Anda di halaman 1dari 106

2019

LOMBA RANCANG
BENDUNGAN
NASIONAL
CIVILZONE
UNIVERSITAS MATARAM

PREPARED BY

“TIRTA GANGGA
TEAM”
INSTITUT TEKNOLOGI
SEPULUH NOPEMBER
i|Page
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmat dan kuasa-Nya
lah penulis mampu menyelesaikan proposal Lomba Rancang Bendung Nasional (LRBN) ke-
IV ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad saw. Dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Konstruksi bendungan merupakan kebutuhan yang tidak bisa terelakkan. Bendungan
memiliki peranan yang sangat vital di daerah aliran sungai yang memadai. Banyak sekali
manfaat dibangunnya bendungan bagi alam maupun masyarakat sekitar. Akan tetapi,
bendungan juga harus dibangun dengan baik agar kesalahan-kesalahan dalam konstruksi
dapat diminimalisir.
Dalam pembuatan proposal ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang terkait yang telah membantu dalam proses penyelesaian proposal ini. Adapun pihak-
pihak yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
1. Ir. Wasis Wardojo, M.Sc, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
ilmu dan bimbingan kepada penulis.
2. Mohamad Bagus Ansori, S.T., M.T., M.Sc selaku dosen asistensi penulis yang telah
banyak membimbing sekaligus mengevaluasi kerja penulis.
3. Dr. Trihanyndio Rendy Satrya, S.T., M.T., selaku dosen asistensi penulis yang
banyak memberikan ilmu dan evaluasi disaat proses penyususnan proposal.
4. Orang tua penulis yang dengan ikhlas memberikan bantuan doa dan motivasi
sehingga penulis lebih giat dalam menyelesaikan proposal.
5. Teman-teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang dengan
rela meluangkan waktu untuk sharing bersama.
Penulis sadar bahwa tiada langit akan selamanya bersih biru. Begitu juga dengan
proposal ini yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca guna terciptanya kepenulisan yang lebih baik lagi di
kemudian hari.
Surabaya, 2 September 2019

Penulis,

i|Page
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Daftar Gambar v
Daftar Tabel vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
1.4 Rumusan masalah
BAB II LANDASAN TEORI 3
2.1 Pemilihan Alternatif Lokasi Bendungan 3
2.2 Analisa Hidrologi 3
2.2.1 Analisis distribusi frekuensi 3
2.2.2 Analisis curah hujan efektif 4
2.2.3 Lengkung kapasitas waduk 5
2.2.4 Perhitungan Reservoar Routing 5
2.3 Perencanaan Tubuh Bendung 7
2.3.1 Perencanaan tinggi bebas bendungan 7
2.3.2 Lebar mercu bendungan 8
2.3.3 Kemiringan lereng bendungan 9
2.4 Perencanaan Pengelakan Sungai 9
2.4.1 Saluran Pengelak 9
2.4.2 Perencanaan Cofferdam 10
2.5 Perencanaan Spillway Dam 10
2.5.1 Perencanaan Design Hidrolis Pelimpah 11
2.5.2 Kondisi Aliran pada Spillway Morning Glory 11
2.5.3 Perencanaan Profil Puncak Pelimpah (Mercu / Ambang) 12
2.5.4 Design Pada Bagian Transisi 14
2.5.5 Perencanaan Discharge Conduit 14
2.5.6 Menghitung dimensi Pilar 14
2.5.7 Perencanaan Tebal Tunnel 14
2.5.8 Kehilangan Tinggi Tekanan 16
2.5.9 Perencanaan Pintu Penguras 19
2.5.10 Perencanaan Intake 19

ii | P a g e
2.5.11 Perencanaan Surge Tank 20
2.5.12 Perencanaan Trashrack 21
2.5.13 Perencanaan Penstock 22
2.5.14 Bangunan Peredam Energi 23
2.6 Perencanaan PLTA 26
2.6.1 Jenis – jenis tenaga air 26
2.6.2 Tinggi jatuh efektif 27
2.6.3 Daya 28
2.6.4 Energi Listrik 28
2.6.5 Perencanaan Bangunan Pembangkit 28
2.7 Analisis Stabilitas Tubuh Bendungan 29
2.7.1 Gaya-gaya yang bekerja 29
2.7.2 Kontrol stabilitas 30
2.7.3 Daya dukung pondasi menerus 31
2.8 Perhitungan Rembesan (Seepage Analysis) 32
2.8.1 Jaringan aliran 32
2.8.2 Garis freatik 33
2.8.3 Garis Flownett 33
2.8.4 Perencanaan formasi garis depresi 33
2.9 Manual Operasi Waduk 35
2.9.1 Pola Operasi Waduk (POW) 35
2.9.2 Rencana Tahunan Operasi Waduk (RTOW) 35
2.9.3 Jenis Operasi Waduk 35
2.9.4 Kesetimbangan air waduk 35
2.9.5 Perencanaan RAB 36
2.9.6 Biaya Langsung 36
2.9.7 Biaya tidak langsung 36
2.9.8 Biaya lain 36
2.9.9 Biaya ekonomi 37
2.9.10 Estimasi biaya 37
2.9.11 Estimasi mendetail (Definitive Estimate) 38
2.9.12 Aspek Finansial 38

iii | P a g e
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 40
BAB IV ANALISIS PERENCANAAN 42

4.1 Pemilihan alternatif lokasi bendungan 42


4.2 Data perencanaan 42
4.3 Analisis kebutuhan air 43
4.4 Perencanaan bendungan utama 44
4.4.1 Analisa tinggi minimal pengoperasian 44
4.4.2 Analisa tinggi muka air efektif 44
4.4.3 Reservoir routing 44
4.4.4 Tinggi jagaan bendungan 47
4.4.5 Lebar puncak bendungan 47
4.4.6 Kemiringan tubuh bendungan 48
4.5 Perencanaan intake bendungan 48
4.5.1 Perhitungan intake 48
4.5.2 Trashrack 48
4.5.3 Desain intake weir 49
4.5.4 Headrace tunnel 51
4.5.5 Penstock dan sistem PLTA 52
4.6 Perencanaan bangunan pelimpah 57
4.6.1 Perencanaan profil puncak 58
4.6.2 Perencanaan bagian transisi 60
4.6.3 Perencanaan saluran konduit 62
4.6.4 Perencanaan gempa 69
4.6.5 Perencanaan dimensi pilar 74
4.7 Perencanaan pintu penguras 75
4.8 Perencanaan cofferdam 76
4.8.1 Cofferdam upstream 77
4.8.2 Cofferdam downstream 77
4.9 Perencanaan pondasi 78
4.10 Analisa Geostudio 80
4.10.1 Analisa main dam menggunakan Geostudio 80
4.10.2 Analisa cofferdam menggunakan Geostudio 83

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN ANALISA EKONOMI 86

5.1 Metode konstruksi 86


5.2 Manual operasi bendungan 86
5.3 Analisa kelayakan ekonomi pembangunan bendungan 88

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 95

1.1 Kesimpulan 95
1.2 Saran 96

DAFTAR PUSTAKA 97

iv | P a g e
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Yn pada distribusi Gumbel 4
Tabel 2.2 Tabel Sn pada distribusi Gumbel 4
Tabel 2.3 Koefisien Pengaliran 4
Tabel 2.4 Kerusakan-Kerusakan Yang Dapat Terjadi Pada Bendungan 7
Tabel 2.5 Standar Tinggi Ruang Bebas Menurut JANCOLDS 7
Tabel 2.6 Nilai Intesitas Sesmik Gempa 9
Tabel 2.7 Koefisien Kontraksi Pilar 14
Tabel 2.8 Perencanaan Tebal Tunnel 15
Tabel 2.9 Koefisien Kekasaran Manning 16
Tabel 2.10 koefisien C 17
Tabel 2.11 Nilai sudut , ,  29
Tabel 2.12 Koefisien Nc,Nɣ, dan Nq dari Caquot &Kerisel 32
Tabel 2.13 Faktor Konversi Biaya Proyek 36
Tabel 2.14 Estimasi Biaya 36
Tabel 4.1 Parameter tanah material bendungan 42
Tabel 4.2 Data debit banjir inflow 43
Tabel 4.3 Perhitungan Flood Routing 45
Tabel 4.4 Hubungan antara Waktu, Inflow, dan Outflow 46
Tabel 4.5 Data Inlet dan Outlet 49
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan untuk Mendeain Intake Weir 50
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kontrol Dimensi Headrace Tunnel 52
Tabel 4.8 Data Perhitungan Potensi Daya Listrik PLTA (a) 53
Tabel 4.9 Data Perhitungan Potensi Daya Listrik PLTA (b) 55
Tabel 4.10 Desain Surge Tank Bendungan 56
Tabel 4.11 Perhitungan Koordinat X dan Y (a) 59
Tabel 4.12 Perhitungan Koordinat X dan Y (b) 59
Tabel 4.13 Perhitungan Saluran Transisi 61
Tabel 4.14 Perhitungan Kehilangan Energi 63
Tabel 4.15 Parameter Spektral Percepatan Gempa Periode 0,2 detik 70
Tabel 4.16 Parameter Spektral Percepatan Gempa Periode 1 detik 71
Tabel 4.17 Perhitungan T dan Sa 71
Tabel 4.18 Tipe Struktur Pada Bendungan 72
Tabel 4.19 Hubungan Parameter Percepatan Rspons Spektral dengan Cu 73
Tabel 4.20 Hubungan Kategori Risiko dan Faktor Keutamaan Gempa (Ie) 73

v|Page
Tabel 4.21 Nilai Koefisien-koefisien Gempa 73
Tabel 4.22 Perencanaan Pondasi pada Spillway 78
Tabel 4.23 Perencanaan Pondasi pada Maindam 79
Tabel 4.24 Data-data Tanah di Wilayah Sekitar Rencana Konstruksi Bendungan 80
Tabel 4.25 Hubungan Faktor Keamanan Dengan Risiko 82
Tabel 4.26 Hasil Analisa Geostudio untuk Perencanaan Tubuh Maindam 82
Tabel 4.27 Hasil Analisa Geostudio untuk Perencanaan Tubuh Cofferdam 84
Tabel 5.1 Biaya Operasional dan Pemeliharaan Bendungan 86
Tabel 5.2 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (a) 87
Tabel 5.3 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (b) 89
Tabel 5.4 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (c) 90
Tabel 5.5 Perhitungan Pendapatan Bendungan 91
Tabel 5.6 Analisa pendapatan petani 92
Tabel 5.7 Pendapatan Air Baku 92

vi | P a g e
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Lengkung Kapasitas Waduk 5


Gambar 2.2 Sketsa Kondisi Crest Control 11
Gambar 2.3 Sketsa Kondisi Tube or Orifice Control 12
Gambar 2.4 Sketsa Kondisi Full Pipe Flow 12
Gambar 2.5 Sketsa Karakteristik Aliran 13
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Co, Rs, dan Hs 13
Gambar 2.7 Penampang Spillway Tampak Samping 13
Gambar 2.8 Grafik Penentuan Nilai Hs 13
Gambar 2.9 Sketsa Kehilangan Tinggi Tekanan Pada Bendungan 16
Gambar 2.10 Grafik Penentuan Nilai Hs 18
Gambar 2.11 Sketsa Intake 20
Gambar 2.12 Bentuk dan Penampang Trash Track 21
Gambar 2.13 Contoh Bentuk Penstock 22
Gambar 2.14 Bangunan Peredam Energi 24
Gambar 2.15 Kolam Olakan Datar Tipe-1 25
Gambar 2.16 Kolam Olakan Datar Tipe-2 25
Gambar 2.17 Kolam Olakan Datar Tipe-3 26
Gambar 2.18 Kolam Olakan Datar Tipe-4 26
Gambar 2.19 Bidang Kelongsoran Bendungan Urugan 29
Gambar 2.20 Skema Analisa Geostudio 32
Gambar 2.21 Garis Freatik pada Bendungan 33
Gambar 2.22 Garis Flownet padda Bendungan 33
Gambar 2.23 Metode Cassagrande 34
Gambar 2.24 Metode Schaffernak 34
Gambar 4.1 Grafik Flood Routing 47
Gambar 4.2 Desain dan Mekanisme Intake 49
Gambar 4.3 Sketsa Intake 51
Gambar 4.4 Sketsa Weir Bendungan 51
Gambar 4.6 Sketsa Profil Puncak 58
Gambar 4.7 Grafik Hs 60
Gambar 4.8 Grafik Koordinat X dan Y 60
Gambar 4.9 Grafik Hubungan R dan Elevasi 62
Gambar 4.10 Sketsa Morning Glory 63

vii | P a g e
Gambar 4.11 Moody Diagram 64
Gambar 4.12 Sketsa Penampang Spilway 64
Gambar 4.13 Grafik Perencanaan Kolam Olak 68
Gambar 4.14 Grafik Angka Froud 68
Gambar 4.15 Peta Ss 69
Gambar 4.16 Peta S1 70
Gambar 4.17 Grafik Hasil Respons Spektrum 71
Gambar 4.18 Sketsa Dimensi Pilar Spillway 75
Gambar 4.19 Sketsa Pintu Penguras Bendungan 75
Gambar 4.20 Sketsa Perletakan Inti Miring 81
Gambar 4.21 Sketsa Rembesan pada Tubuh Main dam 81
Gambar 4.22 Sketsa Bidang Kelongsoran pada Tubuh Maindam Bagian Hilir 82
Gambar 4.23 Sketsa Umum Cofferdam Tampak Samping 83
Gambar 4.24 Sketsa Rembesan pada Tubuh Cofferdam 83
Gambar 4.25 Sketsa Bidang Kelongsoran pada Tubuh Cofferdam Bagian Hilir 85

viii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bendungan merupakan konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air.
Pembangunan sebuah bendungan harus memperhatikan data di lapangan dari lokasi
yang dipilih untuk pembangunan. Data tersebut meliputi data topografi lahan, data
curah hujan, data geologi tanah, dst. Data-data tersebut dianalisa sedemikian hingga
dapat dipergunakan untuk menentukan tata letak bendungan, ukuran bendungan yang
diperlukan, serta ukuran bagian – bagian bendungan yang diperlukan. Selain itu
bendungan yang direncanakan harus aman dari segala aspek yang menentukan.
Dilansir dari Perpres No. 58 Tahun 2017, terdapat 53 Proyek Strategis Nasional
bidang bendungan yang terbagi dalam 6 koridor, yaitu Koridor Sumatera, Koridor Jawa
– Madura, Koridor Kalimantan, Koridor Bali dan Nusa Tenggara, Koridor Sulawesi
serta Koridor Maluku dan Papua. Proyek Strategis Nasional 2014 – 2019 utamanya di
bidang Perairan adalah untuk mendukung program Nasional Swasembada pangan yang
pernah diraih oleh Indonesia pada tahu 1984 – 1996 pada era Presiden Soeharto serta
mendapat penghargaan dari Food Agricultural Organization (FAO) atas keberhasilan
Indonesia mewujudkan swasembada pangan dan Pengendalian penduduk (Program
KB). Ditahun 2013 Indonesia juga mendapatkan penghargaan yang serupa yang
diserahkan oleh Dirjen FAO Graziano da Silva di Italia yang diterima oleh Menko
Perekonomian Ir. H. Muhammad Hatta Radjasa yang mewakili pemerintah Indonesia
dikarenakan Indonesia ndonesia dinilai berhasil mencapai target pertama Millenium
Development Goals (MDGs) dalam mengentaskan kelaparan dan kemiskinan serta
mengatasi kekurangan gizi sebelum tahun 2015.
Untuk itu pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
menargetkan dapat menyelesaikan sebanyak 53 bendungan yang diharapkan dapat
menambah volume tampungan sebesar 1,8 miliar m3 untuk dapat memberi manfaat bagi
irigasi seluas 172.991 hektar, mereduksi banjir 5.194,17 m3/detik, menambah air baku
714,48 m3/detik, dan potensi tenaga listrik 142,52 MW. Saat ini dari 7,1 juta hektar luas
irigasi permukaan, baru sekitar 761.542 hektar atau 10,7 persen yang sumber air-nya
berasal dari bendungan, sementara sebagian besar masih mengandalkan air dari sungai.
Untuk itu pemerintah mengeluarkan Perpres No. 58 tahun 2017 untuk mempercapat
penyelesaian Proyek RPJMN tersebut.
1|Page
Dari penjelasan di atas maka dapat direncanakan sebuah bendungan tipe urugan
yang kami beri nama Bendungan Anjani Tirtaloka yang direncanakan berada di
Wilayah Nusa Tenggara Barat dengan tema “Bendungan yang Inovatif, Implementatif,
dan Tahan Gempa“. Diharapkan hasil dari perencanaan bendungan ini dapat
diwujudkan dalam kehidupan nyata sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat di
daerah tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan proposal adalah sebagai berikut:
 Menganalisis data yang telah diberikan untuk merencanakan sebuah bendungan
yang ekonomis, implementatif, dan tahan gempa
 Merencanakan sebuah bendungan dan bagian – bagiannya yang ekonomis,
implementatif dan tahan gempa.
 Mengetahui stabilitas dan keamanan bendungan.
1.3 Manfaat
Manfaat penyusunan proposal adalah sebagai berikut :
 Sebagai salah satu persyaratan administratif untuk mengikuti Lomba Rancang
Bendungan Nasional di Universitas Mataram dengan tema “Bendungan yang
Inovatif, Implementatif, dan Tahan Gempa”.
 Menambah wawasan bagi para pembaca yang budiman mengenai tata cara
perencanaan bendungan.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang adalah :
 Bagaimana menganalisis data yang diberikan untuk merencanakan sebuah
bendungan yang ekonomis, implementatif, tahan gempa serta ramah lingkungan ?
 Bagaimana tata cara merencanakan sebuah bendungan yang ekonomis,
implementatif, tahan gempa serta ramah lingkungan dari data yang telah diberikan ?
 Bagaimana mengetahui stabilitas atau keamanan sebuah bendungan ?

2|Page
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pemilihan Alternatif Lokasi Bendungan
 Tujuan Pembangunan, yaitu maksud dibangunnya bendungan itu sendiri.
 Kondisi Topografi yaitu lokasi bendungan pada sungai dengan lembah yang lebar
dengan tebing di kanan dan kirinya sebagai tumpuan.
 Kondisi Geologi, yaitu tanah kondisi baik sehingga tidak memerlukan perbaikan
pondasi yang sulit, dan tebing sebagai tumpuan samping bendungan juga stabil.
 Keadaan klimatologi dan hidrologi, besarnya inflow memenuhi kebutuhan air
untuk tampungan.
 Keadaan lingkungan setempat, bendungan dibangun tanpa perlu adanya
pembebasan lahan pemukiman penduduk.
 Biaya proyek, bendungan dapat dibangun dengan biaya yang relatif lebih murah.
2.2 Analisa Hidrologi
Untuk perhitungan hidrologi yang diperlukan dalam perencanaan dimensi
bendungan dan bagian - bagiannya.
2.2.1 Analisis distribusi frekuensi
Untuk mendapatkan intensitas hujan yang akan digunakan untuk mencari
debit banjir rencana.
➢ Distribusi E.J. Gumbel

Dimana :
: nilai rerata hitung variat
S : deviasa standart dari variat
Sn : deviasa standart dari reduksi variat,
Y : nilai reduksi variat, persamaan :
T : kala ulang
Y : nilai rata-rata dari reduksi variat

3|Page
Tabel 2.1 Tabel Yn pada distribusi Gumbel

Tabel 2.2 Tabel Sn pada distribusi Gumbel

2.2.2 Analisis curah hujan efektif


Hujan efektif ialah besar hujan total yang menghasilkan direct run-off,
terdiri atas subdirect run-off dan sub surface run-off.
𝐑 𝐞𝐟𝐟 = 𝐂 × 𝐑 𝐭
Keterangan:
Reff : hujan efektif (mm)
C : koefisien pengaliran
Rt : curah hujan rencana (mm)
Tabel 2.3 Koefisien Pengaliran
Kondisi DAS Angka Pengaliran ( C )
Pegunungan 0.75 - 0.90
Pegunungan tersier 0.70 - 0.80
Tanah berelief berat dan
0.50 - 0.75
berhutan kayu
Dataran pertanian 0.45 - 0.60
Dataran sawah irigasi 0.70 - 0.80
Sungai di pegunungan 0.75 - 0.85
Sungai di dataran rendah 0.45 - 0.75
Sungai besar yang sebgian
airnya berada di dataran 0.50 - 0.75
rendah

4|Page
2.2.3 Lengkung kapasitas waduk
Yang dimaksud lengkung kapasitas (capacity curve) adalah grafik yang
menggambarkan hubungan antara tinggi (elevasi) waduk/bendungan dengan luas
genangan dan volume tampungan yang akan didapatkan. Rumus volume
tampungan waduk :
Li = (h(i+1) − hi ) × 0.5 × (Fi + F(i+1) )
n

Lt = ∑ Li
i=1

Keterangan:
Li : volume pada setiap elevasi ketinggian mulai hi sampai hi+1 (m3)
Fi : luas genangan pada elevasi tinggi hi (m2)
F(i+1) : luas genangan pada elevasi tinggi hi+1 (m2)
Lt : volume total (m3)
Setelah masing-masing luas dan volume diketahui, maka gambarkan
menjadi grafik hubungan antara elevasi, luas, dan volume seperti berikut:

Gambar 2.1 Grafik Lengkung Kapasitas Waduk


Menentukan kapasitas waduk dari data topografi adalah sebagai berikut.
 Kapasitas wadah (cekungan) besar nantinya untuk mendapatkan inflow
bagus/ cekungan cukup untuk menampung air.
 Kapasitas wadah kurang dari inflow, maka wadah tidak cukup untuk
menampung air, sehingga spill out akan besar dan Q desain untuk pelimpah
diperbesar atau mengkaji kemungkinan penambahan tinggi bendungan
meski harus menambah bendungan sisi.
2.2.4 Perhitungan Reservoar Routing
Tujuan penelusuran banjir adalah untuk mengetahui kondisi elevasi
permukaan air dalam waduk dan hidrograf banjir yang mengalir ke sungai melalui
pelimpah yang berfungsi sebagai outflow waduk. Rumus Pull’s method :

5|Page
dS
I−Q=
dt

Keterangan:
I : inflow waduk (m3/det)
Q : outflow waduk (m3/det)
S : besarnya tampungan (storage) waduk (m3)
dt : periode penelusuran (detik, jam, atau hari)
S1 : storage pada permulaan t (m3)
S2 : storage pada akhir t (m3)
I1 : inflow pada permulaan t (m3/det)
I2 : inflow pada akhir t (m3/det)
O1 : outflow pada permulaan t (m3/det)
O2 : outflow pada akhir t (m3/det)
Langkah – langkah pengerjaan :
• Dari data hubungan storage-elevasi dan debit-elevasi dibuat kurva antara

Vs. elevasi.
• Pada kurva yang sama, juga terdapat kurva debit aliran keluar (outflow) vs
elevasi.
• Storage, elevasi, dan outflow pada awal routing telah diketahui. Untuk

interval waktu pertama ∆t, diketahui dan sehingga

dapat diketahui.

