akhir (posttest)
dapat meningkatkan hasil belajar dan
populasi dari penelitian ini adalah seluruh
menjadikan pembelajaran berlangsung
siswa kelas X di SMA Negeri 9 Palu tahun ajaran
menyenangkan. Oleh karena itu, pada penelitian
2015-2016. Pengambilan sampel dilakukan
ini akan diterapkan model pembelajaran
dengan menggunakan teknik penentuan sampel
kooperatif tipe think pair square dan model
dengan pertimbangan tertentu (Purposive
pembelajaran kooperatif tipe group investigation,
Sampling)[7] yaitu dengan pertimbangan
untuk meningkatkan hasil belajar dan mengubah
kemampuan siswa dengan cara mengetahui
persepsi siswa terhadap pelajaran fisika menjadi
keadaan sebelumnya terhadap nilai hasil belajar
lebih positif. Pada penelitian ini akan diterapkan
siswa yang dimiliki guru sebagai bahan
dua jenis model pembelajaran: yaitu model
pertimbangan penentuan sampel yaitu memilih
pembelajaran kooperatif tipe think pair square
2
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
kelas yang hasil ujian rata – ratanya hampir
sama yang dilakukan oleh guru mata pelajaran 30 26 26
Eksperimen
dan peneliti. 25 18 16 1
20 12.2910.46
III. HASIL dan PEMBAHASAN 15
7 6
10 2.663.3
5
Hasil dari pemberian tes yang mengacu
0
pada soal hasil belajar fisika yang diberikan pada
kelas eksperimen 1 dan kelas eksprimen 2
disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Deskripsi skor tes hasil belajar fisika untuk
kelas eksperimen 1 dan kelas eksprimen 2

Pretest Posttest
Gambar 2 : Sampel, Nilai Maksimum, Nilai
Uraian
Eksperi Ekspri Eksperi Eksperi Minimum, Skor rata-ratadan Standar Deviasi
men 1 men 2 men 1 men 2 Tes Akhir (Posttest) Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2
Sampel (n) 26 26 26 26 Berdasarkan dua gambar di atas maka
dapat dilihat terdapat perbedaan hasil belajar
Nilai 12 12 18 16 fisika dari kedua kelas tersebut yaitu antara
maksimum kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
Sedangkan sebelumnya juga terdapat perbedaan
Nilai 2 2 7 6
minimum
yang sangat sedikit sehingga kedua kelas
tersebut bisa dikatakan memiliki pemahaman
Skor rata- 6,77 6,00 12,29 10,46 awal yang sama mengenai materi tersebut.
rata
Berdasarkan nilai rata-rata pretest kelas
Standar 2,96 2,84 2,66 3,30 eksperimen 1 sebesar 6,77 dan kelas
deviasi eksperimen 2 sebesar 6,00, dilakukan uji
hipotesis (Uji-t) beda rata-rata (dua pihak) dan
diketahui nilai thitung = 0,90. Selanjutnya untuk
Adapun persentase perolehan dari skor rata-rata
nilai ttabel dimana ttabel = t(1-1/2α) pada taraf
hasil belajar fisika pada siswa baik tes awalnya
nyata α = 0,05 dan dk = (n1 + n2 – 2) = 26 +
maupun tes akhirnya dapat dilihat pada Gambar
26 -2 = 50, diperoleh t0,975(50) = 2,02. Data
1 dan 2
tersebut disajikan pada tabel 4.4 berikut.

