Anda di halaman 1dari 9

Makalah

ISLAM DAN NASIONALISME, SERTA TANTANGAN NASIONALISME DALAM


ERA GLOBAL

Disusun oleh:

Oktariani (1800013300)

Shafira Nanda AF (1800013304)

Medy Afrione (1800013309)

Aldi Hardiyatno (1800013311)

Olansyah Putra (1800013322)

Mia Nuraini (1800013365)

Fakultas Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan

2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
Islam dan Nasionalisme serta Tantangan Nasionalisme di Era Globalisasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Yogyakarta, Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai
kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan itu
masyarakat suatu bangsa akan merasakan adanya kesetiaan yang mendalam kepada bangsa
itu sendiri.

Nasionalisme   merupakan   suatu   paham   yang   mengutamakan   persatuan   dan


kebebasan   bangsa.   Nasionalisme   memuat   beberapa   prinsip   yaitu:   kesatuan, 
kebebasan,    kesamaan,    kepribadian,    dan  prestasi.  Nasionalisme  juga  dapat diartikan
sebagai perpaduan dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. semangat   kebangsaan  
yang   tinggi,   kekhawatiran   akan      terjadinya   ancaman terhadap keutuhan bangsa akan
dapat terhindarkan (Smith, 2003).

Nasionalisme Indonesia masa kini sedang mengalami degradasi dengan meningkatnya


konflik-konflik antaretnik, antaragama, dan fenomena disintegrasi bangsa lainnya. Konflik
antaretnik dan antaragama di Indonesia sejak tahun 1997 barangkali dapat dijelaskan dengan
teori chaos—yang mulai dikenal di kalangan sains pada penghujung abad 20. Secara
sederhana fenomena chaos dapat digambarkan dengan ungkapan terkenal, ”Does the flap of a
butterly’s wings in Brazil set off a tornado in Texas” (Lorenz, 1993: 14). Atau ada juga yang
mengatakan “Kepak sayap seekor kupu-kupu di pelabuhan Sydney sudah cukup menimbulkan
angin taufan dua minggu kemudian di Jamaica”¾ soal-soal kecil dan spele bisa
menimbulkan kekacauan besar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ISLAM DAN NASIONALISME

Nasionalisme memiliki beberapa prinsip yaitu prinsip kebersamaan menuntut setiap


warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan, prinsip persatuan dan kesatuan menuntut setiap warga negara
harus mampu mengesampingkan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan
perpecahan dan anarkis (merusak), untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan
setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap kesetiakawan sosial, perduli
tehadap sesama, solidarias dan berkeadilan sosial dan prinsip demokrasi yang
memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama, karena hakikanya kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari
bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berdaulat, adil dan
makmur (Chotib, 2007).

Sikap nasionalisme memang penting, jauh dari itu wajib bagi umat Islam
mengikuti petunjuk alquran adalah mutlak. Maka dari itu Islam mempunyai
pandangan sendiri tentang nasionalisme. Nasionalisme dengan pengertian paham
(ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam
suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai,
mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan
bangsa bukan hanya tidak bertentangan, tapi juga bagian tak terpisahkan dari Islam.

Islam adalah ajaran yang sangat komprehensif. Begitulah seharusnya kita


memiliki pandangan terhadap agama kita sendiri. Bahkan, di dalam bukunya yang
berjudul “Petunjuk Jalan”, Sayyid Quthb mengatakan islam adalah peradaban. Ini
menjelaskan kepada kita semua bahwa islam sebagai sebuah kepercayaan, tidak hanya
melulu membahas tentang ritual keagamaan yang isinya berbicara mengenai
bagaimana seorang muslim berinteraksi terhadap Tuhannya. Lebih dari itu, islam juga
turut mengatur tentang interaksi antar individu. Di dalamnya, terkandung ide-ide
tentang penataan hubungan antar individu, hubungan antar pemeluk agama lain,
hubungan antara individu dengan pasar, hingga kepada bagaimana islam sebagai
sebuah ajaran, harus memiliki kontribusi yang signifikan untuk menghadirkan
kesejahteraan dan keadilan bagi semua penduduk bumi (rahmatan lil alamin).

