Anda di halaman 1dari 14

BIOGRAFI

USMAN BIN AFFAN

Disusun Oleh :
Kelompok 39
Nama Pendamping Kelompok
 ASWAN
 DEWI

PENGENALAN BUDAYA AKADEMIK


DAN KEMAHASISWAAN (PBAK) IAIN PAREPARE
TAHUN 2019
Usman bin Affan nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abi Ash bin
Umayyah bin Abdus Syam bin Abdul Manaf bin Qushai bin Qilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Quraisyi. Ia dilahirkan tahun ke-6 dari tahun gajah.
Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdus Syam.
Sedangkan nenek dari ibunya bernama Al-Baida` binti Abdul Muthalib, bibi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni saudara kembar Abdullah ayah rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ia termasuk orang yang masuk Islam lantaran da’wah dari seruan Abu Bakar,
ia adalah orang yang ikut hijrah sebanyak dua kali, yakni hijrah ke Habasyah dan ke
Madinah.Pada saat Rasulullah SAW meninggal dunia Usman baru berusia 58 tahun,
ia menjabat sebagai khalifah pada tahun 24 H dan saat itu ia berusia 70 tahun.

1) Usman bin Affan menjadi Khalifah


  Dikala Umar kena tikam, beliau tidak bermaksud hendak mengangkat
penggatinya sebagai khalifah. Tetapi kaum muslimin khawatir kalau terjadi
perpecahan sesudah Umar meninggal dunia, karena itu mereka mengusulkan agar
Umar menunjuk siapa yang akan menjadi pengganti beliau.Ada diriwayatkan, bahwa
Umar berkata ” Kalaupun saya menunjuk seorang pengganti, karena dulu orang yang
lebih baik dari saya (Abu Bakar) juga menunjuk penggantinya, atau kalaupun saya
biarkan, karena dulu orang yang lebih baik dari saya (Rasul) juga membiarkan.
Dalam hal ini kalau kita pelajari iklim dan suasana dimasa itu, jelaslah Umar
dalam keadaan ragu. Beliau hendak tidak memikul tanggung jawab terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang-orang sepeninggal beliau. Takut keadaan
kaum muslimin berpecah belah.Tetapi setelah dipikirkan matang-matang bahwa kalau
dibiarkan begitu saja ia khawatir keadaan akan menjadi kacau. Karena dalam perang
menghadapi tentara Persia dan Rumawi semua orang Arab sudah ikut serta sehingga
setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum Muhajirin dan Anshar, berhak memilih
khalifah. Karena itu beliau mengambil jalan tengah, antara menunjuk dan tidak.
Karenanya, ia membentuk Majlis Syura yang terdiri dari enam orang dengan
tugas memilih diantara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keenam orang itu
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwan, Thalhah bin Ubaidillah,
Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Abi Waqas. Keseluruhan nama-nama itu adalah
orang-orang yang telah dijamin masuk surga.  Setelah menyebutkan nama-nama
mereka Umar bin Khatab berkata: ’ Tak ada orang yang lebih berhak dalam hal ini
daripada mereka itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat sudah merasa
puas terhadap mereka . siapapun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya.
Namun demikian, khusus untuk Abdullah bin Umar jangan dicalonkan apalagi
dipilih, karena Umar mengatakan ” Aku tidak menginginkan salah seorang dari
keluargaku menjadi orang yang diserahi tugas untuk memimpin dan mengurus
kalian. Aku tidak menyukainya. Sebab, aku tidak menginginkan seorangpun dari
keluarga Umar dihisab dan dimintai pertanggung jawaban atas urusan umat
Muhammad. Sungguh aku telah berusaha dan berketetapan agar anggota keluargaku
tidak memangku jabatan ini. Sungguh aku sangat bahagia bila harapan ini terkabul.
Masih perkataan Umar mengenai penentu siapa yang akan menentukan
keputusan bila terjadi persamaan hasil pendapat, atau hal-hal yang masih
diperselisihkan ” bilamana  suara dari anggota tim sama hendaknya keputusan
diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota tim tersebut. Selanjutnya
bila keputusan yang diambil Abdullah bin Umar tidak disetujui oleh anggota tim,
maka hendaklah anggota tim mengikuti keputusan yang diambil Abdurrahman bin
Auf”. Sesudah itu, Umar memanggil mereka dan berkata:
sesungguhnya aku menilai bahwa kalian adalah para pemimpin mayarakat, sehingga
urusan khalifahpun berada pada kalian sendiri. Lebih dari itu, sungguh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah berpulang kehadirat Allah dalam keadaan rela