2626 Tabel 3 : Uji beda rata-rata (dua pihak) Pretest


30
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
Eksperimen No Kelas Nilai t Ttabel Keputusan
20 1 rata- hitung (α =
12 12 0.05)
rata x
10 6.77 6
2 2 2.96 2.66 1 Kelas
Eksperime 1 6,77 H0
0 2 Kelas 6.00 0,90 2,02 diterima
Eksperime 2
Berdasarkan data Tabel 3 dan kriteria
pengujian dimana H0 diterima jika -t(1-1/2α)< t <
t(1-1/2α), diketahui -2,02< 0,90< 2,02. Nilai thitung
berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan kata
lain, bahwa tidak terdapat perbedaan hasil
belajar fisika siswa antara kelas yang
Gambar 1 : Sampel, Nilai Maksimum, Nilai Minimum,
Skor rata-rata dan Standar Deviasi Tes Akhir
mendapatkan pembelajaran menggunakan model
(Pretest) Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 group investigation dengan kelas yang
mendapatkan pembelajaaran menggunakan
model think pair square. Tidak adanya
perbedaan hasil pretest menunjukkan bahwa
kedua kelas memiliki kemampuan awal yang
sama, sehingga kedua kelas ini memenuh syarat
untuk dijadikan sampel.
3
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
Berdasarkan nilai rata-rata posttest kelas hasil pemberian posttest ini didukung oleh hasil
eksperimen 1 sebesar 1,29 dan kelas eksperimen analisis uji hipotesis (Uji-t) dua pihak. Dimana
2 sebesar 10,46, dilakukan uji hipotesis (Uji-t) dari perhitungan diperoleh nilai thitung = 2,11 dan
beda rata-rata (duapihak) dan diketahui nilai ttabel = 2,02. Berdasarkan hasil tersebut diketahui
thitung = 2,11. Selanjutnya untuk nilai ttabel nilai thitung ≥ ttabel atau 2,11 ≥ 2,02, yang artinya
dimana ttabel = t(1-1/2α) pada taraf nyata α = 0,05 hipotesis H1 diterima. Dengan kata lain terdapat
dan dk = (n1 + n2 – 2) = 26 + 26 -2 = 50, perbedaan hasil belajar fisika antara kedua kelas
diperoleh t0,975(50) = 2,02. Data tersebut disajikan baik yang menggunakan model pembelajaran
pada Tabel 4.5 berikut. kooperatif tipe group investigation maupun kelas
Tabel 4 : Uji beda rata-rata (dua pihak) Posttest yang menggunakan model pembelajaran
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas kooperatif tipe think pair square.
Eksperimen 2 Model pembelajaran group investigation
No Kelas Nilai t Ttabel Keputusan memiliki tahapan pembelajaran yang dapat
rata- hitung (α =
0.05)
menekankan pada partisipasi siswa dan aktivitas
rata x
siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran
1 Kelas yang akan dipelajari siswa. Melatih siswa untuk
Eksperime 1 12,29 H1 menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri
2 Kelas 10,46 2,11 2,02 diterima sehingga siswa terlibat secara aktif dalam
Eksperime 2
pembelajaran dari tahap pertama hingga akhir.
Berdasarkan data Tabel 4.5 diketahui thitung Hal ini disebabkan oleh penerapkan model
≥ ttabel atau 2,11 ≥ 2,02. Hal ini berarti,nilai thitung pembelajaran group investigation siswa lebih
berada di luar daerah penerimaan H 0. Dengan antusias mengikuti pelajaran.
demikian H0 ditolak dan H1 diterima, dan dapat Pada tahap awal guru menghadirkan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata masalah yang sering mereka alami sehingga
hasil belajar fisika antara kelompok siswa yang akan menimbulkan konflik kognitif pada siswa.
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Misalnya pada materi dinamika partikel, peneliti
group investigation dengan model pembelajaran memberikan pertanyaan kepada siswa “ ketika
kooperatif tipe think pair square. Dengan kata anda berada dalam mobil yang sedang melaju,
lain, nilai hasi belajar kelas eksperimen 1 lebih tiba-tiba mobil direm secara mendadak ,apa
tinggi dibanding dengan kelas eksperimen 2. yang terjadi? Kemudian siswa menjawab seperti
Tes dilakukan sebelum dan sesudah yang mereka alami. Kemudian peneliti
pembelajaran berlangsung. Setelah melakukan memunculkan permasalahan yang sering terjadi,
tes awal baik pada kelas eksperimen 1 maupun apakah masih ada peristiwa lain atau contoh
pada kelas eksperimen 2 maka pada masing- peristiwa yang berkaitan dengan dinamika
masing kelas memperoleh rerata skor yaitu pada partikel.
kelas eksperimen 1 (6,77) dan kelas eksperimen Disinilah siswa mengeluarkan berbagai
2 (6,00). Dari nilai yang diperoleh tersebut, pendapat seperti yang mereka alami, kemudian
kemudian dilakukan uji normalitas dan uji muncul pendapat yang menimbulkan konflik
homogenitas yang dimaksudkan untuk melihat kognitif. Kemudian peneliti menjelaskan tentang
kondisi awal hasil belajar fisika dari kedua kelas materi Dinamika partikel. Pada tahap ini peneliti
tersebut. Hasil dari kedua uji tersebut menanamkan konsep yang berkaitan dengan
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang materi yang sedang diajarkan. Setelah siswa
