2
LEMBAR PENGESAHAN
TSTS dan TAI Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Geometri Kelas VII di
SMP IT Lukmanul Hakim Aceh Besar” oleh Ashfiyati, NPM. 1606103020034 telah
Dosen Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................6
1.5 Definisi Operasional..............................................................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................................................9
2.1 Hasil Belajar Matematika........................................................................................9
2.2 Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika........................................................12
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif............................................................................17
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS.........................................................19
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI............................................................27
2.6 Implementasi Langkah-Langkah Scaffolding pada Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TSTS dan TAI.............................................................................................35
2.7 Tinjauan Materi Geometri Kelas VII tentang segitiga.........................................39
2.8 Penelitian Terdahulu.............................................................................................40
2.9 Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian...........................................................43
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................................45
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................................45
3.2 Populasi dan Sampel.............................................................................................46
3.3 Teknik Pengumpulan Data....................................................................................46
3.4 Teknik Analisis Data.............................................................................................47
3.5 Jadwal Penelitian...................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................54
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuntasnya hasil belajar yang diraih oleh siswa merupakan suatu pencapaian
rendah. Hal ini dibuktikan oleh nilai rata-rata UNBK (Ujian Nasional Berbasis
Komputer) untuk SMP negeri dan swasta pada tahun 2019 mengalami penurunan.
Tahun 2017 nilai rata-rata UNBK adalah 55,51, kemudian pada tahun 2018 nilai
rata-rata UNBK mencapai 52,96, sedangkan pada tahun 2019 nilai rata-rata UNBK
untuk SMP di tingkat nasional masih memporoleh nilai di bawah standar yaitu 52.
Menurut data nasional pada tahun 2019, nilai pada mata pelajaran matematika
merupakan nilai yang paling rendah di antara mata pelajaran lainnya yaitu 46.
matematika masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang
lainnya. Hasil belajar matematika yang masih rendah tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dalam diri siswa, alat,
dan lingkungan.
sistem pembelajaran adalah guru, Hal ini karena guru merupakan orang yang secara
memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan
1
2
masih menganggap siswa mampu mencerna materi dalam waktu singkat sehingga
kesulitan proses pembelajaran. Jika guru masih bertahan dengan cara belajar yang
seperti ini, maka siswa yang memiliki kemampuan rendah akan kurang mendapatkan
mandiri. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Sanjaya (2013:28) yang
siswa baik perubahan perilaku dalam bidang kognitif, efektif maupun psikomotorik.
waktu yang lama di memorinya. Hal ini sejalan dengan Huda (2011:3) yang
responsive dan berpusat pada siswa agar minat dan aktivitas sosial mereka terus
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok adalah model pembelajaran
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen
(Rusman, 2013). Walaupun pada dasarnya siswa belajar secara berkelompok, namun
dalam pembelajaran kooperatif ini sebenarnya juga sangat menuntut adanya usaha
pengetahuan mereka. Hal ini berdasarkan. Rusman,( 2013) mengatakan bahwa teori
oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dan keseriusan dalam mengikuti
pelajaran dan lain sebagainya. Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan
rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam
perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada sekolah SMP
IT Lukmanul Hakim Aceh Besar, pada saat proses belajar mengajar berlangsung
oleh guru sehingga saat pengerjaan latihan, sebagian siswa terlihat tidak memahami
soal dan cenderung melihat jawaban dari siswa di sebelahnya dan ketika pemeriksaan
jawaban siswa telah dilakukan ternyata hasil belajar siswa pada kelas tersebut masih
tergolong dalam kategori rendah. Kemudian dari observasi awal tersebut juga
didapatkan data bahwa beberapa siswa kelas VII masih mendapatkan nilai ulangan
kurang dari KKM yang telah ditetapkan pada materi Segitiga. Hal ini
4
memperlihatkan bahwa masih terdapatnya siswa yang belum bisa belajar secara
individu akan tetapi mereka masih sangat memerlukan orang lain sebagai pemicu
semangat mereka untuk menggali materi lebih dalam sehingga dapat tercapai tujuan
pembelajaran. Hasil belajar yang didapatkan oleh siswa dapat meningkat apabila
usaha mandiri mereka terdorong untuk mempelajari materi. Karena segala hal yang
ditemukan oleh dirinya sendiri akan lebih membekas dibanding dengan apa yang
didapatkan secara instan. Salah satu model pembelajaran yang dapat memadukan
kerja kelompok dan individu adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team
siswa yang memiliki kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang
pembelajaran interaktif yaitu proses pembelajaran dimana proses interaksi guru dan
siswa, antara siswa dan siswa, maupun siswa dan lingkungan terjalin dengan baik.
