Anda di halaman 1dari 10

52

DAYA DUKUNG PONDASI DARI PENGUJIAN TANAH DI


LAPANGAN

Pengujian untuk menentukan daya dukung tanah di lapangan, terutama dilakukan


pada tanah yang mudah terganggu pada waktu pengambilan contohnya, seperti tanah jenis
non kohesif. Jenis-jenis pengujian di lapangan :
- SPT ( Standard Penetration Test ).
- Pengujian kerucut statis / CPT ( Cone PenetrationTest )
- Pengujian beban pelat ( Plate load test )

1. Pengujian SPT ( Standard Penetration Test )


Pengujian SPT dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pada saat dilakukan pengoboran pada lapisan tanah yang diuji, mata bor dilepas dan
diganti dengan suatu alat yang disebut dengan Standard Split Barrel Sampler. Kemudian
pipa bor diturunkan kembali sampai alat tersebut menumpu lapisan tanah yang diuji. Di
atas ujung pipa bor di pasang sebuat pemberat seberat 63,5 kg yang digantungkan dengan
sebuah kerekan. Pemberat ini ditarik naik-turun dengan tinggi jatuh 76 cm. Sesudah suatu
pemukulan awal sedalam 15 cm, jumlah pukulan untuk setiap penurunan split barrel
sampler sebesar 30,5 cm dihitung. Nilai N didefinisikan sebagai jumlah pukulan yang
dibutuhkan untuk memasukkan silinder split barrel sampler sedalam 30,5 cm pada setiap
pengujian. Jumlah pukulan selanjutnya dihubungkan secara empiris kerapatan relatif dari
tanah pasir, pengujian sebaiknya dilakukan pada interval kedalaman yang diperkirakan
penting. Untuk tanah granuler, seperti pasir, faktor-faktor daya dukung Nq, Nγ adalah
fungsi dari , karena itu sangat tergantung dari besarnya kerapatan relatif ( D r ). Peck,
Hanson, dan Thomburn (1963) memberikan hubungan empiris antara nilai N-SPT, N q, Nγ
dan , nilai-nilainya disajikan dalam Gambar III.1.
Terzaghi dan Peck (1943) menyajikan kurva hubungan antara nilai N dari pengujian
SPT, lebar pondasi (B), dan daya dukung yang diijinkan (qa )didasarkan pada penurunan
maksimum 1” (inchi) dan penurunan tidak seragam 3/4 “. Nilai-nilai pada kurvanya
didasarkan pada anggapan bahwa jarak muka air tanah lebih besar B dari dasar pondasi
(Gambar III.2 ).
53

Untuk pondasi dangkal, jika pasir pada dasar pondasi jenuh air dan kedalaman
pondasinya kecil dibandingkan dengan bebannya, Terzaghi menyarankan nilai daya
dukung dari Gambar III.2, dibagi 2. Untuk posisi muka air tanah di bawah pondasi dan
kurang dari B, dapat dilakukan interpolasi untuk hitungan daya dukungnya. Korelasi akibat
pengaruh tekanan overburden pada nilai seharusnya diberikan sebelum menggunakan nilai
SPT dalam analisis pondasi ( Gibbs dan Holtz, 1957). Nilai faktor koreksi tersebut dapat
dilihat pada Gambar III.3. Sebagai contoh sebuah pondasi dengan lebar 2,0 m terletak
pada pasir kering di kedalaman 1,2 m di bawah muka tanah. Nilai N rata-rata hasil
pengujian SPT pada kedalaman 2,0 m adalah 18. Bila tanah mempunyai berat volume 1,65
t/m2, maka tekanan overburden pada kedalaman ini adalah 2 x 1,65 = 3,3 t/m2. Dari gambar
nilai faktor koreksi adalah 2,8. Kemudian nilai N sebenarnya yang harus digunakan dalam
Gambar III.3 untuk menentukan daya dukung adalah : 2,8x 18= 50.
Koreksi lain yang harus diberikan dalam hal pengujian yang dilakukan pada tanah pasir
sangat halus atau pasir berlanau yang dipengaruhi air tanah. Jika nilai N lebih besar dari
15, maka nilai ini harus direduksi menjadi N’, dengan :
N’ = 15+ ½ ( N – 15 )
Koreksi ini diberikan karena tanah yang mengandung butiran halus akan mampat pada
jumlah pukulan kira-kira 15. Perubahan volume, akibat terlalu banyaknya pukulan, akan
mengakibatkan tekanan air pori yang tinggi yang selanjutnya akan menambah jumlah
pukulan.
Meyerhof (1956) mengusulkan persamaan dukung diijinkan netto yang dikaitkan
dengan nilai SPT, sebagai berikut :
qa = 1,22 N; untuk lebar B  1,2 m
2
 B  0,3 
qa  0,54 N   ; untuk lebar B > 1,2 m
 B 