signifikan antara kelas eksperimen 1 dan kelas paham dengan materi tersebut, maka beranjak
ksperimen 2. Hal ini dapat dilihat setelah pada tahap berikutnya yaitu tahap aplikasi.
dilakukan uji parametrik dua pihak yang Pada tahap ini siswa dituntut untuk
menyatakan bahwa kedua kelas tersebut mampu menerapkan konsep dari materi tersebut
merupakan sampel yang berasal dari kelas yang dalam melakukan diskusi dengan kelompoknya
homogen. Untuk itu dapat dikatakan bahwa untuk menjawab LKS yang berisi soal yang
kedua kelas memiliki kemampuan awal yang berkaitan dengan materi. Siswa bekerja sama
sama. dengan kelompoknya membahas soal sehingga
Untuk kemampuan akhir siswa dengan semua siswa aktif terlibat dalam diskusi dalam
pemberian posttest diketahui skor rata-rata memecahkan masalah. Saling berinteraksi
untuk kelas eksperimen 1 sebesar 12,96 dan dengan guru untuk menanyakan permasalahan
untuk kelas eksperimen 2 sebesar 10,46. Hasil yang terdapat dalam soal, setelah perwakilan
ini menunjukan adanya perbedaan skor antara salah satu kelompok mempresentasikan hasil
kedua kelas, dimana skor rata-rata kelas diskusi kemudian kelompok lain menanggapi
eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan kelas apabila terjadi miskonsepsi sehingga semua
eksperimen 2. Berbeda halnya dengan pretest, kelompok terlibat. Dan guru meluruskan
4
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
permasalahan dengan mengevaluasi masalah mengerjakan secara individu sehingga siswa
tersebut bersama-sama siswa agar tidak terjadi dapat berfikir secara mandiri.
miskonsepsi. Tahap selanjutnya yaitu tahap pair, pada
Hasil yang diperoleh dari penelitian tahap ini siswa berdiskusi dengan pasangan yang
tersebut dimungkinkan karena dalam sudah ditentukan oleh guru mengenai jawaban
pembelajaran menggunakan model group LKS yang dikerjakan secara individu atau siswa
investigation, siswa terlibat berperan aktif dalam berdiskusi mengenai jawaban mereka
proses pembelajaran dan secara kreatif berusaha sebelumnya, sehingga mereka menyepakati
menemukan permasalahan yang diajukan, saling jawaban yang akan dijadikan bahan diskusi
berinteraksi dengan teman maupun guru, saling kelompok. Tahap square, pada tahap ini setiap
bertukar pikiran, sehingga wawasan dan daya pasangan berbagi hasil pemikiran mereka
pikir mereka berkembang. Hal ini sesuai dengan dengan pasangan lain dalam satu kelompok yaitu
ungkapan[8], kelompok siswa yang mengikuti dengan cara pasangan bertemu dalam satu
model pembelajaran group investigation dengan kelompokan untuk berdiskusi menjawab
kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran permasalahan yang sama. Tahap selanjutnya
konvensional terhadap hasil belajar fisika. diskusi kelas, pada tahap ini beberapa kelompok
Penelitian tersebut menunjukan hasil belajar tampil di depan kelas secara bergiliran untuk
fisika yang sangat signifikan. mempresentasikan hasil jawaban LKS
Model pembelajaran group investigation selanjutnya guru mengevaluasi pemahaman
yang diterapkan menemui kendala saat proses siswa melalui evaluasi sub pokok bahasan untuk
pembelajaran berlangsung. Bagi peneliti mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran
beberapa kendala tersebut adalah sulitnya dan siswa dinilai secara individu dan kelompok.
mengalokasikan waktu dengan tepat, karena Model pembelajaran think pair square
model pembelajaran group investigation ini yang diterapkan di kelas eksprimen 2 juga
memiliki tahapan yang cukup banyak. Hal ini mempunyai kelebihan tentang keaktifan siswa
disebabkan dalam menguasai kelas. ketika berdiskusi bersama kelompoknya dan
Model pembelajaran think pair square adanya waktu berpikir yang memberikan
digunakan untuk meningkatkan kemampuan kesempatan kepada siswa untuk berpikir
berpikir, berkomuikasi dan mendorong siswa mengenai jawaban mereka sendiri sebelum
untuk berbagi informasi dengan siswa lain. Hal pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain.
ini disebabkan oleh penerapan think pair square Selain itu guru dapat mengurangi masalah dari
yang memberikan kesempatan kepada siswa adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa
mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
suatu pengertian kepada mereka untuk melihat Pembelajaran think pair square memiliki
cara lain dalam menyelesaikan masalah. beberapa kendala dalam pelaksanaan yaitu siswa
Pada tahap think guru mengkondisikan tidak dapat menanggapi presentasi dari
siswa untuk siap menerima pelajaran dengan kelompok lain sehingga kurang memiliki
memberikan informasi dan fenomena yang kesempatan untuk mengasah kemampuan dalam
terkait dengan materi yang diajarkan dengan menyelesaikan masalah dan guru lebih aktif
