Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Organisasi saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup dan ukuran dan
mungkin akan memiliki ciri khas dan beberapa praktik yang unik pada organisasi itu.
Misalnya, sebuah organisasi yang umum adalah organisasi akademik yaitu universitas.
Terdapat beberapa ritual dalam perguruan tinggi, seperti orientasi mahasiswa baru,
pestafrat ernity (perkumpulan khusus mahasiswa di perguruan tinggi
sertasorority (perkumpulan khusus mahasiswi), serta makanan kantin. Praktik-praktik
seperti bimbingan dan magang juga memberi ciri kebanyakan institusi di perguruan tinggi.

Maka akan bisa di lihat bahwa inti dari kehidupan organisasi ditemukan di
dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras,
etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di
dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan
psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat
produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan,
dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna dan
pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak
manajemen.

Nah, penjelasan di atas penulis akan menjelaskan tentang: Apakah pengertian dari
budaya organisasi, Konsep Dasar Budaya Organisasi dan Jenis-Jenis Budaya Organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari budaya organisasi?
2. Konsep Dasar Budaya Organisasi?
3. Jenis-Jenis Budaya Organisasi?

1
1.3. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami budaya organisasi
2. Untuk Memahami Dasar Budaya Organisasi
3. Untuk Memahami Jenis-Jenis Budaya Organisasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan konsep yang masih tergolong baru. Konsep ini
diadopsi oleh para teoritis dari disiplin antropologi, oleh karena itu keragaman pengertian
budaya pada disiplin antropologi juga akan berpengaruh terhadap keragaman pengertian
budaya pada disiplin organisasi. Konsep budaya organisasi mendapat perhatian luar biasa
pada tahun 1980-1990 ketika para sarjana mengeksplorasi bagaimana dan mengapa
perusahaan Amerika gagal bersaing dengan perusahaan Jepang.

Robbins dalam bukunya Perilaku Organisasi (1996, h.289) mendefinisikan budaya


organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi- organisasi lainnya. Definisi lain menurut
Kreitner dan Kinicki (2005, h.79) budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan yang
dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok
tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Namun menurut Arishanti (dalam denison 2000) mendefinisikan sebagai sebuah pola
yang mengacu ke sistem makna bersama, nilai-nilai dan kepercayaan yang digunakan
bersama dalam suatu organisasi dan digunakan sebagai panduan para anggota dalam
berperilaku.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi


adalah suatu pola/sistem yang berupa sikap, nilai, norma perilaku, bahasa, keyakinan,
ritual yang dibentuk, dikembangkan dan diwariskan kepada anggota organisasi sebagai
kepribadian organisasi tersebut yang membedakan dengan organisasi lain serta
menentukan bagaimana kelompok dalam merasakan, berfikir dan bereaksi terhadap
lingkungan yang beragam serta berfungsi untuk mengatasi masalah adaptasi internal dan
eksternal.

2.1.1 Budaya organsasi dalam Islam\

3
Hakim (2016) menjelaskan bahwa budaya organisasi Islam yang dibangun dari
nilai-nilai atau pesan Allah Swt. dan RasulNya Muhammad Saw. Pandangan
Islam memberikan suatu kewajiban moral bagi setiap warga masyarakat muslim untuk
berusaha semaksimal mungkin melaksanakan semua syari’ah (aturan) Islam di segala
aspek kehidupan, termasuk dalam pencaharian kehidupan (ekonomi) dan lebih khusus
pada urusan etika kerja dalam. Dalam etika atau budaya organsasi yang merupakan
bagian ekonomi Islam, tidak lepas dari konsep-konsep Islam (syari’ah) yang harus
dilaksanakan dalam bidang tersebut. Sebagaimana dalam ayat

‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا ۚ إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman
Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah, menjeleskan bahwa: ‫ٰيٓأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا‬
‫( َخلَ ْق ٰن ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَ ٰى‬Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan) Keduanya adalah Adam dan Hawa, yang menjadi penyatu
bapak dan ibu; sehingga tidak ada alasan untuk membanggakan nasab dan garis keturunan,
sebab semua orang sama.

Sedangkan, ‫ َل‬ttِ‫عُوبًا َوقَبَآئ‬tt‫( َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُش‬dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan


bersuku-suku) Makna (‫ )الشعب‬yakni sekumpulan besar manusia yang terdiri dari beberapa
kabilah, seperti bangsa Mudhar dan Rabi’ah. Sedangkan (‫ )القبيلة‬lebih kecil dari itu seperti
kabilah Bani Bakar dari bansa Mudhar, dan Bani Tamim dari bansa Rabi’ah.