dengan qa adalah daya dukung diijinkan netto dalam t/m 2, untuk penurunan sebesar 1’’
( 2,54 cm ). Nilai N rata-rata dari jarak O sampai B dibawah dasar pondasi.
54

Gambar III.1 Hubungan nilai N-SPT, Nq, N dan 

Gambar III.2 Daya dukung diijinkan untuk penurunan 1’’


( Terzaghi dan Peck, 1948 )
55

01 2 3 4

Peck&Bazaraa
(1969)

Tekanan overburden po’


10

Tomlinson(1969)
Gibbs&Holtz(1957)

20
N’=N.CN

30

Gambar III.3 Koreksi nilai N-SPT akibat tekanan overburden.


Contoh soal 3.1 :
Hasil-hasil pengujian SPT di lapangan seperti diberikan dalam tabel. Dari hasil pengeboran
diketahui bahwa tanah berupa pasir kasar γb = 1,85 t/m3 ; γ’ = 1 t/m3, dengan muka air
tanah pada kedalaman 1,5 m dari permukaan. Jika pondasi dengan lebar 2,5 m dan pada
kedalaman 1,5 m, berapakah daya dukung yang diizinkan ? Penurunan maksimum 1’’.
Penyelesaian :
Tabel nilai hasil uji SPT :
Nilai N yang dikoreksi terhadap tekanan overburden efektif dihitung :
Kedalaman N terukur Po’ =Z γ’ CN N’ = N . CN
(m) (t/m2)
1,75 12 3,03 2,7 32
2,50 16 3,80 2,5 40
3,25 18 4,53 2,3 41
4,00 20 5,28 2,2 44
4,75 22 6,28 2,1 42

Tekanan overburden efektif dihitung dengan cara :


- pada kedalaman 1,75 m
po’ = ( 1,5 x γb ) + ( 1,75 – 1,5 ) x γ’ = ( 1,5 x 1,85 ) + ( 1,75 – 1,5 ) x 1 = 3, 03 t/m2
- pada kedalaman 2,50 m
po’ = ( 1,5 x γb ) + ( 2,50 – 1,5 ) x γ’ = ( 1,5 x 1,85 ) + ( 2,50 – 1,5 ) x 1 = 3, 80 t/m2
Nilai CN koreksi terhadap tekanan overburden menurut Peck, dan Gibbs – Holtz.
Kedalaman yang diperhitungkan dalam hitungan nilai N, adalah sampai D f + B = 1,5 + 2,5
= 4,00 m. Diperoleh nilai N rata-rata setelah dikoreksi :
N’r = ¼ ( 32 + 40 + 41 + 44 ) = 39
56

Untuk menghitung qa, digunakan Gambar III.2, dengan N = 39, B = 2,5 m diperoleh q a =
40 t/m2.
Oleh karena muka air tanah di dasar pondasi, nilai q a dibagi 2 (Terzaghi dan Peck, 1948).
Jadi daya dukung yang diizinkan dengan penurunan 1’’ adalah :
0,5 x 40 t/m2 = 20 t/m2 = 2 kg/cm2.