Dengan adanya proses interaksi yang terjalin dengan baik, maka memungkinkan
mengikuti proses pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat
pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula
dapat melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik dan dapat saling mendorong
untuk berprestasi adalah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two
informasi kepada kelompok lain (Lie, 2010). Hal ini dilakukan karena banyak
bertujuan untuk mengarahkan siswa agar menjadi aktif, baik berdiskusi, Tanya
jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan
oleh teman.
Berdasarkan dua tipe model kooperatif yang telah dipaparkan di atas, dapat
bergantung pada usaha mandiri siswa dan juga bimbingan yang diberikan oleh
masing-masing anggota kelompok yang lebih mampu. Jika dalam TAI sangat
bergantung pada teman yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi, maka dalam
TSTS untuk dapat mendapatkan hasil dan informasi dari kelompok lain sangat
bergantung pada dua anggota kelompok yang bertugas sebagai tamu di kelompok
lain. Maka oleh sebab itu dua model tersebut sangat diperlukan bantuan kelompok
dalam merangkai suatu pemahaman yang lengkap bagi siswa yang merasa kesulitan.
Oleh karena permasalahan dan kasus yang telah dipaparkan di atas, serta
belajar siswa maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Kooperatif Tipe TSTS dan TAI Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi
pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada materi Geometri kelas VII di SMP IT
pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi Geometri kelas VII di SMP IT
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI pada materi Geometri kelas VII di
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk:
pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada materi Geometri kelas VII di SMP IT
pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi Geometri kelas VII di SMP IT
c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI pada materi
antaranya:
a. Sebagai masukan bagi guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang
b. Bagi siswa diharapkan dapat mengetahui perbandingan hasil belajar yang dicapai
agar mengetahui pembelajaran seperti apakah yang lebih efektif untuk membantu
c. Untuk peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penelitian
waktu belajar Dalam penelitian ini hasil belajar siswa akan diketahui setelah
ini, terjadi atau tidaknya ketuntasan belajar akan dilihat pada data hasil belajar
b. Scaffolding
sistem pengelompokan kecil, antara empat sampai enam orang yang mempunyai
perbedaan latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku
(Sanjaya, 2006: 242). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan proses belajar
adalah sistem pembelajaran kelompok yang bertujuan agar siswa dapat saling
saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Dalam penelitian ini peneliti
akan membandingkan hasil belajar siswa yang didapatkan dari model ini dengan
untuk belajar secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang kemudian akan
hasil belajar mandiri akan dibawa ke dalam kelompok dan akan didiskusikan
penelitian ini peneliti akan membandingkan hasil belajar siswa yang didapatkan
KAJIAN PUSTAKA
kemampuan baru yang diperoleh siswa sesudah mereka mengikuti proses belajar-
mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Kemampuan baru yang dimiliki individu
adalah hasil dari aktifitas belajar-mengajar untuk tercapainya sebuah tujuan dalam
jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Susanto (2013: 5) hasil belajar yaitu
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Perubahan
aspek-aspek tersebut terjadi secara terencana dan cenderung berubah ke arah yang
lebih baik.
sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif
dan psikomotor. Lain lagi dengan pendapat Wasliman (dalam Susanto 2013: 12)
hasil belajar peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
dari interaksi.
9
10
yaitu:
1) Faktor internal
yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
b) Faktor psikologis setiap individu dalam hal ini. siswa pada dasarnya memiliki
perhatian, minat, bakat, motif, motifasi, kognitif dan daya nalar siswa.
2) Faktor eksternal
hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya berbeda
suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih
guru.
11
Menurut Arifin (2011: 15) adapun manfaat penilaian hasil belajar, yaitu
sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah
diberikan.
2) Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat minat, dan sikap peserta didik
3) Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik
bimbingan.
5) Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengn
keadaan siswa yang mendapatkan pengetahuan baru dari unsur kognitif, afektif, dan
dikatakan Djamarah (2006) Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan
Ketuntasan belajar dapat dilihat setelah siswa dievaluasi, yaitu suatu praktek
pengujian terhadap materi yang diajarkan dengan memberi soal – soal atau
setiap siswa diberi penilaian yang dapat berupa huruf atau angka. Siswa dikatakan
tuntas atau lulus, bila dapat mencapai nilai lebih dari atau sama dengan nilai kriteria
Scaffolding adalah teori yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky pada tahun
1978, ia menekankan penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam
“perancah”, yaitu bambu yang dipasang sebagai tumpuan saat akan mendirikan
interaksi yang bersifat positif (Cahyo, 2013). Wardhani (2004) menyatakan bahwa
akan lebih baik jika peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau
dengan teman sebaya yang lebih mampu. Hal ini sejalan dengan pendapat Slavin
mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja
di dalam wilayah pembangunan paling dekat dengan satu sama lain. Dengan cara itu
13
siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi dari yang telah dimilikinya.
melaksanakan tugas atau memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Bantuan ini
diberikan agar siswa tidak patah semangat karena mengerjakan tugas atau suatu
dalam bentuk belajar secara kelompok yaitu dengan berdiskusi dalam kelompok
kecil.
didik yang belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau dengan teman sebaya
yang lebih mampu akan mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi dari yang telah
pengetahuan yang dimiliki peserta didik, memberikan tips-tips atau kiat-kiat, strategi
yang diberikan oleh peserta didik. Vygotsky (dalam Trianto, 2007: 27), menyatakan
bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-
tugas yang belum dipelajari, tetapi tugas–tugas itu masih berada dalam jangkauan
mereka yang disebut zone of proximal development (ZPD), yakni daerah tingkat
daerah (zone) yang terletak diantara tingkat perkembangan aktual dan tingkat
permasalahan, yaitu: (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa
mencapai keberhasilan dengan bantuan, dan (3) siswa gagal meraih keberhasilan.
14
Karena itu, individu tersebut membutuhkan peranan orang lain dalam kegiatan
diberikan oleh orang dewasa dan secara bertahap dapat mengembangkan kecakapan
orang lain. Proses interaksi atas dasar pemberian bantuan tersebut dikatakan
belajar ini bukan berarti siswa diajarkan terus-menerus komponen dari suatu tugas
kompleks, namun bantuan belajar di berikan sedikit demi sedikit hingga pada suatu
saat siswa mampu menyelesaikan tugas yang kompleks secara mandiri. Scaffolding
agar siswa dapat mencapai kompetensi yang kompleks secara mudah dan bertahan
lama.
mandiri, akan tetapi siswa diberikan bantuan pada tahap awal pembelajaran, dimana
bantuan tersebut bisa berupa arahan sehingga siswa bisa lebih terarah dan tujuan
diberikan.
perbedaan.
menyediakan lembar tugas secara terstruktur serta menggunakan bahasa yang mudah
diberikan.
digunakan dalam penyampaian ide-ide yang dipelajari, misalnya saja seorang guru
meminta siswa membaca ulang masalah yang diberikan, serta guru mengajukan
16
pertanyaan arahan agar siswa dapat memahami masalah dengan benar. Mengulas
merupakan cara yang sering digunakan untuk mengevaluasi hasil pekerjaan dan
mengetahui letak kesalahan yang dilakukan, misalnya guru berdiskusi dengan siswa,
mengulas jawaban yang telah dihasilkan siswa, guru meminta siswa merefleksi
merupakan cara guru mendorong agar memfokuskan perhatian siswa pada aspek-
arahan hingga siswa dapat menemukan kembali semua fakta yang ada pada masalah
yang diberikan. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menyusun kembali jawaban
diskusi terhadap jawaban yang diperoleh siswa dan meminta siswa untuk mencari
3. Mengkreasikan momentum.
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2010). Pembelaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja
sama dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Roger dkk, 1992 (dalam Huda,
kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan
yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan
bersama. Tujuan pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitut
(Trianto, 2009). Johnson mengatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
elemen yang saling terikat. Menurut roger dan Johnson untuk mencapai hasil yang
maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan,
yaitu :
3. Tatap muka
bahwa proses pembelajaran akan bermakna jika peserta didik bisa saling mengajari
(Wena, 2009). Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua
sumber belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain. Pembelajaran kooperatif
selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini
Table 2.1
6 tahap pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif
19
Menurut Lie (2010) Metode atau tipe Two stay two stray (dua tinggal dua
tamu) yang disingkat menjadi TSTS merupakan salah satu model pembelajaran
dan informasi kepada kelompok lain. Metode belajar mengajar dua tinggal dua tamu
(two stay two stray) dikembangkann oleh Spencer Kagan. Dimana Spencer Kagan
Two Stay Two Stray merupakan suatu model pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada anggota kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan
20
anggota kelompok lainnya dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar
kelompok.
Struktur pembelajaran two stay two stray yaitu memberi kesempatan kepada
anggota kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan anggota kelompok
lain. Hal ini memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar siswa sehingga siswa
2011:183) bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray ini bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Sejalan dengan itu Huda (2011: 120) juga berpendapat bahwa model
cooperative learning tipe TSTS ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan
informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling
mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk membagi informasi. Selain itu,
karena banyak kegitan belajar mengajar yang yang diwarnai dengan kegiatan-
kegiatan individu maka dapat mengarahkan siswa untuk menjadi lebih aktif, baik
berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa
kelompok lain. Selain itu dalam pelaksanaanya dua dari anggota kelompok mencari
TSTS
dan kompeten haruslah mempunyai wawasan landasan terhadap teori belajar yang
diterapkannya. Hal ini dilakukan agar guru dapat mengembangkan dan melakukan
perbaikan dalam pembelajaran matematika yang dianggap masih kurang baik dalam
a. Teori Thorndike
peserta didik selembar kertas putih, penerima pengetahuan yang siap menerima
pengetahuan secara pasif. Pandangan belajar seperti ini mempunyai dampak terhadap
didik, dan membawa mereka untuk praktik menggunakan konsep atau prosedur baru.
Konsep dan prosedur baru itu akan semakin mantap jika makin banyak latihan. Pada
prinsipnya teori ini menekankan banyak memberi praktik dan latihan kepada peserta
didik agar konsep dan prosedur dapat mereka kuasai dengan baik.
berpikir abstrak anak pada saat itu. Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran
c. Teori Vygotsky
mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Melalui teori ini peserta didik dapat
pencatatan, pengerjaan, dan presentasi. Salah satu strategi yang diperkenalkan oleh
Teknik belajar dua tinggal dua tamu (two stay two stray) bisa digunakan
disemua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Struktur dua tinggal
dua tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar
dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan
23
hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama
lainnya.
yaitu:
belajarnya
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda
(dalam Jupri, 2010:43) struktur pembagian hasil dan informasi dengan kelompok lain
1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok dengan 4 orang anggota seperti biasa.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
secara individu. Dalam pembelajaran TSTS ini yang menjadi inti dalam kegiatannya
2. Belajar pada tim: peserta didik belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/kelompok
dan antar kelompok dengan dipandu oleh lembar kegiatan untuk menuntaskan
materi pelajaran.
Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan Lie (2002), antara lain:
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. Struktur Two Stay Two Stray yang
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
kelebihan dari model TSTS menurut Kurniasih (2017: 76) adalah sebagai berikut:
2. Merupakan salah satu model inovatif yang berbasis pada aktifitas peserta didik
3. Dengan diterapkan model pembelajaran ini peserta didik tidak hanya bekerja sama
dengan anggota sekelompoknya tetapi juga bisa bekerja sama dengan kelompok
lain yang memungkinkan terciptanya keakraban sesame teman dalam satu kelas
didik.
2. Kecenderungan hanya peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi yang aktif.
TSTS adalah lebih fleksibel untuk diterapkan karena bisa diterapkan pada semua
tingkatan dan berbagai mata pelajaran termasuk mata pelajaran Matematika pada
materi Geometri kelas VII. Proses belajar pun akan menjadi lebih bermakna karena
siswa mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai materi yang sedang dipelajari.
Model pembelajaran TSTS juga lebih berorientasi pada keaktifan karena siswa yang
harus aktif menjadi sumber pembelajaran, baik dari kelompoknya sendiri ataupun
saat berkunjung pada kelompok lain. Selain itu, kelebihan model TSTS juga dapat
membuat siswa menjadi lebih berani, percaya diri, dan kompak dalam mengerjakan
belajar siswa. Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah waktu yang
dibutuhkan dalam proses pemelajaran relatif lama, dan seringkali yang lebih aktif
pembelajaran TSTS juga mempunyai persiapan yang cukup berarti dalam hal materi
27
dan tenaga. Suasana kelas juga menjadi cenderung lebih gaduh apabila menggunakan
model TSTS.
siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara
diharapkan agar para siswa dapat meningkatkan pikiran kritis, kreatif, dan
kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika
guru menyampaikan materi besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak
memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut dan akan gagal
memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa yang lainnya malah sudah tahu
materi itu, atau bisa mempelajarinya sangat cepat sehingga waktu mengajar yang
berikut:
1. Team (Teams). Para siswa dalam pembelajaran model TAI dibagi ke dalam tim-
berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini. Hal ini bertujuan mengetahui
kepada siswa yang membutuhkan bantuan secara individual kepada siswa yang
membutuhkannya.
5. Skor Tim dan Rekognisi Tim (Team score and Team Recognition). Pada tiap
akhir minggu, guru menghitung jumlah skor tim. Skor ini didasarkan pada jumlah
rata-rata unit yang biasa dicakupi oleh tiap anggota tim dan jumlah tes-tes unit
yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriterianya dibangun dari kenerja tim.
Kriteria yang tinggi ditetapkan bagi sebuah tim super, kriteria sedang menjadi tim
sangat baik, dan kriteria minimum untuk menjadi tim baik. Tim-tim yang
29
memenuhi kriteria menjadi tim super atau tim sangat baik menerima sertifikat
yang menarik.
pengajaran selama sekitar 10-15 menit kepada 2 atau 3 kelompok kecil siswa yang
terdiri dari siswa-siswa dari tim berbeda yang tingkat pencapaian kurikulumnya
sama. Inti dari kegiatan ini yaitu pemberian materi secara singkat dari guru
7. Tes Fakta (Fact Test). Seminggu dua kali, para siswa diminta mengerjakan tes-tes
fakta selama tiga menit (biasanya fakta-fakta perkalian atau pembagian). Para
8. Unit Seluruh Kelas (Whole-Class Units). Pada akhir tiap-tiap minggu, guru
adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen.
kelompok sangat di perhatikan. oleh karena itu, siswa yang pandai akan ikut
keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan dapat terbantu untuk memahami
dengan menggunakan model pembelajaran ini maka akan dapat menimbulkan efek
kooperatif tipe TAI ini disusun untuk dapat membantu siswa yang mengalami
1. Placement test
Pada langkah ini guru memberikan tes awal pre-test kepada peserta didik. Cara ini
bisa digantikan dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab
2. Teams
kooperatif tipe Team Assited Individualization. Pada tahap ini guru membentuk
3. Teaching Group
4. Student Creative
31
kelompoknya.
5. Team Study
Pada tahapan team study peserta didik belajar bersama dengan mengerjakan
tugas-tugas dari LKPD yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru
6. Fact test
Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik,
Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan
8. Whole-Class Units
Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi oleh guru kembali di akhir bab
1. Para siswa membentuk kelompok terdiri dari 2 atau 3 orang dalam tim mereka
2. Para siswa membaca halaman panduan mereka dan meminta teman satu tim atau
guru untuk membantu bila diperlukan. Selanjutnya mereka akan memulai latihan
3. Tiap siswa mengerjakan empat spal pertama dalam latihan kemampuannya sendiri
dan selanjutnya jawabannya di cek oleh teman satu timnya dengan halaman
jawaban yang sudah tersedia, yang dicetak dengan urutan terbalik di dalam buku.
Apabila keempat soal tersebut benar, siswa tersebut boleh melanjutkan ke latihan
kemampuan berikutnya. Jika ada yang salah, mereka harus mencoba mengerjakan
kembali keempat soal tersebut, dan seterusnya, sampai siswa bersangkutan dapat
menyelesaikan keempat soal tersebut dengan benar. Para siswa yang menghadapi
masalah pada tahap ini didorong untuk meminta bantuan dari timnya sebelum
4. Apabila siswa sudah dapat menyelesaikan keempat soal dengan benar dalam
latihan kemampuan terakhir, dia akan mengerjakan tes formatif A, yaitu kuis yang
terdiri dari sepuluh soal yang mirip dengan latihan kemampuan terakhir. Pada saat
mengerjakan tes formatif, siswa harus bekerja sendiri sampai selesai. Seorang
teman satu timnya akan menghitung skor tesnya. Apabila siswa tersebut dapat
mengerjakan delapan atau lebih soal dengan benar, teman satu tim tersebut akan
menandatangani hasil tes itu untuk menunjukkan bahwa siswa tersebut telah
dinyatakan sah oleh teman satu timnya untuk mengikuti tes unit. Bila siswa
tersebut tidak bisa mengerjakan delapan soal dengan benar, guru akan dipanggil
kemampuan lalu mengerjakan tes formatif B, sepuluh soal kedua yang konten dan
tingkat kesulitannya sejajar dengan tes formatif A. Atau jika tidak, siswa tersebut
yang boleh mengerjakan tes unit sampai dia mengerjakan tes formatif dan
5. Tes formatif para siswa ditandatangani oleh siswa pemeriksa yang berasal dari tim
lain supaya bisa mendapatkan tes unit yang sesuai. Siswa tersebut selanjutnya
menyelesaikan tes unitnya, dan siswa pemeriksa akan menghitung skornya. Tiap
kelompok–kelompok kecil.
atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru. Pada tiap
e. Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila
siswa yang mengecek kemampuannya ada dibawah siswa yang dicek dalam
rangkaian pengajaran, dan prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak
mengganggu si pengecek.
f. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal,
dengan status sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya
akademik dan diantara para siswa dari latar belakang ras atau etnik berbeda.
pembelajaran ini.
e. Sesuatu yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnya dapat dicapai oleh
siswa.
f. Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang akan bekerja
g. Siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh ditentukan
yang mengatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa akan dapat saling
antara guru dengan siswa. Sehingga dengan adanya Scaffolding dalam langkah-
langkah pembelajaran pada model kooperatif maka dapat membantu siswa yang
berikut:
siswa berdasarkan tingkat kognitif siswa dengan melihat nilai hasil belajar
materi pembelajaran.
atau hal lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar.
7. Mengarahkan siswa siswa yang memilki ZPD tinggi untuk membantu siswa
Table 6.1
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
Langkah-Langkah
Fase Pemberian Scaffoding
Pembelajaran
1. Menyampaikan Menjelaskan tujuan
tujuan dan pembelajaran dan
mempersiapkan mempersiapkan
anak didik. siswa untuk belajar.
Table 6.2
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
Unsur Model
Pembelajaran Langkah-Langkah
Pemberian Scaffoding
Kooperatif Tipe Pembelajaran
TAI
1. Teams Pembentukan
kelompok secara
heterogen yang
beranggotakan 4-5
siswa.
Penjelasan secara
singkat pokok materi
yang akan dibahas
pada pertemuan itu
oleh guru
Evaluasi hasil
diskusi dan
penyempurnaan
jawaban peserta
didik oleh guru.
Penelitian ini akan dilakukan pada materi Geometri kelas VII, khususnya bab
Segi Empat dan Segitiga. Namun karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh
peneliti, maka peneliti memilih materi penelitian hanya dilakukan pada materi
40
segitiga yang diajarkan berdasarkan buku paket siswa kurikulum 2013 revisi 2017
yang terdapat pada halaman 245-283. Peneliti memilih materi ini dikarenakan materi
ini banyak menuntut adanya usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI. Selain itu, Soemadi (2000: 1)
studi lanjut dan mengembangkan kemampuan keruangan. Maka dari itu, pernyaataan
tersebut sejalan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI yang
Yang menjadi sub materi dari materi segitiga pada penelitian ini adalah
memahami jenis dan sifat segitiga, memahami kelililing dan luas segitiga dan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Peserta Didik Kelas III MIN Pandansari Ngunut Tulungagung”
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayah ini didapatkan bahwa terdapat
kooperatif tipe two stay two stray pada mata pelajaran Matematika peserta didik
kelas III MIN Pandansari Ngunut Tulungagung. Penelitian yang telah dilakukan
41
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan aktivitas peserta
didik ada peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu dari 79,5 % - 91% dengan
kategori sangat baik, dan aktivitas peneliti pada siklus I sampai siklus II yaitu 84 % -
93,5 % dengan kategori sangat baik juga. Selain itu, untuk hasil tes juga mengalami
peningkatan dari nilai rata – rata peserta didik 61,54 % menjadi 94,5 %. Demikian
juga dalam hal ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan dari siklus I sampai
siklus II yaitu 31,82 % - 100%. Hasil nilai belajar peserta didik ini berada pada
tingkat keberhasilan yaitu kriteria sangat baik. Sehingga, hal ini menunjukkan
Tipe TAI dilakukan oleh Anjarsari (2017) dengan judul “Penerapan Model
Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Barisan dan Deret Kelas
Matematika siswa materi Barisan dan Deret kelas XI APK 1 SMK PGRI 1
Tulungagung.
diterapkan pada materi geometri terdapat pada penelitian dari Kusfianti dan Mufidah
(2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika
Materi Keliling dan Luas Segi Empat dan Segitiga Pada Siswa Kelas VII SMPN 7
42
dengan siklus I. Skor motivasi rata- rata angket sebelum tindakan 154,6 atau 77,3%
meningkat menjadi 170,86 atau 85% setelah pelaksanaan tindakan. Rata-rata kelas
dari hasil evaluasi di siklus II juga mengalami peningkatan, pada saat siklus I sebesar
57,8 dan hasil belajar setelah tindakan sebesar 78,8 dengan peningkatan sebesar 11,4.
Ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus I sebesar 25% dan pada siklus II
60%..
Group Investigation Dengan Two Stay Two Stray Pada Kelas IX MTs Madani Pao-
Pao”, mendapatkan hasil penelitiannya yaitu hasil belajar biologi siswa kelas IX MTs
tergolong tinggi dengan persentase sebesar 68% dari 25 siswa dan nilai rata-rata
menggunakan model pembelajarn Two Stay Two Stray yang juda mengalami
kenaikan pada hasil belajar biologi siswa kelas IX MTs Madani Pao-Pao dengan
persentase 44% dari 25 siswa dan nilai rata-rata sebesar 80,26. Kemudian dalam
penelitian ini juga di dapat perbedaan hasil belajar biologi menggunakan model
Stay Two Stray. Dimana hasil belajar siswa kelompok eksperimen 1 (IXa) yang
menggunakan media pembelajaran Two Stay Two Stray. Oleh sebab itu, dapat terlihat
bahwa ada perbedaan peningkatan rata-rata hasil belajar. Sehingga dengan adanya
penelitian ini tertarik bagi peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang perbandingan
dua model kooperatif dengan tipe yang berbeda. Namun yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang lebih banyak terdapat
Scaffolding di dalamnya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI.
Anggapan dasar atau asumsi dasar adalah sederetan asumsi yang kuat tentang
“anggapan dasar atau asumsi adalah sesuatu hal yang diyakini kebenarannya oleh
peneliti harus dirumuskan secara jelas. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori
di dalam laporan hasil penelitian nanti”. Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini
adalah:
2. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI dapat diterapkan dalam
kooperatif tipe TSTS dan TAI pada materi geometri kelas VII SMP IT Lukmanul
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI pada materi geometri kelas VII SMP
METODE PENELITIAN
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta pengumpulan dari hasilnya
hasil belajar matematika siswa pada materi geometri kelas VII di SMP IT Lukmanul
Hakim Aceh Besar dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan
TAI. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
45
46
Keterangan:
O = pemberian posttest
Penelitian ini melibatkan dua kelas VII yang mempunyai karakteristik hampir
sama. Kedua kelas ini selanjutnya disebut dengan kelas eksperimen 1 dan kelas
kooperatif tipe TSTS, sedangkan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI. Hasil kedua tes akhir dibandingkan untuk
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VII SMP IT
Lukmanul Hakim Aceh Besar yang berjumlah 32 siswa dari 2 kelas. Sampel adalah
sebagian dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2012). Namun yang menjadi sampel
dalam penelitian ini juga merupakan seluruh siswa kelas VII di SMP IT Lukmanul
Hakim Aceh Besar. Hal ini disebabkan karena sekolah tersebut hanya memiliki 2
kelas VII yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
Data penelitian ini terdiri atas data observasi dan hasil belajar siswa. Data
hasil belajar siswa dilakukan dengan cara tes posttest. Instrument penelitian
merupakan alat yang digunakan dalam kegiatan menggunakan data, agar kegiatan
siswa dengan penerapan model pembelajaran model kooperatif tipe TSTS dan TAI.
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI. Posttest yang dilakukan
48
berisi 5 soal essay. Setiap butir soal posttest memiliki skor yang berbeda-beda
berdasarkan jawaban yang dijawab oleh siswa dan total skor maksimal adalah 100.
perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TAI berkaitan dengan
ketuntasan dan perbedaan hasil belajar siswa pada materi geometri kelas VII di SMP
melakukan penilaian terhadap tes yang diberikan. Setiap soal memiliki skor yang
berbeda. Hasil dari posttest digunakan untuk melihat ketuntasan hasil belajar siswa
sesuai dengan KKM yang diberikan di sekolah tersebut. Menurut Arikunto (2013)
apabila data yang dianalisis berdistribusi normal maka pengujian hipotesis dapat
1) Membuat tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama. Dalam
Rentang
P=
Banyak Kelas
x́=
∑ f i xi
∑ fi
Ket :
s=
n ( n−1 )
Keterangan :
s2 = Varians
n = Banyaknya data
Sebelum memulai analisis data secara statistik, ada persyaratan yang terlebih
dahulu harus dipenuhi yaitu haru menguji normalitas data penelitian. Uji normalitas
dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian berdistribusi normal atau
tidak. Uji chi-kuadrat dilakukan untuk menguji normalitas data, hal ini dikemukakan
2
k
( Oi −Ei )
χ =∑
i=1 Ei
Keterangan :
χ 2=statistik chikuadrat
Oi = Frekuensi Pengamatan
Ei = Frekuensi yang Diharapkan
5) Pengujian hipotesis
Untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini digunakan uji statistic t. Rumus
x́−μ0
t= s
√n
keterangan :
x́ = nilai rata-rata
H0 : µ = 72 Hasil belajar siswa pada pembelajaran materi Geometri kelas VII dengan
Minimal.
52
Ha : µ > 72 Hasil belajar siswa pada pembelajaran materi Geometri kelas VII dengan
Minimal.
Ha : µ > 72 Hasil belajar siswa pada pembelajaran materi Geometri kelas VII
Minimal.
Karena uji hipotesis adalah uji pihak kanan, menurut Sudjana (2005: 231)
kriteria pengujian yang berlaku jika data berdistribusi normal adalah tolak H 0 jika t
> t1−𝛼 dimana t1−𝛼 di dapat dari daftar distribusi t dan terima H0 dalam hal lainnya.
Dengan derajat kebebasan untuk distribusi t adalah dk = (n-1) dan taraf signifikan α
= 0,05.
53
1. Uji Homogenitas
penelitian terhadap populasi penelitian. Dalam artian bahwa apabila data yang
sama. Pada pengujian homogenitas ini, menurut Sugiyono (2016) terlebih dahulu
varians terbesar
F=
varians terkecil
derajat kebebasan penyebut nk – 1, maka jika diperoleh Fhitung < Ftabel berarti
2. Pengujian Hipotesis
tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dengan TAI (Team Assisted
µ1 : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif
µ2 : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif
kriteria data diperoleh dari n1 = n2 dengan varians homogen. Maka untuk pengujian
x́ 1− x´2
t= s12 s 22
√ + −¿ ¿
n1 n2
55
keterangan:
1. Jika thitung > tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat perbedaan
tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dengan TAI (Team Assisted Individualization)
pada materi geometri kelas VII di SMP IT Lukmanul Hakim Aceh Besar.
2. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, berarti terdapat
tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dengan TAI (Team Assisted Individualization)
pada materi geometri kelas VII di SMP IT Lukmanul Hakim Aceh Besar.
Tabel 3.3
Tabel 3.4
54