Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Yoghurt

Agus Tendi A.B (1705664) Auliya D.I (1702141) Efriliani S (1701990) Fikri Ilyas
M (1705165) Monica S.R (1700144)
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi Agroindustri,
Universitas Pendidikan Indonesia

tomi@upi.edu

Abstrak., Susu merupakan produk hasil ternak perah yang bersifat tidak tahan
lama. Usaha untuk memperpanjang masa simpan susu adalah dengan
pengolahan susu menjadi yoghurt. Yoghurt merupakan produk olahan susu
fermentasi menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus (ST) dan
Lactobacilus bulgaricus (LB), sehingga yang memiliki cita rasa asam.
Meskipun yoghurt difermentasi dengan bakteri yang sama tetapi parameter lain
dapat mempengaruhi karakteristik dari yoghurt. Praktikum dilaksanakan pada
hari Rabu,19 Februari 2020 di Laboratorium TPHP (Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian) Pendidikan Teknologi Agroindustri. Praktikum dilakukan
dengan perbedaan perlakuan pada bahan baku susu dan konsentrasi kultur. Dari
hasil praktikum diketahui konsentrasi kultur dengan lama inkubasi tidak
memberikan pengaruh yang nyata, namun penambahan konsentrasi kultur dan
lama inkubasi terhadap nilai pH mampu menurunkan nilai pH yoghurt. Kadar
lemak pada susu juga mempengaruhi karakteristik warna dan tekstur pada
yoghurt semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin berawarna dan
teksturnya semakin menggumpal dari susu rendah lemak.

Kata Kunci: Yoghurt, Fermentasi, Konsentrasi Kultur, Susu

Abstract. Milk is a dairy product which is not durable. Efforts to extend the
shelf life of milk is by processing milk into yogurt. Yogurt is a processed
fermented milk product using the bacteria Streptococcus thermophilus (ST)
and Lactobacilus bulgaricus (LB), so that has a sour taste. Although yogurt is
fermented with the same bacteria but other parameters can affect the
characteristics of yogurt. The practicum was held on Wednesday, February 19,
2020 in the Laboratory of TPHP (Agricultural Product Processing Technology)
Agro-Industry Technology Education. Practicum is done by different
treatments on milk raw material and culture concentration. From the results of
the practicum, it is known that the concentration of culture with incubation
time did not have a significant effect, but the addition of culture concentration
and incubation time to the pH value can reduce the pH value of yogurt. The
level of fat in milk also affects the color and texture characteristics of yogurt,
the higher the level of milk fat, the more colorful and the more clotted texture
of low-fat milk.

Keywords: Yogurt, Fermentation, Culture Concentration, Milk

1. PENDAHULUAN

Susu merupakan bahan pangan alami yang memiliki nilai gizi yang tinggi, karena
mengandung unsur kimia yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti protein dan lemak tinggi.
Penyusun utama susu adalah air (87,9%), protein (3,5%), lemak (3,5-4,2%), vitamin dan
mineral (0,85%). Susu sangat mudah rusak karena kondisi nilai nutrisi yang tinggi dan kadar
air yang tinggi merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi mikroorganisme sebagai
media pertumbuhan mikroba. Kualitas susu agar tetap terjaga diperlukan salah satu usaha
untuk mendapatkan susu yang berkualitas dan meningkatkan daya simpan diperlukan upaya
pasteurisasi susu dan teknologi fermentasi susu. Pengolahan susu banyak dilakukan untuk
memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai gizinya. Salah satu upaya pengolahan
susu adalah fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan susu yang sederhana dan
telah dikenal luas oleh masyarakat. Pembuatan yogurt pada umumnya melibatkan dua jenis
bakteri asam laktat sebagai bakteri starter, bakteri S. thermophilus mengawali proses
metabolisme dengan memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida),
sedangkan L. bulgaricus memetabolisme sebagian monosakarida tersebut menjadi asam
laktat. (Oktavia, 2013)
Yoghurt merupakan salah satu produk susu secara fermentasi yang berbentuk cair, kental
atau semi padat yang dibuat dengan bantuan aktivitas bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebagai starter. Yoghurt dibuat dari susu, yang
memiliki banyak zat gizi, diantaranya sebagai sumber protein, fosfor, kalsium, magnesium
dan juga sebagai sumber kalori. Yoghurt dapat berperan sebagai probiotik bagi tubuh karena
bakteri yang hidup dalam yoghurt dapat mengontrol aktivitas bakteri dalam usus (Anonim,
2001). Di Indonesia yoghurt mulai popular pada awal tahun 1990-an walaupun pada saat itu
belum terbiasa mengkonsumsi. Pada saat yang sama orang Belanda mengkonsumsi yoghurt
sebagai makanan harian dengan tingkat konsumsi 13,7 kg/kapita/tahun, disusul Swiss dan
Perancis masing-masing sebesar 7,5 dan 6,1 kg/kapita/tahun (Santoso, 1993).
Berdasarkan uraian diatas, penelitian dilakukan untuk mampu melakukan pengolahan
yoghurt, mengetahui karakteristik yoghurt, pengaruh suhu inkubasi yoghurt, berbedaan
karakteristik yoghurt dengan bahan baku yang berbeda yaitu susu murni dan susu skim cair,
pengaruh konsentrasi starter, dan bagaimana karakteristik yoghurt setelah penyimanan 7 hari
pada suhu dingin yang dihasilkan.