pada kalian. Dengan demikian, sungguh aku tidak menghawatirkan masyarakat atas
kalian selama kalian bersikap lurus. Namun demikian, aku hawatir akan timbul
perselisihan diantara kalian sehingga masyarakatpun berselisih. Maka sesudah aku
wafat, hendaklah kallian musyawarah selama tiga hari dan hendaklah pada hari
keempatnya kalian sudah mempunyai pemimpin. Kemudian dipesankan agar
Abdullah bin Umar ikut hadir sebagai penasihat dan jangan menjadi calon, lalu
dipesankan juga agar Thalhah sebagai salah  seorang yang disertakan sebagai
khalifah baru. Tetapi bilaman Thalhah dalam tiga hari belum juga tiba dan kalian
sebelum tiga hari sudah mendapat keputusan prihal orang yang menjadi khalifah
baru, hendaklah kalian memutuskannya.
Ketika umar telah wafat, berkumpulah kelompok yang telah dicalonkan sesuai
dengan yang dipesankan oleh Umar dirumah al_Musawir bin Mukhirah kecuali
Thalhah. Dalam perjalanannya kemudian Abdurrahman bin Auf  melepaskan diri
mencalonkan sebagai khalifah. Namun sesuai dengan wasiat Umar bahwa
Abdurrahman bin Auf sebagai penentu.
Ketika batas waktu yang diamanatkan oleh Umar berlalu dan ketika waktu
shalat subuh telah tiba datanglah Abdurrahman bin Auf sesudah semalaman ia
berkeliling untuk memantau pendapat masyarakat. Ia pun pergi ke masjid, dimana
semua sahabatnya telah berkumpul disana dan begitu juga para oposan dari kaum
Muhajjirin, para pendahulu yang masuk Islam, dan para tokoh terkemuka dari kaum
Anshar serta para komandan tentara. Ketika masjid telah dipadati oleh para jamaah,
berdirilah Abdurrahman, seraya berkata: ” Wahai kaum muslimin! Sesungguhnya
masyarakat luas menyukai agar penduduk kota bergabung dengan sesama mereka
dan mereka telah mengetahui pemimpinya.
Akhirnya banyak dari kaum muslimin yang berada dimasjid pada saat itu
bersilang pendapat yang membuat suasana menjadi ramai, kalau tidak segera
ditenagkan mereka sakan menjadikan Madinah ajang kerusuhan dan bahaya yang
lebih luas. Kebanyakan orang hanya menjadi budak nafsu dan mengejar kepentingan
sendiri. Demi memperjuangkan semua itu mereka mau mengorbankan keamanan dan
keelamatan negara. Tetapi sikap ragu dalam pengangkatan khalifah itu tidak akan
dapat mencegah bahaya dan tidak akan menghindarkan kaum muslimin dari
kekacauan, malah akan makin memperkuat timbulnya fitnah itu. Akhirnya cepat-
cepat Abdurrahman bin Auf angkat bicara untuk menenangkan mereka seraya
memegang tangan Ali dan berkata berkata: ’ Bersediakah anda saya baiat untuk
tetap berpegang pada kitabullah dan sunnah rasulullah serta teladan kedua orang
penggantinaya? ’ Ali menjawab ;’ Saya berharap dapat berbuat dan bekerja sesuai
dengan apa yang saya ketahui dan menurut kemampuan saya.’ Tangan Ali
dilepaskan lalu ia memanggil Usman dan memegang tangannya seraya
berkata;’  bersediakah anda saya baiat untuk tetap berpegang pada kitabullah dan
sunnah rasulullah serta teladan kedua orang penggantinaya?’ Usman menjawab ; ”
Ya, demi Allah! Abdurrahman mengangkat mukanya ke langit- langit mesjid dan
sambil memegang tangan Usman ia berkata tiga kali ; ’ Dengarkanlah dan
saksikanlah dilanjutkan dengan katanya: ’ Saya sudah melepaskan beban yang
dipikulkan dibahu saya dan saya letakkan di bahu Usman !’ setelah itu ia membaiat
Usman, orang-orang didalam masjidpun beramai-ramai membaiat Usman.

 Perluasan Islam dimasa Usman bin Affan


Masa pemerintahan khallifah Usman tidak terputus dengan rangkaian
penaklukan yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan khalifah Umar.
Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus
memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya.
Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum
muslimin telah memiliki armada laut.
Pada pemerintahan Usman negri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh Sa`id bin
Ash. Dikatakan , bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah meyertakan Al-
Hasan dan Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah bin Al-Abbas, `Amr bin
Ash, dan zubair bin Awwam. Pada masa pemerintahan usman pun kaum muslimin
berhasil memaksa raja Jurjun untuk memohon berdamai dari Sa`ad bin Ash dan untk
ini ia bersedia menyerahkan upeti senilai 200.000 dirham setiap tahun kepadanya.

