Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 05 Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................ 1

Daftar Isi......................................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................4

Bab II Pembahasan

2.1 Defenisi...............................................................................................................................5

2.2 Etiologi................................................................................................................................5

2.3 Patofisologi ........................................................................................................................7

2.5 Penatalaksanaan.................................................................................................................10

2.6 Fokus Pengkajian...............................................................................................................10

2.7 Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................................10

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................13

Daftar Pustaka...............................................................................................................................14

BAB I
2
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Saat ini memang semakin modernnya zaman, semakin banyak juga penyakit yang
timbul akibat gaya hidup manusia dan penularan bakteri. Salah satunya penyakit Gastritis
yang terjadi karena inflamasi yang terjadi pada lapisan lambung yang menjadikan sering
terasa nyeri pada bagian perut, penyakit ini tidak bisa menular tapi biasanya bakteri
Helycobacter pylori masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan bisa terjadi
pada semua jenis kelamin.
Penyakit gastritis ini lebih menyerang kepada usia remaja sampai dewasa
sehingga butuh perawatan khusus karena akan menggaggu masa tua kita semua, sehingga
dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya
penyakit ini sejak dini.
Oleh karena itu, penyakit ini sangat menarik untuk dibahas karena sangat dekat
sekali dengan kehidupan sehari-hari kita. Penyakit ini tentu bisa merusak aspek psikoliogi
dan psikososial penderita, dan diperlukan asuhan keperawatan yang holistik dan
pendidikan kesehatan untuk mencegah penyakit ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana Defenisi Gastritis?
1.2.2 Bagaimana Etiologi Gastritis?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Gastritis?
1.2.4 Bagaimana Manifestasi Klinis Gastritis?
1.2.5 Bagaimana Pencegahan Gastritis ?
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Gastritis?
1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Gastritis?

1.3 TUJUAN

3
1.3.1 Mengetahui Defenisi Gastritis
1.3.2 Mengetahui Penyebab Gastritis
1.3.3 Mengetahui Patofisiologi Gastritis
1.3.4 Mengetahui Manifestasi Klinis Gastritis
1.3.5 Mengetahui Pencegahan Gastritis
1.3.6 Mengetahui Penatalaksanaan Gastritis
1.3.7 Mengetahui Fokus Pengkajian Gastritis

BAB II

4
TINJUAN TEORITIS

2.1 DEFENISI
Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya muntah dan
diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi, tidak toler- an terhadap makanan tertentu atau
mencerna toksin (Tucker, dkk, 1998: 958).
Pendapat lain dikemukakan oleh Daldiyono (1997: 21) bahwa diare diartikan
sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat), dengan kan- dungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam
keadaan bi- asa kandungan air berjumlah sebanyak 100 - 200 ml per jam tinja.
Pendapat senada dikemukakan oleh Soeparman, dkk (2001: 91) bahwa diare
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, konsistensi faeces menjadi cair, dan
perut terasa mules ingin buang air besar.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat dikemukakan bahwa diare atau
gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah dan
atau lendir dalam tinja yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap
makanan tertentu atau mencerna toksin sehingga menyebabkan hiperperistaltik yang
mengakibatkan resorbsi air dalam usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan
frekuensi buang air besar melebihi normal.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab diare, pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi
kini telah lebih dari 80 % penyebabnya telah diketahui. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada bayi dan anak Penyebab ini dapat digolongkan lagi ke dalam penyakit yang
ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus (Irwanto, dkk, 2002: 75) Menurut
Noerasid, dkk (1999: 52)
2.1.1 ditinjau dari sudut patofisiologi penyebab diare akut dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh: Infeksi virus, kuman-kuman
patogen patogen, dan apatogen.