2. METODE
3. Waktu dan Tempat Praktikum :

Rabu,19 Februari 2020 di Lab TPHP (Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian)


4. Alat dan bahan :

a. Alat :
 Batang Pengaduk
 Kompor
 Inkubator
 Baskom
 Termometer
 Gelas Ukur
 Beaker Glass
 Alufo
 Penangas Air
 Botol vial
 pH meter
b. Bahan :
 Susu
 Starter Yoghurt
5. Prosedur Kerja

Susu Sapi,
Pasteurisasi Pemasukan
Susu Skim, HTST (72˚C; susu kedalam
dan Starter
15') jar
Yoghurt 5%

Penutupan jar Penginokulasi Peninkubasian


Pendiaman
menggunakan an starter 2 jam pada
hingga 45˚C
alufo yoghurt suhu ruang

Penyimpanan
Yoghurt Pengamatan suhu dingin Pengamatan
(7 hari)
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pembuatan yoghurt dengan formulasi susu yang
berbeda, yaitu susu murni dan susu skim. Dan dilakukan beberapa perlakuan, yaitu pada
kelompok 1A menggunakan starter 4% (8 ml) dari 200 ml susu murni,kelompok 2A
menggunakan starter 8%(16 ml) dari 200ml susu murni, kelompok 3A menggunakan starter
4% (8 ml) dari 200 ml susu murni, Kelompok 4A starter 8% (16 ml) dari 200 ml susu skim
dan kelompok 5A starter 5% (10 ml) dari 200 ml susu skim.
Proses pembuatan yoghurt diawali dengan melakukan pasteurisasi HTST selama 15 detik
dengan suhu 72˚C, setelah itu pemasukan susu yang sudah di pasteuriasi kedalam jar yang
sudah di sterilisasi selama 15 menit pada suhu 105°C. Kemudian penutupan jar menggunakan
alufo dan pendiaman hingga suhu menjadi 45˚C. Selanjutnya dilakukan penginokulasian
starter yoghurt sesuai dengan perlakuan perkelompoknya dan dilakukan penginkubasian
selama 12 jam pada suhu 30°C. Yoghurt yang dihasilkan kemudian diamati karakteristik
warna, aroma, tekstur, kekentalan, rasa, dan pH. Setelah pengamatan, yoghurt disimpan pada
suhu dingin selama 7 hari dan dilakukan kembali pengamatan karakteristik warna, aroma,
tekstur, kekentalan, rasa, dan pH.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Yoghurt 12 Jam
NO. TEKSTUR WARNA AROMA RASA PH
1. Kental +1 Putih susu +2 Khas yoghurt Asam +1 4
+2 Asin +3
2. Encer, Putih Khas yoghurt Asam +3 4
menggumpal +1 kekuningan +2
3. Permukaan Khas yoghurt Asam 4
kuning +2
4. Kental, Putih susu Khas yoghurt Asam +2 4
menggumpal +1 +2
5. Kental, Permukaan Khas yoghurt Asam +3, 4
menggumpal kuning & +2 asin +2
putih kerung

Tabel 2. Yoghurt hari ke-7


NO. TEKSTUR WARNA AROMA RASA PH
1. Kental Putih susu +3 Khas susu & - 4
menggumpal +2 asam
2. Kental Putih susu +3 Khas - 4
menggumpal +2 fermentasi
3. Kental +3 Putih susu Khas susu - 4
menggumpal fermentasi
4. Kental +3 Putih tulang Khas yoghurt - 4
+3 +3
5. Kental +2 Putih susu Khas susu - 4
fermentasi

3.2 Pembahasan
3.2.1 Susu fermentasi yoghurt
Yoghurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang di hasilkan melalui
proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat. Melalui perubahan kimiawi
yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan suatu produk yang mempunyai tekstur,
flavor dan rasa yang khas. Selain itu juga mengandung nilai nutrisi yang lebih baik
dibandingkan susu segar. Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter
campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 1:1
(Hidayat dkk, 2006).
Kultur yoghurt mempunyai peran penting dalam proses asidifikasi dan fermentasi susu.
Kualitas hasil akhir yoghurt sangat dipengaruhi oeh komposisi dan preparasi kultur starter.
Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofiik dan mesofilik. Bakteri yang umum
digunakan adalah Lb. bulgaricus dengan suhu optimum 42-45°C dan Streptococcus
thermophilus dengan suhu optimum 38-42°C. Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara
kedua jenis bakteri. Sedangkan kultur starter kefir mengandung mikroba yang terdiri dari
bakteri dan khamir yang masing- masing berperan dalam pembentukan cita rasa dan struktur
kefir. Bakterimenyebabkan terjadinya asam sedangkan khamir menghasilkan alkohol dan
CO2 pada proses fermentasi. Hal ini membedakan rasa yoghurt dan kefir (Hidayat dkk, 2006).
Kefir dan yoghurt adalah susu fermentasi, tetapi keduanya memiliki perbedaan pada jenis
kultur bakteri yang digunakan untuk fermentasi. Yoghurt mengandung bakteri transisi
mempertahankan kebersihan sistem pencernaan dan menyediakan makanan untuk bakteri
baik. Sedangkan kefir dapat benar-benar membersihkan saluran usus, sesuatu yang tidak dapat
dilakukan oleh yoghurt. Kefir mengandung beberapa strain bakteri yang tidak dapat
ditemukan pada yoghurt, yaitu Lactobacillus Caucasus, Leuconostoc, spesies Acetobacter dan
spesies Streptococcus. Kefir juga mengandung ragi yang bermanfaat, seperti Saccharomyces
kefir dan Torula kefir, yang mendominasi, mengontrol dan menghilangkan ragi patogen yang
destruktif dalam tubuh manusia (Buckle, 2010).

3.2.2 Penginkubasian Yoghurt


Inkubasi yang digunakan pada praktikum ini ialah inkubasi di dalam inkubator dengan
suhu 30C selama 12 jam, kemungkinan yang terjadi apabila yoghurt di inkubasi pada suhu
ruang yaitu kisaran 20-25C dapat terjadi, Hal ini disebabkan karena keberhasilan proses
pembuatan yoghurt salah satunya dipengaruhi oleh masa pemeraman. Bakteri S.
thermophillus akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 43°C dan pH akan turun akibat bakteri
S. thermophillus mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga pH susu turun menjadi 5 – 4
sedangkan L. bulgaricus akan tumbuh optimal jika pH sudah berkisar menjadi 5 oleh karena
itu yoghurt yang mendapatkan perlakuan dengan kultur satu jenis saja akan memiliki
perbedaan pH yang cukup signifikan (Hui, 1993).
Waktu inkubasi yang semakin lama memberikan kesempatan kultur untuk lebih lama
melakukan metabolisme dan semakin meningkat jumlah populasi kultur akibat reaksi
biokimia yang dilakukan oleh kultur, oleh karena itu jika lama waktu inkubasi lebih lama
semakin banyak koagulan yang dihasilkan hal ini sesuai dengan pendapat Hui (1993) yang
menyatakan peningkatan nilai viskositas berhubungan dengan agregasi kasein misel dan
pembentukan gel akibatnya perubahan biokimia dan fisiko kimia selama fermentasi susu.
Namun lama inkubasi pada suhu ruang juga mampu menurunkan kadar pH, meningkatkan
keasaman, dan meningkatkan nilai viskositas pada set yogurt. (Oktavia, 2013)

