47 Votes
A. PENDAHULUAN
Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan
yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk
memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan
penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat
memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan
utangnya.
Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat
materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya
bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang
bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).
Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda
bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).
Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi Berwujud dan Tidak
Berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan
itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain,
misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya.
Sedangkan Tidak Berwujudadalah karena Undang-Undang menggolongkannya
kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.
D.4. Fidusia
a. Pengertian Fidusia
Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30
September 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal
dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).
Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar
kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur,
dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan
tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.
1. Obyek Fidusia
Obyek Fidusia terdiri dari:
(i) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
(ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan
Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.
1. Yang dapat Memberi Fidusia
(i) Harus Pemilik Benda
(ii) Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak
boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak
Ketiga yang bersangkutan.
1. Bentuk Pengikatan Fidusia
Harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU
Fidusia.
1. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima
atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia. Ketentuan ini
dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
1. Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek
Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar
(i) Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum
Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;
(ii) Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.
g. Sifat Fidusia
(i) Asas Droit De Suite :
Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam
tangan siapapun benda itu berada.
(ii) Asas Hak Preferent:
1. Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia,
memberikan kedudukan HAK YANG DIDAHULUKAN kepada Penerima Fidusia
(Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.
2. Kualitas HAK DIDAHULUKAN Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya
Kepailitan dan atau Likuidasi.
D.5. Hipotek
1. Dasar Hukum
Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata
1. Pengertian
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh
oleh penagih untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perikatan dan yang dianggap sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya
kepada pemilik benda tersebut. Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak
pembayaran uang yang didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang
orang lain.
1. Syarat Hipotek
(i) Atas benda tetap
(ii) Dengan akta Notaris
(iii) Didaftarkan di Kantor Balik Nama (Kodester)
1. Sifat Umum Hipotek
(i) Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat
bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka
waktu hak yang tidak terbatas.
(ii) Merupakan perjanjian Accessoir.
(iii) Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya.
(iv) Mudah dieksekusi.
(v) Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
(vi) Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk
menguasai bendanya.
(vii) Dibebankan atas benda milik orang lain.
(viii) Pinjaman Hipotek tak dapat di bagi-bagi.
(ix) Openbaar atau bersifat terbuka.
(x) Specialitas.
D.6. Penanggungan
a. Dasar Hukum
Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata
1. Pengertian
Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur
mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi
kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk: Jaminan
Perorangan, Jaminan Perusahaan, Bank Garansi, SBLC.
1. Sifat Penanggungan
(i) Sifat Umum
Bersifat Accessoir.
Bentuk umumnya tertulis, dapat di bawah tangan / Notaril.
Pelepasan hak-hak istimewa yang diberikan oleh seorang penanggung
sebagaimana diatur dalam pasal 1832 KUH Perdata.
(ii) Sifat penanggungan secara Personal Guarantee/Borgtocht
Perorangan
Harus disertai Persetujuan Suami/Istri dari Debitur/Penjamin
Penanggungan berpindah kepada ahli warisnya
(iii) Sifat penanggungan secara Company Guarantee
Suatu perjanjian dimana suatu badan hukum, guna kepentingan si Debitur
(berhutang), mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban si Debitur manakala
si Debitur tersebut wanprestasi.
Harta kekayaan badan hukum tersebut yang dijadikan jaminan.
Para pihak yang berwenang sesuai dengan AD Perseroan.
Persetujuan Komisaris perseroan (apabila disyaratkan dalam AD Perseroan)
1. Pelepasan Hak-hak Istimewa
Beberapa hak istimewa dari penjamin yang diberikan oleh undang-undang,
adalah:
1. Meminta agar harta benda Debitur disita dan dilelang terlebih
dahulu(Pasal 1831 KUH Perdata). Sita dan lelang terhadap harta kekayaan
penjamin akan tiba gilirannya apabila hasil lelang terhadap harta kekayaan
Debitur belum mencukupi untuk melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank,
yang dengan demikian hak ini akan menimbulkan kewajiban bagi penjamin
untuk menunjukkan harta kekayaan Debitur yang akan dikenakan sita atau
dilelang;
2. Meminta pemecahan utang (Pasal 1837 KUH Perdata). Dalam hal
penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum untuk satu Debitur dan untuk satu
utang, maka masing-masing penjamin dapat bertangung jawab secara
proporsional;
3. (i) Menuntut pembayaran kembali dari Debitur atas jumlah yang
telah dibayarnya kepada Kreditur (Pasal 1839 KUH Pedata), dan lebih dari
itu memungkinkan penjamin untuk (ii) menerima pengalihan hak dari
Kreditur (subrogasi) atas seluruh hak Kreditur (Pasal 1840 KUH
Perdata), seperti hak Kreditur atas hak tanggungan atau fidusia, mengingat
apabila penjamin telah melakukan pembayaran atau telah memenuhi
kewajibannya maka secara hukum hak Kreditur berupa pelunasan utang dari
Debitur beralih kepada penjamin;
4. Menuntut Debitur untuk mengganti kerugian atau dibebaskan dari
penanggungan sebelum penjamin membayar kewajibannya (Pasal 1843
KUH Perdata), karena sebab-sebab: (i) apabila penjamin digugat di pengadilan
untuk membayar, (ii) Debitur berjanji membebaskan penjamin pada waktu
tertentu, (iii) utang sudah dapat ditagih karena lewatnya waktu yang ditetapkan
untuk penjaminannya, atau (iv) jangka waktu penjaminan lebih dari 10 tahun,
dalam hal perjanjian pokok tidak menetapkan batas waktu pengakhiran
perjanjian. Menurut hemat kami, Pasal ini masih dapat diperdebatkan,
mengingat sebelum penjamin melakukan pembayaran apapun, maka: (i) akan
sulit untuk meminta ganti kerugian kepada Debitur, dan (ii) permintaan
penjamin untuk dibebaskan dari penangungan hendaknya dimintakan kepada
Kreditur (bukan kepada Debitur), mengingat Kreditur adalah pihak yang
menerima penanggungan;
5. Mengajukan keberatan menyangkut penanggungan yang
diberikannya (Pasal 1847 KUH Perdata), dan bukan keberatan menyangkut
keadaan Debitur. Sebagai contoh, penjamin tidak diperkenankan mengajukan
keberatan sehubungan dengan adanya perubahan susunan pengurus dari
Debitur;
6. Meminta kepada Kreditur untuk dibebaskan dari kewajibannya,
apabila (i) Kreditur telah menghilangkan hak-hak istimewa dari Kreditur (Pasal
1848 KUH Perdata), seperti hak yang timbul dari hak tanggungan, atau (ii)
Kreditur secara sukarela menerima kekayaan Debitur sebagai pembayaran utang
Debitur (Pasal 1849 KUH Perdata).
Pelepasan beberapa hak istimewa dari penjamin, yang disepakati oleh
penjamin dan Bank dalam perjanjian penanggungan, mengandung akibat-akibat
sebagai berikut:
Buku
1. Kansil, C.S.T, Prof, Drs, S.H. dan Christine S.T.Kansil, S.H, M.H, Modul
Hukum Perdata (termasuk Asas-asas Hukum Perdata), Cetakan Ketiga (edisi
revisi), PT Pradnya Paramita, Jakarta.
2. Budi Untung, H, S.H, M.M, Kredit Perbakan di Indonesia, Andi Yogyakarta.
3. Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Peraturan
1. Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tanggal 24 September 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Perbankan
3. Undang-Undang No. 4 tahun 1996, tanggal 9 April 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
4. Undang-Undang No. 42 tahun 1999, tanggal 30 September 1999
tentang Jaminan Fidusia.
5. Uniform Customs And Practice For Documentary Credits 500
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/jaminan-dan-pengikatan-jaminan/