• Elevasi muka air yang berhubungan dengan dapat dicari dari kurva
yang telah digambarkan pada langkah ke-1. Debit outflow pada akhir waktu
∆t dapat dicari dari grafik pada langkah ke-2.

• Dengan mengurangi dari didapat untuk


permulaan waktu berikutnya.
• Langkah-langkah ini diulangi sampai mencakup seluruh hidrograf aliran
masuk (inflow)

6|Page
2.3 Perencanaan Tubuh Bendung
Kemungkinan kerusakan tubuh bendungan :
Tabel 2.4 Kerusakan-Kerusakan Yang Dapat Terjadi Pada Bendungan

2.3.1 Perencanaan tinggi bebas bendungan


Tinggi ruang bebas berdasarkan JANCOLDS:
Tabel 2.5 Standar Tinggi Ruang Bebas Menurut JANCOLDS
Tinggi Bendungan Bendungan Bendungan
No.
(m) Beton Urugan
1 < 50 1 meter 2 meter
2 50 – 100 2 meter 3 meter
3 > 100 2,5 meter 3,5 meter

(Sumber: Soedibyo, 1993)


Elevasi puncak bendungan ditetapkan yang tertinggi dari hasil perhitungan
ketiga kondisi tersebut, yaitu kondisi muka air normal, muka air banjir Q1000
dan muka air banjir QPMF.
Tinggi jagaan bendungan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
a. Kondisi Muka Air Normal : H1 ≥ 3/4Hw + Hs + Hr + He + hu
b. Muka Air Banjir Q 1000 th : H2 ≥ 3/4Hw +Hs + Hr + hu
c. Muka Air Banjir Q PMF : H3 ≥ 0,75 m

7|Page
• Tinggi gelombang karena angin (Hw)
Hw = 0,17 (V.F)0,5+2,5-(F)0,25 (Rumus Molitor Stevenson)
Hw = Tinggi gelombang (ft)
V = Kecepatan angin,(ditentukan 100 mil/jam untuk keadaan normal dan
sebesar 50 mil/jam untuk keadaan banjir)
F = panjang efektif “fetch”
• Peningkatan tinggi muka air karena angin (Hs)
HS = (V2 F)/1400 x D cos A
V = Kecepatan angin (mil/jam)
D = kedalaman air rata-rata (ft) sepanjang fetch efektif
A = sudut antara bidang tegak lurus sumbu bendungan dengan arah
gelombang (o)
• Tinggi rayapan gelombang (Hr)
Hr = Vg^2 / 2 g
Vg = kecepatan gelombang (ft/det)
Vg = 5 + 2 Hd (Gaillard)
Hd = tinggi gelombang desain (ft)
g = grafitasi (32,15 ft/det2)
• Tinggi gelombang akibat gempa (He)
He = (K.T / 2  ) x (g.Ho)0,5
He = tinggi gelombang
K = koefisien gempa = 0,14
T = periode gelombang (1 det)
G = gravitasi (9,8 m/det2)
Ho = kedalaman air di waduk
• Tinggi cadangan untuk ketidak pastian (hu)
a. Pada kondisi muka air normal hu = 1,0 m
b. Pada keadaan banjir Q1000 th atau PMF :
hu > 0,50 m, bila ada beragam analisa hidrologi dan untuk pelimpah
tanpa pintu
hu > 1,00 m, bila kemungkinan terjadi kemacetan operasi pintu.
2.3.2 Lebar mercu bendungan
Lebar mercu bendungan dicari menurut rumus USBR:
1⁄
W= 8×H 3

8|Page
Keterangan:
W : lebar puncak (m)
H : tinggi bendungan (m)
2.3.3 Kemiringan lereng bendungan
 Bagian hulu
m − k × γ′ × tan 
FS =
1 + k′ × m
 Bagian hilir
m − k × tan 
FS =
1 + k′ × m
Keterangan:
FS = angka keamanan
M = kemiringan lereng
K = intensitas seismic gempa
’ = berat volume jenuh bahan urugan
 = sudut geser tanah
Tabel 2.6 Nilai Intesitas Sesmik Gempa
Intensitas Jenis Pondasi
Gal
Seismik Batuan Tanah
Luar biasa 400 0.20 g 0.25 g
Sangat kuat 400 - 200 0.15 g 0.20 g
Kuat 200 - 100 0.12 g 0.15 g
Sedang 100 0.10 g 0.12 g
(Sumber : Bendungan Tipe Urugan, Suyono Sosrodarsono)
2.4 Perencanaan Pengelakan Sungai
2.4.1 Saluran Pengelak
Beberapa metode pengelakan sungai :
 Pembuatan saluran pengelak.
Ditempatkan melintang diatas fondasi calon bendungan. Sesudah aliran
tersebut dialihkan melalui saluran tersebut, maka spillway sudah mulai
dikerjakan.
 Metode penutupan sebagian alur sungai
Dilakukan pada sungai yang cukup lebar sehingga walaupun alur
diperkecil masih mampu mengalirkan debit banjir dengan aman.
 Metode pembuatan terowongan pengelak.

9|Page
Umumnya diterapkan pada hamper semua bendungan urugan minimum
tinggi 15 meter. Dengan tipe tersebut bendungan dapat dikerjakan
seluruhnya secara serentak. Dalam perencanaan kali ini tipe inilah yang
digunakan dimana terowongan pengelak akan digunakan juga sebagai
conduit spillway.
2.4.2 Perencanaan Cofferdam
Tipe Cofferdam Urugan :
➢ Bendungan urugan homogen: bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri
dari tanah yang hampir sejenis dan gradasi hampir seragam.
➢ Bendungan urugan zonal/majemuk: timbunan yang membentuk tubuh
bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi yang berbeda-beda dalam
urutan pelapisan tertentu.
➢ Bendungan urugan sekat : Bendungan urugan dengan sekat (facing) tidak
lulus air di lereng udik.
Karakteristik Cofferdam Urugan :
Alternatif ini sangat mungkin dilaksanakan mengingat material batu yang
tersedia dilapangan cukup banyak, keuntungan lain adalah konstruksi tidak rumit
dan relatif murah. Tetapi oleh karena cofferdam direncanakan sesekali boleh
mengalami over topping (melimpas), maka perlu dikontrol diameter batu pada
cofferdam yang diijinkan sehingga batu tersebut tidak akan larut/terlarut oleh
limpasan air.
Batasan Umum :
➢ Waktu pelaksanaan tidak boleh mundur panjang karena akan terkait dengan
pekerjaan lain.
➢ Di sisi axist of cofferdam terdapat jalan existing yang belum boleh
dibongkar sebelum jalan relokasi selesai dilaksanakan.
➢ Di hulu axist of upstream cofferdam terdapat inlet drain (saluran kecil)
2.5 Perencanaan Spillway Dam
Spillway adalah bangunan beserta instalasinya yang berfungsi untuk mengalirkan
air banjir yang masuk kedalam bendungan agar tidak membahayakan keamanan
bendungan. Ukuran bangunan pelimpah harus dihitung dengan sebaik-baiknya agar
fungsinya maksimal. Dalam merencanakan spillway dasar hidrograf banjir yang
digunakan adalah hidrograf PMF.

10 | P a g e
2.5.1 Perencanaan Design Hidrolis Pelimpah
Kriteria desain hidraulis untuk bangunan pelimpah (U. S. Army Engineer
Waterways Experiment Station, Research Report H-70-1, Vicksburg, Miss.,
January 1970) adalah sebagai berikut :
▪ Desain tinggi tekanan (design head) dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
terjadi tekanan negatif kurang dari - 6 m (20 ft) tinggi kolom air untuk
menjamin bebas dari kavitasi.
▪ Terdapat reduksi tekanan yang bekerja pada muka hulu (upstream face)
pelimpah yang tinggi berdasarkan gambar di bawah, sedangkan untuk
pelimpah yang rendah dapat dianggap sebagai garis lurus (tanpa reduksi
tekanan).
▪ Estimasi kehilangan energi pada muka hilir perlu dievaluasi untuk
memperoleh desain bangunan peredam energi pada kaki pelimpah. Bila
kehilangan tinggi tekanan cukup besar, evaluasi tersebut dilakukan untuk
memperoleh desain kolam olak yang ekonomis atau untuk memperkirakan
loncatan jet dari bak lontar.
2.5.2 Kondisi Aliran pada Spillway Morning Glory
Terdapat 3 kondisi air yang akan terjadi pada saluran :
 Kondisi Crest Control
Kondisi dimana pipa pelepasan terisi sebagian. Kondisi ini terjad jika
tinggi tekan hidrostatis diatas ambang pelimpah tidak terlalu tinggi,
sehingga menyebabkan banyak ruang udara yang kosong yang terjadi pada
saluran outlet.

Gambar 2.2 Sketsa Kondisi Crest Control


 Kondisi Tube or Orifice Control
Disebut juga kondisi peralihan. Kondisi dimana elevasi permukaan
tinggi sehingga tinggi tekanan hidrostatis diatas mercu bendung semakin
tinggi yang menyebabkan lubang bibir bangunan pelimpah tertutup oleh air.
Tetapi debit yang diterima oleh bangunan pelimpah tersebut masih
menghasilkan ruang kosong pada saluran outlet.

11 | P a g e
Gambar 2.3 Sketsa Kondisi Tube or Orifice Control
 Kondisi Full Pipe Flow
Disebut juga kondisi terendam. Terjadi jika elevasi permukaan air
makin tinggi, lebih tinggi dari pada kondisi Tube or Orifice Control,
sehingga menyebabkan tidak ada ruang kosong pada saluran outlet.

Gambar 2.4 Sketsa Kondisi Full Pipe Flow

Gambar 2.5 Sketsa Karakteristik Aliran


2.5.3 Perencanaan Profil Puncak Pelimpah (Mercu / Ambang)
Bila profil mercu dan transisi sesuai dengan bentuk nappe bagian bawah
dari pancaran air (jet), melimpas melalui ambang tajam berbentuk lingkaran,
aliran yang melimpas ambang dan melalui transisi. Hubungan elevasi air pada
waduk dan volume air yang melimpah melalui spillway dapat dicari dengan :
𝑄 = 𝐶𝑜 (2𝜋𝑅𝑠) . 𝐻𝑜3⁄2 untuk Ho/Rs < 0.45
𝑹𝒔 𝟐
Q = (𝟎.𝟐𝟎𝟒) x √𝑯𝒐 untuk Ho/Rs > 0.45

Dengan :
Q = Debit air yang melimpah

12 | P a g e
Co = Suatu kofisien yang tergantung pada Ho dan Rs
Rs = Jari-jari puncak pelimpah
Ho = Tinggi air di atas puncak pelimpah

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Co, Rs, dan Hs

Untuk menentukan Ys dapat


diperoleh dengan menggunakan
rumus :
Ys = Hs – Ho

Gambar 2.7 Penampang Spillway Tampak Samping


Dimana nilai Hs dapat diperoleh berdasarkan grafik berikut :

Gambar 2.8 Grafik Penentuan Nilai Hs

13 | P a g e
2.5.4 Design Pada Bagian Transisi
Diameter dari tunnel pada tiap titik ketinggian :
√𝑄
R = 0.204 x 𝐻𝑎0.25 (Pitono, 1996)

Dengan :
Ha = jarak antara permukaan air dengan ketinggian di bawah permukaan
air yang dicari jari-jarinya.
Q = debit maksimum dari hasil flood routing pada hidrograf PMF.
R = jari-jari
2.5.5 Perencanaan Discharge Conduit
Setelah mendesain bentuk puncak dan transisi maka langkah selanjutnya
adalah menentukan diameter minimum dari tunnel dan menentukan panjang total
terowongan L1,L2 & L3.
Panjang L1 = elev. Design transisi – dasar spillway – L2
Panjang L2 = 0.25 x (22D)
Panjang L3 = 240 – L2
Panjang Total = L1 + L2 + L3
2.5.6 Menghitung dimensi Pilar
Untuk menunjang kekuatan dari spillway, maka direncanakan pilar yang
dibangun pada beberapa titik pada pelimpah, dengan mempertimbangkan :
 Jumlah pilar yang paling efisien dan ekonomis.
 Tinggi pilar harus diperkirakan diatas muka air banjir.
 Diusahakan dengan adanya pilar tidak mengurangi debit yang masuk ke
pelimpah, berkaitan dengan pemilihan tipe dari bentuk bagian dasar pilar
Tabel 2.7 Koefisien Kontraksi Pilar
Bentuk Pilar Kp
Ujung segi empat dengan sudut membulatkan dengan R = 0.1 x 0.02
tebal pilar
Ujung bulat 0.01
Ujung runcing 0
Sumber : Suyono Sosrodarsono, 2015
2.5.7 Perencanaan Tebal Tunnel
Untuk menentukan tebal tunnel dengan menggunakan persyaratan fisik dan
dimensi pada tunnel beton sesuai SNI 03-6388,2002 :

14 | P a g e
Tabel 2.8 Perencanaan Tebal Tunnel

Jika spesifikasi diameter maksimum pada tabel tidak tersedia, maka


merencanakan ulang tebal tunnel sesuai diameter tunnel yang direncanakan,
sesuai mutu beton yang akan direncanakan. Perencanaan struktur pelat untuk
dinding didasarkan pada referensi dari buku USBR. Bahwa ketebalan minimum
biasanya adalah 6 inchi. Namun, karena ada beban eksternal maka memerlukan
perencanaan tebal untuk menahan beban tekanan hidrostatik.
Rumus :
𝑚𝐸𝑠+𝑓𝑠−𝑛(𝑓′𝑐𝑡𝑒𝑛 )
Hmin = 0.5 x P x D x > 6 inchi
𝑓𝑠 𝑥 𝑓′𝑐𝑡𝑒𝑛

Dimana,
-m = koefisien susut beton (0,0003)
- Es = modulus elastisitas baja
- fs = tegangan baja yang diijinkan, fy = 400 Mpa
-n = rasio modular (Es/Ec)
- Ec = modulus elastisitas beton, fc = 30 Mpa
- fc,ten = tegangan beton yang diijinkan
-p = tekanan horisontal air
-D = diameter pipa

15 | P a g e
2.5.8 Kehilangan Tinggi Tekanan

Gambar 2.9 Sketsa Kehilangan Tinggi Tekanan Pada Bendungan


Pada pipa berdiameter besar, kehilangan tinggi tekanan (head losses) pada
konduit umumnya disebabkan oleh gesekan sepanjang dinding konduit, seperti
rumus Darcy-Weisbach :
𝑓 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣2 185 𝑥 𝜋 2
hf = f= (jika tidak diketahui di tabel)
2𝑥𝑔𝑥𝐷 𝐷 0.33

Dimana :
hf = kehilangan tinggi tekanan (head loss)
f = koefisien friksi
D = diameter konduit
v = kecepatan aliran
g = gravitasi
Perlu diingat, rumus tersebut hanya berlaku untuk bentuk pipa bulat, tidak
berlaku untuk misalnya bentuk tapal kuda; n adalah koefisien kekasaran Manning.
Rumus Manning juga dapat digunakan untuk menghitung head losses :
29.1 𝑥 𝑛2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣 2
hf =
2 𝑥 𝑔 𝑥 𝑟 1.33

Koefisien kekasaran Manning (n) tergantung dari material dinding sebagai berikut :
Tabel 2.9 Koefisien Kekasaran Manning
Keterangan min max
Dinding konduit beton 0,014 0,008
Pipa baja dengan sambungan di las 0, 012 0,008
Terowongan batu 0,035 0,020

16 | P a g e
➢ Kehilangan Pada mulut pemasukan
Kehilangan tinggi tekanan di bagian ini = kehilangan tekanan pada
tabung pendek, debit aliran (Q) yang masuk ke dalam mulut pengambilan,
adalah :
1
Q = C x A x √2𝑔ℎ Ke = (𝐶 2 − 1)

Dengan :
C = Koefisien aliran
A = Luas.
h = Tinggi tekanan (head).
g = gravitasi.
Ke = koefisien kehilangan tinggi tekanan
Tabel 2.10 koefisien C

➢ Kehilangan tinggi tekanan pada belokan


Kehilangan tekanan di bagian belokan (bend) adalah merupakan
fungsi dari radius belokan, diameter pipa, sudut pembelokan. Koefisien
kehilangan tinggi tekanan Kb untuk berbagai harga dari (Rb/D) dapat
langsung digunakan untuk konduit berbentuk lingkaran. Untuk konduit
persegi panjang , D dapat diambil sebagai tinggi konduit.

17 | P a g e
Gambar 2.10 Grafik Penentuan Nilai Hs
➢ Kehilangan tinggi tekanan pada katup
Bila pintu dipasang pada bagian pemasukan konduit dan bila pintu
terbuka seluruhnya kondisi aliran, maka diasumsikan tidak terjadi kehilangan
tinggi tekanan. Tetapi, bila pintu dipasang baik di bagian hulu maupun hilir
dari headwall titpis, sehingga bagian samping dan bawah jet air pada kondisi
tertekan dan bagian atas mengalami kontraksi, koefisien kehilangan pada
butir (b) Tabel 1 berlaku. Bila pintu dipasang di dalam konduit, sehingga
lantai, kedua sisi konduit dan atap hulu dan hilir menerus dengan pembukaan
pintu, koefisien kehilangan pintu Kg tidak melebihi 0,1. Untuk pintu yang
dibuka sebagian koefisien kehilangan tergantung dari kontraksi bagian atas,
untuk bukaan yang kecil koefisien kehilangan tinggi tekanan akan mendekati
1,0. Untuk bukaan yang lebar Kg akan mendekati 0,19. Untuk bukaan ¾, Kg
= 1,15, untuk bukaan ½, Kg = 5,6 dan untuk ¼ bukaan, Kg = 24,0. Sedangkan
untuk katup kupu-kupu kondisi terbuka penuh, Kg = 0,15. Kg bervariasi
antara 0,1 dan 0,5 tergantung dari ketebalan daun pintu.
➢ Kehilangan tinggi tekanan pada Keluaran
Koefisien kehilangan tinggi tekanan akibat kecepatan aliran di bagian
keluaran ini adalah sama dengan 1,0, karena air yang keluar dari konduit
tertekan dalam kondisi mengalir bebas atau dalam kondisi terendam. Bila
ujung pipa dilengkapi dengan pipa yang berbeda diameternya, koefisien
kehilangan tinggi tekanan menjadi < 1,0 dan berbanding kuadrat dengan luas
pipa, yakni Kv = (a1/a2)2, dimana a1 adalah luas pipa yang mulai berbeda
diameterrnya dan a2 luas pipa di bagian ujung.