cara memberikan masalah yang sering mereka ketika mengevaluasi pemahaman siswa.
lakukan, sehingga akan menimbulkan konflik Pengalokasian waktu dalam setiap tahapnya itu
kognitif pada siswa. Misalnya pada materi sulit. Jadi inilah yang merupakan faktor
dinamika partikel, peneliti memberikan penyebab dari lebih kecilnya nilai rata-rata tes
pertanyaan kepada siswa” apa yang terjadi akhir pada kelas eksperimen 2.
ketika anda berenang? Kemudian siswa
menjawab seperti yang mereka alami. Kemudian IV. KESIMPULAN DAN SARAN
peneliti memunculkan permasalahan yang sering
terjadi, apakah masih terdapat peristiwa yang 1. KESIMPULAN
berkaitan dengan dinamika partikel? Disinilah
siswa mengeluarkan berbagai pendapat sesuai 1. Berdasarkan analisa data penelitan, maka
yang mereka ketahui, kemudian muncul dapat disimpulkan bahwa terdapat
pendapat yang menimbulkan konflik kognitif. perbedaan hasil belajar fisika antara model
Kemudian peneliti menjelaskan materi dinamika pembelajaran Kooperatif tipe group
partikel dengan tujuan menanamkan konsep investigation dan model pemebelajaran
yang berkaitan dengan materi yang sedang kooperatif tipe think pair square pada siswa
diajarkan, setelah siswa paham guru kelas X SMA Negeri 9 Palu. Hal ini
memberikan LKS kepada seluruh siswa dan siswa ditunjukkan pada uji statistik yaitu uji t
diperoleh. Berdasarkan daftar tabel distribusi
5
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Vol. 5 No. 1
p-ISSN 2338-3240, e-ISSN 2580-5924
t diperoleh ttabel = - 2,02 < thitung = 2,11 < [3] Sudjana,Mudrika (2007) Model Pembelajaran Group
Investigation .[online] 8 halaman tersedia : http://
ttabel = 2,02. Hasil uji hipotesis ini
wawan listyawan _blog. blogspot .com /2012/08
memperlihatkan bahwa harga thitung tidak makalah Model Pembelajaran html [ 5 november ].
berada di dalam daerah penerimaan Ho atau
dengan kata lain H1 diterima pada taraf [4] Jumarni. (2013).” Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap
nyata α = 0,05.
pemahaman Konsep Pada Pokok Bahasan Usaha dan
2. Eksperimen 1 lebih baik dari eksperimen 2 Energi Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Palu : Skripsi
karena proses pembelajaran eksperimen 1, pada Universitas Tadulako Palu: diterbitkan
siswa terlibat secara aktif dan kreatif
[5] Spancar, Kangan. (1933) Model pembelajaran Think Pair
keseluruan dalam proses pembelajaran dari
Square . [online] 10 halaman tersedia :http:
menanggapi presentasi kelompok dan cerah_bahasa .blogspot .com /2012/03 Makalah
adanya interaksi dengan guru dalam Model- Model Pembelajaran html [ 5 november 2014].
mengavaluasi pemahaman siswa. Sedangkan
[6] Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: CV.
ekperimen 2 siswa kurang aktif secara
Tarsito.
keseluruan dalam proses pembelajaran
karena siswa tidak dapat menanggapi [7] Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
presentasi dari kelompok lain sehingga dan R & D. Bandung: Alfabeta.
kurang memiliki kesempatan untuk
[8] Fauzi, Ahmad, (2012). Pengaruh Model Pembelajaran
mengasah kemampuan dalam memecahkan Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap hasil
masalah dan guru lebih aktif ketika Belajar Siswa pada Materi Pokok Listrik Dinamis di
mengevaluasi pemahaman siswa. Kelas IX Semester 1 SMP Swasta An-Nizam Medan T.P
2012/2013. Dalam Skripsi Universitas Negeri Medan.

2. SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan


pembahasan, diajukan saran-saran:
1. Model pembelajaran ini dapat dijadikan
salah satu alternatif model pembelajaran
yang menekankan pada pengembangan
sains dan teknologi dalam kehidupan
masyarakat.
2. Pada penelitian ini pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation hanya
terbatas pada materi dinamika partikel,
alangkah baiknya jika ada penelitian lanjutan
dengan menggunakan model yang sama
pada pokok bahasan lainnya, untuk
mendapatkan masukan yang lebih lengkap
agar pengaruh model ini jelas teramati.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dapat diterapkan sebagai salah
satu alternatif dalam pembelajaran fisika.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Wahyuningsih Indra, dkk. (2012). Penerapan Mode


Kooperatif Group Investigation Berbasis Eksperimen
Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar. Dalam Unnes Physics Education Journal [UPEJ
(1) (2012)]. Tersedia:
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej. [2
november 2014].

[2] Fahrurozy, M. (2013). ’’ Pengaruh Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Group Investigation Berbantuan
Laboratorium Terhadap Hasil Belajar Fisika Pada Siswa
SMA Negei 3 Palu. Skripsi pada Universitas Tadulako
Palu: diterbitkan

Anda mungkin juga menyukai