5
2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
Defisiensi imun terutama SlgA (secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri/flora usus dan jamur, terutama candida.
2.1.2 Diare osmotik (osmotic diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Malabsorbsi.
b. KKP (kekurangan kalori protein).
c. BBLR (bayi berat badan lahir rendah) dan bayi baru lahir.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Ryle dan Bockus (cit.Hadi, 1999. 44)
membagi penyebab diare sebagai berikut.
2.1.3 Diare karena kelainan pada saluran makanan:
a. Kelainan dilambung atau gastroenterogenous, dapat disebabkan oleh aklia
gastrika, tumor, pasca gastrektomi, vagotomi.
b. Kelainan di usus halus atau enterogenous, dapat disebabkan oleh enteritis
regional, pasca bedah, gangguan absorbsi, fistula intes- tinal obstruksi
intertial partial, divertikulosis dan tumor.
c. Kelainan di usus besar, dapat disebabkan oleh kolitis ulserosa kronis, tumor,
divertikulosis, poliposis, kolitis pasca iradiasi, obstruksi kolon parsial dan
endometriosis.
2.1.4 Diare kareria penyakit infeksi:
a. Intekosi parasit antara lain: Amuba, balantidium coli, dan lain-lain.
b. Infeksi bakteri: Shigella, salmonella, escheria coli, clostridium, tuberkulosis.
dan lain-lain.
c. Infeksi virus: Rotavirus, astrovirus, calcivirus, corona virus, dan lain-lain.
2.1.5 Kelainan diluar saluran makanan:
a. Penyakit di pancreas.
b. Kelainan endokrin. Kelainan hepatobilier.
c. Penyakit kolagen.
d. Uremia.
e. Tuberculosis paru.

6
f. Penyakit neurologis.
g. Akibat keracunan makanan.
h. Akibat pemberian antibiotika.
2.3 PATOFISIOLOGI
2.3.1 Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak dan dapat
sembuh sendiri: merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local.
(silvya Price & wilson).
Gastritis (inflamasi mukosa lambung) sering terjadi akibat diet yang sembrono.
Individu ini mkan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu
berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Bentuk terberat dari
gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan
mukosa menjadi gangrene atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang
mengakibatkan obstruksi pylorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi
sistemik akut.(Brunner & Suddarth).

2.3.2 Etiologi
1) Endotoksin bakteri masuk setelah menelan makanan yang terkontaminasi
(staphylococcus, salmonella).
2) Mengkonsumsi kafein, alcohol, merokok
3) Penggunaan aspirin, dimana aspirin dapat menyebabkan penurunan sekresi
prostaglandin.
4) Obat-obatan lain dari golongan NSAID (Indometasin, Ibuprofen, naproksen),
sulfonamide, steroid dan digitalis
5) Makanan berbumbu termasuk lada, cuka atau mustard, dapat menyebabkan gejala
yang mengarah pada gastritis.
6) Apabila alcohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak
dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut jika diminum secara
terpisah. Gastritis erosive hemoragik difus biasanya terjadi pada peminum berat dan
pemakai aspirin, dan dapat menyebabkan perlunya dilakukan sekresi lambung.
7) Stress fisik (luka bakar, sepsis, trauma)

7
2.3.3 Manifestasi klinis
Pada gastritis superficial, mukosa memerah, edematosa, dan ditutupi oleh
mucus yang melekat: erosi kecil dan perdarahan sering timbul. Derajat peradangan
sangat bervariasi. Pada umumnya manifestasi klinis dari gastritis akut dapat
bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia atau mual, sampai
gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastriun, muntah, perdarahan, dan
hematemesis.
Pada beberapa kasus, bila gejala-gejala memnjang dan resisten terhadap
pengobatan, mungkin diperlukan tindakan diagnostic tambahan seperti endoskopi,
biopsy mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis.

2.4 Gastritis Kronik


Lambung yang mungkin mengalami inflamasi kronis dari tipe tertentu sehingga
menyebabkan gastritis dari tipe yang spesifik disebut gastritis kronisa. Terjadinya
infiltrasi sel radang yang terjadi pada lamina propria, daerah epitelial atau pada kedua
daerah tersebut terutama terdiri atas limfosit dan sel plasma disebut gastritis kronis.
Infeksi kuman Helicobacter pylori yang juga merupakan penyebab gastritis yang
termasuk dalam kelompok gastritis kronis. Peningkatan aktifitas gastritis kronis
ditandai dengan kehadiran granulosit netrofil pada daerah tersebut.
Klasifikasi yang sering digunakan adalah :
1) Apabila sebukan sel radang kronis terbatas pada lamina propia mukosa
superfisialis dann adema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan
sel-sel kelenjar tetap utuh disebut gastritis kronis superfisialis.
2) Terjadinya perubahan histopatogik kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar
mukosa usus halus yang mengandung sel goblet adalah metaplasia intestinalis.
Perubahan tersebut dapat terjadi hampir pada seluruh segmen lambung, tetapi
dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada bagian beberapa lambung.
3) Apabila sel-sel radang kronis menyebar lebih dalam disertai distorsi dan destruksi
sel-sel kelenjar yang lebih nyata disebut gastritis kronis atrofik.
4) Pada saat struktur kelejar-kelenjar menghilangdan terpisah satu sama lain secara
nyata dengan jaringan mengikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun,

8
atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronis. Dan mukosa
menjadi sangat tipis, sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah
menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.
Sedang menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronis dapat dibagi
menjadi :
1) Maag kronis korups tipe A, dimana perubahan histopatologik terjadi pada korpus
dan kardia lambung. Tipe ini sering dihubungkan dengan proses oto–imun dan
dapat berlanjut menjadi anemia pernisiosa.
2) Maag kronis antrim tipe B, tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai,
yang sering dihubungkan dengan infeksi kuman Helycobacter pylori (H. Pyilori).
3) Maag multifokal atau tipe AB yang distribusinya meyebar ke seluruh gaster
(lambung). Seiring dengan orang yang lanjut usia, penyebaran ke arah korupspun
meningkat.
Pada gastritis kronis oto-imun pengobatannya ditujukan pada anemia
pernisiosa yang diakibatkannya. Untuk memperbaiki keadaan anemianya,dapat
menggunakan vitamin B-12 parenteral. Pada gastritis kronis yang berhubungan
dengan kuman tersebut dianjurkan eradikasi H. Pylori. Eradikasi dapat
mengembalikan gambaran histopatologimenjadi normal.
Adapun berbagai kombinasi obat untuk eradikasi kuman H. Pylori adalah :
1) Quadriple therapy (bila terapi setandar dengan terapi triple gagal).
Kombinasi antara PPI (lihat diatas), CBS (4 x 120 mg/hari) dengan dua macam
anti biotika dipilih dari Amoksisilin, Klaritomisin, Tetrasiklin atau Metonodasol
2) Triple drugs (diberikan 1-2 minggu) Bismuth triple therapy : Colloidal bismuth
subnitrat (CBS) 4 x 120 mg / hari + Pilih 2 diantara 3 : Metronidasol 4 x 500 mg /
hari, Amoksisilin 4 x 500 mg/hari, dan Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari.“Proton Pump
Inhibitor (PPI) based” triple therapy : Omeprasol 2 x 20 mg/hari atau Lansoprasol
2 x 30 mg/hari atau Lansoprasol 2 x 40 mg/hari + 2 antibiotika dari :
Klaritromosin 2 x 250-500 mg/hari, Amoksisilin 2 x 1000 mg/hari atau
metronidasol 2 x 400-500 mg/hari.
Adanya luka dalam perut yang timbul pada seseorang yang menjadikan
orang tersebut nyeri ulu hati yang sangat perih dikarenakan orang tersebut

9
menderita gastritis dalam waktu yang lama. Luka dapat terjadi pada dinding
lambung ataupun pada dinding usus halus atau duodenum. Dalam sistem
pencernaan, pengaturan makanan dalam perut dilaksanakan oleh sejumlah
hormon dan persyarafan. Terjadinya luka pada dinding lambung karena adanya
gangguan pada pengaturan syaraf dan hormonal, dan sering kali mengeluarkan
asam lambung.
2.4.1 Komplikasi

Gastritis akut: Perdarahan di penceratas, ulkus

Gastritis kronik : Tukak lambung, peptic ulcers, kanker lambung


2.5 Pemeriksaan Diagnostik

a. Natrium serum: Mungkin normal, tinggi atau rendah

b. Natrium urin: Biasanya menurun (kurang dari 10 mEq/A bila ke hilangan karena
penyebab eksternal, biasanya lebih besar dari 20 mEq1 bila penyebab adalah renal
atau adrenal).
c. Jumlah darah lengkap: Haemoglobin, hematokrit dan sel darah merah biasanya
meningkat (hemokonisentrasi). Penurunan menun- jukkan hemoragi.
d. Glukosa serum: Normal atau meningkat.

e. Protein serum: Meningkat.

f. Blood urea nitrogen: Meningkat.

g. Berat jenis urin: Meningkat.

Cara menemukan bakteri ada dua macam yakni cara noninvasif dan invasif.
Noninvasif, artinya, melalui darah, diperiksa antibodi penderita terhadap bakteri ini.
Anehnya, semakin tinggi antibodinya, semakin besar kemungkinan terinfeksi bakteri ini.
Pemeriksaan nonivasif juga bisa dilakukan melalui tinja, urine, atau ludah. Namun, pada
anak-anak justru tes melalui urine hasilnya lebih memuaskan. Tes H. pylori melalui darah
pada bayi ternyata hasilnya tidak memuaskan walaupun antibodi sang ibu dengan H.
pylori positif muncul dalam darah si bayi.

10
Ada lagi urea breath test yakni pemeriksaan berdasarkan penelitian napas. Melalui
suatu alat khusus, dilihat reaksi kimianya. Pasien diberi minuman yang mengandung
unsur urea (13C) ditandai dengan elemen isotopik karbon nonradioaktif. Bila hasilnya
positir, gas karbon dioksida 13C akan muncul dalam 10-20 menit, berarti bakteri
menghancurkan urea. Sebaliknya, kalau hasilnya negatif, unsur 13C karbon dioksida
tidak muncul. Pemeriksaan seperti ini belum dilakukan di indonesia karena alatnya
mahal. .(Misnadiarly, 2009).

Gastritis didiagnosa melalui satu atau lebih test kesehatan sebagai berikut:

• Endoskopi gastrointestinal bagian atas

Dokter melihat melalui kamera khusus, alatnya di- masukkan melalui mulut
sampai lambung untuk me- lihat kerusakan lambung dan mengecek ada tidaknya
inflamasi. Selanjutnya melakukan biopsi mengambil sampel untuk ditest.

• Test darah

Untuk keperluan dokter guna mengecek sel darah merah pasien apakah menderita
anemia. Anemia dapat sebagai sebab dari adanya perdarahan pada lambung.

• Test stool

Test ini untuk mengecek apakah ada darah pada stool/ tinja/stool juga dapat untuk
mengecek keberadaan H.pylori pada saluran alat pencernaan.

Dyspepsia organik, misalnya, terjadi pada tukak lambung, tukak usus 12 jari, atau
ada tumor, dan polip atau hemangioma. Pada penderita dyspepsia fungsional, sebetulnya
tidak ada kelainan. Kalaupun ada kelainan hanya gambaran suatu gastrotis/gambaran
radang pada mukosa lambung.(Misnadiarly, 2009).

11
Berdasarkan Jurnal

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF DALAM


MENURUNKAN TINGKAT NYERI PASIEN GASTRITIS DI RUMAH SAKIT DAERAH
MADANI PALU

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya efektifitas penggunaan teknik relaksasi
otot progresif dalam menurunkan tingkat nyeri pasien gastritis di Ruang Jambu
Rumah Sakit Daerah Madani.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Preexperimental design dengan pendekatan


pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita
gastritis yang dirawat di Ruang Jambu pada tahun 2015.Sampel dalam penelitian
ini sebanyak 12 orang, teknik pengambilan sampel purposive sampling. Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan
Uji statistik yang digunakan adalah uji wilcoxon.

Hasil : Hasil test statistik menunjukan hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai sig. 0,002 (P <
0,05), artinya “teknik relaksasi otot progresif sangat efektif dalam menurunkan
tingkat nyeri pasien gastritis di Ruang Jambu Rumah Sakit Daerah Madani”
Pasien gastritis sebelum diberikan relaksasi otot progresif semuanya mengalami
nyeri, sedangkan setelah diberikan relaksasi otot progresif sebagian besar tidak
mengalami nyeri.

Kesimpulan : hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada perbedaan tingkat nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif dalam menurunkan tingkat nyeri
pasien gastritis di Ruang Jambu Rumah Sakit Daerah Madani.

Evidence Based Practice : : Intervensi Keperawatan yang telah teruji pada jurnal diatas dalam

menangani Kasus Gastritis yaitu adanya perbedaan tingkat nyeri


sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif
dalam menurunkan tingkat nyeri pasien gastritis yang mana teknik
relaksi ptot progresif sangat berpengaruh dalam penurunan tingkat
nyeri pada pasien gastritis.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Penyakit gastritis ini lebih menyerang kepada usia remaja sampai dewasa
sehingga butuh perawatan khusus karena akan menggaggu masa tua kita semua, sehingga
dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya
penyakit ini sejak dini.
Oleh karena itu, penyakit ini sangat menarik untuk dibahas karena sangat dekat
sekali dengan kehidupan sehari-hari kita. Penyakit ini tentu bisa merusak aspek psikoliogi
dan psikososial penderita, dan diperlukan asuhan keperawatan yang holistik dan
pendidikan kesehatan untuk mencegah penyakit ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis (Dyspepsia atau Maag).

Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. (https://books.google.co.id)

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info
Media

14

Anda mungkin juga menyukai