273 1 992 1 10 20130521 PDF
273 1 992 1 10 20130521 PDF
Abstract: Reproduction for women is sunnatullah, the health of a mother in childbirth is a necessity so that the child will
be born healthy too, but sometimes women are stuck in the myths, traditions and cultural perceptions that occur in the
presence of certain taboos will eat healthy foods so that the will result in death, then this is where the need for cultural
deconstruction of discourse that is built up so it can be enlightened and enlightening for mothers and children born
PENDAHULUAN
Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa bahagia tetapi seringkali berubah menjadi tragedi.
Sebenarnya, hampir semua kematian tersebut dapat dicegah. Namun kenyataannya, setiap tahun sekitar
20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam persalinan. Angka kematian ibu
(AKI) yang tinggi tersebut juga diikuti dengan tingginya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian
anak. AKB pada tahun 1997 sebesar 97 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun angka ini pada tahun 2007
mengalami penurunan menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini masih belum mencapai target
MDGs (Milenium Development Goals) yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini hampir 5 kali lipat
dibandingkan dengan angka kematian Malaysia, hampir 2 kali dibandingkan dengan Thailand dan 1,3
kali dibandingkan dengan Filipina (Peter Salker, 2008: 32).
Selain angka kematian, masalah kesehatan reproduksi ibu dan kesehatan anak juga menyangkut
angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi cacing, diare dan tetanus
yang sering diderita oleh bayi dan anak sering kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan
penyakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis, dan lain-lain dapat
membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau
tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan reproduksi ibu dan
kesehatan anak. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola
makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap
beberapa makanan tertentu.
*. Ustadzah Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah Kebarongan Banyumas
Hak Reproduksi Perempuan dalam Perspektif Syariat Islam (La Ode Angga) 487
PEMBAHASAN
A. Persepsi Budaya Terhadap Kehamilan dan Persalinan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan
dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk
mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Kenyataannya berbagai kalangan masyarakat di
Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.
Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan
persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus perhatian yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan bersalin dilindungi secara adat, religi, dan moral dengan
tujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Mereka menganggap masa tersebut adalah masa kritis
karena bisa membahayakan janin dan/atau ibunya. Masa tersebut direspons oleh masyarakat dengan
strategi-strategi, seperti dalam berbagai upacara kehamilan, anjuran, dan larangan secara tradisional
(Malinowski, Bronislaw, 1927: 76).
Permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Permasalahan
gizi pada ibu hamil di Indonesia tidak terlepas dari faktor budaya setempat. Hal ini disebabkan karena
adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Kepercayaan
bahwa ibu hamil dan post partum pantang mengkonsumsi makanan tertentu menyebabkan kondisi ibu
post partum kehilangan zat gizi yang berkualitas. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang
ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
Kemiskinan masyarakat akan berdampak pada penurunan pengetahuan dan informasi, dengan kondisi
ini keluarga, khususnya ibu akan mengalami resiko kekurangan gizi, menderita anemia dan akan
melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil
cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Dapat dikatakan bahwa persoalan pantangan atau tabu dalam mengkonsumsi makanan tertentu
terdapat secara universal di seluruh dunia. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi
jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya.
Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu danya kekuatan superpower yang berbau mistik
yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut. Tampaknya berbagai
pantangan atau tabu pada mulanya dimaksudkan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan ibunya,
tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat sebaliknya, yaitu merugikan kondisi gizi dan kesehatan.
Secara universal adat atau kepercayaan tentang makanan yang terkait dengan tabu ada di seluruh
negara, baik di negara yang teknologinya sudah maju maupun di negara berkembang. Di Meksiko seorang
wanita hamil dan setelah melahirkan dilarang makan makanan yang bersifat “dingin”. Masyarakat Cina
Amerika menganut teori “Yin” dan “Yang” sehingga wanita yang baru melahirkan harus dilindungi dari
angin dan dilarang makan makanan dan minuman yang bersifat dingin, dan minum obat. Di beberapa
negara berkembang umumnya ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi wanita hamil Di Indonesia
wanita hamil dan setelah melahirkan dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan lele, keong,
daun lembayung, buah pare, nanas, gula merah, dan makanan yang digoreng dengan minyak (Afiyah Sri
Harnany, 2006: 45).
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di
salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku
pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
Hak Reproduksi Perempuan dalam Perspektif Syariat Islam (La Ode Angga) 489
persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat
tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama
di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan
kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat
keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan
yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman
atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor
geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya
transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah
sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan,
faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya
suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir
yang tak dapat dihindarkan.
Kenyataannya, perempuan mana pun dapat mengalami komplikasi kehamilan, kaya maupun miskin,
di perkotaan atau di perdesaan, tidak peduli apakah sehat atau cukup gizi. Ini artinya, kita harus
memperlakukan setiap persalinan sebagai satu potensi keadaan darurat yang mungkin memerlukan
perhatian di sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit, untuk penanganan cepat. Pengalaman internasional
menunjukkan bahwa sekitar separuh dari kematian ibu dapat dicegah oleh bidan terampil, sementara
separuhnya lainnya tidak dapat diselamatkan akibat tidak adanya perawatan yang tepat dengan fasilitas
medis memadai (KPA, 2006: 13).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa
pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi
fisik. Misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI,
ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara
tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi
fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya, mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke
posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan, atau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh. Padahal praktik-praktik tersebut sering merugikan kesehatan ibu (Iskandar, Meiwita
B. 1996: 65.).
Hak Reproduksi Perempuan dalam Perspektif Syariat Islam (La Ode Angga) 491
karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap
bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang
sering dikenal dengan istilah “masuk angin”. Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-
beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini
disebabkan karena “masuk angin” yang dipersepsikan sebagai “mendinginnya” badan anak maka perlu
diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
PENUTUP
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, penyebab penyakit dan tindakan pengobatan
penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatan umum dalam masyarakat. Dikatakan
bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis
tradisional dan modern. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota
keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan
menggunakan obat tradisional ataupun obat modern. Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan
pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penyakit dan merupakan satu tahap dari
perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai “health seeking behavior”. Jika upaya
ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter,
mantri dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Foster, George M dan Barbara G. Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Diterjemahkan oleh Meutia F.
Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
Iskandar, Meiwita B. 1996. Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok. Depok: Pusat Penelitian
Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia
Kalangi, Nico S 1994, Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.
KPA, 2006. Rencana Aksi Nasional untuk HIV/AIDS 2007-2010. Komisi Penanggulangan AIDS.
Malinowski, Bronislaw. 1927. Sex and Repression in Savage Society. London: Rourledge & Kegan Paul Ltd.
Peter Salker. 2008. Millenium Development Goals. Jakarta: Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional
Redaksi Go4healtylife.com. 2010. Pola Asuh Tentukan Status Gizi Anak. Diakses dari situs http://
www.go4healthylife.com/articles/3262/1/Pola-Asuh-Tentukan-Status-Gizi-Anak/Page1.html pada
tanggal 11 Oktober 2011
Reddy, P.H. 1990. Dietary practices during pregnancy, lactation and infancy : Implications for Health”, Health
Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume II. Disunting oleh John C.
Caldwell. Canberra: Health Transition Centre.
Sri Harnany, Afiyah. 2006. Pengaruh Tabu Makanan, Tingkat Kecukupan Gizi, Konsumsi Tablet Besi, dan The
terhadap Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil di Kota Pekalongan Tahun 2006. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang diakses dari situs http://eprints.undip.ac.id/15216/1/
Afiyah_Sri_Harnany.pdf pada tanggal 11 Oktober 2011.
Wibowo, Adik. 1993. Kesehatan Ibu di Indonesia: Status “Praesens” dan Masalah yang dihadapi di lapangan.
Makalah yang dibawakan pada Seminar “ Wanita dan Kesehatan”. Jakarta: Pusat Kajian Wanita
FISIP UI