Pendapat lain mengatakan makna (‫عب‬tt‫ )الش‬yakni suku orang-orang selain Arab.
Sedangkan (‫ )القبيلة‬adalah suku orang-orang Arab. ‫ا َرفُ ٓو ۟ا‬t‫ ( ۚ لِتَ َع‬supaya kamu saling kenal-

4
mengenal) Yakni hanya untuk saling mengenal bahwa ia dari kabilah ini. Bukan untuk
saling membanggakan garis keturunan.

Selanjutnya, ayat ‫ ( ۚ إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد هللاِ أَ ْتقَ ٰى ُك ْم‬Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu) Yakni perbedaan
diantara kalian hanyalah karena ketakwaan. Maka janganlah kalian saling berbangga
dengan nasab kalian.

2.1.2 Fungsi Budaya Organisasi

Ada beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, menurut Robbins (1996,
h.294) membagi lima fungsi budaya organisasi sebagai berikut:

1. Berperan menetapkan batasan


2. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi
3. Memudahkan timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan
individual seseorang
4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi
5. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku para karyawan.
Menurut Schein (2010, h.13) membagi fungsi budaya organsiasi berdasarkan tahap
perkembangannya, yaitu sebagai berikut ini:

1. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi: pada tahap ini fungsi
budaya organisasi terletak pada pembeda baik terhadap lingkungan maupun
terhadap kelompok atau organsiasi lain.
2. Fase pertengahan hidup organisasi: pada fase ini budaya berfungsi sebagai
integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis
identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya
organisasi.
3. Fase dewasa: pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam

5
berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai
untuk berpuas diri.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005, h.83-84) membagi empat fungsi budaya
organsiasi sebagai berikut ini:

1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya


2. Memudahkan komitmen kolektif
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya.
Fungsi budaya organisasi menurut Ndraha (1997, h.45) menyebutkan sebagai
berikut ini:

1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat/kelompok


2. Sebagai pengikat suatu masyarakat/kelompok
3. Sebagai sumber inspirasi, kebanggaan
4. Sebagai kekuatan penggerak, melalui belajar maka budaya akan dinamis
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
6. Sebagai pola perilaku
7. Sebagai warisan
8. Sebagai subtitusi/pengganti formalisasi
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan Negara sehingga
terbentuk nation-state
Dari beberapa fungsi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan budaya
organisasi memiliki fungsi yang positif untuk pengelolaan organisasi terhadap masalah
eksternal dan masalah internal suatu organisasi. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai
identitas, menetapkan batasan dalam berperilaku, serta memunculkan komitmen
karyawan.

2.2 Konsep Dasar Budaya Organisasi

6
Hodge, Anthony dan Gales mendefinisikan budaya adalah konstruksi yang
mencakup karakteristik organisasi yang tampak dan tidak tampak. Budaya yang tampak
meliputi aspek organisasi seperti arsitektur, pakaian, pola perilaku, peraturan, legenda,
mitos, bahasa dan seremonial. Sedangkan yang tidak tampak mencakup share value,
norma-norma, keyakinan dan asumsi-asumsi anggota organisasi.

Mereka menyimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola karakteristik


organisasi yang mengarahkan anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan
sekitarnya. Budaya organisasi dianggap sebagai alat untuk menentukan arah organisasi,
mengarahkan apa yang boleh dilakukan, mengarahkan bagaimana mengalokasikan sumber
dayanya, mengelola sumber daya organisasi dan SDM, dan sebagai alat untuk menghadapi
masalah dan peluang dari lingkungan (Petrock, 1990).

Miller menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan kumpulan nilai yang


dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi
perusahaan tersebut Pada umumnya budaya dibangun atau diciptakan oleh pendiri atau
lapisan pimpinan atas yang mendirikan atau merintis perusahaan. Falsafah atau strategi
yang ditetapkan oleh mereka lalu menjadi petunjuk dan pedoman bawahan mereka dalam
melaksanakan tugas. Bila implementasi strategi ini ternyata berhasil dan dapat bertahan
bertahun-tahun, maka filosofi atau visi yang diyakini tersebut akan berkembang menjadi
budaya organisasi. Jika budaya organisasi tersebut dibakukan maka dalam
implementasinya harus berfungsi sebagai alat ukur dari setiap kegiatan organisasi.