3.2.3 Karakteristik Yoghurt Dengan Bahan Berbeda


Pembuatan yoghurt pada praktikum kali ini dilakukan dengan perbedaan formulasi susu
dan starter. Pengujian organoleptik yang dilakukan yaitu, warna, aroma, kekentalan, dan rasa.
Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik warna yoghurt yang terbuat dari susu murni
warnanya putih kekuningan sedangkan yoghurt yang terbuat dari susu skim berwarna putih
cerah. Menurut (Chotimah, 2009) warna yoghurt dipengaruhi kandungan lemak pada susu,
semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin berawarna. Maka dari itu yoghurt yang
terbuat dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah,
dan karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari lemak susu.
Berdasarkan hasil pengamatan, yoghurt yang terbuat dari susu skim memiliki pH rendah,
hal ini disebabkan karena kandungan karbohidrat pada susu skim lebih tinggi daripada bubuk
krim. Kandungan karbohidrat yang tinggi ini akan digunakan oleh bakteri asam laktat sebagai
sumber substrat untuk memproduksi asam laktat. Sehingga asam laktat yang dihasilkan pada
yoghurt dari susu skim ini akan semakin tinggi.
Yoghurt yang terbuat dari susu murni lebih banyak terdapat gumpalan daripada yoghurt
yang terbuat dari susu skim. Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut seperti bubur,
tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat. Kekentalan pada yoghurt dipengaruhi oleh
penggumpalan yang terjadi. Menurut Buckle et al., (1985), penggumpalan atau pengentalan
merupakan salah satu sifat susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh
kegiatan enzim atau penambahan asam. Menurut Tamime dan Robinson (1989) fermentasi
oleh bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang menghasilkan
konsistensi yoghurt yang menyerupai pudding. Selain itu Koswara (2005) juga menyatakan
bahwa laktosa dalam susu digunakan oleh bakteri Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus sebagai sumber karbon dan energi utama untuk pertumbuhan bakteri.
Sedangkan rasa dan aroma yang dihasilkan pada yoghurt dengan formulasi susu murni
dan susu skim tidak memiliki perbedaan, rasa yang dihasilkan asam. Rasa asam yang berasal
dari yoghurt merupakan hasil produksi dari asam laktat. Asam menyebabkan perubahan
dalam struktur protein (denaturasi), sehingga protein susu menggumpal (mengalami
koagulasi). Dan aroma yang dihasilkan pada yoghurt susu murni dan susu skim khas yoghurt.
Aroma pada yoghurt dipengaruhi oleh asam laktat, sisa-sisa asetaldehid, diasetil, asam asetat,
dan bahan-bahan mudah menguap lainnya setelah proses fermentasi. Menurut Oberman
(1985) pada awal fermentasi, Streptococcusthermophilus tumbuh dengan cepat dan
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asam asetat, asetaldehida, diasetil serta asam
format.

3.2.4 Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Karakteristik Yoghurt


Produk susu fermentasi sangat berguna dalam mengatasi lactose intolerance karena
terjadi penurunan kadar laktosa sampai 30%. Laktosa dihidrolisis oleh bakteri starter
penghasil asam laktat sebagai hasil akhir (Chandan dan Shahani, 1993). Proses metabolisme
laktosa di dalam sel bakteri secara umum melibatkan tiga macam alur metabolik, yaitu
homolactat pathway, phosphoketolase dan heterolactate pathway. Secara skematis, ketiga
macam alur tersebut melibatkan beberapa tahapan, yaitu: transport dan hidrolisis laktosa
menjadi monosakarida, konversi monosakarida menjadi triosa phospat dan berbagai bentuk
intermediet lainnya, konversi triosa phospat menjadi pirufat, konversi pirufat menjadi asam
laktat dan produk lain, sekresi produk akhir fermentasi dan pengaturan fermentasi (Widodo,
2003).
Pada praktikum kali ini, rasa merupakan salah satu karakteristik yang diuji, dalam studi
literatur semakin banyak konstentrasi starter yang digunakan maka kadar asam meningkat, hal
ini disebabkan karena aktivitas Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus
sebagai bakteri asam laktat yang mampu mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat.
Rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang
dihasilkan oleh hidrolisis asam (Winarno, 1991).
Tekstur merupakan karakteristik yang menjadi uji selanjutnya, berdasarkan hasil yang
diperoleh tekstur menjadi kental dan menggumpal tetapi tidak terlihat begitu signifikan
konsentrasi starter yang mana yang lebih kentalatau menggumpal hanya saja perbedaan bisa
dilihat setelah 7 hari fermentasi yaitu secara umum menggumpal dan lebih kental dari
fermentasi hanya 12 jam berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan
konsentrasi starter memberikan pengaruh walau tidak begitu signifikan terhadap tekstur
yoghurt, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan pH sehingga yoghurt menjadi kental
atau semi solid. Padatan total dalam susu juga berperan untuk pembentukan tekstur dan aroma
yoghurt yang baik (Widodo, 2003). Menurut Anonim (2001), jenis dan jumlah
mikroorganisme dalam starter yang digunakan sangat berperan dalam pembentukan formasi
dan rasa serta tekstur yoghurt selain itu lama fermentasi dan suhu lingkungan juga
berpengaruh dalam pembuatan yoghurt.
Secara keseluruhan aroma yang dihasilkan beraroma susu fermentasi karena
Lactobacillus bulgaricus berperan dalam pembentukan aroma. Chandan dan Shahani (1993),
menambahkan flavour yoghurt yang khas diperoleh dengan pembentukan asam laktat,
asetaldehid, asam asetat dan diasetil. Substansi yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dan
komponen volatil memberikan karakteristik asam dan aroma yoghurt (Widodo, 2003).
Penambahan konsentrasi starter terhadap nilai pH mampu menurunkan nilai pH set
yogurt, hal ini dikarenakan semakin banyak kultur yang ditambahkan mengakibatkan
menurunnya nilai pH semakin asam. Sunarlim, dkk., (2007) L. bulgaricus berperan
menghasilkan flavor yang khas dan tajam. Nilai pH dari hasil praktikum yaitu 4 sesuai dengan
standart pH yogurt menurut Muawanah (2000) dan Husna (2000) yaitu 4 hingga 4,5.
Wilkinson (2000) menambahkan bahwa pada umumnya yogurt mempunyai nilai pH pada
kisaran 4,0 hingga 4,6 yang diperoleh dari proses fermentasi menggunakan kultur L.
bulgaricus dan S. thermophilus. Peningkatan nilai pH yogurt disebabkan karena terjadi
penurunan jumlah ion H+ yang dipicu oleh penurunan jumlah total asam. Konsentrasi asam
yang terkandung di dalam produk fermentasi mempengaruhi nilai pH konsentrasi ion
hidrogen asam laktat akan diikuti dengan meningkatnya konsentrasi ion hidrogen sehingga
nilai pH menurun, atau sebaliknya (Atherton dan Newlander, 1981).
Kultur yang ditambahkan memiliki peran dalam pembutan yogurt. S. thermophillus
bertanggung jawab terhadap penuruan pH awal sampai dibawah 5.0 pada keadaan tersebut S.
thermophillus menjadi sangat lambat. Sedangkan L. bulgaricus bertanggung jawab terhadap
penurunan pH selanjutnya sampai sekitar 4,2 Lactobacillusdalam pertumbuhannya
mendominasi keseluruhan proses fermentasi (Darmajana, 2011). Terdapat interaksi yang
saling menguntungkan antara L. bulgaricus dan S. thermophillus, karena bakteri yang satu
mensintesa dan membebaskan senyawa yang menguntungkan atau menstimulir pertumbuhan
bakteri lainnya. Sebaliknya S. thermophillus menurunkan pH atau meningkatkan keasaman
dan mensintesa asam format yang dapat menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus (Sunarlim,
dkk., 2007).

3.2.5 Pengaruh Penyimpanan Terhadap Karakteristik Yoghurt


 Warna
Warna putih pada air susu disebabkan karena warna kasein. Warna kasein yang murni
berwarna putih seperti salju. Di dalam susu, kasein ini merupakan dispersi koloid sehingga
tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih (Buda, 1980).
Tidak terjadi perubahan warna yang sangat mencolok selama penyimpanan karena selama
penyimpanan tidak terjadi kerusakan pada kasein. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya yaitu yoghurt yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berwarna
kekuningan dan berbau asam. Apabila ciri diatas tidak terpenuhi tidak dapat dikatakan
yoghurt yang berkualitas baik (Acahyadi, 2016).

 Aroma
Didapat dari hasil praktikum tidak terjadi peningkatan aroma yang mencolok/menyengat
selama penyimpanan yoghurt. Yoghurt memiliki karakteristik aroma yang khas seperti aroma
asam. Aroma ini timbul karena selama proses fermentasi terjadi perubahan laktosa susu
menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt
memiliki aroma khas asam.
Aroma produk yoghurt disebabkan oleh senyawa-senyawa volatil yang terbentuk sehingga
menimbulkan aroma asam yang khas. Selain berperan dalam pembentukan gel, asam laktat
juga memberikan ketajaman rasa dan menentukan aroma khas dari yoghurt (Anindita, 2002).
Menurut Kusmawati (2008) parameter aroma sangat berkaitan dengan parameter rasa. Flavor
dan rasa yang khas pada produk disebabkan karena BAL menghasilkan senyawa kimia dari
asam laktat, asetaldehid, asam asetat, diasetil atau 2,3-pentanadion dan bahan lain yang
mudah menguap.
 Rasa
Dari hasil penelitian didapat untuk karakterisasi Rasa pada penyimpanan yoghurt hanya
dilakukan pada hari ke-1 dan tidak dilakukan pada hari ke-7 sehingga tidak diketahui
perubahan karakterisasi Rasa pada penyimpanan hari ke-7. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh EM Ningrum (2011), bahwa tidak terjadi peningkatan asam laktat yang
signifikan pada yoghurt pasteurisasi pada penyimpanan suhu dingin di hari ke-16. Sehingga
diperoleh berdasarkan kajian teori bahwa rasa yang akan ditimbulkan pada penyimpanan pada
hari ke-7 tidak akan mengalami peningkatan rasa asam dan yang signifikan, hal ini
dikarenakan pada suhu dingin akan mencegah bakteri yang ada dalam yoghurt tidak dapat
berkembang biak dan melakukan aktivitas lebih lanjut dengan jangka waktu sampai
penyimpanan 16 hari.
Hal ini didukung oleh Schornburn (2002) bahwa rasa asam pada yoghurt disebabkan oleh
adanya aktivitas metabolisme seluler BAL pada fermentasi yoghurt. Yoghurt memiliki flavor
dan rasa yang khas karena senyawa kimia yang dihasilkan dari asam laktat, asetaldehid, asam
asetat, diasetil atau2,3-pentanadion dan bahan lain yang mudah menguap Rasa asam ini yang
kemudian akan menutupi cita rasa khas bahan sehingga meningkatkan kesukaan panelis.

 Tekstur
Didapat dari hasil praktikum bahwa perubahan tekstur yang terjadi selama penyimpanan
sedikit menggumpal, hal ini dimungkinkan karena kesetaraan koagulum yang terbentuk pada
tiap perlakuan. Dugaan ini berdasar pada kesetaraan nilai pH yang dihasilkan pada tiap
perlakuan
Konsistensi koagulum menentukan tekstur yoghurt. Konsistensi ini dipengaruhi oleh pH
ketika pH berada di luar rentang pH normal susu karena pada rentang ini, kasein bisa
membentuk jaringan dengan protein whey yang telah mengalami denaturasi pada saat
dilakukan pasteurisasi sebagai bagian integral dari proses pembuatan yoghurt (Bylund,
1995). Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa penggumpalan merupakan sifat susu yang
paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam.
Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu.
Kerja enzim ini biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-
partikel kasein, diikuti dengan perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja
enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau
garam kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses
pengendapan.

 pH (Keasaman)
Nilai pH setara dengan total asam laktat, dalam hal ini banyaknya asam laktat yang
dihasilkan akan memberikan nilai pH yang semakin rendah. Hasil pengukuran pH pada hari
ke-1 dan hari ke-7 yoghurt adalah berkisar 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawati dan
Rahayu (1992), bahwa derajat asam yoghurt antara 3,8-4,6 mengandung asam laktat 0,7-1,1
%. Hal ini disebabkan karena yoghurt tersebut disimpan pada suhu dingin sehingga bakteri
yang ada dalam yoghurt tidak dapat berkembang biak dan melakukan aktivitas lebih lanjut
dengan jangka waktu 7 hari. Menurut Tamime dan Robinson (1985), bahwa penghentian
proses fermentasi dilakukan dengan cara pendinginan pada suhu < 10°C, namun yang terbaik
adalah pada suhu 5°C. Pada keadaan ini mikroba tidak aktif, sehingga pengontrolan asam
yang terbentuk dapat dilakukan.
Penyimpanan pada suhu dingin menyebabkan yoghurt dapat tahan sampai 7 hari dan
masih baik untuk dikonsumsi. Hal ini didukung oleh Setiawati dan Rahayu (1992), bahwa
yoghurt mempunyai daya tahan kurang lebih 3 minggu pada temperatur 4-5°C. Rendahnya
nilai pH disebabkan karena adanya aktivitas bakteri yang menyebabkan keasaman. Makin
tinggi aktivitas bakteri, pH yoghurt makin rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle,
dkk (1987), bahwa bakteri asam laktat termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar
asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang
dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH lingkungan dan menimbulkan rasa
asam.

7. KESIMPULAN

 Yoghurt merupakan produk fermentasi susu dengan bakteri asam laktat dan inkubasi dengan
suhu 30C selama 12 jam. Bakteri S. thermophillus akan tumbuh optimal pada suhu sekitar
43°C dan pH akan turun akibat bakteri S. thermophillus mengubah laktosa menjadi asam
laktat sehingga pH susu turun menjadi 5 – 4 sedangkan L. bulgaricus akan tumbuh optimal
jika pH sudah berkisar menjadi 5.

 Konsentrasi kultur dengan lama inkubasi tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun
penambahan konsentrasi kultur dan lama inkubasi terhadap nilai pH mampu menurunkan nilai
pH yoghurt. semakin banyak konstentrasi starter yang digunakan maka kadar asam meningkat.

 Warna yoghurt dipengaruhi kandungan lemak pada susu, semakin tinggi kadar lemak susu
maka semakin berawarna. Yoghurt yang terbuat dari susu murni lebih banyak terdapat
gumpalan daripada yoghurt yang terbuat dari susu skim, berdasarkan hasil pengamatan,
yoghurt yang terbuat dari susu skim memiliki pH rendah.

 Tidak terdapat perubahan signifikan pada karakteristik warna, pH, aroma dan rasa di hari ke-0
dan hari ke-7. Tetapi tedapat perbedaan tekstur dimana yoghurt hari ke-7 lebih menggumpal
dari yoghurt hari ke-0.

DAFTAR PUSTAKA

Achyadi, Nana Sutisna. (2016). Perkuliahan Teknologi Pengolahan Pangan II. Universitas
Pasundan: Bandung
Anindita. (2002). Pembuatan yakult kacang hijau. kajian tingkat pengenceran dan
konsentrasi sukrosa. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
Anonim, (2001). Yogurt (http://foodsci/dary.edu/yogurt.ht ml). Diakses 3 Maret 2020.
Anonim. (1994). Buletin PPSKI (Perhimpunan Peternak sapi dan Kerbau Indonesia).
Nomor 43 Tahun IX April – Juni, Bandung.
Atherton H. V. dan J. A. Newlander, (1981). Chemistry and Testing Dairy Products. The Avi
Publishing Company Inc. Connecticut.
Buckle, K.A. dkk. (2010). Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. (1985). Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta:
Universitas Indonesia. Halaman 97-98
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. (1987). Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. 1988. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Bylund, G. (1995). Dairy processing handbook. Tetra Pak Processing Systems AB S-221
86 Lund, Sweden
Chandan, R. C. dan K. M. Shahani, (1993). Yogurt. In: Dairy Science and Technology
Handbook. 2. Product Manufacturing. Y. H. Hui, Ed. VCH, Pub., Inc., USA.
Chotimah, Siti Chusnul. (2009). Peranan Streptococcus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus
dalam Proses Pembuatan Yoghurt: Suatu Review. Jurnal Ilmu Peternakan. 4: (2). Hlm 47-52.
Darmajana, D.A. (2011). Pengaruh Konsentrasi Starter dan Konsentrasi Karagenan
Terhadap Mutu Yogurt Nabati Kacang Hijau. Prosiding SNaPP 2011 Sains,
Teknologi dan Kesehatan. ISSN: 2089-3582.
Hidayat, Nur, Masdiana dan Sri Suhartini. (2006). Mikrobiologi Industri. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Hui, Y.H. (1993). Dairy Science and Technology Handbooks: Principles and Properties.
VCH Publisher Inc. New York.
Husna, N. (2000). Mempelajari Pengaruh Jenis Kultur dalam Pengeringan Beku dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Kultur Starter Yogurt. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Bogor.
Koswara, S., (2005). Susu Dan Yoghurt Kedelai
Kusmawati, E. (2008). Kajian formulasi sari mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai
minuman probiotik menggunkana campuran kultur Lactobacillus delbrueckii
subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus
casei subsp. rhamnosus. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Muawanah, A. (2000). Pengaruh Lama Inkubasi dan Variasi Jenis Starter Terhadap Kadar
Gula, Asam laktat, Total Asam, dan pH Yogurt Susu Kedelai. Program Studi Kimia.
FST UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ningrum, E. M., Ternak, S. P. J. P., & UNHAS, F. (2011). Kajian Sifat Fisik Yoghurt
Pasteurisasi dan Tanpa Pasteurisasi pada Penyimpanan Lemari Es. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Oberman, H . (1985) . Fermented milks . In : microbioloy of Fermented Foods. vol 2 . Elsiever applied
science Publishers, England.
Oktavia, Heldy (2013). Pengaruh Penambahan Kultur Tunggal Dan Campuran Dengan
Lama Inkubasi Pada Suhu Ruang Terhadap Kadar Ph, Keasaman, Viskositas Dan
Sineresis Pada Set Yogurt. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang
Santoso, H.B. (1994). Susu dan Yoghurt Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Schornburn, R. (2002). The effects of various stabilizers on the mouthfeel and other attributes
of yoghurt. Thesis. University of Florida.
Setiawati, T dan S. rahayu. (1992). Buku Tehnik dan Pengembangan Peternakan seri
Penanganan Susu. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Stat, M. (1992). Laporan Penelitian Pengaruh Ratio dan Waktu Inokulasi Starter Terhadap
Mutu Yoghurt. Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Sunarlim, R., H. Setiyanto dan M. Poeloengan. (2007). Pengaruh Kombinasi Starter Bakteri
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus plantarum
Terhadap Sifat Mutu Susu Fermentasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner 2007.
Tamime AY, Robinson RK. (1989). Yoghurt Science and Technology. London: Peramon Pr.
Tamime, A Y., and R. K. Robinson. (1985). Yoghurt, Science and Technology. Perqamon
Pess, Oxford.
Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.
Wilkinson, M. (2000). Improving the Quality of Yogurt. www.teagascie/research/reports/dai
ryproduction/4615/eopr-4615.htm22k. Diakses tanggal 03 Maret 2020.
Winarno, F. G., (1991), Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta
LAMPIRAN
Tabel Pengamatan Yoghurt
Ke
Lom Jam ke-12 Hari ke 7
pok
1

4
5

LEMBAR KONTRIBUSI
Agus Tendi A.B : Lampiran, Editor dan Pertanyaan responsi no 6
Fikri Ilyas Muharram : Abstrak, Kesimpulan, dan Pertanyaan responsi no 1 dan 2
Auliya Dewi I : Pendahuluan dan Pertanyaan responsi no 3
Monica : Metodelogi dan Pertanyaan responsi no 4
Efriliani Sekartini : Tabel hal dan pertanyaan responsi no 5

Anda mungkin juga menyukai