18 | P a g e
2.5.9 Perencanaan Pintu Penguras
Perencanaan Penguras berada di sebelah kiri / kanan bendung atau antara
pilar dengan pilar yang lebih disebabkan pada letak pintu pengambilan
(intake). Bila intake terletak pada sebelah kiri bendung, maka penguras juga
terletak di sebelah kiri, begitu sebaliknya. Umumnya pintu penguras berjumlah
2 unit, namun cukup 1 apabilah salah satu intake berada di tubuh bendung.
Lebar pilar umumnya berkisarr antara 1 – 2.5 meter bergantung pada material
yang dipakai. Pintu penguras dapat didesign dengan bagian depan terbuka /
tertutup. Fungsi pintu penguras ialah Menguras endapan yang ada di sebelah
lereng udik.
Persyaratan pintu penguras :
 Lebar penguras di tambah dengan pilar – pilarnya 1/6 sampai 1/10 dari
lebar total bendung (jarak antar pangkalnya) unntuk lebar sungai < 100
meter.
 Sebaiknya diambil 60% dari total lebar pintu pengambilan.
Dimensi dasar penguras :
 Tinggi saluran bawah hendaknya lebih besar 1.5 x diameter butir terbesar
sedimen dasar di sungai.
 Tinggi saluran pembilas bawah minimal 1 meter.
 Tinggi umumnya 1/3 sampai ¼ kedalaman air didepan pengambilan
dengan debit air normal.
 5 – 20 meter untuk panjang saluran penguras bawah
 1 – 2 meter untuk tinggi saluran penguras bawah
 0.2 – 0.35 meter tebal minimum beton bertulang
2.5.10 Perencanaan Intake
Intake atau bangunan pengambilan merupakan salah satu bagian yang
paling penting dalam operasional bendungan. Bangunan Intake berfungsi untuk
mengalirkan air sedemikian rupa dengan debit tertentu yang kemudian
dialirkan menuju water treatment site untuk kemudian digunakan untuk
berbagai kegunaan seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), irigasi, dan
pasokan air baku. Berbeda dengan spillway yang digunakan pada saat darurat,
bangunan intake digunakan setiap hari sebagai bagian dari operasional waduk.

19 | P a g e
Tidak ada desain standar untuk bangunan pengambil. Setiap desain
memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan memiliki banyak bentuk dan variasi.
Struktur asupan yang dibahas dalam manual ini dapat dipisahkan menjadi dua
kategori besar: berdiri bebas dan miring. Pemilihan jenis yang sesuai
tergantung pada sejumlah pertimbangan termasuk kondisi lokasi, ekonomi, dan
efektivitas dalam memenuhi persyaratan proyek.
Struktur intake dapat tenggelam atau dapat
melampaui permukaan air reservoir maksimum,
tergantung pada fungsinya. Struktur intake di atas
reservoir adalah diperlukan ketika kontrol gerbang
terletak di atas struktur, akses ke ruang kontrol
gerbang internal melalui bagian atas struktur, atau
ketika operasi seperti penggarukan sampah, stoplog
atau pemasangan sekat, dan pembersihan layar ikan
diperlukan dari dek struktur. Struktur intake yang
Gambar 2.11 Sketsa Intake
terendam terutama ditemukan di proyek-proyek
pengendalian banjir kepala rendah di mana perendaman hanya terjadi selama
periode banjir atau di proyek-proyek di mana pembersihan sampah tidak
diperlukan. Struktur intake yang terendam juga dapat terdiri dari poros
terendam sederhana dan intake horisontal yang dilengkapi dengan struktur
sampah dan slot sekat. Jenis struktur intake yang paling umum adalah struktur
vertikal, umumnya disebut sebagai intake tower. Ini memungkinkan
peningkatan fleksibilitas ketika menemukan outlet berfungsi di lokasi.
Jembatan servis menyediakan akses ke bagian atas struktur.
2.5.11 Perencanaan Surge Tank
Tangki gelombang adalah pipa tegak di ujung hilir saluran air tertutup
untuk menyerap kenaikan tekanan mendadak serta dengan cepat memberikan
air selama penurunan singkat dalam tekanan. Surge tanks biasanya disediakan
pada PLTA besar atau menengah ketika ada jarak yang cukup jauh antara
sumber air dengan unit daya, sehingga diperlukan sebuah penstock panjang.
Luas dan diameter Surge Tanks
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
;

20 | P a g e
Dimana :
Ast = Luas Surge Tanks (m2)
Dst = Diameter Surge Tanks (m)
Lt = panjang terowongan (m)
At = Luas Terowongan (m2)
H = Gross Head (m)
g = gravitasi (m2/s)
c = koefisien thoma
Tinggi Air Dalam Surge Tanks

Zst = v x (

Dimana :
Zst = Tinggi muka air (m)
V = kecepatan terowongan (m/s)
Lt = panjang terowongan (m)
A = Luas Terowongan (m2)
g = gravitasi (m2/s)
Ast = Luas Surge Tanks (m2)
Kebutuhan terhadap tangki gelombang Pipa pesat membutuhkan tangki
gelombang jika L > 4H dengan :
L : panjang total pipa pesat (m)
H: tinggi jatuh (m)
2.5.12 Perencanaan Trashrack

Gambar 2.12 Bentuk dan Penampang Trash Track


Trash rack adalah struktur kayu atau logam untuk mencegah masuknya
puing-puing ke pabrik air, bendungan listrik tenaga air. Dalam banyak kasus,
bendungan air menarik air dari danau, sungai atau waduk melalui intake yang
digunakan untuk pembangkit listrik. Ketika air dipompa ke dalam sistem, ia
21 | P a g e
dapat membawa sejumlah barang seperti kayu gelondongan, tunggul, ikan, dan
sampah yang dapat merusak struktur di area operasi. Trash rack diatur untuk
menghentikan puing-puing memasuki sistem di intake.
Tidak jarang sampah menumpuk di trash rack dan menghalangi aliran air.
Trash rack berpengaruh sedikit terhadap head loss pada aliran di dalam intake.
Tetapi pengaruh ini dapat menjadi besar ketika ada sampah yang menumpuk di
trash rack. Hal ini dapat dijabarkan pada rumus umum kehilangan energi
bernoulli di bawah ini:

Dimana Δhk adalah kehilangan energi akibat trash rack.


Untuk memastikan aliran air yang lancar melalui intake, rak sampah
perlu dirawat dan dibersihkan secara teratur agar operasi berjalan dengan
lancar. Pada bulan-bulan ketika ada dedaunan atau cabang yang jatuh dari
pohon-pohon di sekitarnya ke dalam air, pembersihan trash rack harus
dilakukan lebih sering.
2.5.13 Perencanaan Penstock

Gambar 2.13 Contoh Bentuk Penstock


Pipa pesat (penstock) berfungsi untuk menyalurkan dan mengarahkan air
ke cerobong turbin. Salah satu ujung pipa pesat dipasang pada bak penenang
(surge tank) minimal 10 cm diatas lantai dasar bak penenang. Sedangkan ujung
yang lain diarahkan pada cerobong turbin. Pada bagian pipa pesat yang keluar
dari bak penenang, dipasang pipa udara (Air Valve) setinggi 1 m diatas
permukaan air bak penenang. Pemasangan pipa udara ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya tekanan rendah (Low Pressure) apabila bagian ujung pipa
pesat tersumbat. Tekanan rendah ini akan berakibat pecahnya pipa pesat.
Fungsi lain pipa udara ini untuk membantu mengeluarkan udara dari dalam
22 | P a g e
pipa pesat pada saat awal PLTA mulai dioperasikan. Penstock berfungsi untuk
mengubah energi potensial air menjadi energi kinetik yang dibutuhkan untuk
memutar turbin nantinya. Oleh karena itu, material bahan pipa, kemiringan,
serta elevasi penstock sangat penting untuk operasional waduk. Untuk
kehilangan energi pada penstock dapat diakibatkan oleh bahan dari pipa yang
memiliki koefisien gesek sendiri-sendiri.
2.5.14 Bangunan Peredam Energi
Digunakan untuk mereduksi energy ke tingkat dalam aliran yang berada
di ujung hilir sal. Peluncur. Apabila alur sungai kurang stabil direncanakan
menampung debit banjir dg probability 2% (periode ulang 50 tahun). Hal – hal
yang perlu dipertimbangkan :
 Gambaran karakteristik hidrolis pada peredam energy
 Hub. Lokasi antara peredam energy dg tubuh bendungan.
 Karakteristik hidrolis dan karakteristik konstruktif dari bang. Pelimpah.
 Kondisi topografi, geologi dan hidrolika
 Situasi serta tempat perkembangan dari sungai sebelah hilirnya.

Gambar 2.14 Bangunan Peredam Energi


Kolam peredam energi biasanya dibangun dihilir saluran luncur. Bentuk
dan karakteristik loncatan aliran air adalah sesuai dengan faktor aliran kinetik,
debit aliran, kedalaman kritis aliran dan angka Froude, F = (v)/(gd)1/2 .

23 | P a g e
Bangunan peredam energy yang berbentuk kolam dimana prinsip
perendaman energinya sebagian besar akibat proses pergesekan diantara
molekul air sehingga timbul olakan dalam kolam tersebut. Pemilihan type
kolam olakan :
❑ Kolam olakan datar (paling umum digunakan)
❑ Kolam olakan miring ke hilir
❑ Kolam olakan miring ke udik
Kolam olakan datar type 1
❑ Suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan terjadinya peredaman
energy yg terkandung dalam aliran dengan benturan secara langsung ke
atas permukaan kolam yg menghasilkan peredaman energy cukup tinggi.
❑ Perlengkapan lain guna penyempurnaan peredaman tidak diperlukan.
❑ Hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relative kecil dengan kapasitas
peredaman yang relative kecil pula.

Gambar 2.15 Kolam Olakan Datar Tipe-1


Kolam Olakan datar tipe 2
❑ Peredaman energy dibantu perlengkapan yang dibuat berupa gigi
pemancar aliran di pinggir hulu dasar kolam dan ambang bergerigi di
pinggir hilir.
❑ Cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang tinggi dan debit yang
besar (Q > 45 m3/s, tekanan hidrostatis > 60 m dan Angka Froude > 4.5)
❑ Gigi pemancar aliran berfungsi untuk meningkatkan efektivitas peredaman
sedang ambang bergerigi berfungsi sebagai penstabil loncatan hidrolis
dalam kolam olakan tersebut.
❑ Sangat sesuai untuk bendungan urugan
24 | P a g e
Gambar 2.16 Kolam Olakan Datar Tipe-2
Kolam olakan datar type 3
❑ Pada dasarnya prinsip kerja type ini mirip dengan type II akan tetapi lebih
sesuai untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan
debit yang agak kecil (q < 18.5 m3/s/m, V < 18 m/s dan angka Froude >
4.5).
❑ Untuk mengurangi panjang kolam olakan dibuatkan gigi pemencar aliran
ditepi luar dasar kolam dan gigi penghadang aliran (gigi benturan) pada
dasar kolam olakan.
❑ Umumnya untuk bangunan pelimpah pada urugan yang rendah

Gambar 2.17 Kolam Olakan Datar Tipe-3


Kolam olakan datar type 4
❑ Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan system kerja kolam olakan
tipe III. Penggunaannya paling cocok adalah untuk aliran dengan tekanan
hidrolis yang rendah dan debit yang besar per unit lebar dengan kondisi
aliran super kritis (Angka Froude = 2.5 – 4.5).
❑ Kolam olakan ini dipergunakan pada bangunan pelimpah suatu bendungan
urugan yang sangat rendah
❑ Berhubung Angka Froude = 2.5 – 4.5 sangat sulit dilakukan peredaman
energy, karena getaran hidrolis yang timbul pada aliran tersebut tidak
dapat dicegah secara sempurna maka apabila keadaannya memungkinkan,
sebaiknya lebar kolam diperbesar.
25 | P a g e
Gambar 2.18 Kolam Olakan Datar Tipe-4
Kedalaman loncatan hidrolis dan minimum kedalaman air di hilir

2.6 Perencanaan PLTA


Saat ini sumber energi yang renewable atau terbarukan menjadi salah satu hal
yang paling dibutuhkan saat ini seiring berkurangnya energi fosil. Pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) adalah teknologi fleksibel dan serba guna, dimana yang paling kecil
dapat memasok listrik untuk satu rumah, dan yang terbesar dapat memasok industri dan
publik dengan listrik yang dapat diperbarui pada skala nasional dan bahkan regional.
Dalam hal kapasitas pembangkitan, PLTA merupakan delapan dari sepuluh pembangkit
listrik terbesar di dunia.
Perencanaan Kapasitas Tenaga Air Kapasitas tenaga air adalah kemampuan
tenaga air memproduksi daya listrik. Kapasitas pembangkit listrik tenaga mikrohidro
ditentukan dari debit yang dialirkan ke pembangkit dan tinggi jatuh efektif yang ada.
Debit yang diambil adalah debit andalan dan tinggi jatuhnya diusahakan semaksimal
mungkin berdasarkan kondisi topografi. Berikut adalah cara perhitungan tinggi jatuh
efektif dan daya yang dihasilkan:
2.6.1 Jenis – jenis tenaga air
➢ Tenaga air run of river : fasilitas yang mengalirkan air yang mengalir dari
sungai melalui kanal atau penstock untuk memutar turbin. Biasanya proyek
run-of-river akan memiliki sedikit atau tidak ada fasilitas penyimpanan. Run-
of-river menyediakan pasokan listrik berkelanjutan (beban dasar), dengan
beberapa fleksibilitas operasi untuk fluktuasi harian dalam permintaan melalui
aliran air yang diatur oleh fasilitas.
➢ Tenaga air penyimpanan: biasanya sistem besar yang menggunakan
bendungan untuk menyimpan air di reservoir. Listrik diproduksi dengan
26 | P a g e
melepaskan air dari reservoir melalui turbin, yang mengaktifkan generator.
Storage hydropower menyediakan beban dasar serta kemampuan untuk
dimatikan dan mulai beroperasi dalam waktu singkat sesuai dengan tuntutan
sistem (beban puncak). Ini dapat menawarkan kapasitas penyimpanan yang
cukup untuk beroperasi secara independen dari aliran hidrologi selama
berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Jenis PLTA ini merupakan
yang paling banyak digunakan karena hanya memanfaatkan tinggi jatuh air dari
intake melalui penstock untuk menghasilkan momentum sebesar-besarnya pada
turbin.
➢ Tenaga air pompa : menyediakan pasokan beban puncak, memanfaatkan air
yang didaur ulang antara reservoir bawah dan atas oleh pompa yang
menggunakan energi berlebih dari sistem pada saat permintaan rendah. Ketika
permintaan listrik tinggi, air dilepaskan kembali ke reservoir bawah melalui
turbin untuk menghasilkan listrik. Hal ini juga bisa menjadi pilihan di daerah
yang sangat kekurangan air karena air sungai dapat ditampung di waduk di
elevasi tinggi menggunakan pompa saat musim hujan, lalu dilepaskan ke
bawah kembali menuju sungai saat musim kemarau untuk digunakan sebagai
irigasi atau air baku. Tetapi biaya yang dibutuhkan untuk PLTA jenis ini jauh
lebih besar dibanding PLTA waduk biasa.
➢ Tenaga air lepas pantai : kelompok teknologi yang jarang digunakan tetapi
terus berkembang dimana arus pasang surut atau kekuatan gelombang
digunakan untuk menghasilkan listrik dari air laut. Teknologi ini seringkali
tumpang tindih. Sebagai contoh, proyek penyimpanan seringkali melibatkan
elemen pemompaan untuk menambah air yang mengalir ke reservoir secara
alami, dan proyek run-of-river mungkin menyediakan beberapa kemampuan
penyimpanan. Produksi energi tahunan dihitung berdasarkan tenaga andalan.
Tenaga andalan dihitung berdasarkan debit andalan yang tersedia untuk
pembangkitan energi listrik yang berupa debit outflow dengan periode n
harian.(Arismunandar,2005)
2.6.2 Tinggi jatuh efektif
Diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh air total (dari permukaan air
pada pengambilan sampai permukaan air yang masuk ke turbin) dengan
kehilangan tinggi pada saluran air dapat dirumuskan:
𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 = elevasi upstream – elevasi downstream
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠 = 10% x 𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 𝐻𝑒𝑓𝑓 = 𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 – 𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠
27 | P a g e
dimana:
𝐻𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 = perbedaan tinggi muka air di hulu dan hilir
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠 = tinggi kehilangan energi Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
maka sistem pembangkit harus didesain sedemikian hingga sehingga tekanan
maksimal 10% dari head bruto. (Patty, 1995. )
2.6.3 Daya
Daya yang dihasilkan Daya adalah usaha yang dihantarkan per satuan
waktu. Dalam perencanaan PLTMH, daya diperoleh dengan menggunakan
rumusan:
P = ŋ x ρ x g x 𝐻𝑒𝑓𝑓 x Q (watt)
dimana:
P = perkiraan daya yang dihasilkan (kW)
= 1 𝐽 𝑠 = 1 𝑁𝑚 𝑠 = 1 𝐾𝑔 𝑚² 𝑠³
ρ = massa jenis air (1000 kg/m³)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/detik²)
Q = debit andalan (m³/detik)
𝐻𝑒𝑓𝑓 = tinggi jatuh efektif (m) (Patty, 1995)
Perkiraan daya yang dihasilkan digunakan sebagai asumsi sementara untuk
perhitungan selanjutnya.
2.6.4 Energi Listrik
Perhitungan Energi Listrik Energi listrik total dihitung dengan rumusan
sebagai berikut:
E=Pxt
dengan:
E = Energi dalam satu tahun (kWh)
P = Daya (kW)
t = waktu (jam) = 365 hari x 24 jam
2.6.5 Perencanaan Bangunan Pembangkit
Beberapa komponen yang direncanakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro antara lain: bangunan pengatur tinggi muka air, pintu pengambilan
(intake), saluran pembawa (headrace), bangunan ukur, bak penenang (forebay),
pipa pesat (penstock), turbin, dan saluran pembuangan (tailrace).
(Kusdiana,2008) Estimasi Kehilangan Energi Dalam perjalanan air mengalir dari
pintu pengambilan hingga pipa pesat, akan terjadi kehilangan energi seperti
kehilangan energi karena saringan kasar, kehilangan energi pada entrace,
28 | P a g e
kehilangan energi karena gesekan sepanjang pipa, dan kehilangan energi karena
belokan pipa. (Triatmodjo,1993)
2.7 Analisis Stabilitas Tubuh Bendungan
Analisa stabilitas bendungan dilakukan untuk mengetahui bahwa bendungan telah
memenuhi angka keamanan yang ditetapkan atau tidak. Biasanya angka keamanan yang
digunakan 1,2 atau lebih. Analisa stabilitas dilakukan dengan mencari bidang
kelongsoran yang dipengaruhi faktor sudut , ,  pada table berikut.
Tabel 2.11 Nilai sudut , , 
n  (o)  (o)  (o)
1:1 45 28 37
1 : 1.5 33.68 26 35
1:2 26.57 25 35
1:3 18.43 25 35
1:5 11.32 25 37

Gambar 2.19 Bidang Kelongsoran Bendungan Urugan


2.7.1 Gaya-gaya yang bekerja
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelimpah antara lain:
a. Gaya akibat berat sendiri
Dipakai persamaan:
G = γm ∙ A
Dengan :
G = gaya akibat berat sendiri (ton/m)
m = berat volume material (ton/m3)
A = luas penampang (m2)
b. Gaya akibat tekanan air
Dipakai persamaan:
P = γw ∙ h
Dengan :
P = tekanan hidrostatis (ton/m2)
w = berat volume air (ton/m3)
29 | P a g e
H = tinggi air (m)
c. Gaya akibat tekanan tanah
Dipakai persamaan:
S = γt ∙ h ∙ K
Dengan :
S = tekanan tanah (ton/m)
t = berat volume tanah (ton/m3)
H = tinggi tanah (m)
Ka = tekanan tanah aktif
Kp = tekanan tanah pasif
 = sudut geser dalam tanah
d. Gaya akibat tekanan air ke atas
Dipakai persamaan:
U = γw ∙ A
Dengan :
U = tekanan air ke atas (ton/m)
w = berat volume air (ton/m3)
A = luas diagram tekanan air ke atas (m2)
Untuk mengetahui tekanan air pada titik tinjau digunakan persamaan:
Lx
Ux = Hx − ( ∙ ∆H)
L
Dengan :
Ux = tekanan air pada titik yang ditinjau (ton/m2)
Hx = tinggi air di hulu bendungan ditinjau dari titik x (m)
Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)
L = jarak total jalur rembesan (m)
h = beda tinggi energi (m)
2.7.2 Kontrol stabilitas
Syarat yang harus dipenuhi agar bendungan aman:
a. Tidak mengalami guling (over-turning)
Untuk mengetahui bangunan mengalami guling atau tidak digunakan
persamaan:
∑ MP
≥ SF
∑ MG