2.2.1 Ciri ciri Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola-poola perilaku yang merupakan
manifestasi atau ungkapan-ungkapan dari asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai. O'Reilly,
Chatman, dan Caldwell menemukan ciri-ciri oranganisasi sebagai berikut:

1. Inovasi dan pengambilan risiko (innovation and risk taking). Mencari peluang
baru, mengambil risiko, bereksperimen, dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan
dan praktek-praktek formal.

7
2. Stabilitas dan keamanan (stability and security). Menghargai hal-hal yang dapat
diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan penggunaan dari aturan-aturan
yang mengarahkan perilaku.

3. Penghargaan kepada orang (respect for people). Memperlihatkan toleransi,


keadilan dan penghargaan terhadap orang lain.

4. Orientasi hasil (outcome orientation). Memiliki perhatian dan harapan yang tinggi
terhadap hasil, capaian dan tindakan.

5. Orientasi tim dan kolaborasi (team orientation and collaboration). Bekerja bersama
secaraa terkoordinasi dan berkolaborasi.

6. Keagresifan dan perjuangan (aggressiveness and competition). Mengambil


tindakan-tindakan tegas di pasar-pasar menghadapi para pesaing

Robbins (1998) menyatakan hasil-hasil penelitian yang mutakhir menetapkan


bahwa ada tujuh ciri-ciri utama yang, secara keseluruhan, mencakup esensi dari budaya
organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah:

1. Inovasi dan pengembangan risiko. Sejumlah mana karyawan didukung untuk


menjadi inovatif dan berani mengambil risiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan


kacermatan, analisa dan perhatiann terhadap detail.

3. Orientasi ke keluaran. Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil-hasil dan
keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai keluaran tersebut.

4. Orientasi ke orang. Sejauh mana keputusan-keputusan yang diambil manajemen


ikut memperhitungkan dampak dari keluarannya terhadap para karyawannya.

5. Orientasi team. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar


kelompok-kelompok (team) daripada seputar perorangan.

8
6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang lebih agrasif dan kompetitif daripada
santai.

7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan status


quo dibandingkan dengan pertumbuhan.

Jika diperhatikan kedua daftar ciri-ciri di atas tidak dapat disimpulkan mana yang
lebih tepat mencerminkan budaya organisasi perusahaannya. Sehein tidak setuju untuk
memakai kuesioner untuk mengetahui budaya organisasi satu perusahaan. Dan yang dapat
dikumpulkan melalui kuesioner tidak mungkin lengpat dan dapat menggambarkan
kekhasan dari budaya organisasinya. Ia menyarankan untuk menggunakan ancangan
diagnosis klinis. Peneliti untuk beberapa lama terjun ke perusahaan dan mengadakan
observasi dan wawancara denga pimpinan dan karyawan dan menggunakan daftar asumsi-
asumsi dasar keyakinan-keyakinan sebagai kerangka penelitiannya.

2.2.2 Nilai-nilai Islam dalam Budaya Organisasi

Budaya organisasi dibangun dengan seperangkat nilai yang diyakini oleh semua
perilaku dalam organissi itu. Islam sebagai salah satu sumber tatanilai juga mempunyai
nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai pembangunan budaya organisasi yang kuat.
Nilai-nilai dalam organisasi juga diperlukan untuk mengikat manajer dan semua orang
dalam organisasi tersebut dalam suatu kesatuan yang utuh. Bagi seorang manajer muslim,
nilai yang dopandang paling benar adalah nilai yang bersumber dari ajaran agamanya,
yaitu Islam. Bagaimanapun, sebuah organisasi akan sehat bila dikkembangkan dengan
nilai-nilai sehat yang bersumber dari agama (Hafifuddin 2003).

Beberapa nilai yang dipandang penting dalam pembangunan mental seorang muslim
dalam berorganisasi adalah ikhlas, jamaah dan amanah. Secara rinci ketiga nilai tersebut
beserta detail uraian menyangkut budaya organisasi akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Ikhlas
Ikhlas Merupakan sikap dasar khas seorang muslim segala tindakannya
yang dilakukan selalu bertujuan untuk mencari ridlo Allah. Seorang muslim yang

9
ikhlas adalah yang melakukan segala kewajibanya dengan maksimal tanpa niat
untuk dipuji, dihargai atau hanya ingin dilihat orang. Dalam hal amal keagamaan
kebalikan ikhlas adalah riya’, yaitu melakukan amal ibadah karena tujuan ingin
dilihat orang (Yahya, 2003).
Dalam organisasi makna ikhlas adalah melakukan kewajiban dengan sekuat
tenaga dan usaha terbaik dengan niat bersih. Beberapa penghasilan yang didapat
dari organisasi. Orang yang ikhlas adalah orang melaksanakan kewajiban secara
maksimal. Jika telah sepakat sejak awal jika seorang pengawai itu harus
melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Atau dengan kata lain,pengawai itu
melaksanakan pekerjaanya dengan sebaik-baiknya, dengan atau tanpa diawasi
atasanya (Hafifuddin,2003).

Konsep ikhlas ini pada gilirannya juga akan memunculkan etos kerja seorang
muslim. Karena konsep ikhlas pada dasrnya adalah inti dari segala perbuatan yang
dilakukan oleh seorang muslim, termasuk dalam hal bekerja atau berorganisasi.

Etos kerja seorang muslim yang dikemukakan oleh hafifuddin adalah sebagai
berikut:

1- Al-Ahslah ata baik dan bermanfaat: Seorang muslim yang berparagma ikhlas akan
memandang bahwacsegala perbuatan yang dilakukan adalah untuk beribadah.
Bekerja juga merupakan amal saleh jika diperjakan dengan ikhlas. Seorang muslim
yang ikhlas juga akan berusaha untuk menjadi orang yang bias memebrikan
manfaat bagi orang lain sebagai bagian dari amal solah.

Allah berfirman dalam surat an-Nahl 97: “

“Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam


keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri bahasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”,

2. Al-Itqan atau Kesempurnaan

10
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani nabi bersabda:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika seorang melakukan sesuatu
pekerjaan yang dilakukanya dengan itqan/sempurna (professional)”.

Dari sabda ini, dapat disimpulkan bahwa kesempurnaan atau profionalan


adalah salah satu tujuan yang harus jadi prioritas setiap muslim dalam
menyelesaikan tugasnya.Kikhlasan seorang muslim dengan demiian bukan berarti
dia bias menjalankan pekerjaanya, atau yang penting jadi.

3. Al-Ahsan atau Melakukan Yang Terbaik dan Lebih Baik Lagi

Kualitas ihksan mempuayai dua makna dan pesan, yaitu:

1. Melakukan yang terbaik dari apa yang dapat dilakukan. Dengan makan ini
pengertianya sama dengan al-itqan. Pesan yang dikandungnya antara lain agar
setiap muslim memilki komitmen terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik
dalam segala hal yang ia kerjakan, apalagi untuk kepentingan umat.
2. Mempunya makna yang lebih baik dariprestasi atau kualitas pekerjaan
sebelumnya. Makna inimemberkan pesan peningkatan terus –menerus, seiring
dengan bertambhnya pengetahuan, pengalaman, waktu dan sumber daya
lainya.

Al-Mujahadah atau kerja keras dan optimal dalam hal kesungguhan ini Allah
berfirman:

“Dan orang –orang yang berijtihad untuk(untuk mencari keridlohan) kami,


benar-benar kami akan tunjukkan kepeda mereka jalan-jalan kami, dan
sesungguhnya Allah bener-benar peserta orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. Al-Ankabut: 69)

4. Al-Tanafus dan ta’awum atau bekersama dan tolong menolong Dalam hal ini
Allah berfirman:

11
“ dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS.
Al-maidah:2)

Allah juga berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki,


perempuan, sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari orang munkar, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”.

5. Mencermati Nilai Wahyu

Rasulullah menjelaskan bahwa waktu adalah suatu sangat berharga yang


diabbaikan. Rasulullah memberi contoh sebagaimana beliau menyikapi ketepatan
waktu, kemudian diikuti oleh para sahabat beliau. Akhirnya, para shabat
menyadari dan terbiasa menghargai waktu. Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi,
Rasulullah bersabda: “Siapkanlah lima sebelum datangnya lima. Masa hidupmu
sebelum datangnya matimu, masa sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa
sesunggumu sebelum datang masa sibukmu, masa mudamu sebelum datang masa
tuamu, dan masa kayamu sebelum datang masa miskinmu”. (HR. Baihaqi dari Ibu
Abbas).

Selain membentuk etos kerja,sifat ikhlas juga akan menghindarkan seorang


dari sifat tamak dan kikir,karena seorang berpandangan hidup ikhlas hatinya tidak
akan terpaut dengan harta atau kekayaan. Seperti diketahui kecintaan yang
berlebihan terhadap harta atau dunia merupakan faktor utama timbulnya kejahatan
di bidang ekonomi, seperti pemipuan dan riba, yang keduanya dikutuk oleh Allah
(Ahmad, 2001).

6. Amanah

12
Nilai sentral dalam membangun budaya organisasi adalah konsep amanah.
Amanah merupakan sikap tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, atau
dengan kata lain ia menginginkan memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan
(Hafifuddin, 2003).

Dalam organisasi atau manajemen, konsep manajemen ini sangatlah penting,


karena setiap orang yang ada dalam organisasi pada dasarnya adalah memengang
tugas dan wewenang menyangkut kinerja organisasi. Sikap amanah akan
mejadikan pemegang tanggung jawab dalam organisasi menjalankan tugasnya
dengan penuh denagn didekasi dan tanggung jawab, bahkan Jalaluddin (2004)
bahkan memenganggap amanah sebagai basis atau dasar dalam manajemen dasar.

7. Shiddiq atau kejujuran

Dalam organisasi atau dalam ruang social apapun kejujuran sikap terpuji mutlak
diperlikan. Seseorang muslim uyang jujur akan selalu mendasarkan perbuatan pada
ajaran islam. Tidak ada kontradiksi antara ucapan dan perbuatannya. Karena itu
Allah senantiasa memerintah kita untuk selalu bersama orang yang benar (jujur).
Allahberfirman;”

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada A (Qllah, dan hendaklah


kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubat: 119).

Dalam dunia kerja, kejujuran di tampilkan dalam bentuk kesungguhan dan


ketepatan janji, waktu, pelaporan, pelayanan, mengakui kekurangan dan kelemahan
(tidak menutup-nitupi) serta menjauhkan diri dari perbuatan bohong dan menuju
(baik pada teman sejawat atau atasan).

8. Fathanah

Berarti mengerti, memahami dan menghayati segala hal yang menyangkut


tugas dan pekerja atau keryawan harus tahu persis apa tugas dan kewajiban. Lebih
lanjut sifat ini akan menimbulkan kriatifitasan dan kemampuan untuk melakukan
bermacam inovasi. Kriatifitas dan inovasi hanya mungkin dimiliki ketika

13
seseorang selalu berusaha menambah berbagai macam ilmu penngetahuan,
peraturan din informasi baik yang berhubungan dengan pekerjaan maupun
perusahaan secara umum.

9. Jamaah atau Kolektivitas

Islam adalah agama jamaah ang lebih mementingkan kebersamaan daripada


kesendirian atau individualism. Dari ibadah hingga muamalah dari sholat murni
hingga ibadah social menegaskan karakter dan watak kolektivitas Islam. Secara
sederhanna buankah sholatberjamaah nilainya lebih tinggi bila dibandingkan shalat
sendirian ? Bukankah Allah sangat menyukai barisan pejuang terorginisir secara rapi
Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang berperang dijala Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti Sesutu bangunan yang tesusun kokoh”. (QS. Al-
Shaf: 4).

Dalam konteks organisasi, budaya kolektif atau budaya jama’ah yang menjadi
karakter Islam ini dapat diimplementasikan alam bentuk solidaritas antar anggota
organisasi atau antara karyawan. Jika budaya kolektif ini telah terbangun, maka
selanjutnya soasana kekeluargaan akan tercipta dengan sendirinya. Hubungan antara
bawahan dan atasan, atau karyawan yang satu dengan yang lainya tidak seperti
hubunaga formal yang kaku, tapi yang lebih seperti hubunagn keluarga yang hangat.
Antara satu karyawan dan lainya tidak organisasi) yang di dalam di isi oleh orang yang
mempunya kesatuan hati akan menjadi jama’ah yang kuat. Bukankah saat kaum
muslimin sedang bimbang menghadapi perang Badar Allah berfirman untuk
menyakinkan bahwa orang-orang yang mempunyai stu hati akan mejadi kuat “Dan
jika mereka bermaksud menipu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi
pelindung). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para
mukmin. Dan yang mempersatukan denagn pertolongannya dan dengan paa mukmin).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekanyaan) yang berada di bumi, niscaya

14
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Alllah telah mempersatukan
hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gajah Lagi Maha Bijaksanan”.

Dalam konteks organisasi, kesatuan hati ini juga pada gilirannya akan
menimbulaka rasa memiliki, sence of belonging, pada diri kaeyawan. Ras ikut
memiliki inilah yang diperlukan untuk memacu semangat dan produktivitas karyawan
(Hafiduddin, 2003).

Dalam tataran praktis pembinaan rasa kebenaran dan kekeluargaan dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya:

 Melakukan huququl muslim(hak-hak sesama muslim). Apa hak-hak itu?


Dalam hadis hak itu ada lima, yaitu jika berjumpa ucapkan salam, jika
diundang datanglah, jika meminta nasehat nasehatilah, jika ia sakit jenguklah
dan terakhir jika ia meninggal antar janazahnya sampaike kubur.
 Melakukan tausiah atau saling menasihati
 Menghubungkan silaturrahmi
 Mengadakan islah atau rekonsilasi jika suatu ketika terjadi masalah atau
keretak hubunagan.
 Ta’awuwun atau saling bantu dan saling tolong.
 Menjauhi akhlak tercela dalam berintraksi, misalnya mengguncing, mengolok,
mengejek, dan lain-lain (Hafiduddin, 2003)

2.2.3 Sosialisasi Nilai Budaya

Organisasi memmerlukan makanisme tersendiri untuk mempertahankan agar


budaya yang berkembang dalam organisasi itu tetap terus hidup. Cara penyebaran budaya
dalam organisasi sama denhgan penyebaran nilai-nilai luhur dalam masyarakat. Dalam hal
ini kita dapat mencontoh Rasulullah saat melakukan pembinaan terhadap para shabat
hingga para shabat memiliki sifat yang luar biasa. Pemberian Rasul SAW tersebut dengan
cara:

 Keteladanan Kepemimpinan: Budaya

15
Organisasi yang kuat miming seharusnya diciptakan dan disosialisasikan
oleh seorang pemimpin. Rasul SAW telah memberikan contoh bagaimana
beliau selalu berusaha meningkatkan keteladanan. Rasul secara rutin
melakukan pembinaan kepada para shabat, yang kebanyakan masih baru
belajar tentang Islam. Namun tak kala pentingnya adalah penciptaan suasana
kerja yang kondusif bagi perkembangan organisasi. Rasul member contoh
mengenai budaya kerja, budaya penghargaan, budaya pengetahuan dan lainya
sehingga selalu ada peningkatan (Hafiduddin, 2003).
 Istiqomah
Sebagai mahluk Allah yang paling baik di antra mahluk-mahkluk yang
lain, maka seharusnya konsisten menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai
yang baik maskipun menghadapi tantangan dan godaan. Orang dan lembaga
yang terus konsisten dalam menjalankan budaya organisasi akan dengan
mudah budaya mensosialisasikan itu pada para pekerjanya, apalaki pekerja
yang baru.
 Tabligh

Ini merupakan simbul atau gambaran yang berarti mengajak sekaligus


member contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
nilai yang diperaktekkkanatau yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tabligh yang disampaikan harus mengandung makna dan dengan hikmah bagi
siapapun, sabar argumentatif dan persuasif akan menumbuhkan hubungan
kemanusian yang semakin solid antar karyawan.

2.3 Jenis-Jenis Budaya Organisasi

Praktek, prinsip, kebijakan, dan nilai-nilai dalam sebuah organisasi adalah faktor-
faktor yang akan membentuk budaya dalam organisasi itu. Budaya organisasi menentukan
cara karyawan berperilaku di antara mereka sendiri maupun orang-orang di luar
organisasi. Berikut ini sembilan jenis budaya organisasi menurut Management Study
Guide (MSG):

16
1. Budaya Normatif

Dalam budaya seperti itu, norma dan prosedur organisasi sudah ditentukan
sebelumnya dan aturan dan peraturan ditetapkan sesuai dengan pedoman yang ada.
Karyawan berperilaku dengan cara yang ideal dan secara ketat mematuhi
kebijakan organisasi. Tidak ada karyawan yang berani melanggar peraturan dan
berpegang teguh pada kebijakan yang telah ditetapkan.

2. Budaya Pragmatis

Dalam budaya pragmatis, lebih banyak penekanan diberikan pada klien dan
pihak eksternal. Kepuasan pelanggan adalah motif utama karyawan dalam budaya
pragmatis. Organisasi semacam itu memperlakukan klien mereka sebagai Dewa
dan tidak mengikuti aturan yang ditetapkan. Setiap karyawan berusaha keras untuk
memuaskan kliennya untuk mengharapkan bisnis yang maksimal dari pihak
mereka.

3. Budaya Akademi

Organisasi yang mengikuti budaya akademi mempekerjakan orang-orang


yang terampil. Peran dan tanggung jawab didelegasikan sesuai dengan latar
belakang, kualifikasi pendidikan, dan pengalaman kerja karyawan. Organisasi
yang mengikuti budaya akademi sangat khusus dalam melatih karyawan yang
ada. Mereka memastikan bahwa berbagai program pelatihan dilakukan di tempat
kerja untuk mengasah keterampilan karyawan. Manajemen melakukan upaya
tulus untuk meningkatkan pengetahuan karyawan untuk meningkatkan
kompetensi profesional mereka. Karyawan dalam budaya akademi tetap pada
organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama dan juga tumbuh di dalamnya.
Institusi pendidikan, universitas, rumah sakit mempraktikkan budaya semacam
itu.

4. Budaya tim bisbol

17
Budaya tim bisbol menganggap karyawan sebagai milik organisasi yang paling
berharga. Karyawan adalah aset sebenarnya dari organisasi yang memiliki peran
besar dalam keberhasilan fungsinya. Dalam budaya seperti itu, individu selalu
memiliki keunggulan dan mereka tidak terlalu peduli dengan organisasi mereka.
Agen periklanan, perusahaan manajemen acara, lembaga keuangan mengikuti
budaya semacam itu.

5. Budaya Klub

Organisasi mengikuti budaya klub sangat khusus tentang karyawan yang


mereka rekrut. Individu dipekerjakan sesuai spesialisasi, kualifikasi pendidikan,
dan minat mereka. Masing-masing melakukan apa yang terbaik untuknya.
Karyawan berpotensi besar dipromosikan dengan tepat dan penilaian adalah fitur
reguler dari budaya semacam itu.

6. Budaya Benteng

Ada organisasi tertentu di mana karyawan tidak begitu yakin tentang karier dan
umur panjang mereka. Organisasi semacam itu mengikuti budaya benteng. Karyawan
diberhentikan jika organisasi tidak berkinerja baik. Individu paling menderita ketika
organisasi mengalami kerugian. Industri pialang saham mengikuti budaya semacam
itu.

7. Budaya Pria Tangguh

Dalam budaya pria tangguh, umpan balik sangat penting. Kinerja karyawan
ditinjau dari waktu ke waktu dan pekerjaan mereka dimonitor secara menyeluruh.
Manajer tim ditunjuk untuk membahas pertanyaan dengan anggota tim dan
membimbing mereka kapan pun diperlukan. Karyawan selalu diawasi dalam budaya
seperti itu.

8. Budaya Mempertaruhkan Perusahaan

18
Organisasi yang mengikuti budaya ini cenderung mengambil keputusan yang
melibatkan sejumlah besar risiko dan konsekuensinya juga tidak terduga. Prinsip-
prinsip dan kebijakan organisasi semacam itu dirumuskan untuk menangani masalah-
masalah sensitif dan perlu waktu untuk mendapatkan hasilnya. Seperti
mempertaruhkan perusahaannya sendiri.

9. Budaya Proses

Seperti namanya, karyawan dalam budaya seperti itu mematuhi proses dan
prosedur organisasi. Masukan dan ulasan kinerja tidak terlalu penting di organisasi
semacam itu. Karyawan mematuhi aturan dan peraturan dan bekerja sesuai dengan
ideologi tempat kerja. Semua organisasi pemerintah mengikuti budaya semacam itu.

2.3.1 Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Schein menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan


dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut :

1. Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-
nilai, prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para
karyawan.
2. Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk
memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal
dan adaptasi eksternal.
3. Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang
pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas
diri, control, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh
lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.

Berikut ini adalah proses pembentukan budaya organisasi menurut para ahli :

 Robbins

19
Robbins menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam
tiga cara. Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan
karyawan yang memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang
mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para
karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi
berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan.Pada
titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya
organisasi.

Robbins membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang
kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada prilaku karyawan dan lebih langsung
terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti
organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas.Makin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka
pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga
memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang
dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina
keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.

 Brown
Brown menyatakan bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui
apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl
mengemukakan peranan pemimpin dalam budaya organisasi, dimana para
pemimpin mempunyai potensi yang paling besar dalam menanamkan budaya
dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Perhatian (attention)
Pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya akan
mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan
cara menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik.
Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena
secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia

20
mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang
menikmati hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut.Cerita ini
diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan
dan peduli kepada pelanggannya
2. Reaksi Pemimpin Terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para
pegawai untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi.Misalnya
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi
menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk
membuat para pegawai bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan
demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut
mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para
pegawai, dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa
pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
3. Pemodelan Peran
Pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka
melalui tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan
yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan
yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah
kebijakan atau prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar terhadap
hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa
hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja
keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa
bekerja keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai dalam
organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya untuk
disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan
kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah
hal yang penting dalam organisasi.
4. Alokasi Imbalan-imbalan

21
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan
imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan
apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan
acara-acara seremonial dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan
perhatian serta prioritas seorang pemimpin.Ketiadaan pengakuan terhadap
kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal tersebut bukan
merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-
orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang penting dalam
perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan
bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan.Misalnya saja
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol
perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
Jepang.Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir
khusus.

5. Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan Karyawan


Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang
memiliki nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan
mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan.Para pelamar yang tidak
cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada
juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi
kepada pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi
keberhasilan dalam organisasi.Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mengeluarkan atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi
mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi. Maka dari pembahasan ini dapat kita disimpulkan bahwa teori budaya
organisasi ini merupakan teori yang memiliki pengaruh penting dalam teori dan
penelitian di bidang komunikasi organisasi. Dengan kata lain, budaya organisasi
adalah esensi dari kehidupan organisasi yang memiliki ciri khas dan fungsi masing-
masing.
Setiap orang-orang yang memegang peranan penting dalam organisasi, sangat
penting untuk mempelajari atau mentelaah budaya organisasi dan nilai-nilai yang

23
terkandung di dalamnya. Dan setiap anggota-anggota dari organisasi memikliki fungsi
di antaranya, mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi,
memudahkan timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individual
seseorang, meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi, sebagai mekanisme kontrol dan menjadi
rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan, dll.

Oleh karena itu, budaya organisasi bisa di sebut sebagai “ruh” organisasi karena
bersemayam filosofi, misi dan visi organisasi yang akan menjadi kekuatan penting
untuk berkompetisi didalam organisasi itu sendiri.

3.2 Daftar Pustaka


Robbins,Stephen, 1996, Perilaku Organisasi, Jakarta:Salemba Empat

Kreitner dan Kinicki, 2005, Perilaku Organisasi, Jakarta:Salemba Empat

Arishanti, 2020, Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasional


Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan,3(11): 1858-2559

Tafsirweb.com, “Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir”, https://tafsirweb.com/9783-surat-


al-hujurat-ayat-13.html

Schein, Edgar H, 2010, Organizati Culture & Leadership, USA: Jossey-Bass

Hakim, 2016, Budaya organisasi Islami sebagai upaya meningkatkan kinerja,


9(1):179-200
Ndraha, Talizituhu, 1997, Sumber Saya Manusia, Purworejo: Bineka Cipta

24
Munandar, Asher Sunyato, 2008, Psikologi dan Organisasi, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI. Press)

Ahmad, Mustaq, 2001, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Hickman and Silva, 1984, Creating Excellence, Managing Corporate Culture


Strated Change in the New Age, New York: A Plume Book

Hasanudin, 2005, Manajemen Dakwah, Jakarta: UIN Jakarta Press

Hafiduddi, Didin, 2003 Manajemen Syariah dalam Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press.

Jalaluddin, 2008, Organisasi dalam Islam dan Budaya Perusahaan, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Stephen, Robbin, 2002, Perilakuk Organisasi, Edisi Bahasa Indonisia, New Jersey,
Simon & Sentruzeiph Ltd

Oeljono,2003,”budaya,organisasi”http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/ba
b-13.-budaya-org.pdf”

FurqonChairul,”budaya,organisasi”http://file.upi.edu/Direktori/fpeb/prodi._ma
naje men_fpeb/197207152003121-chairul_furqon/artikel
organizational _culture.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai