Disusun Oleh :
Kelompok 39
Nama Pendamping Kelompok
ASWAN
DEWI
Mushaf Usman
Selama pemerintahan Usman bin Affan umat Islam sibuk melibatkan diri di
medan jihad yang membwa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia.
Berangkat dari suku kabilah dan propinsi yang berbeda- beda, sejak awal para
pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dari nabi Muhammad, di luar
kemestian, rasul telah mengajarkan kepada mereka bacaan Al-Qur’an dalam dialek
masing-masing, karena di rasa sulit untuk meninggalakan dialeknya secara spontan.
Sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebut huruf Al-Qur’an muali
menampakan kerancuan dan perselisiahan dalam masyarakat.
Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Usman melakukan jam’ul Qur’an.
Yang pertama: Usman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
melacak suhuf dari Hafsah istri rasul, kemudian Usman mengirim surat kepada
Hafsah yang menyatakan.”Kirimkanlah suhuf kepada kami agar kami dapat membuat
naskah yang sempurna dan kemudian suhuf tersebut akan kami kembalikan kepada
anda.,” Hafsah lalu mengirimkannya kepada Utsman, yang memerintahkan Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Aburrahman bi Haris bin Hisyam agar
memperbanyak salinan naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang Quraisyi”,
kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Tsabit perihal apa saja mengenai Al-
Qur’an, tulislah dalam dialek Quraisy sebagaimana Al-Qur’an telah di turunkan
dalam logat mereka.” kemudian mereka melakukan hal ini dan ketika mereka selesai
membuat salinan tersebut Utsman mengembalikan suhuf itu kepada Hafsah.
Riwayat Kedua: Usman membuat naskah Mushaf tersendiri, Usman
memerintahkan dua belas orang untuk menangani hal ini mereka adalah : Said bin
Ash bin Said, Nafi bin Zubair bin Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,
Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin Hisyam, Kathir bin Aflah, Anas bin Malik,
Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr
bin Ash. Dalam ceramahnya Ustman mengatakan,”Orang-orang telah berbeda dengan
bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat
ayng di tulis di hadapan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hendaklah di
serahkan kepadaku.,” maka orang-orangpun menyerahkan ayat-ayatnya, yang di tulis
di atas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang
memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh Usman,”Apakah kamu
belajar ayat-ayat ini (seperti di bacakan ) langsung dari nabi sendiri? Semua
penyumbang menjawab di sertai sumpah, dan semua bahan yang di kumpulakn telah
di beri tanda atau nama satu persatu yang ekmudian di serahkan kepada Zaid bi
Tsabit. Salah seorang dari mereka yang menulis mushaf mengatakan,” Jika ada
kontropersi mengenai ayat-ayat tertentu kami akan melacak dari sumber mana dia
dapatkan ayat tersebut.
Usman memerintahkan kepada Zaid bin Sabit al-Anshari untuk menuliskan
mushaf itu dan di imlakan oleh Sa’id bin As al-Umawi, dengan di saksikan oleh
abdullah bin Umar dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam al-Makhzumi. Kepada
mereka jika ada yang mereka perselisihkan supaya di tulis dengan logat Mudar.
Sesudah penulisan itu didasarkan pada satu macam bacaan, Usman memerintahkan
untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam, satu untuk Mesir, satu untuk Bashrah,
satu untuk Kuffah, satu untuk Makkah dan satu lagi untuk Yaman. Satu mushaf di
tinggalkan di Madinah. Umat sudah merasa puas dengan semua mushaf ini, dan orang
menamakannya mushaf Usman, sebab di tulis atas dasar perintah Usman, kendati
tidak di tulis dengan tangannya sendiri.
Sesudah mushaf-mushaf itu di kirimkan ke kota-kota tadidan khalifah
mewajibkan supaya bacaan itu yang di pakai, dan ia memerintahkan mushaf-mushaf
lain dikumpulkan dan di bakar. Atas tindakan Usman itu banyak orang yang marah.
Imam As-Suyuti dalam tarikh Al-Khulafa menyebutkan indikasi kebencian-kebencian
tersebut dari beberapa kabilah yang menjadi basis dukungan dan asal kelahiran
sahabat-sahabat terkenal seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, dan Abu
dzar Al-Ghifari. Mereka mengecam Usman kerena mengerjakan pekerjaan yang tidak
dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Mengenai Ibn Mas’ud ada disebutkan bahwa ia
merasa tersinggung sekali kerena mushaf yang di ambil dari dia itu di bakar.
Usman menulis surat kepadanya dengan mengajaknya mengikuti sahabat-
sahabat yang lain yang sudah sama-sama menyetujui demi kebaikan bersama dan
menghindari perselisihan. Tidak perlu diragukan apa yang sudah di lakukan Usman
supaya bacaan Qur’an seragam, merupakan kebijakan yang luar biasa. Dengan ini
qur’an tetap terjaga kemurniannya sebagaimana di wahyukan Allah kepada Rsulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Tepat sekali apa yang di katakan oleh Ali bin Abi
Thalib:``Orang yang paling berjasa dalam pengumpulan Qur’an adalah Abu Bakar.
Semoga Allah memberi rahmat kepadanya. Betapapun demikian jasa Usman tidak
kurang dari jasa Abu Bakar dengan langkahnya ia mengoreksi adanya perbedaan
(dalam ragam bacaan) dan menghindari perselisihan. Juga tidak mengurangi jasanya
sekalipun orang berbeda pendapat dan sebagian menyalahkannya, karena ia telah
membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri, sebab jika tidak segera bertindak
demikian, maka akan selalu ada pertentangan dan perselisihan hingga bencanapun tak
dapat di hindarkan. Ketika di tanya tentang pembakaran mushaf-mushaf itu Ali bin
abi Thalib menjawab:``kalau dia tidak melakukan itu maka saya yang akan
melakukannya.”Sungguhpun demikian orang masih saja melampai batas dalam
mengecam Usman karena memerintahkan pembakaran mushaf-mushaf itu. Di depan
orang banyak Ali berkata: ``Saudara-saudara, janganlah kalian berlebihan dalam
mengatakan Usman telah membakar mushaf. Dia membakarnya itu sepengetahuan
sahabat-sahabat Muhammad shallallahu alihi wasallam. Kalau saya di baiat seperti
dia, niscaya akan saya lakukan seperti apa yang di kerjakannya itu.