2. Pengujian Penetrasi Kerucut Statis ( Cone Penetration Test )


Pengujian kerucut statis atau pengujian sondir termasuk alat penetrometer statis.
Alat pengujian berupa kerucut dengan diameter 3,57 cm atau luas penampang 1000 mm 2.
Kerucut dihubungkan dengan batang besi di dalam pipa penekan. Pipa dan mata sondir
ditekan secara terpisah dengan penekan hidrolis atau gerakan gigi dari hasil putaran dengan
tangan. Pembacaan tahanan konus dilakukan dengan membaca arloji pengukurnya. Beban
dibagi luas tampang konus merupakan tahanan kerucut statisnya (qc).
Dari data diagram tahanan konus yang dihasilkan dari pengujian kerucut statis atau
sondir, daya dukung tanah secara empisis dapat ditentukan . Meyerhof memberikan
persamaan sederhana untuk penentuan nilai daya dukung diijinkan ( q a ) untuk tanah tak
berkohesi sebagai berikut :
a) Untuk pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan lebar B  1,20 m.
qc
qa  ( kg/cm 2 )
30
b) Untuk pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan lebar B > 1,20 m.
qc 0,3 2
qa  (1 ) ( kg/cm 2 )
50 B
c) Daya dukung diijinkan secara pendekatan untuk seluruh pondasi dengan
mengabaikan lebarnya :
qc
qa  ( kg/cm 2 )
40
Untuk tanah kohesif, kuat geser undrained (Su = Cu) dapat didekati dengan
persamaan dengan persamaan Begemann (1974).
q c  po
Su  Cu 
Ne'
dengan : qa = daya dukung diijinkan untuk penurunan 1’’
qc = tahanan konus (kg/cm2)
B = lebar pondasi ( m )
57

po’ = tekanan overburden efektif pada kedalaman mata konus


Ne’ = konstanta tergantung macam tanah dan OCR (umumnya diambil antara 9
sampai 15).
Tahanan konus (qc) diambil rata-rata pada kedalaman 0 sampai B dari dasar pondasi.
Hubungan antara nilai N pengujian SPT dan tahanan konus (Meyerhof, 1956) :
qc = 4 N, dengan N adalah nilai SPT
Jika pondasi terletak di atas tanah pasir yang terendam air, nilai qa terhitung harus
dibagi 2 untuk menghitung daya dukung yang diijinkan.
Untuk pondasi rakit yang kaku atau pondasi pilar di atas pasir kering, nilai q a
terhitung di atas dapat dikalikan 2. Tomlinson (1969) menyarankan agar nilai akhir q a
yang dihasilkan harus dikontrol terhadap penurunan yang terjadi dari persamaan-
persamaan untuk tahanan kerucut statis dari De Beer dan Marten atau Schmertmann
(1970).

Contoh soal 3.2


Hasil pengujian kerucut statis (sondir) pada tanah pasir kering ditunjukkan gambar di
bawah. Berapa daya dukung diijinkan, bila pondasi akan dibangun pada kedalaman 1,5 m
dan lebar pondasi1,5 m ?
Penyelesaian :

Tahanan kerucut qc (kg/


cm2)
0 50 100 150 200 250

Df=1,5
m 1

B=1,5 m 2
Kedalaman (m)

Gambar C 3.2
58

Dari gambar nilai tahanan kerucut statis rata-rata di bawah dasar pondasi adalah 50 kg/cm 2
maka :
50
qa   1,25 kg/cm 2
40

3. Pengujian Beban Pelat ( Plate Load Test)


Plate Load Test cocok digunakan pada bahan timbunan atau tanah yang
mengandung kerikil atau batuan, dimana pengujian lapangan yang lain sulit dilaksanakan.
Pelat besi berbentuk lingkaran (atau bujur sangkar) dengan diameter (atau lebar) 30,5 cm
diletakkan di dasar lubang paling sedikit 4 kali lebar pelat yang digunakan. Pengamatan
terhadap besarnya beban dan penurunan yang terjadi dilakukan sampai mencapai
keruntuhan dalam tanahnya, atau pengujian dihentikan bila tahanan telah mencapai
mendekati 2 kali nilai daya dukung pondasi yang dirancang. Penambahan beban yang
diterapkan kira-kira 1/10 kali nilai estimasi daya dukung tanahnya.
Dengan menggunakan data hasil pengujian beban pelat, daya dukung ultimit
pondasi yang akan digunakan dapat dihitung dengan :
qB = qb ; untuk lempung.
 B
q B    q b ; untuk tanah berpasir.
b
Untuk intensitas beban q tertentu, penurunan pondasi dengan skala penuh diberikan oleh
persamaan empiris :
 B
SB  Sb   ; untuk lempung.
b
2
 2B 
SB  Sb   ; untuk pasir.
Bb