30 | P a g e
Keterangan:
ΣMP : momen tahanan (ton.m)
ΣMG : momen guling (ton.m)
SF : angka keamanan
Untuk mengetahui pada suatu pelimpah tersebut stabil atau tidak dapat pula
dicari eksentrisitasnya, persamaan yang dipakai:
∑M B B
e=[ − ]≤
∑V 2 2
Keterangan:
ΣM : jumlah momen (ton.m)
ΣV : jumlah gaya vertikal (ton)
B : lebar dasar pelimpah
e : eksentrisitas (m)
b. Tidak mengalami geser
Untuk mengetahui bangunan mengalami geser atau tidak digunakan
persamaan:
fx ∑ V
≥ SF
∑H
f = tan 
Keterangan:
ΣH : jumlah gaya horizontal (ton)
ΣV : jumlah gaya vertikal (ton)
S : angka keamanan (1,0-1,5)
 : sudut geser
Untuk mengetahui pada suatu pelimpah tersebut stabil atau tidak dapat pula
dicari eksentrisitasnya, persamaan yang dipakai:
∑M B B
e = [ ∑ V − 2] ≤ 2

Keterangan:
ΣM : jumlah momen (ton.m)
ΣV : jumlah gaya vertikal (ton)
B : lebar dasar pelimpah
E : eksentrisitas (m)
2.7.3 Daya dukung pondasi menerus
𝑞𝑙 = 1⁄2 . 𝛾. 𝐵. 𝑁𝛾 + 𝑐. 𝑁𝑐 + (𝛾𝐷 + 𝑞). 𝑁𝑞

31 | P a g e
Dimana :
B = lebar pondasi
D = kedalaman pondasi
Nc, Nɣ, dan Nq dari Caquot & Kerisel sebagaimana tabel dibawah ini
Tabel 2.12 Koefisien Nc,Nɣ, dan Nq dari Caquot &Kerisel
Ø° Nc Nɣ Nq
0 5,14 0 1,00
5 6,50 0,10 1,60
10 8,40 0,50 2,50
15 11,00 1,40 4,00
20 14,80 3,50 6,40
25 20,70 8,10 10,70
30 30,00 18,10 18,40
35 46,00 41,10 33,30
40 75,30 100,00 64,20
45 134,00 254,00 135,00
Perhitungan stabilitas terhadap kelongsoran dihitung menggunakan software
GEOSTUDIO versi 2012.
2.8 Perhitungan Rembesan (Seepage Analysis)

Gambar 2.20 Skema Analisa Geostudio


Perhitungan detail mengenai analisis rembesan terhadap tubuh bendungan
dihitung menggunakan software GEOSTUDIO versi 2007.
2.8.1 Jaringan aliran
Jaringan aliran ialah proses mengalirnya air dalam pori-pori tanah tersebut
dinamakan rembesan (seepage), sedangkan kemampuan tanah untuk dapat
dirembesi disebut daya rembes atau permeabilitas (permeability).

32 | P a g e
2.8.2 Garis freatik

Gambar 2.21 Garis Freatik pada Bendungan


Dinding bendungan yang berbatasan dengan air merupakan garis
ekipotential batas (garis AD). Dasar tempat bendungan tanah yang diletakan di
atas tanah yang kedap air merupakan garis aliran batas (garis DC). Garis AB
merupakan garis aliran paling atas, disebut juga garis phreatic atau top flow line.
Rembesan pada bendungan terjadi di bawah garis ini. Garis ini juga merupakan
batas daerah yang jenuh dan yang kering. Bentuk garis phreatic berbeda - beda
sehubungan dengan ada atau tidaknya filter, dan dimana letak dari filter tersebut.
2.8.3 Garis Flownett

Gambar 2.22 Garis Flownet padda Bendungan


Garis AE adalah merupakan permukaan ekipotensial. Garis preatik EC
dibuat seperti yang telah dijelaskan dan merupakan batas atas dari flownet. Di
sepanjang garis preatik ini tekanan pori adalah sama dengan tekanan atmosfir
dan sebagai garis equipressure. Potential drops di sepanjang garis ini adalah
hanya diakibatkan oleh turunnya posisi tinggi tekanan (head). Potential drop Δh
dari garis ekipotensial adalah sama. Garis-garis ekipotensial tersebut akan
memotong garis preatik dengan Potential drop Δh yang sama.
2.8.4 Perencanaan formasi garis depresi
Penentuan formasi garis depresi ditinjau saat bendungan terisi penuh
(MAB), dengan peninjauan ujung tumit hilir sebagai permulaan sumbu x dan y.
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝐲 𝟐 − 𝐲𝟎 𝟐
𝐱=
𝟐 ∙ 𝐲𝟎

𝐲 = √𝟐 ∙ 𝐲𝟎 ∙ 𝐱 + 𝐲𝟎 𝟐

33 | P a g e
𝐲𝟎 = √𝐝𝟐 + 𝐡𝟐 − 𝐝
d = L2 + 0,3L1
L2 = L - L1
Dengan :
h = jarak vertikal antara titik A dan B
d = jarak horizontal antara titik B2 dan A
L1 = jarak horizontal antara titik B dan E
L2 = jarak horizontal antara titik B dan A
• Metode Cassagrande (untuk  > 300)

q = k.a.sin2 a

Gambar 2.23 Metode Cassagrande


• Metode Schaffernak (untuk  < 300)

q = k.a.sina.tga

Gambar 2.24 Metode Schaffernak

34 | P a g e
2.9 Manual Operasi Waduk
2.9.1 Pola Operasi Waduk (POW)
Pertimbangan penyusunan :
• POW harus dibuat sejak awal waduk tersebut mulai dioperasikan dan
ditinjau ulang minimal setiap 5 (lima) tahun
• Pola operasi waduk paling sedikit memuat tata cara pengeluaran air dari
waduk.
• POW dibuat berdasarkan karakteriktik dari masing-masing waduk.
• Lengkung batas operasi normal atas dan lengkung batas operasi normal
bawah kembali pada posisi Awal (TMA Awal = TMA akhir).
2.9.2 Rencana Tahunan Operasi Waduk (RTOW)
RTOW dimaksudkan sebagai panduan pelaksanaan operasi harian waduk
yang disusun setiap tahun berdasarkan data teknis dan kondisi hidrologi terakhir.
RTOW ini digunakan bagi pengelola waduk dalam rangka pengendalian/
pengaturan air harian rutin waduk dalam rangka memenuhi kebutuhan air di hilir
selama setahun.
2.9.3 Jenis Operasi Waduk
 Operasi Normal  operasi rutin sesuai dengan panduan operasi dalam
rangka memenuhi kebutuhan air dihilir.
 Operasi Banjir  dalam rangka mengatur muka air waduk agar tetap
terjaga pada elevasi yang direncanakan (aman)
 Operasi Darurat  dalam rangka merespon keadaan yang mengancam
keamanan / keutuhan bendungan sehingga memerlukan penurunan muka air
2.9.4 Kesetimbangan air waduk

Dengan :
I = debit masuk (m3/det)
O = debit keluar (m3/det)
ds/dt = ΔS adalah perubahan tampungan (m3/det)
St = tampungan waduk pada periode t
St+1 = tampungan waduk pada periode t+1
Lt = masukan waduk pada periode t
35 | P a g e
Rt = hujan yang jatuh di atas permukaan waduk, pada periode t
Et = kehilangan air akibat evaporasi pada periode t
Lt = kehilangan air akibat rembesan dan bocoran
Ot = total kebutuhan air
OSt = keluaran dari pelimpah
2.10 Perencanaan RAB
Acuan biaya proyek :
➢ Daftar harga satuan dasar (HSD) upah kerja dan bahan/ material bangunan
➢ Daftar harga satuan dasar (HSD) penggunaan alat
➢ Daftar Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK)
➢ Nilai tukar mata uang

Gambar 2.25 Skema Biaya Pembangunan


2.10.1 Biaya Langsung
Adalah biaya yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi di lapangan.
2.10.2 Biaya tidak langsung
Ialah biaya yang dikeluarkan untuk mendukung terwujudnya pekerjaan
(kegiatan pekerjaan) yang bersangkutan. Secara umum biaya ini meliputi
keuntungan dan biaya umum (overhead) / biaya operasional.
2.10.3 Biaya lain
Biaya yang mungkin dikeluarkan selain direct cost dan indirect cost
Contoh :
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak pertambahan nilai (PPN) ditentukan sebesar 10% dari jumlah
biaya langsung dan biaya tidak langsung.
 Biaya Pembebasan Tanah/ Lahan

36 | P a g e
Dalam perhitungan pekerjaan biaya pembebasan tanah harus sudah
termasuk ganti rugi tempat tinggal dan tanaman.
2.10.4 Biaya ekonomi
Dalam analisis ekonomi dipakai nilai ekonomi dari komponen ekonomi
dengan mengalikan biaya-biaya tersebut dengan suatu faktor konversi. faktor
konversi untuk mendapatkan economic value dari financial value karena harga
finansial sering bukanlah merupakan harga yang sebenarnya karena ada faktor
subsidi, cukai dan sebagainya. Faktor konversi :
Tabel 2.13 Faktor Konversi Biaya Proyek

2.10.5 Estimasi biaya


Perkiraan biaya digunakan untuk menyusun angaran dan menjadi dasar
untuk mengevaluasi performance proyek. Evaluasi dilakukan dengan
embandingkan tingkat pengeluaran aktual dengan tingkat pengeluaran yang
dianggarkan.. Dengan demikian tanpa estimasi yang baik, maka akan
menyulitkan evaluasi yang efektif dan efisien.
Tabel 2.14 Estimasi Biaya
Estimasi Kontraktor Estimasi Engineer/Konsultan
Biaya aktual proyek yang diatur Biaya aktual proyek yang
sedemikian rupa untuk keperluan sebenarnya
tender
Ada penjelasan mendetail mengenai Murni biaya proyek di luar biaya
biaya tenaga kerja dan peralatan tenaga kerja dan peralatan konstruksi
konstruksi
Menentukan metoda apa yang akan Memeperkirakan metode proyek
digunakan dalam proyek yang akan dilaksanakan
Tahu mengenai lokasi pembelian Hanya berdasarkan HSPK atau harga
material termurah dan diskon untuk material setempat
kuantitas material tertentu

37 | P a g e
2.10.6 Estimasi mendetail (Definitive Estimate)
Estimasi melakukan kalkulasi terhadap jumlah material, tenaga kerja, serta
peralatan yang dibutuhkan dalam proyek berdasarkan gambar kerja dan
dokumen kontrak proyek. Estimasi ini membutuhkan informasi mengenai biaya
tenaga kerja, harga material, biaya sewa atau beli peralatan proyek. Hal ini bisa
didapatkan dari HSPK masing-masing daerah karenamasing-masing daerah
memiliki biaya-biaya tersebut yang berbeda-beda.
2.10.7 Aspek Finansial
Untuk mengambil keputusan jadi tidaknya suatu investasi dapat dilakukan
dengan analisis aspek finansial. Aspek finansial harus memperhitungkan
berbagai macam aspek perekonomian seperti di bawah ini:
❑ Net Present Value (NPV)
Menurut Dian Wijayanto dalam buku Pengantar Manajemen
(2012:246), Net Present Value (NPV) merupakan kombinasi antara present
value penerimaan dan present value pengeluaran. Dalam hal ini adalah
selisih antara nilai sekarang dari arus kas yang masuk dengan nilai sekarang
dari arus kas yang keluar pada periode waktu tertentu.

Dengan :
PV = nilai sekarang (present value)
F = nilai pada tahun ke n
I = nilai suku bunga
n = tahun ke 1,2,3,…… dst
❑ Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) ialah suatu analisis yang diperlukan untuk
melihat sejauh mana perbandingan antara Benefit dan cost pada kondisi nilai
present.
jika BCR > 1 maka proyek dikatakan layak dikerjakan
jika nilai BCR < 1 proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

Dengan :
BCR = Benefit Cost Ratio

38 | P a g e
PV = nilai sekarang (present value)
❑ Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan metode yang mencari nilai suku bunga saat nilai NPV
= 0. Ukuran IRR berpatokan pada Minimum Rate of Return (MARR).
MARR merupakan laju pengembalian investasi yang berani dilakukan oleh
seorang investor. Untuk pengambilan keputusan kriteria IRR ini adalah
dengan cara dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return
apabila:
o IRR > MARR Investasi layak dilaksanakan
o IRR < MARR Investasi tidak layak dilaksanakan
❑ Payback Period (PBP)
Menurut Giatman (2006), Payback Period adalah penilaian yang
bertujuan untuk mengetahui berapa lama (periode) investasi dapat
dikembalikan saat terjadinya kondisi break even-point.
❑ MEAV (Moderate Equivalent Asset Value)
Pendekatan yan digunakan untuk menentukan besar biaya OP
bendungan berdasarkan biaya pembangunan bendungan, dikonservesikan
pada tahaun yang diinginkan. Kisaran 0,25 – 0,30 % biaya konstruksi tubuh
bendungan
AKNOP Bendungan = Biaya langsung + biaya pemeliharaan + biaya inspeksi

39 | P a g e
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
Dalam proses perencanaan desain bendungan Tirta Gangga, dibutuhkan suatu metode
pelaksanaan. Berikut ini merupakan metode pelaksanaan yang digunakan.

START

DATA AWAL :
- Data Topografi & Geologi
- Data Hidrologi & Klimatologi
- Data Mekanika Tanah & batuan
- Data HSPK

PEMILIHAN AS BENDUNGAN

ANALISA HIDROLOGI
- Perencanaan lengkung kapasitas
bendungan
- Perhitungan debit andalan
- Perhitungan kebutuhan air
- Reservoar Routing.
- Uji distribusi hujan

ANALISIS PENGELAKAN SUNGAI


- Perhitungan kapasitas konduit
- Perencanaan bangunan cofferdam
- Analisis stabilitas

STABILITY NO
CONTROL

YE
S
PERENCANAAN INTAKE
- Perhitungan hidrolika bangunan
pengambilan
- Analisis stabilitas

40 | P a g e
X

STABILITY NO
CONTROL

YES

PERENCANAAN DIMENSI BENDUNGAN


- Perencanaan tinggi bendungan
- Perencanaan lebar mercu bendungan
- Perencanaan panjang bendungan
- Kemiringan lereng bendungan

NO
STABILITY
CONTROL

YES

PERENCANAAN SPILLWAY
- Lokasi dan kapasitas spillway
- Perencanaan bangunan pelimpah
- Perencanaan kolam olakan dan peredam
energi

NO
STABILITY
CONTROL
YES

KESIMPULAN + SARAN

FINISH

41 | P a g e
BAB IV
ANALISIS PERENCANAAN
4.1. Pemilihan Alternatif Lokasi Bendungan
Alternatif 1 dipilih untuk dijadikan lokasi bendungan. Pada alternatif 3 as
bendungan terlalu dekat dengan pemukiman, ini sangat berbahaya apabila
bendungan mengalami dambreak, belum lagi pembebasan lahan warga yang akan
digunakan untuk pembangungan bendungan tersebut.
Dari penjelasan singkat tersebut maka alternatif 3 tidak sesuai dengan
bendungan yang ekonomis, implementatif dan berwawasan lingkungan. Alternatif
2 memiliki volume tampungan yang lebih banyak dibanding dengan alternatif lain,
akan tetapi as bendungan yang direncanakan akan memakan banyak biaya dan
metode pelaksanaannya akan sedikit rumit karena topografi bendungan yang tidak
memungkinkan. Sehingga alternatif 2 tidak dipilih sebagai lokasi as bendungan.
4.2. Data perencanaan
• Data Topografi (terlampir)
• Data Mekanika Tanah dan Parameter Desain Material Bendungan
Tabel 4.1 Parameter tanah material bendungan

• Data Hidrologi
a. Data tampungan

42 | P a g e
b. Data debit banjir inflow
Tabel 4.2 Data debit banjir inflow

4.3. Analisis Kebutuhan Air


Analisis kebutuhan air dari tampungan waduk berikut mengasumsikan
bahwa masa operasi waduk selama 3 bulan, dengan meninjau terhadap routing
ketersediaan air dari debit inflow hujan. Sesuai dengan tujuan pembangunan
bendungan ini, maka kebutuhan air dapat diperhitungkan sebagaiberikut:
1. Kebutuhan Irigasi, direncanakan luas area irigasi sebesar 4,500 ha dengan
kebutuhan air maksimum diasumsikan sebesar 2m3/detik.
365
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖 = 2 × ( ) × 24 × 60 × 60 = 15,768,000 𝑚3
4
2. Kebutuhan Air Baku, direncanakan kebutuhan air baku masyarakat
maksimum sebesar 250 liter /detik.
365
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑎𝑖𝑟𝑏𝑎𝑘𝑢 = 0.25 × ( ) × 24 × 60 × 60 = 1,971,000 𝑚3
4
Maka dari analisis kebutuhan air dapat diperoleh volume tampungan efektif
waduk sebagai berikut:
Volume efektif tampungan = Virigasi+Vair baku
= 15,768,000+1,971,00
= 17,739.000 m3 < 25,000,000 m3 (OK)

43 | P a g e
4.4. Perencanaan Bendungan Utama
4.4.1. Analisis Tinggi Minimal Pengoperasian
Pada bendungan ini volume tampungan mati direncanakan sebesar
5.000.000 m3. Dengan melakukan forecast dari data elevasi dan volume
komulatif tampungan diperoleh tinggi minimal pengoperasian bendungan
atau tinggi tampungan mati adalah setinggi 30,2 m yaitu pada elevasi +
115.20.
4.4.2. Analisis Tinggi Muka Air Efektif
Kapasitas efektif bendungan digunakan untuk mengetahui
perubahan volume waduk akibat inflow dan outflow selama pengoperasian.
Pada perhitungan ini digunakan periode perhitungan selama 3 bulan
dengan pertimbangan bahwa asumsi routing debit inflow hujan yang terjadi
mampu memenuhi kebutuhan air selama 9 bulan lainnya dalam satu
tahun.Tinggi tampungan efektif diperoleh dengan melakukan forecast data
elevasi dan volume kumulatif dari tampungan mati dan tampungan efektif
= Volume tampungan mati + efektif
= 25.000.000 + 2.300.000
= 27.300.000 m3
Diperoleh tinggi muka air effektif sebesar 60.3 m yaitu pada elevasi
+145.3 mdpl dengan luas genangan 155 ha.
4.4.3. Reservoir Routing
Perhitungan tinggi banjir dilakukan dengan cara routing data debit
banjir inflow dengan metode Nakayasu dengan direncanakan periode ulang
PMF. Puncak pelimpah direncanakan pada elevasi +145.38 mdpl karena
pada elevasi tersebut volume genangan mencapai volume efektif
tampungan yang dibutuhkan. Sedangkan dasar bendungan pada elevasi
+85.00 sehingga tinggi puncak mercu dari dasar bendungan adalah 60.38
m. Pelimpah direncanakan berbentuk morning glory dengan diameter 14
meter untuk profil puncak mercu dan diameter 5 meter untuk conduit
spillway. Setelah mendapatkan hubungan anatar elevasi, tampungan, dan
outflow, selanjutnya dilakukan analisa penelusuran banjir (flood routing)
sehingga diperoleh hubungan debit inflow dan outflow sebagaimana pada
tabel 4.3 berikut.

44 | P a g e
Tabel 4.3 Perhitungan Flood Routing
t Inflow i rata2 I.dt S-Δt.Q/2 S+Δt.Q/2 Q
Elevasi
jam m3/dt m3/dt m3/dt ( m3 ) ( m3 ) ( m3/dtk )
0.00 0.00 145.38 0.00
0.45 1620.0 0.00 1620.00
1.00 0.90 145.38 0.05
3.80 13680.0 1451.08 15131.08
2.00 6.70 145.39 0.44
17.71 63738.0 13553.36 77291.36
3.00 28.71 145.45 2.24
67.66 243558.0 69232.15 312790.15
4.00 106.60 145.64 9.06
202.76 729918.0 280175.38 1010093.38
5.00 298.91 146.23 29.26
458.23 1649610.0 904770.50 2554380.50
6.00 617.54 147.25 102.88
817.15 2941722.0 2184016.12 5125738.12
7.00 1016.75 149.05 215.19
1116.07 4017834.0 4351042.90 8368876.90
8.00 1215.38 152.45 575.39
1104.50 3976200.0 6297479.43 10273679.43
9.00 993.62 151.26 623.26
871.86 3138678.0 8029928.97 11168606.97
10.00 750.09 171.44 420.15
653.36 2352078.0 9656066.97 12008144.97
11.00 556.62 151.11 579.92
578.33 2081976.0 9920426.60 12002402.60
12.00 428.27 152.24 757.21
386.17 1390212.0 9276460.22 10666672.22
13.00 344.07 155.93 541.32
312.01 1123218.0 8717920.22 9841138.22
14.00 279.94 151.00 630.03
254.19 915084.0 7573029.39 8488113.39
15.00 228.44 151.13 659.22
207.57 747234.0 6114911.51 6862145.51
16.00 186.69 148.85 613.87

45 | P a g e
170.03 612108.0 4652213.51 5264321.51
17.00 153.37 149.86 434.61
141.12 508032.0 3699720.10 4207752.10
18.00 128.87 149.39 350.01
111.12 400044.0 2947700.51 3347744.51
19.00 110.06 149.01 281.16
95.20 342708.0 2335584.95 2678292.95
20.00 94.44 148.71 227.55
81.72 294204.0 1859098.80 2153302.80
21.00 81.09 148.48 161.33
75.37 271314.0 1572532.00 1843846.00
22.00 69.64 148.35 160.74
64.73 233010.0 1265176.19 1498186.19
23.00 59.81 148.19 133.07
55.59 200106.0 1019150.75 1219256.75
24.00 51.36 141.15 -1069.25
25.68 92448.0 5068546.57 5160994.57
Tabel 4.4 Hubungan antara Waktu, Inflow, dan Outflow
Waktu Inflow Outflow Waktu Inflow Outflow
jam m3/dt ( m3/dtk ) jam m3/dt ( m3/dtk )
0.00 0.00 0.000 13.00 344.07 541.320
1.00 0.90 0.047 14.00 279.94 630.030
2.00 6.70 0.438 15.00 228.44 659.223
3.00 28.71 2.239 16.00 186.69 613.870
4.00 106.60 9.060 17.00 153.37 434.612
5.00 298.91 29.256 18.00 128.87 350.014
6.00 617.54 102.879 19.00 110.06 281.155
7.00 1016.75 215.193 20.00 94.44 227.554
8.00 1215.38 575.388 21.00 81.09 161.325
9.00 993.62 623.264 22.00 69.64 160.742
10.00 750.09 420.150 23.00 59.81 133.065
11.00 556.62 579.922 24.00 51.36 -1069.247
12.00 428.27 757.206

46 | P a g e
Flood Routing
1500,00
1000,00

Debit (m3/detik)
500,00
0,00 Inflow
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Outflow
-500,00
-1000,00
-1500,00
Waktu (jam)

Gambar 4.1 Grafik Flood Routing


Sedangkan besarnya banjir yang dapat dikurangi dengan adanya
bendungan ini dapat dihitung dengan perumusan faktor reduksi banjir
sebagai berikut
𝑖𝑛𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚𝑎𝑥 − 𝑜𝑢𝑡𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚𝑎𝑥
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟(%) = × 100%
𝑖𝑛𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚𝑎𝑥
Dimananilai debit inflow maksimumadalah 779.40 m3/dt.
1215.38 − 757.206
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟(%) = × 100% = 37.69%
1215.38
4.4.4. Tinggi Jagaan Bendungan
Dari variabel yang diperlukan untuk perhitungan tinggi jagaan
sebagaimana yang tercantum sebelumnya (BAB II. Landasan Teori)
banyak data yang tidak diketahui, sehingga tinggi jagaan sebesar 3 m
sesuai dengan tabel JANCOLDS diasumsikan telah mencukupi.
4.4.5. Lebar Bendungan
Lebar puncak bendungan ditentukan dengan beberapa
perumusan sebagai berikut:
a. Lebar Menurut Panduan Perencanaan Bendungan Urugan
𝐵 = 5⁄3 × 𝐻1/2 = 13.98 m
b. Lebar Menurut Bendungan Tipe Urugan
𝐵 = 3.6 × 𝐻1/3 − 3 = 11.65m
Dari perhitungan diatas diambil lebarnya bendungan 12 m.

47 | P a g e
4.4.6. Kemiringan Tubuh Bendungan
Faktor keamanan rencana (SF) darii stabilitas bendungan utama
menjadi dasar perkiraan berapakah kemiringan lereng bendungan baik
bagian hulu maupun hilir yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
 Kemiringan hulu
𝑚 − 𝑘 × 𝛾′ × 𝑡𝑎𝑛𝜑
𝐹𝑆 =
1 + 𝑘 × 𝛾′ × 𝑚

𝑚 − (0.15 𝑥 1.83 𝑥 tan(9.61))


1.5 =
1 + (0.15 𝑥 1.83 𝑥 𝑚)
m = 2.22, diambil m = 2, jadi kemiringan lereng hulu = 1 : 2
 Kemiringan hilir
𝑛 − 𝑘 × 𝑡𝑎𝑛𝜑
𝐹𝑆 =
1+𝑘×𝑛
𝑚 − (0.15 𝑥 tan(9.61))
1.5 =
1 + (0.15 𝑥 𝑚)
m = 2.18, diambil m = 2, jadi kemiringan lereng hulir = 1 : 2
Dimana :
m = kemiringan lereng hulu
n = kemiringan lereng hilir
k =koefisien gempa
γ’ = γsat-γwater, berat volume efektif tanah
φ = sudut geser tanah
4.5. Perencanaan Intake Bendungan
4.5.1. Perhitungan Intake
Berikut di bawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk
perhitungan intake bendungan.

4.5.2. Trashrack
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan data hidrologi
sebelumnya, kita dapat menentukan dimensi trashrack yang diperlukan
pada Intake. Berikut ini merupakan tabel 4.5 yang menampilkan data
bendungan pada inlet dan outlet.

48 | P a g e
Tabel 4.5 Data Inlet dan Outlet
INLET OUTLET
Data Nilai Data Nilai
Trashrack coeficient kt 2,40 Headloss akibat gesekan hf (m) 0,01
Tebal jaring kawat trashrack t 15,00 Headloss akibat belokan hb (m) 0,05
(mm)
Rongga jaring kawat b (mm) 75,00 Headloss coeff K 1,27
Kecepatan masuk Vo (m/s) 17,00 Total headloss ht (m) 0,07
Sudut aliran masuk ϕ (°) 75,00 Trashrack coeff, K1 0,80
Deviasi aliran β (°) 90,00 Luas ppenampang trashrack (m2) 4,74
Debit outlet perlu Qd (m3/s) 3,05 h-perlu (tinggi) (m) 2,25
Tinggi sedimentasi trashrack 1,25 b-perlu (lebar) (m) 2,03
Elevasi kanal (m) 85,00

Gambar 4.2 Desain dan Mekanisme Intake


4.5.3. Desain Intake Weir
Perhitungan Intake Weir mengunakan data yang sama yang
digunakan dalam merencanakan trashrack. Dibawah ini merupakan tabel
4.6 yang menampilkan hasil perhitungan untuk mendesain Intake Weir.

49 | P a g e
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan untuk Mendeain Intake Weir
Data Nilai
Canal witdth d/s of orifice 21.000
1/Slope of canal immediately d/s of orifice 36,629
Depth of water in canal hc m 2.450
Free board in canal h fb m 3.000
Area of orifice A m2 22.447
Width of orifice B m 20.406
Actual velocity through orifice Vo act m/s 1.500
Canal width Wc m 21.000
Water level difference dh m 0.179
Water depth in the river hr = hc + dh m 3.500
Height of weir (hw = hr+0.1) m 3.600
Spillway overtopping height h overtop m 2.600
Diameter headrace (m) 3,000
1/Slope orifice d/s 36629
Kedalaman aliran di headrace hc (m) 2,450
Free board di headrace h fb (m) 3,000
Area of orifice A (m2 ) 2,033
lebar orifice B (m) 1,848
Kecepatan di orifice Vo act (m/s) 1,500
Lebar headrace Wc (m) 3,000
Water level difference dh (m) 0,179
Kedalaman di sungai hr = hc + dh (m) 3,500
Tinggi weir (hw = hr+0.1) (m) 3,600
Ketinggian overtopping spillway (m) 2,600

50 | P a g e
Sketsa Intake Bendungan
Top =94,07
HFL =93,57

Crest =88,6

NWL =88,5

NWL
=87,45

Gambar 4.3 Sketsa Intake

c
4.5.4. Headrace Tunnel

Kontrol desain headrace tunnel dapat dilakukan menggunakan parameter-


parameter hidrolik di bawah ini.
Data-data hidrolika:
Diversion flow Qd (m3/s) : 2,3
Flow in each pipe Qi (m3/s) : 2,3
Gross headHg (m) : 9,6
Headrace pipe
51 | P a g e
Pipe Material : HDPE
Welded / Flat rolled if steel : Flat rolled
Rolled if steel : Rolled
Type if steel : Ungraded
Burried or exposed : Burried
Type of valve : 0,1
Estimated pipe diameter d(mm) : 3500
Provided pipe diameter d(mm) : 3000
Min pipe thickness t (mm) : 50
Provided pipe thickness t (mm) : 3,0
Pipe Length L (m) : 1100
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kontrol Dimensi Headrace Tunnel
Kontrol dimensi headrace tunnel
Data Nilai Data Nilai
U/S Invert Level
Luas pipa A (m2) 7,071 1950,000
(mAOD)
D/S Invert Level
Jari-jari hidrolik R (m) 0,75 1935,000
(mAOD)
Velocity V (m/s) 0,33 HL tot < HL OKAY
Indeks kekasaran ks (mm) 0,06 Friction Losses hf (m) 3,82
Relative Roughness ks/d 0,00002 Fitting Losses hfit (m) 0,01
Reynolds Number Re = d V Trashracks and intake
855928 0,02
/Vk loss (m)
Total Head Loss htot
Jenis aliran Turbulent 4,94
individual (m)
70,56%
Friction Factor f 0,0153 % of H.Loss dari pipa
(Ok)
Koefisien
Pemuaian (mm) 5,4E-05
muai /°C
4.5.5. Penstock dan Sistem PLTA
Untuk menghitung penstock, kita perlu mempertimbangkan 3 hal, yaitu:
• Hidrolika: Debit air yang masuk ke powerhouse untuk dikonversi ke
energi listrik dan selanjutnya untuk irigasi.

52 | P a g e
• Turbin: Jenis turbin sangat mempengaruhi efisiensi dan konservasi energi
yang dapat dimaksimalkan untuk menghasilkan listrik sebanyak mungkin.
• Pipa penstock: Kemiringan (gradien) dan ketinggian penstock adalah
kunci utama dalam menciptakan momentum akibat energi potensial
gravitasi untuk memutar turbin.
Di bawah ini adalah tabel 4.8 tentang data-data yang diperlukan untuk
perhitungan potensi daya listrik yang mampu dihasilkan oleh PLTA
Tabel 4.8 Data Perhitungan Potensi Daya Listrik PLTA (a)
INPUT
Hydraulics
WL @ forebay U/S Invert
Diversion flow Qd (m3/s) 2,30 1213,90
Level (m)
% head allowable
Flow in each pipe Qi (m3/s) 1,15 16,00%
headloss hlt (m)
Cumulative knowm
Gross head (from forebay) Hg (m) 180,00 efficiency 85,00%
(g,t,tr,others)
Power
Turbine type Valves
Crossflow 0.1
(CROSSFLOW/PELTON) (Sperical/Gate/Butterfly)
No of CF units 2 10% Taper (Yes/No) No
Direct Coupling (Yes/No) Yes Exit (Yes/No) No

Non standard ult. tensile


Closure time T sec 30,00 0
strength (UTS) N/mm2
Number of units 2
Penstock pipe
Safety factor for lower pipes (0
Pipe Material (STEEL/HDPE/PVC) Steel 0
for default)
Welded / Flat rolled if steel Welded Entrance Type 0.2
Entrance with gate and air-vent
Rolled if steel Rolled No
(Yes/No)
Bending radius (r/d)
Type if steel (UNGRAGED/IS) IS 0.4
(1/2/3/5/1.5)

53 | P a g e
Burried or exposed Burried Bending angle 05
No of pipes 2.00 Bending angle 06
Bending angle 01(degrees) 20.40 Bending angle 07 0.00
Bending angle 02 15.00 Bending angle 08 0.00
Bending angle 03 20.90 Bending angle 09 0.00
Bending angle 04 14.90 Bending angle 10 0.00
Pipe thickness
Penstock diameter d=>d estd, d
597 1500 t=>t min, t act 5.0 20.0
act (mm)
(mm)
108.
Pipe Length L (m) Roughness coefficient (ks) 0.060
800
Trashrack
Angle
of Flow Submergence
Trashrack Clear Approach inclinat deviation, Design depth @
coefficient, thickness, spacing, b velocity, ion, (deg discharge, trashrack, h
kt t(mm) (mm) Vo (m/s) (deg) ) Q (m3/s) (m)
2.40 10.00 20.00 17.00 71.56 0.00 2.300 0.70
Expansion Joints
T 2nd
installatio 1st Pipe Pipe L 3rd Pipe 4th Pipe 5th Pipe L
Tmax (deg) n Tmin length(m) (m) L (m) L (m) (m)
40 20 4 69.90 47.45 38.40 22.75 0.00

54 | P a g e
Tabel 4.9 Data Perhitungan Potensi Daya Listrik PLTA (b)
OUTPUT
Trashrack
Submerge
Frictional Total Surfac trashrack nce @ Submergence
headloss, hf Bend loss, Headloss headloss, e area, width, B penstock, @ penstock, h
(m) hb (m) coeff H(m) S (m2) (m) h min (m) min (m)
13.3090 0.0000 0.9035 13.3090 0.7131 0.97 16.79 22.09

Turbulent K Total
loss
coefficients
K inlet 0.20 K bend 05 0.00 K bend 10 0.00
K bend 01 K bend 06 0.00 K valve 0.10
K bend 02 K bend 07 0.00 K taper 0.00
K bend 03 K bend 08 0.00 K exit 0.00
K bend 04 K bend 09 0.00 K others 0.00
Hydraulics
Pipe Area A (m2) 1.768 U/S Invert Level (mAOD) 1213.90
Hydraulic Radius R (m) 0.75 D/S Invert Level (mAOD)
Velocity V (m/s) 17.00 Is HLtot < HL available
Pipe Roughness ks (mm) 0.060 Friction Losses hf (m) 0.00
Relative Roughness ks/d 4.000E-05 Fitting Losses hfit (m) 0.00
Reynolds Number Re = d V /Vk 22368421 Trashracks and intake loss (m) 13.31
Type of Flow Turbulent Total Head Loss htot individual (m) 34.72
Friction Factor f 0.0000 % of H.Loss of individual pipe
Factor of Safety
Young's modulus of elasticity E N/mm2 200000 Ultimate tensile strength (UTS) 410
N/mm2
Thickness 20.000 H total for unit Crossflow(m)
Diameter (mm) 1500.000 t effective (mm) 20.00
Net Head (m) Minimum t effictive for negative 0
pressure (mm)
Wave Velocity a (m/s) Comment on thickness 0

55 | P a g e
Critical time Tc (sec) *2 = Closing t Safety Factor (S) 0
K if crossflow turbine Kcf Check on Safety Factor 0
Hsurge for one unit Crossflow(m) Air vent diameter d vent (mm) 0
Hsurge for instanteneous closure of all H total capacity of the specified pipe 0.00
unit closure of Burried (m) (m)
Power

Turbine efficiency as per MGSP 87.00% Electrical Power as per MGSP GL (kW) 2030.67
Available shaft power(kW) 1711.09 Electrical Power based on Hnet (kW) 1638.98
Reqd.'Turbine Capacity (+10%) (kW) 1882.20 Power for known cumulative eff (kW) 2786.26

Adapun Design Surge Tank dari bendungan adalah seperti pada tabel 4.10
di bawah ini.
Tabel 4.10 Desain Surge Tank Bendungan
No. Data Nilai No. Data Nilai
Low supply level at dam,
1. Flood level at dam, meters 146,34 20. 145,38
meters
Elevation at surge tank
2. Turbine rated head, m 150,00 21. 136,00
tee, meters
Upstream conduit length,
3. Design full load flow, m3/s 3,05 22. 500,00
meters
Upstream conduit Average Manning
4. 1,50 23. 0,01
diameter, meters friction coefficient
5. Conduit velocity m/s 1,73 24. Diameter Surge Tank 2,41
Elevation bottom of tank,
6. Elevation top of tank, meters 152,93 25. 141,40
meters
Tank height, top to bottom, Volume Surge Tank, cubic
7. 11,53 26. 52,00
meters meters
Steel weight in tank and legs, Total height of tank,
8. 1,904 27. 16,93
tonnes tee to roof, m
Cost of steel tank, millions of If in rock, total tank/ris.
9. 2,951 28. 62,00
US$ volume, m3
Rock excavation volume,
10. 84,00 29. Curved formwork area, m2 113,00
allowing for a full concrete

56 | P a g e
lining of tank and riser, m3
11. Concrete lining volume, m3 22,00 30. Steel price $/kg. Erected 1550
12. Conduit area, m2 1,77 31. Deceleration n 0,011
13. Acceleration n 0,013 32. Decel. head loss, m 0,78
14. Accel. head loss, m 1,11 33. Deceleration c 0,262
15. Acceleration c 0,37 34. Tank H/2 above tee. M 11,17
16 Tank area, F m2 2,78 35. N dec 11,25
17. N acc 15,92 36. K dec 11,37
18. K acc 26,26 37. Y dec. = upsurge = m 6,88
19. y acc. = downsurge = m 2,37
PLTA pada bendungan perlu memperhatikan penggunaan tipe turbin yang
tepat sehingga debit dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemilihan tipe turbin
didasarkan pada grafik dibawah ini

Gambar 4.5 Sketsa turbin Bendungan


Pada bendungan ini direncanakan tinggi jatuh bersih air sebesar 25 m,
sedangkan debit yang mengalir sebesar 2,25 m3/dt maka berdasar grafik diatas
jenis turbin yang bisa digunakan adalah tipe Turgo, PAT atau Pelton. Maka
dipilih turbin jenis Turgo karena mempertimbangkan dari segi operasi dan
perawatan.
4.6. Perencanaan Bangunan Pelimpah
Jenis spillway Morning Glory memiliki bentuk penampang yang berbentuk
lingkaran. Berarti spillway ini mampu melimpahkan air lebih efektif dibanding jenis
pelimpah samping dan frontal dari luas area spillway yang dibuat. Selain itu, spillway
ini terhubung juga dengan konduit yang dulunya digunakan untuk mengelakan sungai

57 | P a g e
pada saat awal pembangunan bendungan. Hal ini mampu menghemat biaya konstruksi,
khususnya untuk pembangunan spillway.
4.6.1. Perencanaan Profil Puncak ( Chest Profil )

Rs = 3 meter
Ho = 7.07 meter
P = 6 meter
D = 7 meter
P/Rs =2
Ho/Rs = 2.3567

Gambar 4.6 Sketsa Profil Puncak


Angka koordinat untuk menentukan bentuk permukaan pelimpah seperti
berikut.
Menentukan Ys
Ys = Hs – Ho di mana Hs diperoleh berdasarkan grafik di bawah ini.

Gambar 4.7 Grafik Hs


Ho/Rs = 2.35677, dari grafik tersebut didapat Hs/Ho = 1.078
Sehingga Hs = 7.62146 meter.
Menentukan Punggung Spillway
Hs/Rs = 2.54 meter
Koordinat P/Rs = 2.0
Berikut merupakan tabel 4.11 mengenai perhitungan koordinat x dan y.

58 | P a g e
Tabel 4.11 Perhitungan Koordinat X dan Y (a)
Hs/Rs 0.3 0.35 0.4
X/ Hs Y/Hs
0 0 0 0
0.01 0.0128 0.0125 0.012
0.02 0.0236 0.0231 0,0225
0.03 0.0327 0.0317 0,0308
0.04 0.0403 0.0389 0,0377
0.05 0.0471 0.0454 0,0436
0.06 0.0531 0.051 0,0480
0.07 0.0584 0.056 0,0537
0.08 0.063 0.0603 0,0578
0.09 0.067 0.064 0,0613
0.1 0.07 0.07 0,0642
0.12 0.0758 0.072 0,0683
0.14 0.0792 0.075 0,0705
0.16 0.0812 0.0792 0,0710
0.18 0.082 0.0812 0,0705
0.2 0.0819 0.082 0,0688
Tabel 4.12 Perhitungan Koordinat X dan Y (b)

Dari pasangan-pasangan koordinat X/Hs dan Y/Hs maka didapatkan profil


puncak dengan koordinat X dan Y :

59 | P a g e
Grafik Bentuk Aliran
0,8
0,6
0,4

Y
0,2
0
2 1,5 1 0,5 0
X

Gambar 4.8 Grafik Koordinat X dan Y


4.6.2. Perencanaan Bagian Transisi
Langkah berikutnya adalah menentukan bentuk transisi dengan
menggunakan :
Q banjir = 1.215.38 m3/s
Elevasi banjir = +152.45 mdpl
Elevasi spillway = +145.38 mdpl
Apabila perkiraan kehilangan total (untuk kehilangan kontraksi pancaran
air, kehilangan akibat geseran, kehilangan akibat kecepatan karena perubahan
arah,dst) diambil sebesar 0,1 Ha, maka persamaan untuk menentukan perkiraan
radius corong yang diperlukan dapat ditulis :
𝑄 0.5
R = 0.204 x 𝐻𝑎0.25
Dengan :
Ha : jarak antara permukaan air dengan ketinggian dibawah permukaan air
yang dicari jari-jarinya.
Q : debit maksimum dari hasil flood routing pada hidrograf banjir
1000tahun.
R : jari-jari
Catatan :
Persamaan ini untuk menentukan bentuk pancaran air, maka
penggunaannya dalam menentukan bentuk dari corong akan menghasilkan
ukuran minimum yang mengakomodasi aliran tanpa hambatan dan tanpa
pengembangan tekanan sepanjang sisi corong.
Perhitungan adalah sebagai berikut :

60 | P a g e
Tabel 4.13 Perhitungan Saluran Transisi
Elevasi ha ha^1/4 R
No.
m m m m
1 145.38 7.07 1.63 4.36
2 145 7.45 1.65 4.31
3 144.5 7.95 1.68 4.24
4 144 8.45 1.71 4.17
5 143.5 8.95 1.73 4.11
6 143 9.45 1.75 4.06
7 142.5 9.95 1.78 4.01
8 142 10.45 1.80 3.95
9 141.5 10.95 1.82 3.91
10 141 11.45 1.84 3.87
11 140.5 11.95 1.86 3.83
12 140 12.45 1.88 3.79
13 139.5 12.95 1.90 3.75
14 139 13.45 1.92 3.71
15 138.5 13.95 1.93 3.68
16 138 14.45 1.95 3.65
17 137.5 14.95 1.97 3.62
18 137 15.45 1.98 3.59
19 136.5 15.95 2.00 3.56
20 136 16.45 2.02 3.53
21 135.5 16.95 2.03 3.51
22 135 17.45 2.04 3.48
23 134.5 17.95 2.06 3.46
24 134 18.45 2.07 3.43
25 133.5 18.95 2.09 3.41
26 133 19.45 2.10 3.39
27 132.5 19.95 2.11 3.37
28 132 20.45 2.13 3.34
29 131.5 20.95 2.14 3.32
30 131 21.45 2.15 3.31
31 130.5 21.95 2.17 3.29
32 130 22.45 2.18 3.27
33 129.5 22.95 2.19 3.25

61 | P a g e
34 129 23.45 2.21 3.23
35 128.5 23.95 2.21 3.22
36 128 24.45 2.22 3.20
37 127.5 24.95 2.24 3.18
38 127 25.45 2.25 3.17
39 126.5 25.95 2.26 3.15
40 126 26.45 2.27 3.14
41 125.5 26.95 2.28 3.12
42 125 27.45 2.29 3.11
Sehingga didapatkan bentuk profil pada bagian transisi sebagai
berikut :

Grafik Bentuk Saluran Transisi


146
144
142

Elevasi
140
138
136
134
4,5 4 3,5 3
R

Gambar 4.9 Grafik Hubungan R dan Elevasi


4.6.3. Perencanaan Saluran Conduit
4.6.3.1 Panjang Conduit
Elevasi puncak spillway = +145,38 mdpl. Berdasarkan
topografi, elevasi inlet direncanakan berada di elevasi +110,80
mdpl. Dasar konduit Spillway direncanakan berada di elevasi
+85.00 mdpl. Jari-jari conduit rencana = 1,5 m berdasarkan tabel
5.8 desain transisi terletak pada elevasi +129,50 mdpl.
Panjang L1 = elev. Design transisi – dasar spillway – L2
Panjang L1 = 129.5 – 85 – 10.202 = 34.297 m
Panjang L2 = 0.25 x (22D) = 10.202 m
Panjang L3 = 240 – L2 = 240 – 10.202 = 229.797 m.
Panjang Total = L1 + L2 + L3 = 274.297 m.
4.6.3.2 Kontrol Kehilangan Energi
Sketsa Aliran yang masuk ke bagian kerongkongan morning
glory :

62 | P a g e
Gambar 4.10 Sketsa Morning Glory
Persamaan Bernoulli :
𝑉12 𝑃1 𝑉22 𝑃2
+ + 𝐻1 = + + 𝐻2
2𝑔 𝜌𝑔 2𝑔 𝜌𝑔
𝑉12
Dikarenakan P1 = P2 dan V1 < V2 sehingga diabaikan
2𝑔

karena kecil sekali. Sehingga persamaan tersebut dapat


disederhanakan menjadi : V22= 2gH1 yang disebut dengan
Persamaan Toricelli. Poros vertikal dengan penampang lingkaran
dirancang sehingga dinding mengikuti bentuk aliran yang meluap.
Jika tidak, vacum akan terjadi pada lengkung vertikal dan
horizontal dan yang dapat menyebabkan erosi kavitasi yang
membahayakan dinding konduit, maka :
V2 = C x √2𝑔𝐻1 = 0.98 x √2 𝑥 9.81 𝑥 16.84 = 17.804 m/s.
Dengan :
C = Koefisien
g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 m2/s.
Tabel 4.14 Perhitungan Kehilangan Energi
Keterangan Discharge Coefficient Loss Coefficient
Max Min Avg Max Min Avg
Gate in thin wall – 0.7 0.6 0.63 1.80 1.00 1.50
unsupressed construction
Gate in thin wall – bottom 0.81 0.68 0.7 1.20 0.50 1.00
and side supressed
Gate in thin wall – rounded 0.95 0.71 0.82 1.00 1.00 0,50
corners
Square corner 0.85 0.77 0.82 0.70 0.40 0.50
Slightly rounded 0.92 0.79 0.9 0.60 0.18 0.23

63 | P a g e
Fully rounded 0.96 0.88 0.95 0.27 0.08 0.10
Circular bellmouth 0.98 0.95 0.98 0.10 0.04 0.05
Square bellmouth 0.97 0.91 0.93 0.2 0.07 0.16
Inward projecting 0.8 0.72 0.75 0.93 0.56 0.80
Source : USBR of Beaureau Reclamation of United States
 Akibat gesekan terhadap tunnel
Untuk kehilangan energi pada aliran pipa, rumus yang sering
digunakan adalah rumus Darcy-Weishbach (sumber : USBR).
𝑓 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣2
He = 2𝑥𝐷𝑥𝑔

Asumsi :
e beton = 2.5
viskositas air = 1.79 x 10-6 (suhu 00C)
e/D = 0.0001485
sehingga :
𝑣𝑥𝐷 17.804 𝑥 16.84
Re = = = 167499768
𝜇 1.79 x 10−6

Selanjutnya kita dapat melihat Moody diagram dari data Re


yang kita dapatkan untuk memperoleh data friction factor
(f).

Source : Modul ajar Mekanika Fluida dan Hidrolika


Gambar 4.11 Moody Diagram

64 | P a g e
Dari Moody diagram didapatkan nilai friction factor (f) =
0.012. Nilai He dapat kita cari dengan :
𝑓 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣2 0.012 𝑥 17.8 𝑥 17.8 𝑥 274.297
He = =
2𝑥𝐷𝑥𝑔 2 𝑥 9.81 𝑥 16.84

He = 3.157 m
 Kehilangan energy saat masuk
Rumus :
1 𝑣2
He = ( 𝐶 2 - 1) x (2𝑔) = 28.7229 meter

 Kehilangan energy saat belokan


𝑣2
He = Kb x (2𝑔)

Dengan Kb = 1 (potongan bulat dengan sudut 90°)


17.82
He = 1 x 2 𝑥 9.81 = 8.078 meter

Total kehilangan energy = 3.157 + 28.7229 + 8.078 = 39.959


m.
4.6.3.3 Perencanaan Tebal minimum Tunnel
Ketebalan minimum tunnel adalah 6 inchi. Namun, karena
ada beban eksternal maka memerlukan perencanaan tebal untuk
menahan beban tekanan hidrostatik (USBR). Untuk menghitung
tebal minimal dinding digunakan rumus :
𝑚𝐸𝑠+𝑓𝑠−𝑛(𝑓′𝑐𝑡𝑒𝑛 )
Hmin = 0.5 x P x D x > 6 inchi
𝑓𝑠 𝑥 𝑓′𝑐𝑡𝑒𝑛

Asumsi :
D = 4 meter
m = 0,0003
Es = 2 x 105 Mpa = 2 x 106 kg/cm2
fs = (0,4 s/d 0,45) x fy
= 0,4 x fy
= 0,4 x (400 Mpa) = 160 Mpa = 160 N/mm2 = 1600 kg/cm2
Ec = 4700 x √fc’
= 4700 x √35 Mpa = 87928.98 kg/cm2.
n = Es/Ec
= 2 x 105 Mpa/87928.98 Mpa = 0.04
fc,ten = 0,1. fc’
= 0,1. 35 Mpa = 35 kg/cm2
65 | P a g e
Maka :
(0.0003 𝑥 2 x 106)+1600−(0.04 𝑥 35)
Hmin = 0.5 x [ ] 𝑥 61340 𝑥 1.75
1600 𝑥 35

Hmin = 2.1 meter > 6 inci ………………………….. (OK)


Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa perhitungan
tebal minimum tunnel adalah d = 2.1 m. Karena alasan ada
tekanan hidrodinamis dan safety factor yang lebih baik, maka
ketebalan pada spillway morning glory akan direncanakan dengan
t = 1.8 m.

Hc D

Gambar 4.12 Sketsa Penampang Spilway


Jadi :
Panjang L1 = 129.5 – 85 – 10.202 = 39.4 m
Panjang L2 = 0.25 x (22D) = 11.024 m
Panjang L3 = 240 – L2 = 240 – 10.202 = 279.36m.
Panjang Total = L1 + L2 + L3 = 329.7 m.
4.6.3.4 Perencanaan Peredam Energi
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah
dikembalikan ke sungai, maka aliran dengan kecepatan yang
tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat dan
dirubah pada kondisi aliran sub kritis.
Diketahui :
Elevasi Dasar Sungai = +85.00 mdpl
Elevasi Muka Air Sungai = +95.00 mdpl
Kedalaman Air Sungai = 4 meter(Asumsi)
Vo = 17.8 m/s
Q masuk = 1215.38 m3/det
g (gravitasi bumi) = 9,81 m/det2
Direncanakan :

66 | P a g e
Zo = 2 meter; B = 50 meter
Analisa Perencanaan :
 Debit persatuan lebar (q) = Q/B
q = 1215.38 / 50 = 24.3076 m3/det
 Kecepatan (V1) dan kedalaman (y1) Awal Loncatan
Rumus yang digunakan :
Persamaan Kontinuitas
Q0 = Q1
Q0 = V1 x A1 = V1 x (B x y1)
𝑞 24.3076
Y1 = 𝑉1 = 𝑉1

Persamaan Garis Energy


𝑉𝑜 2 𝑉12
Z0 + y0 + = Z1 + y1 +
2𝑔 2𝑔

17.82 𝑉12
2 + 4 + 2 𝑥 9.81 = 0 + Y1 + 2 𝑥 9.81

Dengan cara mencoba-coba harga V1, didapatkan nilai :


Y1 = 1.37 meter V1 = 17.8 m/s
Menentukan Angka Froude
𝑉1 17.8
Fr = = = 4.86
√𝑔 𝑥 𝑌1 √9.81 𝑥 1.37

Dari perhitungan tersebut, maka didapatkan nilai :


Y2 = 0.5 x Y1 x (√1 + 8𝐹𝑟 2 – 1)
Y2 = 0.5 x 1.37 x (√1 + 8𝑥4.862 – 1) = 9.42 meter

67 | P a g e
Merencanakan Panjang Kolam Olak Dengan Menggunakan
Grafik

Gambar 4.13 Grafik Perencanaan Kolam Olak


Dari grafik tersebut untuk harga Fr = 4.86, didapat :
L1/Y2 = 3,7, sehingga L1 = 3.7 x 9.42 = 34.84 meter.
Merencanakan Sudut α dan Lo
Dengan data angka froud (Fr) dan menggunakan grafik berikut :

Gambar 4.14 Grafik Angka Froud


Dari grafik tersebut untuk harga Fr= 5,32 didapatkkan α= 7°
𝑍0 2
Lo = tan 𝛼 = tan 7 = 16.29 meter

C = 0.2 x Y2 = 0.2 x 9.42 = 1.88


Menentukan Nilai L2
Elevassi dasar kolam = +85.00 – 9.42 = +75.58 mdpl.
Z2 = (Elev. muka sungai – elev. dasar) – C – tinggi sungai
= 95,00 – 75.58 – 1,88 – 4.00 = 13.53 meter
𝑍2 13.53
L2 = tan 𝛼 = = 110.22 meter
tan 7

68 | P a g e
Tinggi Dinding sisi kiri dari dasar kolam (Tinggi Jagaan) :
h dinding = Y2 + 0.33 x y2
h dinding = 9.42 + 0.33 x 9.42 = 12.56 meter ≈ 13 meter
Perencanaan Gigi Pemencar Aliran ( Blok Muka )
Dalam perencanaan blok muka ,diketahui beberapa komponen
antara lain sebagai berikut:
Jumlah blok muka = 6 buah
Tinggi blok (D1) = 0,83 m
Lebar blok (W=D1) = 0,83 m
Jarak antar blok (D1) = 0,83 m
Jarak blok tepi ke tepi (D1/2) = 0,41 m
Lebar kolam olak = 10 m
Cek Lebar Kolam Olak
8 = (6 x 0,83) + (6-1)x 0,83) + (2 x 0,41)
8 = 9,91 …………………… (OK)
4.6.4. Perencanaan Gempa
Besar tekanan yang diakibatkan oleh gempa adalah hasil kali antara
faktor gempa (E) dengan berat sendiri dari spillway dan dipakai sebagai
gaya horisontal.
Asumsi :
Daerah Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kelas situs : SE
• Menentukan SS dan S1

Gambar 4.15 Peta Ss

69 | P a g e
Didapatkan Ss = 1

Gambar 4.16 Peta S1


Didapatkan S1 = 0.4
• Menentukan nilai SDs dan SD1
Tabel 4.15 Parameter Spektral Percepatan Gempa Periode 0,2 detik

Didapatkan nilai Fa = 0.9, sehingga :


SMs = Fa x Ss SDs = 2/3 x SMs
= 0.9 x 1 = 2/3 x 0.9
= 0.9 = 0.6

70 | P a g e
Tabel 4.16 Parameter Spektral Percepatan Gempa Periode 1 detik

Didapatkan nilai Fv = 2.4, sehingga :


SM1 = Fv x S1 SD1 = 2/3 x SM1
= 2.4 x 0.4 = 2/3 x 0.96
= 0.96 = 0.6
• Perhitungan T dan Sa
Tabel 4.17 Perhitungan T dan Sa

Di bawah ini merupakan grafik respons spektrum hasil input excel.

Gambar 4.17 Grafik Hasil Respons Spektrum


• Menghitung geser dasar seismic (V)
Menentukan T0 dan Ts
T0 = 0.2 x SD1/SDS Ts = SD1/SDs
71 | P a g e
= 0.2 x 0.6/0.6 = 0.6/0.6
= 0.2 =1
Menentukan perioda alami struktur
Berdasarkan Pasal 7.8.2. SNI 03-1726-2012, sebagai
alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda
fundamental struktur, T , diijinkan secara langsung menggunakan
perioda bangunan pendekatan, Ta, yang dihitung sesuai dengan pasal
7.8.2.1. (Ta = Ct × hn x ). Periode fundamental pendekatan dihitung
dengan menentukan nilai Ct dan X terlebih dahulu dengan Tabel 15
Pasal 7.8.2.1.C .Selanjutnya nilai Ta dapat dicari dengan Persamaan
26 untuk SRPMK beton.
Dengan :
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m) diatas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur, dan koefisien Ct x.
Tabel 4.18 Tipe Struktur Pada Bendungan

Dari tabel tersebut didapatkan :


Ct = 0.0466
x = 0.9
Hn = 70.45
Sehingga dapat dilakukan perhitungan :
Ta = Ct x hx
= 0,0466 x 70.450.9
= 2.145 detik

72 | P a g e
Tabel 4.19 Hubungan Parameter Percepatan Rspons Spektral dengan Cu

Dari tabel tersebut didapat nilai Cu = 1.4


Ta atas = Cu x Ta
= 1.4 x 2.145
= 3.003 detik
Syarat :
Ta < T < Cu.Ta
2.145 dt < 1.067 dt < 3.0034 dt . . . . (OK)
Nilai T yang di dapatkan memenuhi syarat batas antara
perioda fundamental pendekatan dengan batas maksimal perioda
struktur.
• Faktor keutamaan bangunan
Faktor Keutamaan gempa, Ie, dan kategori resiko bangunan
non gedung, ditentukan berdasarkan bahaya relative yang diakibatkan
oleh isi dan fungsi bangunan tersebut.
Tabel 4.20 Hubungan Kategori Risiko dan Faktor Keutamaan
Gempa (Ie)

Dari tabel tersebut didapat Ie = 1.5


Faktor reduksi beban gempa sebagaimana tabel di bawah ini.

73 | P a g e
Tabel 4.21 Nilai Koefisien-koefisien Gempa

Bangunan direncanakan dengan sistem penahan gaya gempa


rangka beton bertulang pemikul momen khusus, Dari tabel tersebut
didapatkan nilai R = 8.
Koefisien respon seismic :
𝑆𝐷𝑠
Cs perlu = 𝑅 = 0.1125
( )
𝐼𝑒

𝑆𝐷𝑠
Cs max = 𝑅 = 0.1125
𝑇( )
𝐼𝑒

Cs min = 0,044 x SDS x Ie = 0.036 > 0.1 ……………… (OK)


Kontrol :
Cs min ≤ Cs Perlu ≤ Cs maks
0,036 ≤ 0,1125 ≤ 0.1125 ……….(OK)
Maka dari ketiga hasil perhitungan di atas, koefisien gempa yang
digunakan untuk spillway morning glory adalah Cs = 0,1125.

74 | P a g e
4.6.4 Perencanaan Dimensi Pilar
Dari berbagai tipe bentuk bagian dasar dari pilar yang ada, dipilih tipe 2
dengan mempertimbangkan bahwa tipe tersebut selain lebih mudah dalam
pelaksanaan, juga tidak mudah terjadi gerusan apabila dibandingkan dengan tipe
yang lainnya. Selain itu, U.S Army Engineers Waterways Experiments
menyarankan agar tiang-tiang direncanakan dengan bidang bundar karena dapat
dipakai secara umum untuk tinggi tekan yang cukup besar (Ven Te
Chow,1992:339).

Asumsi :
Tinggi rencana = 2.5 meter
Elevasi pilar = + 147.88 mdpl
Tipe pilar =2
Jumlah pilar = 6 buah

Gambar 4.18 Sketsa Dimensi Pilar Spillway


Jumlah pilar direncanakan terdapat 6 buah pilar (jari-jari pilar adalah
0,133 Ho. Dimana Ho = 7.07 meter (pada QPMF).0,133 Ho = 0,133 x 7.07 =
0,94 meter, digunakan 1 meter 0,267 Ho = 0,267 x 7.07 = 1.887 meter,
digunakan 2 meter. Untuk alasan keamaan struktur maka pilar direncanakan 1
meter dengan panjang 1,50 meter dan tinggi 2.5 meter. Maka volume 1 pilar : V
1 pilar = [ (1,1 x 1 x 2 ) + (2 x 3.14 x 0.5 x 1 x 1) = 6.675 m3.
4.7 Perencanaan Pintu Penguras
Untuk lebar bangunan pembilas diambil sebesar 1/6 sampai 1/10 dari lebar,
mercu bendung, maka dapat dihitung bangunan pembilas sebagai berikut :

Gambar 4.19 Sketsa Pintu Penguras Bendungan

75 | P a g e
B = (1/6 sampai 1/10) x Bb
B = (1/6 sampai 1/10) x 7,8
B = 0,78 m s/d 1,3 m (dipakai b = 1,00 m).
Direncanakan :
Jumlah pintu penguras = 1 buah
Jumlah pilar = 1 buah
Lebar pilar = 0.6 meter
Lebar pintu = 4.9 meter
Catatan : Pembilas dilakukan pada saat kondisi muka air normal dan apabila kondisi
banjir. pintu tetap ditutup. Tinggi maksimum bukaan pintu pembilas adalah setinggi
muka air normal.
4.8 Perencanaan Cofferdam
Bangunan pengelak pada bendungan ini terdiri dari bendungan pengelak
(cofferdam) hulu–hilir dan saluran pengelak berupa box conduit. Bangunan pengelak
ini digunakan untuk mengalihkan aliran sungai utama selama pekerjaan konstruksi
bendungan dilaksanakan. Aliran sungai
dialihkan menuju konduit dengan
pembuatan bendung pengelak (cofferdam)
sehingga pekerjaan konstruksi bendungan
utama dan bangunan pelimpah dapat
dilaksanakan. Pada saat akhir konstruksi
bendungan, konduit pengelak akan
dipergunakan sebagai saluran pembawa
Gambar 4.20 Sketsa Pintu Penguras untuk suplai air irigasi. Lokasi konduit
Bendungan
pengelak terletak pada sisi kanan tebing sungai berdasarkan pertimbangan kondisi
topografi dan geologi. Tipe box konduit dipilih karena pertimbangan kondisi geologi
pada lokasi bangunan pengelak berupa tanah yang stabil sehingga untuk bangunan
conduit akan lebih murah dibanding terowongan.
Diketahui :
Qd = Q20 = 175.19 m3/s
Q PMF = 1215.38 m3/s
Tebal bendungan = 70.38 meter
Analisa Perhitungan :
Kontrol stabilitas : F = ( W-U) tan ∅+CA/P > 3 (persyaratan minimum)

76 | P a g e
4.8.1 Cofferdam Upstream
Elevasi jalan existing = +87.00 mdpl
Elevasi tanah dasar = +87.00 mdpl
H rencana = 15 meter (untuk control)
L rencana = 100 meter (dari peta kontur)
C timbunan = 160.88 PA
 timbunan = 8.830
 timbunan = 13.25
Ɛ = 0.0185 (untuk tanah berpasir)
 air = 1000 kg/m3
 = 0.85 x 10-3 (pada temperature 250C)
U = 198354 N (dari hasil permodelan ETABS)
W timbunan =  timbunan x H x L x 10
= 13.25 x 15 x 100 x 10 = 198750 N
Luas penampang sungai (A) = H x D = 20 x 4 = 80 m2
𝑄20 175.19
V air pada timbunan = = = 2.1898 m/s
𝐴 80
𝑉 2.1898
Fr = = = 0.18
√𝑔𝐷 √9.81 𝑥 15

𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑉(𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛)𝑥 𝐻𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎


Re = 𝜇
1000 𝑥 2.1898 𝑥 15
= = 38644853
0.85 𝑥 10−3
64 64
Fd = 𝑅𝑒 = = 1.6 x 10-6
38644853

P = 15000 x 9.81 = 147150 N


𝑓𝑑 𝑥 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 𝑥 1000 𝑥 𝑉(𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛)2
Hf = 2 𝑥 𝑔 𝑥 𝐻𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝑥 Ɛ

1.6 x 10−6 x 70.38 x 1000 x 2.18982


= = 0.1026 m
2 𝑥 9.81 𝑥 15 𝑥 0.0185

Syarat control stabilitas :


F = ( W-U) tan ∅ + CA/P > 3
160.88 𝑥 100 𝑥 15
= ( 198750 – 198354) tan 8.83 + ( )
147150

= 63.15 > 3 ………………………. (OK)

4.8.2 Perencanaan Cofferdam Downstream


Elevasi jalan existing = +84.00 mdpl
Elevasi tanah dasar = +84.00 mdpl
H rencana = 14.89 meter (untuk control)
L rencana = 114 meter (dari peta kontur)
77 | P a g e
Luas sungai = H x D = 20 x 4 = 80 m2
V = 2.189 m/s
Fr = 0.014
C timbunan = 160.88 PA
 timbunan = 8.830
 timbunan = 13.25
 = 0.85 x 10-3 (pada temperature 250C)
U = 223472 N (dari hasil permodelan ETABS)
W timbunan =  timbunan x H x L x 10
= 13.25 x 15 x 100 x 10 = 225024 N
U = 223472 (hasil pemodelan ETABS)
Syarat control stabilitas :
F = ( W-U) tan ∅ + CA/P > 3
= 241.1371 > 3 ………………………. (OK)

4.9 Perencanaan Pondasi


4.9.1 Data Tanah dan Dimensi Pondasi untuk Spillway
Berikut ini merupakan tabel 4.20 tentang data perencanaan pondasi.
Tabel 4.22 Perencanaan Pondasi pada Spillway
DATA TANAH
Kedalaman fondasi, Df = 3.00 m
Berat volume tanah, g= 13.25 kN/m3
0
Sudut gesek dalam, f= 8.83
Kohesi, c= 160.88 kPa
Tahanan konus rata-rata (hasil pengujian sondir), qc = 75.00 kg/cm2
DIMENSI PONDASI
Lebar fondasi arah x, kumulatif 4 kolom Bx = 30.00 m
Lebar fondasi arah y, kumulatif 4 kolom By = 30.00 m
Tebal fondasi h= 2.00 m
Lebar kolom arah x, kumulatif 4 kolom bx = 18.00 m
Lebar kolom arah y, kumulatif 4 kolom by = 18.00 m
Posisi kolom (dalam = 40, tepi = 30, sudut = 20) as = 40

78 | P a g e
BAHAN KONSTRUKSI
Estimasi kuat tekan pondasi batu kali fc' = 22.0 MPa
Tegangan leleh fy = 440 MPa
Berat pondasi batu
kali gc = 21.582 kN/m3
BEBAN RENCANA FONDASI
Gaya aksial akibat beban terfaktor, Pu = 79867 kN
Momen arah x akibat beban terfaktor, (dari etabs) Mux = 159734 kNm
Momen arah y akibat beban terfaktor, (dari etabs) Muy = 159734 kNm
4.9.2 Kapasitas daya dukung Tanah untuk Spillway
Menurut Terzaghi and Pack :
qu = c x Nc x (1 + 0.3 x B / L) + Df x  x Nq + 0.5 x B x N x (1 - 0.2 x B / L)
qu = 1990.45 kN/m2
qa = qu/3 = 663.48 kN/m2 (kapasitas dukung tanah)
Menurut Mayerhof
qa = qu = qc / 33 * [ ( B + 0.3 ) / B ]2 * Kd = 239.49 kN/m2
Dari 2 cara perhitungan tersebut (metode Terzaghi and Peck serta Metode
Mayerhof), besar daya dukung tanah yang diambil adalah 239.49 kN/m2.
4.9.3 Data Tanah dan Dimensi Pondasi untuk Maindam
Tabel 4.23 Perencanaan Pondasi pada Maindam
DATA TANAH
Kedalaman fondasi, Df = 4.00 m
Berat volume tanah, = 13.25 kN/m3
Sudut gesek dalam, = 8.83 0

Kohesi, c= 160.88 kPa


Tahanan konus rata-rata (hasil pengujian sondir), qc = 75.00 kg/cm2
DIMENSI FONDASI
Lebar fondasi arah x, Bx = 96.00 m
Lebar fondasi arah y, By = 400.00 m
Tebal fondasi, h= 3.00 m
Lebar kolom arah x, bx = 96.00 m
Lebar kolom arah y, by = 400.00 m
Posisi kolom (dalam = 40, tepi = 30, sudut = 20) s = 40
BAHAN KONSTRUKSI

79 | P a g e
Kuat tekan beton, fc' = 30.0 MPa

Kuat leleh baja tulangan, fy = 400 MPa


Berat beton bertulang, c = 25.7429602 kN/m3
BEBAN RENCANA FONDASI
Gaya aksial akibat beban terfaktor, Pu = 1537617 MPa

Momen arah x akibat beban terfaktor, MPa


(dari etabs) Mux = 24580000
Momen arah y akibat beban terfaktor, kN/m3
(dari etabs) Muy = 14850000
4.9.4 Kapasitas daya dukung Tanah
Menurut Terzaghi and Pack :
qu = c x Nc x (1 + 0.3 x B / L) + Df x  x Nq + 0.5 x B x N x (1 - 0.2 x B / L)
qu = 3422.68 kN/m2
qa = qu/3 = 1140.89 kN/m2 (kapasitas dukung tanah)
Menurut Mayerhof
qa = qu = qc / 33 * [ ( B + 0.3 ) / B ]2 * Kd = 228.36 kN/m2
Dari 2 cara perhitungan tersebut (metode Terzaghi and Peck serta Metode
Mayerhof), besar daya dukung tanah yang diambil adalah 228.36 kN/m2.
4.10 Analisa Geostudio
Tabel 4.24 Data-data Tanah di Wilayah Sekitar Rencana Konstruksi Bendungan
Lapisan Tanah Saturated Conductivity Sat vwc
1 0,0024 0,476
2 3,00E-07 0,541

Bagian Material Sat Wc Sat Kx Res Wc


inti Clay (TP 3) 0,69 2,90E-08 1,00E-05
filter Sand (TP 1) 0,458 1 1,00E-05
batu GW-GM (Dari luar) 0,31 0,08 0,01

Lapisan Tanah Gamma (γ) Phi (°) C (Kpa)


1 16 28,83 164
2 11,51 17 164

Bagian Gama (γ) Phi (°) C (Kpa)


inti 13,69 9,61 169
filter 13,51 21,83 164
batu 16 44,8 12
(Inti miring + filter pasir + urugan batu)

80 | P a g e
Selanjutnya filter pasir berfungsi untuk menyaring endapan-endapan agar tidak
masuk ke inti. Selain itu, filter juga mengurangi rembesan agar ketika di inti besar
rembesan sudah sangat kecil. Urugan batu sangat penting untuk stabilitas bendungan.
Urugan ini berfungsi untuk mencegah bendungan longsor, serta memperkuat struktur.
Selain itu, urugan juga bisa menjadi penyaring pertama endapan yang masuk ke tubuh
bendungan.
4.10.1 Analisa Main dam Menggunakan Aplikasi Geostudio
Gambar 4.20 di bawah ini menjelaskan mengenai desain Maindam.
Maindam ini dilengkapi dengan inti miring dan filter untuk mengurangi energi
rembes yang disebabkan oleh air tampung. Inti yang digunakan merupakan
material tanah dengan kadar kohesif tanah yang tinggi. Dalam desain bendungan
Tirta Gangga ini memakai tanah TP-03 dengan nilai kohesif tanah sebesar 1,69
kg/cm2.
Dapat dilihat pada bagian kiri Maindam (hulu) merupakan air tampungan
bendungan. Sedangkan pada bagian kanan Maindam (hilir) merupakan desain
dari air yang mampu merembes tubuh bendung yang dicek ulang sesuai dengan
peraturan yang ada.

Gambar 4.20 Sketsa Perletakan Inti Miring (kuning) pada Tubuh Main dam
Adapun gambar 4.21 adalah skema merembesnya aliran air tampungan
bendungan pada tubuh Main dam. Dapat dilihat bahwa dengan adanya filter dan
inti mampu meredam energi rembes dari air tampungan. Hal tersebut dibutuhkan
guna menjaga Main dam tetap aman.

81 | P a g e
Gambar 4.21 Sketsa Rembesan pada Tubuh Main dam
Selain melakukan crosscheck pada rembesan air, pada Maindam juga
perlu dilakukan pengecekan pada stabilitas tanah Maindam. Persayaratan untuk
angka keamanan stabilitas lereng disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi
lereng tersebut. Berikut merupakan tabel 4.22 yang menampilkan hubungan
faktor keamanan dengan risiko yang dihasilkan.

82 | P a g e
Tabel 4.25 Hubungan Faktor Keamanan Dengan Risiko

Di bawah ini merupakan hasil analisa stabilitas tanah menggunakan


aplikasi Geostudio.

Gambar 4.22 Sketsa Bidang Kelongsoran pada Tubuh Maindam Bagian Hilir
Proses analisa stabilitas lereng bendungan tersebut menggunakan metode
Fhellennius. Dari analisa tersebut, diketahui bahwa SF untuk beberapa slip
adalah seperti pada tabel 4.26 di bawah ini.
Tabel 4.26 Hasil Analisa Geostudio untuk Perencanaan Tubuh Maindam
Slip # SF X Center Y Center Radius
24 1.514 264.58 106.4 128.73
49 1.520 267.61 105.59 126.37
19 1.526 251.69 101.61 115.03
74 1.533 270.67 104.79 124.04
44 1.540 254.91 100.83 112.85
99 1.543 272.48 102.19 120.88

83 | P a g e
4.10.2 Analisa Cofferdam Menggunakan Aplikasi Geostudio
Cofferdam dibangun untuk memberikan tahanan tambah pada Maindam
sehingga stabilitas Maindam lebih besar. Cofferdam perlu dianalisis guna
mengetahui besarnya daya dukung yang diberikan kepada Maindam. Berikut ini
merupakan gambar 4.23 tentang desain COfferdam tampak samping.

Gambar 4.23 Sketsa Umum Cofferdam Tampak Samping


Adapun analisa rembesan dan stabilitas tanah dari Cofferdam
ditampilkan pada gambar 4.24 dan gambar 4.25 di bawah ini.

Gambar 4.24 Sketsa Rembesan pada Tubuh Cofferdam

84 | P a g e
Gambar 4.25 Sketsa Bidang Kelongsoran pada Tubuh Cofferdam Bagian Hilir
Tabel 4.27 Hasil Analisa Geostudio untuk Perencanaan Tubuh Cofferdam
Slip # SF X Center Y Center Radius
33 3.905 59.369 29.871 28.579
34 3.946 55.226 21.639 21.594
8 3.956 56.618 31.256 30.42
59 3.970 56.843 19.812 19.321
58 4.077 60.732 27.105 25.677
84 4.100 57.749 17.174 16.531

85 | P a g e
BAB V
RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN ANALISA EKONOMI
Umur bendungan ditentukan oleh laju sedimentasi di bawahnya yang jauh lebih cepat
dibanding desain bendungan berdasarkan periode ulang. Oleh karena itu, biaya pembangunan
bendungan sangatlah besar ditambah umur bendungan tidak terlalu panjang.Untuk aspek
ekonomi, bendungan memiliki manfaat besar bagi sektor pertanian dan perkebunan. Kedua
sektor tersebut memiliki potensi ekonomi yang besar di daerah Sumbawa. Tetapi Sumbawa
adalah daerah yang rentan terhadap bencana kekeringan. Jika pada satu masa tanam terjadi
gagal panen akibat kekeringan, dipastikan bahwa biaya operasional bendungan akan terbuang
percuma. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka estimasi bahwa bendungan sudah memiliki
benefit yang stabil serta BCR yang memenuhi syarat adalah pada tahun ke 20.
5.1. Metode Konstruksi
Bendungan ini menggunakan metode konstruksi konvensional dimana kita perlu
merencanakan cofferdam. Langkah – langkahnya :
 Pengelakan sungai melalui terowongan alternative yang disebut conduit yang
menjadi satu dengan conduit spillway.
 Membuat cofferdam hulu
 Membuat cofferdam hilir.
 Dewatering tanah yang digunakan untuk mengisi batu lepas dan material yang
tidak diperlukan dari area main dam.
 Merencanakan plinth (footing pada sisi tebing) pada main dam sebagai konektor
antara tubuh bendungan dengan tebing di sisinya.
 Membangun pondasi tikar
 Membangun main dam
 Membangun fasilitas penunjang seperti intake tower, spillway dan power station,
dsb.
 Menutup conduit.
5.2. Manual Operasi Bendungan
Biaya operasional dan pemeliharaan merupakan perkiraan biaya yang dikeluarkan
setiap tahunnya untuk pengoprasian dan pemeliharaan bendungan yang kemudian
ditampilkan pada tabel 5.1 berikut.

86 | P a g e
Tabel 5.1 Biaya Operasional dan Pemeliharaan Bendungan
Analisa AKNOP :
Periode Item
No. Nama item Volume Satuan Harga satuan Index Total harga
Harian Minggu 1B 3B 6B 1TH 2TH
Pengoperasian Bendungan
1 Operasi hidrologi 1 Unit 178500 365 IDR 65,152,500.00
2 Operasi mekanikal / pintu 1 Unit 143500 365 IDR 143,500.00
3 Pengamatan visual 1 Unit 36900 48 IDR 36,900.00
4 Monitoring dan instrumentasi
a. Tekanan air pori 1 Unit 1950000 48 IDR 93,600,000.00
b. Rembesan 1 Unit 328500 48 IDR 15,768,000.00
c. deformasi 1 LS 6395000 12 IDR 76,740,000.00
5 Kontrol kualitas air baku 1 LS 500000 12 IDR 6,000,000.00
6 Kontrol keamanan bendungan 1 LS 841000000 1 IDR 841,000,000.00
7 Biaya alat tulis kantor 20 Unit 50000 12 IDR 12,000,000.00
8 Biaya listrik kantor 1571 kwh 1114 12 IDR 21,001,128.00
9 Biaya air kantor 100 m3 0 12 IDR -
10 Biaya non teknis operasional kantor 1 paket 60000000 12 IDR 720,000,000.00
11 Gaji tenaga inspeksi 8 OB 97500 12 IDR 9,360,000.00
12 Gaji pembantu 30 OB 70000 12 IDR 25,200,000.00

Pemeliharaan Bendungan
A. Bagian Tubuh bendungan
1 Pemeliharaan Rumput 4000 m2 300 365 IDR 438,000,000.00
2 Pemeliharaan lereng hulu
a. Rutin 62982 m2 800 1 IDR 50,385,600.00
b. Rehabilitasi 62982 m2 167000 0.5 IDR 5,258,997,000.00
3 Pemeliharaan Puncak
a. Rutin 4800 m2 1600 1 IDR 7,680,000.00
b. Rehabilitasi 4800 m2 243567 0.5 IDR 584,560,800.00
4 Pemeliharaan lereng hilir
a. Rutin 62982 m2 800 1 IDR 50,385,600.00
b. Rehabilitasi 62982 m2 212089 0.5 IDR 6,678,894,699.00
5 Pemeliharaan drainase
a. Rutin 600 m 791 1 IDR 474,600.00
b. Rehabilitasi 600 m 207500 0.5 IDR 62,250,000.00
6 Pemeliharaan jalan 4000 m2 154000 0.5 IDR 308,000,000.00
B. Bagian Spillway
1 Pemeliharaan mercu dan bagian lain spillway
a. Rutin 10 m 129 1 IDR 1,290.00
b. Rehabilitasi 10 m 238500 0.5 IDR 1,192,500.00
2 Pemeliharaan jembatan 12 m 5000000 4 IDR 240,000,000.00
3 Pemeliharaan Conduit 281.9 m 215000 1 IDR 60,608,500.00
C. Bangunan Pengambilan
1 Pemeliharaan Intake 5280 m2 1020 365 IDR 1,965,744,000.00
2 Pemeliharaan Trahrack 1 hari 500 48 IDR 24,000.00
3 Pemeliharaan Pintu Buckhead 1 hari 500 2 IDR 1,000.00
4 Pemeliharaan Trashboom 1 hari 625 48 IDR 30,000.00
D. Bangunan Pengeluaran dan PLTA
1 Pemeliharaan saluran air baku 1 hari 500 48 IDR 24,000.00
2 Pemeliharaan penstock 1 hari 500 2 IDR 1,000.00
3 Pemeliharaan turbin PLTA 1 hari 500 48 IDR 24,000.00
4 Pemeliharaan pintu pengeluaran 1 hari 500 1 IDR 500.00
Inspeksi Bendungan
1 Flushing pipe 1 hari 200 2 400
2 Readout unit
a. Piezometer 1 kali 2500000 12 IDR 30,000,000.00
b. Pressure cell 1 kali 2500000 2 IDR 5,000,000.00
c. Inclinometer 1 kali 2500000 12 IDR 30,000,000.00
d. Dipmeter 1 kali 2500000 12 IDR 30,000,000.00
e. Settlement 1 kali 2500000 1 IDR 2,500,000.00
3 Terminal box listrik 1 kali 320000 2 IDR 640,000.00
4 Survey equipment 1 kali 1300000 12 IDR 15,600,000.00

Expenses for 1 year IDR 17,707,021,517.00


Total Expenses 20 yearsIDR 354,140,430,340.00

87 | P a g e
5.3. Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan
Analisa terhadap investasi dengan mengukur nilai biaya dan nilai manfaat.
a. Biaya Modal (Capital Cost)
Biaya modal adalah jumlah semua pengeluaran yang dibutuhkan mulai dari
pra studi sampai proyek selesai dibangun (Kuiper, 1971). Biaya modal
dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tak langsung.
Tabel 5.2 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (a)

Item Persiapan dan pengerjaan tanah


No. Work or Material Quantity Unit Unit Price Amount
Bendungan
Hulu
Galian tanah dengan alat dengan jarak
1 90.000 m2 Rp 225.000 Rp 20.250.000.000
pembuangan sembarang

Timbunan 945338 m3 Rp 127.400 Rp 248.161.950.400


2
Urugan Batu 1.947.896 m3 Rp 228.600 Rp 445.289.025.600

Filter tanah 1.968.744 m3 Rp 167.500 Rp 329.764.620.000


4
Hilir .

1
Galian tanah dengan alat dengan jarak
69.000 m2 Rp 225.000 Rp 15.525.000.000
pembuangan sembarang

2
Timbunan 685.400 m3 Rp 127.400 Rp 87.319.960.000

Filter tanah 46.384 m2 Rp 120.000 Rp 5.566.080.000


4
Main Dam .
8 Pressure Reducing Valve 0 Each Rp 20 Rp -
Galian tanah dengan alat dengan jarak
162.600 m2 Rp 205.000 Rp 33.333.000.000
9 pembuangan sembarang

Timbunan 2.184.986 m3 Rp 194.074 Rp 424.049.606.610


10
Filter tanah 92.768 m2 Rp 120.000 Rp 11.132.160.000
11 Inti tegak 202.752 m2 Rp 233.606 Rp 47.363.990.446

12 Filter inti tegak 35.200 m2 Rp 120.000 Rp 4.224.000.000

13 Geosintetik 35.200 m2 Rp 83.200 Rp 2.928.640.000

14 Soil Blanket 9.277 10 m2 Rp 550.000 Rp 5.102.240.000

Total ............................................ Rp 1.680.010.273.056

88 | P a g e
Item Spillway dan peredam energi
No. Work or Material Quantity Unit Unit Price Amount

1 Beton Konduit 144.385 m3 Rp 1.015.000 Rp 146.550.572.000


(tulangan diabaikan) (k300)
2 Pondasi Spillway 80 m3 Rp 215.800 Rp 17.259.684
(batu kali) (batu kali)
3 Pondasi Konduit 1.587 m3 Rp 215.800 Rp 342.545.814
(batu kali)
4 Kolom spillway 810 m3 Rp 970.500 Rp 786.105.000
(k250)
5 Lengkung mercu 264 m3 Rp 1.085.500 Rp 286.572.000
(k400)
6 Pelat beton peredam energi 12.298 m3 Rp 1.085.500 Rp 13.348.936.250
(k400)
7 Baffle blocks 131 m3 Rp 875.000 Rp 114.897.125
(k175)
8 Cute blocks 24 m3 Rp 875.000 Rp 20.711.250
(k175)
9 Endsill 158 m3 Rp 875.000 Rp 138.468.750
(k175)
10 Transisi peredam energi 219 m3 Rp 1.015.000 Rp 222.325.600
(k300)
11 Tembok penahan erosi 93 m3 Rp 970.500 Rp 90.450.600
(k250)
11 Total ............................................ Rp 161.918.844.073

Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan :


• Tidak menghitung volume dan biaya beton bertulang.
• Harga satuan air yang digunakan adalah di kota besar di Indonesia.
• Atap menggunakan rangka galvalum dan genteng metal
• Tipe solar cell menghasilkan 200 W / panel

89 | P a g e
Tabel 5.3 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (b)
Intake dan PLTA
Work or Material Quantity Unit Unit Price Amount

Pipa Penstock 402 Ton $ 7,000,000.00 $ 2,815,904,000.00


(tulangan diabaikan) (SS400)
Pondasi Power House 200 m3 $ 215,800.00 $ 43,160,000.00
(batu kali)
Pondasi Intake Tower 204 m3 $ 215,800.00 $ 44,023,200.00
(tulangan diabaikan) (batu kali)
Kolom Intake 132 m3 $ 1,085,500.00 $ 143,286,000.00
K400
Tembok Intake 525 m3 $ 1,015,000.00 $ 532,732,900.00
(k300)
Saluran Outlet PLTA 6 m3 $ 1,015,000.00 $ 6,374,200.00
(k300)
Baffle Outlet 0.48 m3 $ 970,500.00 $ 467,053.13
(k250)
Turgo Turbine 1 unit $ 5,600,000,000.00 $ 5,600,000,000.00
(300 KW)
Generator 1 unit $ 1,200,000,000.00 $ 1,200,000,000.00
(3000 rpm)
Kolom Power House 18 m3 $ 1,015,000.00 $ 18,270,000.00
(k300)
Tembok Power House 1,232 m2 $ 120,000.00 $ 147,840,000.00
(Batu Bata)
Ceiling Power House 160 m2 $ 185,000.00 29,600,000.00
(Rangka Baja dan Genteng Metal)
Pintu Kayu 4 unit $ 1,350,000.00 $ 5,400,000.00
(0,8 m x 2 m)
Pintu Gudang Besi Plat 1 unit $ 4,000,000.00 $ 4,000,000.00
(4 m x 3 m)
Jendela Kayu 6 unit $ 1,000,000.00 $ 6,000,000.00
(1,2 m x 0,6 m)
Hydraulic Pulley 1 unit $ 50,000,000.00 $ 50,000,000.00
(50 Ton)
Struktur Surge Tank 47 m3 $ 1,085,500.00 $ 51,127,050.00
(K400)
Pintu Baja (2 Draad) Stang 2 unit $ 83,650,000.00 $ 167,300,000.00
(1,5 m x 1,5 m) (Batu Bata)
Pintu Baja (2 Draad) Stang 2 unit $ 112,850,000.00 225,700,000.00
(2 m x 2 m)
Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . $ 11,091,184,403

90 | P a g e
Tabel 5.4 Analisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Bendungan (c)
Item Lain-lain
No. Work or Material Quantity Unit Unit Price Periode Amount
Fasilitas
1 Parkir Wisata 2.000 m2 Rp 200.000,00 Rp 400.000.000,00
(Wisata)
2 Lampu Tiang 40 unit Rp 10.450.000,00 Rp 418.000.000,00
(PJU 40 watt)
3 MySolar Panel Surya Polycristalline 200 m3 Rp 2.200.000,00 Rp 440.000.000,00
(200 W/panel) (batu kali)
4 Bell Road (Jalan di Puncak Bendungan) 6.000 m2 Rp 155.000,00 Rp 930.000.000,00
(Paket IV konstruksi baru mulai dari tanah ) (k250)
5 Taman 4.500 m2 Rp 200.000,00 Rp 900.000.000,00
(Wisata)
6 Jembatan Spillway 27 m3 Rp 1.015.500,00 Rp 27.418.500,00
(Wisata dan Operasional) (K300)
7 Parkir Operasional 1.000 m3 Rp 150.000,00 Rp 150.000.000,00

8 Rambu-rambu 120 unit Rp 300.000,00 Rp 36.000.000,00

9 Tempat sampah 45 m3 Rp 1.200.000,00 Rp 54.000.000,00

Peralatan .

10 Excavator 1 unit Rp 1.700.000.000,00 Rp 1.700.000.000,00


(Beli)
11 Tower Crane 4 unit Rp 3.775.000.000,00 Rp 15.100.000.000,00

12 Crane 10 Ton 4 unit Rp 166.531.250,00 Rp 666.125.000,00


Rp -
13 Theodolit 2 unit Rp 2.571.429,00 Rp 5.142.858,00
Rp -
14 Dump Truck 22 unit Rp 9.600.000.000,00 Rp 211.200.000.000,00
(10 Ton) (K300)
15 Concrete Pump Car dan Truk Molen 4 m3 Rp 15.768.000.000,00 Rp 63.072.000.000,00
(76-100 Super Long Boom) Rp -
16 Excavator 10 unit Rp 9.741.120.000,00 Rp 97.411.200.000,00
(Sewa)
17 Genset 1 unit Rp 80.000.000,00 Rp 80.000.000,00
(Beli)
18 Genset 1 unit Rp 1.620.000.000,00 Rp 1.620.000.000,00
(Sewa) Rp -
19 Bulldozer 100-150 HP 3 unit Rp 98.100.000,00 Rp 294.300.000,00
(Sewa) Rp -
Pekerja .

12 Tenaga Ahli Utama 3 OB Rp 27.351.000,00 48 Rp 3.938.544.000,00


Rp -
13 Tenaga Ahli Madya 3 OM Rp 18.195.000,00 192 Rp 10.480.320.000,00
Rp -
14 Pekerja Kasar 300 OH Rp 78.400,00 1460 Rp 34.339.200.000,00
Rp -
15 Operator Alat Berat 52 OH Rp 97.500,00 1460 Rp 7.402.200.000,00
Rp -
16 Mandor 12 OH Rp 115.100,00 1460 Rp 2.016.552.000,00

17 Teknisi Listrik 100 OH Rp 97.500,00 365 Rp 3.558.750.000,00

18 Petugas Keamanan 20 OH Rp 70.000,00 1460 Rp 2.044.000.000,00


Rp -
19 Supir Truk 40 OH Rp 80.000,00 1460 Rp 4.672.000.000,00
Rp -
20 Supir Mobil 2 OH Rp 96.400,00 1460 Rp 281.488.000,00
Rp -
21 Kepala Tukang Las 2 OH Rp 111.500,00 365 Rp 81.395.000,00
Rp -
22 Tukang Las 10 OH Rp 102.000,00 365 Rp 372.300.000,00
Rp -
23 Pegawai Administrasi 5 OB Rp 2.012.610,00 48 Rp 483.026.400,00
Rp -
24 Kontainer Mess 1 unit Rp 20.000.000,00 Rp 20.000.000,00
(Bekas)
Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rp 464.193.961.758,00

TOTAL BIAYA Rp 2.548.935.689.619,16

91 | P a g e
b. Biaya Tahunan (Annual Cost)
Biaya tahunan merupakan biaya yang harus dikeluarkan selama umur
proyek yang merupakan total biaya operasional dan pemeliharaan, biaya pinjaman
investasi serta biaya depresi atau penyusutan.
Biaya operasional per tahun IDR 17.707.021.517,00
Total biaya operasional 20 tahun IDR 354.140.430.340,00
c. Perhitungan Pendapatan
Berikut ini merupakan rencana perhitungan pendapatan bendungan yang
disajikan dalam tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4 Perhitungan Pendapatan Bendungan
Capital Cost
RAB / Biaya pembangunan Rp 2.548.935.689.620
Electrical and Fuel--base year
Gross Electrical Capacity (kWe) 1,711
Net Electrical Capacity (kWe) 1,454
Parasitic Load (kWe) 257
Capacity Factor (%) 85
Annual Hours 7,446
Net Station Electrical Efficiency (%) 85.0
Income other than energy
Electricity Capacity Payment ($/kW-y) 2677
Interest Rate on Debt Reserve (%/y) 5.75
Annual Capacity Payment ($/y) 3,893,295
Annual Debt Reserve Interest ($/y) 2,832,663,948

d. Pertambahan Produksi Pertanian


Pembangunan bendungan ini diharapkan mampu meningkatkan hasil
produksi pertanian. Untuk menghitung pertambahan produksi pertanian setelah
bendungan beroperasi, terlebih dahulu ditentukan target peningkatan hasil panen.
Diasumsikan target peningkatan hasil panen adalah sebagai berikut:
▪ Peningkatan hasil produksi beras menjadi 96 kwintal/ha/musim tanam, jagung
133.48 kwintal/ha/musim tanam, kacang tanah 22.96 kwintal/ha/musim tanam,
kedelai 31.4 kwintal/ha/musim tanam.
▪ Manfaat irigasi maksimum akan dicapai pada tahun ketiga setelah selesainya
pekerjaan konstruksi. Manfaat ekonomi akan diperoleh secara proposional tiap
tahunnya diperkirakan sebesar 60% di tahun pertama, 80% di tahun kedua, dan
100% untuk tahun keempat dan seterusnya.

92 | P a g e
Tabel 5.5 Analisa pendapatan petani
sebelum sesudah Harga Komoditas Pendapatan Total Sebelum Pendapatan Total Sebelum
luas tanaman padi 433712 ha
produktivitas 48 kwintal/ha (1 kali musim tanam) 96 kwintal/ha (2 kali masa tanam) 4000 Rp 83,272,704,000.00 Rp 166,545,408,000.00

luas tanaman jagung 43043 ha


produktivitas 66.74 kwintal/ha (1 kali musim tanam) 133.48 kwintal/ha (2 kali masa tanam) 2000 Rp 5,745,379,640.00 Rp 11,490,759,280.00

kacang tanah 1215 ha


produktivitas 11.48 kwintal/ha (1 kali musim tanam) 22.96 kwintal/ha (2 kali masa tanam) 2700 Rp 37,660,140.00 Rp 75,320,280.00

kedelai 8483 ha
produktivitas 15.7 kwintal/ha (1 kali musim tanam) 31.4 kwintal/ha (2 kali masa tanam) 3000 Rp 399,549,300.00 Rp 799,098,600.00
Total Rp 178,910,586,160.00

e. Pendapatan Air Baku

Pendapatan dihitung dengan cara mengalikan debit air output selama satu tahun dengan harga air per liter dan efisiensi pemakaian air.
Hasil output pengolahan air dengan kapasitas air baku sebesar 0.85 m3/dt. Penentuan tingkat air baku untuk air minum didasarkan pada
harga jual dari PDAM Kabupaten Sumbawa.
Tabel 5.6 Pendapatan Air Baku
No. Uraian Satuan Harga
Tarif Air PDAM
1. Golongan 1 Rp / m3 1800
2. Golongan 1 Rp / m3 3500
3. Golongan 1 Rp / m3 6000
4. Golongan 1 Rp / m3 10000
Tarif rata - rata Rp / m3 5325
Produksi per tahun m3 13402800
Pendapatan per tahun Rp 71,369,910,000.00

93 | P a g e
f. Pendapatan PLTA

Pendapatan dihitung dengan cara mengalikan besarnya tenaga listrik yang


dihasilkan per tahunnya dengan harga jual tenaga listrik per kWh. Penentuan harga air
baku untuk kebutuhan PLTA berdasarkan harga yang ditetapkan pemerintah mengenai
harga jual listrik PLN menurut data statistic Kabupaten Sumbawa adalah sebesar Rp.
2.677,00 per kWh dengan produksi listrik 1.711 kW. Sehingga diperoleh pendapatan
PLTA per tahunnya sebesar Rp. 34.105.263.762,00
g. Pariwisata

Dengan dibangun bendungan, ketertarikan masyarakat dalam mengunjungi tempat


tersebut menjadi meningkat sehingga dimanfaatkan sebagai daerah wisata. Dimana
daerah tersebut menghasilkan pendapatan total dari hasil tiket masuk dan tiket parker,
dan ruko sebesar Rp. 401.500.000,00
h. Analisa Kelayakan Investasi Proyek

Metode BCR (Benefit Cost Ratio)


B/C Ratio merupakan perbandingan antara keuntungan (benefit) dan biaya (cost)
yang dihitung berdasarkan nilai saat ini (present value)
Total pendapatan = Rp 5,706,897,614,440.00

NPV Pendapatan = Rp. 856,042,658,653.20 (20 tahun)

Total biaya = Rp 2.548.935.689.620

NPV biaya = Rp. 281,030,725,407 (20 tahun)

= 1,94

Berdasarkan perhitungan BCR, pembangunan bendungan tersebut dinilai layak


secara ekonomi.

94 | P a g e
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Jenis bendungan yang dipakai adalah jenis bendungan urugan tanah (earthfill
dam) dengan dimensi sebagai berikut:
a. Elevasi puncak bendungan : 149 m
b. Panjang bendungan : 401 m
c. Lebar bendungan : 293 m
d. Lebar puncak bendungan : 12 m
e. Kemiringan bendungan : 26,56°
f. Elevasi spillway : 146,38 m
2. Jenis spillway yang digunakan adalah jenis spillway Morning Glory tanpa pintu
dengan diameter puncak sebesar 14 meter dan diameter konduit sebesar 5 meter.
Jenis spillway ini mampu melimpahkan debit banjir lebih banyak daripada jenis
spillway lainnya. Selain itu, pada outlet spillway ini juga diberikan sebuah
kolam olakan untuk meredam energi yang mampu menyebabkan erosi di hilir
bendungan.
3. Untuk perencanaan bangunan intake, dimungkinkan untuk membangun satu
intake tower dengan 2 pembagian saluran di dalamnya, yaitu saluran PLTA dan
air baku. Pada saluran PLTA, air masuk melalui pompa yang terhubung dengan
1 pipa penstock menuju power house. Pada saluran air baku, air masuk melalui
pintu air yang terletak di dasar bangunan intake.
4. Perencanaan surge tank diperlukan untuk menecegah efek water hammer pada
saluran penstock yang mampu mengakibatkan pecahnya pipa penstock dengan
diameter 2,41 meter dengan ketinggian 11,53 meter.
5. Potensi listrik yang mampu dihasilkan PLTA adalah sebesar 1711,09 KW (1,7
MW) dengan efisiensi sebesar 87% menggunakan tipe turbin Turgo. Sedangkan
potensi listrik dari solar cell adalah sebesar 40 KW.
6. Metode konstruksi
7. Pembangunan bendungan ini memerlukan biaya +/- Rp Rp 2.548.935.689.620
dengan rincian pengeluaran:
a. Biaya konstruksi : Rp 2.087.556.914.520,00
b. Biaya pekerja : Rp 391.149.000.000,00
c. Biaya peralatan (sewa atau beli) : Rp 69.689.775.400,00
95 | P a g e
8. Bendungan ini memerlukan biaya operasional dan perawatan sebesar +/- Rp
17.707.021.517,00 per tahunnya.
9. Bendungan ini akan berfungsi untuk mengendalikan banjir dengan debit
sebesar 1215 m3/s dan mengalirkan air untuk irigasi. Selain itu bendungan ini
juga memiliki manfaat sebagai pembangkit listrik tenaga air, pasokan air baku,
serta sebagai sarana wisata.
10. Dengan pertimbangan kondisi ekonomi daerah pembangunan bendungan,
didapatkan besar Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,94 pada masa operasi 20
tahun.

6.2 Saran
• Pemeriksaan rembesan menggunakan piezometer harus rutin dilakukan, minimal
1 bulan sekali, karena sangat penting untuk mengeontrol stabilitas bendungan.
• Pemeriksaan rutin terhadap sedimentasi pada dasar bendungan, khususnya hulu,
wajib dilakukan karena dapat memperkirakan umur operasional bendungan.
• Analisa bisnis juga wajib dilakukan sepanjang waktu karena mempengaruhi
biaya operasional serta bisa menjadi kesempatan meraih keuntungan tambahan..

96 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
• Jonker Klunne, Wim. "Turgo turbine". hydropower.net. hydropower.net. Retrieved 7
March 2016
• "Spillways & Outlets - Outlet Towers". British Dam Society. 2010. Retrieved 2017-03-02
• I Putu Gede Tyaga Kristiawan, Putu Darma Warsika, Anak Agung Wiranata, 2015,
ANALISIS ASPEK TEKNIS, PASAR DAN FINANSIAL TERHADAP KELAYAKAN
INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWN HOUSE (STUDI KASUS:
SEMARAPURA TOWN HOUSE KLUNGKUNG), Denpasar, Universitas Udayana
• Soedibyo,Ir. (1988), “Teknik Bendungan”, Jakarta, P.T. Pradnya Paramita
• Soeyono Sosrodarsono, Dr., Ir.; Kensaku Taneda. (2002), “Bendungan Tipe Urugan”,
Jakarta, Balai Pustaka
• Soekibat, Ir.; Abdullah Hidajat, Ir., M.T. (2011), “Waduk dan PLTA”, Surabaya,
Departemen Teknik Sipil ITS
• United States Bureau of Reclamation, 1977. Design of Small Dams, .Denver Colorado,
1977.
• US Department of The Interior , Bureau of Reclamation, Design Standards No. 14
Appurtenance Structures for Dams (Spillway and Outlet Works) Design Standards ,
October 2011
• US Department of The Interior , Bureau of Reclamation, Water Maintenance and
Maintenance Bulletin No. 219, March 2007
• US Army Corps of Engineers , Hydraulic Design of Spillway , Engineering Manual EM
1110 - 2 - 1683
• Webber, N.B. 1978. Fluid Mechanics for Civil Engineers. Chapman & Hall Ltd. London
• Bureau of Reclamation (1987), “Static Stability Analysis”, Design Standards Embankment
DamsNo.13, United States Dept. of The Interior, Bureau of Reclamation, Engineering and
Research Center, Denver Colorado, August 1987.
• Casagrande, A. (1940), “Seepage Through Dams”, Contribution to Soil Mechanics 1925-
1940, Boston Society of Civil Engineers, Boston, Mass., 1940, pp 295-336.
• Geosoft (1992), “Stabl/G-Slope Stability Analysis Simplified Janbu, Simplified Bishop or
Spencer’s Method of Slices”, An Engineering Analysis Program for Geotechnical
Engineers, 1442 Lincoln Avenue Suite 146. Orange, Ca 92665. USDA (714) 496-8861,
Copyright 1992 Geosoft.

97 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai