Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“IJTIHAD”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh:
1 Logistik A
KELOMPOK 3
Elvira Rizqie Amalia (16117008)
Kartika Asri Puspita Sari (16117015)
Thufeil Ad’dausi (16117030)
Mohammad Ilham Ubaidah (16117049)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN LOGISTIK


SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN LOGISTIK INDONESIA
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tetang Ihtihad.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Ijtihad ini dapat
memberikan manfaat untuk pembaca.

  
              Bandung, April 2018
  

                                                                                          
 Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat pentingnya dalam syari’at Islam yang disampaikan dalam
Al-Qur’an dan Assunah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan
dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.
Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas
persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Maka
untuk itu ijtihad menjadi sangat penting. Kata ijtihad terdapat dalam sabda
Nabi yang artinya “pada waktu sujud” bersungguh-sungguh dalam berdo’a.
Dan ijtihad tidak membatasi bidang fikih saja dan banyak para pendapat
ulama mempersamakan ijtihad dengan qiyas. Adapun dasar hukum itu sendiri
adalah Al-Qur’an dan Assunah.
Maka dari itu karena banyak persoalan di atas, kita sebagai umat Islam
dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara melaksanakan ijtihad.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami arti Ijtihad yang sebenarnya.
2. Untuk menerapkan Ijtihad sedikit demi sedikit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ijtihad

Ijtihad (Arab: i‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang


sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad
sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Pengertian Ijtihab menurut para ahli:
1. Menurut Hanafi, Pengertian Ijtihad adalah mencurahkan tenaga
(memeras pikiran) untuk menemukan hukum agama (Syara’) melalui
salah satu dalil syara’ dan dengan cara-cara tertentu.
2. Pengertian Ijtihad Menurut Yusuf Qardlawi adalah mencurahkan semua
kemampuan dalam segala perbuatan. Penggunaan kata ijtihad hanya
terhadap masalah-masalah penting yang memerlukan banyak perhatian
dan tenaga.
3. Pengertian Ijtihad Menurut Mayoritas Ulama Ushul ialah pengerahan
segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk
memperoleh pengertian tingkat zhann mengenai sesuatu hukum syara’,
ini menunjukkan bahwa fungsi ijtihad yaitu untuk mengeluarkan hukum
syara’ amaliy statusnya zhaanny. Dengan demikian Ijtihad tidak berlaku
dibidang akidah dan akhlak.
4. Menurut Al-Amidi, Pengertian Ijtihad ialah mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat dhonni, sampai
merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya
itu.
5. Imamal-Gazali mengungkapkan, Pengertian Ijtihad merupakan upaya
maksimal seorang mujtahid dalam mendapatkan pengetahuan tentang
hukum-hukum syara’.
6. Zuhdi mengatakan, Pengertian Ijtihad ialah mengerahkan segenap
kemampuan berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum
Syara’ dari dalil-dalilnya yang tafshily.
7. Menurut Para Sahabat, Pengertian Ijtihad adalah penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah
dan Sunnah Rasul, baik melalui suatu nash, yang disebut “qiyas” (ma’qul
nash) maupun melalui maksud dan tujuan umum hikmah syariat, yang
disebut “maslahat“.

2.2 Jenis-Jenis Ijtihad


1. Ijmak artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam
menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan
Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang
dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian
dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan
bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh
umat.
2. Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu
hukum atau suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa
sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan
berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam
Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang
ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
 Beberapa definisi qiyâs (analogi)
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,
berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam
[Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
(iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan
oleh al-qur'an dan hadits.
3. Istihsân
 Beberapa definisi Istihsân
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya
karena dia merasa hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan
secara lisan olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk
maslahat orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya..
4. Maslahah murshalah Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada
naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan
prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
5. Sududz Dzariah Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat.
6. Istishab Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai
ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan
bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan
ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka
dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan
tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi)
kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.
7. Urf Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
Adapun Minoritas Ulama Ushul, Pengertian Ijtihad adalah pengerahan segala
kekuatan untuk mencari hukum sesuatu peristiwa dalam nash Al-Quran dan
Hadits shahih. Demikianlah Pembahasan mengenai Pengertian Ijtihad Menurut
Para Pakar, semoga tulisan saya mengenai Pengertian Ijtihad Menurut Para Pakar
dapat bermanfaat.

2.3 Syarat-Syarat Menjadi Ijtihad (Mujtahid)


1) Seorang Mujtahid harus mengetahui betul ayat dan sunnah yang
berhubungan dengan  hukum.
2) Seorang Mujtahid harus mengetahui masalah-masalah yang telah di
ijma’kan oleh para ahlinya
3) Seorang Mujtahid harus mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya dengan
sempurna.
4) Seorang Mujtahid harus mengetahui nasikh dan mansukh.
5) Seorang Mujtahid harus mengetahui ushul fiqih
6) Seorang Mujtahid harus  mengetahui dengan jelas rahasia-rahasia tasyrie'.
7) Seorang Mujtahid harus menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqih
8) Seorang Mujtahid harus mengetahui seluk beluk qiyas.

2.4 Manfaat Ijtihad


1) Dapat mengetahui hukumnya, dari setiap permasalahan baru yang
dialami oleh umat muslim, sehingga hukum islam selalu berkembang dan
mampu menjawab tantangan.
2) Dapat menyesuaikan hukum berdasarkan perubahan zaman, waktu dan
keadaan
3) Menetapkan fatwa terhadap permasalah-permasalah yang tidak terkait
dengan halal atau haram.
4) Dapat membantu umat muslim dalam menghapi masalah yang belum ada
hukumnya secara islam.

2.5 Kedudukan ijtihad dalam Islam


Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-
Qur’an dan hadis. ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan
hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang
dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an maupun
hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:

Artnya: “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya


ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara
yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan
menurut Kitabullah (al-Qur’an).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam
Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz
menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah
saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan
sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan
mempergunakan pertmbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa
bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang
memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang
disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seseorang yang berijtihad sesuai
dengan kemampuan dan ilmunya, kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia
mendapatkan dua pahala, Jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia
mendapatkan satu pahala. Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis:

Artnya: “Dari Amr bin As, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila
seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata
ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad,
kemudian ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).

2.6 Fungsi Ijtihad


Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak
berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al
Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat
turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah
baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji
apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam
Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau
Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak
jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat
itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak
membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al
Hadist.

2.7 Contoh Ijtihad


Suatu peristiwa di zaman Khalifah Umar ibn Khattab, di mana para
pedagang Muslim bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang harus
dikenakan kepada para pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah.
Jawaban dari pertanyaan ini belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran
maupun hadis, maka Khalifa Umar ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan
menetapkan bahwa cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan
dengan taraf yang biasanya dikenakan kepada para pedagang Muslim oleh
negara asing, di mana mereka berdagang.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Problema hukum yang dihadapi umat Islam semakin beragam, seiring
dengan berkembang dan meluasnya agama Islam, dan berbagai macam
bangsa yang masuk Islam  dengan membawa berbagai macam adat istiadat,
tradisi dan sistem kemasyarakatan.
Sementara itu, nash Al-Qur’an dan Sunnah telah berhenti, padahal
waktu terus  berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang
silih berganti (al-wahy qad intaha wal al-waqa’i la yantahi). Oleh karena itu,
diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-
persoalan yang tidak ditunjukkan secara tegas oleh nash itu.
Dengan demikian ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran
Islam setelah Al-Qur’an dan al-Sunnah dalam memecahkan berbagai
problematika masa kini.

Anda mungkin juga menyukai