Anda di halaman 1dari 7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan terapi
konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan
cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet
pada pasien dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu :

1. Diet rendah protein


Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi
untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.

2. Terapi diet rendah Kalium


Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan komplikasi interdiliatik
yaitu komplikasi yang terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia
mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu
terjadinya cardiac arrest yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.

3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam


Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan
yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan juga
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine
dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan kehilangan cairan yang tidak
disadari.

4. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan garam dan cairan diatur
tersendiri tanpa tergantung tekanan darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat
antihipertensi.

5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal


Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium
hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan.

6. Deteksi dini dan terapi infeksi


Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan terapi lebih ketat.

7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal


Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal.

Fokus Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik
menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam, meliputi :

a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan,
kebanyakan ras kulit hitam.

b. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan
saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik dan neropati obstruktif.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit
gagal ginjal kronik.

d. Pola kesehatan fungsional

1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin,
oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula
darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolik


Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan
berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam
karena sepsis dan dehidrasi.

3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,
diare konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihan


Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.

5) Pola istirahat dan tidur


Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan
tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada
malam hari), perilaku berhati- hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang,
sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.

Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran.

Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.

Pengkajian Fisik

1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.


2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.

6) Leher : pembesaran vena leher.

7). Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul
serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.

8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.

9) Genital : atropi testikuler, amenore.

10). Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11). Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiper
pigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah :

1) Urine

a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria).

b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.

c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat)

d) Klirens kreatinin, mungkin menurun

e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.

f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan


glomerulus.

2) Darah

a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr

b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.

c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.

d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis)


atau pengeluaran jaringan)

e) Magnesium fosfat meningkat

f) Kalsium menurun

g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.

h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik

a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan
ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).

b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa

c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam


ureter dan retensi.

d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemuhan bagian atas.

e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan


untuk diagnosis hostologis.

f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif).

g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan


elektrolit dan asam basa.

h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,


kalsifikasi.

i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.

j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).

k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma dkk. 2014. Analisis Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal
kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Fakultas kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ali dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Comorbid
Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipertensi di Ruangan Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D.
Kandou. Manado. E-Jurnal Keperawatan ( e-Kp). Vol. 5 no. 2.

Bulechek dkk. 2016. Nursing Intervetions Classification (NIC). Yogyakarta : Mocomedia.


Edisis keenam. Hutagol. 2016. Peningkatan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terpai hemodialisa melalui physicological intervention di unit hemodialisa RS
Royal Prima Medan Tahun 2016. Jurnal Jumantik volume 2 nomor 1, Mei 2017.

Moorhead dkk. 2016. Nurshing Outcomes Classification (NOC). Mocomedia. Edisi ke 5.


Nurarif&Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction Jogja.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika. Edisi 2.Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pendekatan Praktis. Jakarta Selatan : Salemba Medika. Edisi 3.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Pradesya. 2015. Hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru ditinjau dari gambaran
radiologi di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta.

Pranandari & Supadmi. 2015. Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis
RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2. Priyanti&Farhana. 2016.
Dalam Firdaus : Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuan diitpasien gagal ginja kronik
di RSUD Pandan Arang Boyolali.

Firdaus, RB. 2018. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuan diit pasien gagal ginjal
kronik di RSUD Pandan Arang Boyolali.

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin (2001)
adalah:

1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan adalah
memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi protein dan obat-
obat antihipertensi.

2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan. Penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik menurut FKUI (2006) meliputi :

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)


3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Anda mungkin juga menyukai