Dengan :
qB = daya dukung ultimit pondasi skala penuh.
qb = daya dukung ultimit dari pengujian beban pelat.
SB = penurunan pada pondasi dengan lebar B.
Sb = penurunan pada pelat uji dengan lebar b.
b = lebar atau diameter pelat pengujian.
B = lebar pondasi.
Hansel ( 1929 ) mengusulkan daya dukung tanah yang mempunyai c dan φ, dari hasil
pengujian beban pelat sebagai berikut :
59

P=Aq+Ks
Dengan :
P = beban total pada area dukungan seluas A.
A =luas pondasi atau pelat.
q = tegangan kompresi dibawah A.
s = tegangan geser satuan pada batas pinggir.
K = keliling luasan pondasi.
Di sini, q dan s adalah dua bilangan yang belum diketahui, untuk itu harus dikerjakan dua
kali pengujian dengan dua ukuran pelat yang berbeda. Jika P1 dan P2 berturut-turut adalah
beban yang dibutuhkan untuk menghasilkan s dalam pelat 1 dan 2, maka :
P1 = A 1 q + K 1 s
P2 = A 2 q + K 2 s
Dari nilai q dan s yang ditemukan, beban pondasi sebenarnya dihitung dengan persamaan :
Pp= Ap . q + Kp . s
Dengan :
Pp = beban pondasi ultimit ukuran sebenarnya.
Ap = luas dasar pondasi
qs = nilai-nilai yang diperoleh
Kp = keliling pondasi

Contoh soal 3.3


Hasil pengujian beban pelat pada tanah pasir ditunjukkan dengan gambar dibawah. Pelat
pengujian berdiameter 30 cm. Berapa daya dukung ultimit pondasi berdiameter 1 m dan
berapa penurunannya ?
Penyelesaian :
60

0 5 10 qc (t/m2)

0,5

Penurunan S(cm) 1,0


Sb=1,05 cm

1,5

2,0

2,5

3,0

Gambar C 3.3
Dari gambar diperoleh daya dukung ultimit 10 t/m2.
Daya dukung ultimit untuk pondasi B = 1 m = 100 cm
b = 30 cm
B
qB = qb
b
100
= 10   3,33 t/m2
30
Pada tekanan qB tersebut, penurunan pondasi berdiameter 100 cm adalah :

2
 2B 
SB  Sb  
Bb
2
 2 x 100 
 1,05    2,48 cm
 100  30 

Contoh soal 3.4


Dua pengujian beban pelat dikerjakan dengan menggunakan pelat berdimensi 30 cm x 30
cm dan 45 cm x 45 cm. Untuk penurunan sebesar 1 cm, besarnya beban pada pelat 1
adalah 4000 kg dan pada pelat 2 adalah 8500 kg. Berapa luas pondasi yang dibutuhkan
untuk mendukung kolom dengan beban 40 t dengan penurunan 1inchi ?
Penyelesaian :
Pelat 1 : P1 = A1 q + K1 s
61

4000 = ( 30 x 30 0 . q + ( 4 + 30 ) s
4000 = 900q + 120 s ……… ( i )
Pelat 2 : P2 = A2 q + K2 s
8500 = ( 45 x 45 ) q + ( 4 x 45 ) s
8500 = 2025 q + 180 s …….. ( ii )
Dari ( i ) dan ( ii ), diperoleh :
q = 3,7 kg ( cm2 )
s = 5,55 kg/cm2
Untuk ukuran pondasi skala penuh :
P=(BxB)q+(4xB)s
40000 = B2 x 3,7 + 4B x 5,55
40000 = 3,7 B2 + 22,2B
Diperoleh persamaan :
B2 + 6B – 10810,8 = 0
Diperoleh penyelesaian persamaan ini :
B = 101,0 cm.
Jadi dapat digunakan pondasi bujur sangkar 1,1 m x 1,1 m.

Anda mungkin juga menyukai