Relasi antara keduanya, khususnya pada Negara dunia ketiga, yang pada abad
ke 19 secara kolektif tengah dijajah oleh Negara-negara Barat, terjalin dalam makna
bagaimana keduanya -antara islam dan nasionalisme- bisa berkontribusi untuk
pembebasan territorial mereka dari penjajahan barat tersebut. Artinya, hubungan
antara islam dan nasionalisme, bukanlah sebuah hubungan yang berasal dari ruang
hampa. Ada pasang-surut yang terjadi antara keduanya. Jika kita ingin melacak
hubungan pasang-surut tersebut, kita bisa melihatnya pada skala perkembangan
pergerakan nasional di Indonesia

1. Islam dan Nasionalisme Dalam Kemerdekaan Indonesia

Jika kita menggali sumber sejarah, maka akan ditemukan fakta-fakta bahwa gerakan
perlawanan Ulama dan Santri di Indonesia pada abad 19 sangat dipengaruhi oleh
pemikiran dari Jamaluddin Al Afghani. Menurut Soekarno, Al Afghani adalah
harimau Pan Islamisme yang gagah berani. Bekerja tanpa henti menanamkan benih
keislaman di mana saja. Menumbuhkan rasa perlawanan terhadap Barat.
Menanamkan kesadaran bahwa untuk perlawanan itu, kaum islam harus “mengambil
tekbiknya kemajuan barat” dan mempelajari rahasia-rahasia kekuatan barat.
Sebenarnya, ajaran Al Afghani yang dinamakan Pan Islamisme ini bukanlah
penamaan yang dibuat oleh Al Afghani sendiri. Ini adalah istilah yang diciptakan
Barat dalam menamai sebuah gerakan perlawanan secara kolektif. Pan berasal dari
kata Latin yang artinya bersama-sama, atau dalam bahasa inggris all. Jadi,
sederhananya, ajaran Al Afghani ini adalah tentang membangkitkan kesadaran umat
muslim untuk membuat sebuah gerakan kolektif solidaritas muslim yang anti dengan
pemerintahan barat. Al Afghani mencoba memberikan penyadaran secara pemikiran
bahwa muslim harus bertindak atas penghinaan imperialis Barat terhadap perjuangan
nasionalisme dan patriotism Ulama dan santri atau umat islam.
B. TANTANGAN NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI

Berbicara tentang Nasionalisme tentu tidak terlepas dengan hal ikhwal yang berkaitan
dengan jati diri bangsa itu sendiri. Faham tentang kebangsaan secara ideologis akan
mengikat komunitas suatu masyarakat yang membangsa dan menegara dengan ciri-
ciri dan identitas khas bangsa tersebut. Jati diri ke-Indonesiaan itu harus
dipertahankan sebagai nilai-nilai budaya dan peradaban yang bersumber dari tanah air
sendiri yang membuat bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang mudah terapung
diatas gelombang arus dan buihnya perubahan dunia.
Banyak pakar menilai bahwa globalisasi itu adalah suatu proses yang
misterius, bahkan teka-teki yang dapat memancing diskusi berkepanjangan.
Fenomena sosial yang mencuat yakni tumbuhnya sifat inter-koneksitas, inter-
dependensi antar bangsa dan sifat-sifat saling mempengaruhi kian lama makin
menguat.
Bisa dikatakan teka-teki karena sukar diprediksi. Berbagai antisipasi yang
dilakukan suatu bangsa menghadapi perkembangan politik, ekonomi, budaya dan
keamanan cenderung meleset. Isu sentral tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
demokratisasi dan lingkungan hidup yang dulu dipelopori oleh bangsa-bangsa
barat/Eropa dengan menempatkan dirinya seolah-olah sebagai negara maju, kampiun
HAM dan demokrasi, ternyata di awal abad 21 ini semuanya memudar dan diingkari
sendiri.

Beberapa esensi jatidiri antara lain :

a. Bangsa Indonesia Sebagai Bangsa Pejuang dan Anti Penjajah.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, telah menjadi pelajaran


dan melegitimasi citra Bangsa Indonesia, dimata dunia, bahwa Bangsa Indonesia akan
tetap dikenal sebagai bangsa yang anti penjajah dan rela berkorban bagi kejayaan
bangsanya. Semangat ini dipupuk terus dengan penerusan implementasi nilai-nilai,
melalui wahana pendidikan di berbagai strata bagi generasi penerus bangsa.
Tidak boleh bosan-bosan menanamkan sikap anti penjajah ini bagi generasi muda,
karena di pundak merekalah masa depan bangsa ini akan kita wariskan.
b. Bangsa Indonesia Cinta damai dan Lebih Cinta Kemerdekaan.

Dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, senantiasa terus menggalang
persatuan dunia menuju pada tata kehidupan dunia yang lebih damai dan sejahtera.
Itulah jati diri Bangsa Indonesia sebagai lambang Nasionalisme dan sekaligus
Internasionalisme sebagai bangsa yang aktif dan turut serta untuk menciptakan
perdamaian dunia yang abadi.
Di dalam situasi seperti sekarang ini dimana dunia sedang “terancam perang” di
berbagai belahan benua, maka di pandang perlu Indonesia tampil dan memelopori
usaha-usaha perdamaian melalui berbagai forum Internasional bersama-sama bangsa
lain yang sejalan.

c. Sebagai Bangsa Indonesia yang Berbudaya Luhur ramah dan bersahabat.

Keluhuran budaya Indonesia terletak pada karakter dan citra bangsa yang ramah dan
bersahabat. Karena kita anti penjajah dan cinta perdamaian, maka memupuk
pesahabatan antar bangsa menjadi motivasi dan langkah-langkah kongkrit untuk
merealisasikan cita-cita perdamaian. Budaya demikian itu terus di pupuk, di
kembangkan dan dipromosikan ke semua bangsa di dunia ini, agar keberadaan
Indonesia dan perannya dapat mengangkat derajat dan martabat bangsa Indonesia.
Budaya Nasional yang merupakan akumulasi dari puncak-puncak budaya daerah,
hendaknya terus dapat dipelihara dan dijaga kelestariannya. Hanya bangsa yang bisa
mempertahankan jati diri dan budaya Nasionalnya yang akan bisa menjadi bangsa
yang besar.

d. Kesetaraan dan Kemandirian Perlu Dipupuk Terus Untuk Mengejar Ketinggalan.

Martabat Bangsa Indonesia adalah ingin setara/sejajar dengan bangsa-bangsa lain,


oleh karena itu upaya untuk mengejar kemajuan dan kemandirian adalah suatu tekad
dan semangat yang tidak boleh terputus sekalipun menghadapi berbagai kendala.
Persaingan antar bangsa akan semakin terlihat pada persaingan kualitas sumber daya
manusianya dan bukan saja pada sumber daya alamnya.
BAB III
PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami buat ini, Semoga dapat bermanfaat dan menambah
wawasan para pembaca. Kami mohon maaf apabila masih ada kesalahan dalam
penulisan dan penyampaian yang masih kurang jelas atau dimengerti oleh
pembaca.Sekian penutup dari kami sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://rifkiarifiyanto19.wordpress.com/2016/06/14/nasionalisme-dalam-era-
globalisasi/
https://alipdp.wordpress.com/2015/02/09/islam-dan-nasionalisme/
http://js.ugm.ac.id/2017/03/29/islam-dan-nasionalisme/
http://sejarah.upi.edu/artikel/dosen/tantangan-nasionalisme-indonesia-dalam-era-
globalisasi/

Anda mungkin juga menyukai