 Termasuk juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi


dibeberapa  negri yang telah masuk kebawah kekuasaan Islam dizaman Umar.
Pendurhakaaan itu ditimbulkan oleh pendukung- pendukung pemerintah yang lama
atau dengan kata lain pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam kekuasaan
Islam, mereka hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain
adalah Khurasan dan Iskandariah. Pada tahu 25 H. Penguasa di Iskandariyah
mengingkari perjanjiaan dengan Islam, karena mereka dihasut oleh bangsa Romawi
yang menjanjikan mereka bermacam-macam janji yang muluk-muluk. Maka Usman
memerintahkan gubernur Amru bin Ash yang ketika itu menjabat sebagi penguasa di
Mesir untuk memerangi Iskandariyah, sehingga Akhirnya penguasanya mengutus
dutanya untuk membuat perjanjain dan kembali tunduk kepada kerajaan Islam di
Madinah.
Pada tahun 31H penduduk Khurasan mendurhaka sehingga Usman mengirim
Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara untuk
menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam dengan
penduduk Merw, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merw As-Syahijan, dan
lain-lain dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini kaum muslimin berhasil
menaklukan kembali wilayah Khurasan. Secara singkat daerah-daerah selain dari dua
ini  yang telah dikuasai pada masa Usman adalah: Azerbaijan, Arminiyah, Sabur,
Afrika Selatan, Undulus ( Spain), Cyprus, Persia, dan Tabristan. Menurut para ahli
sejarah mereka berpendapat  bahwa zaman pemerintahan khalifah Usman bin Affan
sebagai Zaman keemasan dimana tentara Islam mendapat kemenagan yang luar biasa,
satu demi satu, dan mereka dapat mengusai banyak dari negri-negri yang dahulunya
berada dibawah kekuasaan Romawi Persia dan juga Turki. Secara singkat umat Islam
pada saat itu telah sampai pada puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang kemiliteran,
yang tidak diraih oleh zaman-zaman sesudahnya.

2) Usaha penyeragaman dalam bacaan  al-Qur’an


Jika jasa Abu Bakar menegenai Qur’an ketika ia mengumpulkannya atas
usulan  Umar, kerena di hawatirkan akan banyak hilang setelah para sahabat yang
hafal Qur’an banyak yang gugur syahid dalam peperangan dengan kaum murtad dan
kaum Musyrikin, sebab kalau tidak Qur’an di hawatirkan akan hilang. Maka Usman
membuat langkah penting mengenai qira’at (pembacaan) Qur’an. Setelah Islam
tersebar luas, ternyata banyak orang yang membaca Qur’an dengan lafaz yang
beragam, dan di sana sini sering terjadi perdebatan sekitar qir’at mana yang lebih
tepat. Sampai pernah terjadi pula perselisihan bacaan antara para guru Al-Qur’an dan
anak-anak murid mereka, yang ketika setelah belajar di sekolah mereka , mereka lalu
membacakannya semula di rumah, dan ternyata apa yang di dengar orang tua mereka
lain lain dai apa yang di dengarkannya dari pada guru-gurunya. Saat itulah, setelah
bermusyawarah dengan para ahli Utsman kemudian mengambil langkah
menyeragamkan baca’an Qur’an. Langkah inilah yang menghasilkan Mushaf Usman
dan yang di pakai orang seluruh dunia sampai sekarang. Itulah tindakannya yang
sangat berarti di masa perintahannya.
Bukan karena keimanan Usman yang sungguh-sungguh itu saja yang
mendorongnya mengumpulkan orang untuk menyeragamkan bacaan Qur’an, dan
membakar mushaf-mushaf yang lain selain Mushaf Usman., karena hal ini menjadi
lebih penting lagi ketika  Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan Muslimin yang
lain terlibat perang di Armenia dan di Ajerbaijan, pada tahun kedua atau ketiga
kekhalifahan Usman. Dalam perang tersebut banyak orang Syam yang membaca
menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda’,jemaah Irak membacanya
menurut bacaan Ibn Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari. Yang lain, orang-orang yang
baru masuk Islam lebih menyukai bacaan dari pada bacaan. Dalam mengutamakan
pilihan bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah melampaui batas  sehingga timbul
perselisihan yang membuat mereka bercerai-berai, dan semakin lama semakin
menjadi-jadi, sehingga yang seorang berkat kepada yang lain: Bacaan saya lebih baik
dari pada bacanmu. Perselisihan itu sudah mencapai puncaknya, dan hampir terjadi
keribitan. Mereka berselisih dan saling menuduh, saling melaknat, yang satu
mengafirkan dan yang lain menganggap diri benar.

 Mushaf Usman
Selama pemerintahan Usman bin Affan umat Islam sibuk  melibatkan diri di
medan jihad yang membwa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia.
Berangkat dari suku kabilah dan propinsi yang berbeda- beda, sejak awal para
pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dari nabi Muhammad, di luar
kemestian, rasul telah mengajarkan kepada mereka bacaan Al-Qur’an dalam dialek
masing-masing, karena di rasa sulit untuk meninggalakan dialeknya secara spontan.
Sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebut huruf Al-Qur’an muali
menampakan kerancuan dan perselisiahan  dalam masyarakat.
Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Usman melakukan jam’ul Qur’an.
Yang pertama: Usman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
melacak suhuf dari Hafsah istri rasul, kemudian Usman mengirim surat kepada
Hafsah yang menyatakan.”Kirimkanlah suhuf kepada kami agar kami dapat membuat
naskah yang sempurna dan kemudian suhuf tersebut akan kami kembalikan kepada
anda.,” Hafsah lalu mengirimkannya kepada Utsman, yang memerintahkan Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Aburrahman bi Haris bin Hisyam agar
memperbanyak salinan naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang Quraisyi”,
kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Tsabit perihal apa saja mengenai Al-
Qur’an, tulislah dalam dialek Quraisy sebagaimana Al-Qur’an telah di turunkan
dalam logat mereka.” kemudian mereka melakukan hal ini dan ketika mereka selesai
membuat salinan tersebut Utsman mengembalikan suhuf itu kepada Hafsah.
Riwayat Kedua: Usman membuat naskah Mushaf tersendiri, Usman
memerintahkan dua belas orang untuk menangani hal ini mereka adalah : Said bin
Ash bin Said, Nafi bin Zubair bin Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,
Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin Hisyam, Kathir bin Aflah, Anas bin Malik,
Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr
bin Ash. Dalam ceramahnya Ustman mengatakan,”Orang-orang telah berbeda dengan
bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat
ayng di tulis di hadapan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hendaklah di
serahkan kepadaku.,” maka orang-orangpun menyerahkan ayat-ayatnya, yang di tulis
di atas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang
memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh Usman,”Apakah kamu
belajar ayat-ayat ini (seperti di bacakan ) langsung dari nabi sendiri? Semua
penyumbang menjawab di sertai sumpah, dan semua bahan yang di kumpulakn telah
di beri tanda atau nama satu persatu yang ekmudian di serahkan kepada Zaid bi
Tsabit. Salah seorang dari mereka yang menulis mushaf mengatakan,” Jika ada
kontropersi mengenai ayat-ayat tertentu kami akan melacak dari sumber mana dia
dapatkan ayat tersebut.
Usman memerintahkan kepada Zaid bin Sabit al-Anshari untuk menuliskan
mushaf itu dan di imlakan oleh Sa’id bin As al-Umawi, dengan di saksikan oleh
abdullah bin Umar dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam al-Makhzumi. Kepada
mereka jika ada yang mereka perselisihkan supaya di tulis dengan logat Mudar.
Sesudah penulisan itu didasarkan pada satu macam bacaan, Usman memerintahkan
untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam, satu untuk Mesir, satu untuk Bashrah,
satu untuk Kuffah, satu untuk Makkah dan satu lagi untuk Yaman. Satu mushaf di
tinggalkan di Madinah. Umat sudah merasa puas dengan semua mushaf ini, dan orang
menamakannya mushaf Usman, sebab di tulis atas dasar perintah Usman, kendati
tidak di tulis dengan tangannya sendiri.
Sesudah mushaf-mushaf itu di kirimkan ke kota-kota tadidan khalifah
mewajibkan supaya bacaan itu yang di pakai, dan ia memerintahkan mushaf-mushaf
lain dikumpulkan dan di bakar. Atas tindakan Usman itu banyak orang yang marah.
Imam As-Suyuti dalam tarikh Al-Khulafa menyebutkan indikasi kebencian-kebencian
tersebut dari beberapa kabilah yang menjadi basis dukungan dan asal kelahiran
sahabat-sahabat terkenal seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, dan Abu
dzar Al-Ghifari. Mereka mengecam Usman kerena mengerjakan pekerjaan yang tidak
dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Mengenai Ibn Mas’ud ada disebutkan bahwa ia
merasa tersinggung sekali kerena mushaf yang di ambil dari dia itu di bakar.
Usman menulis surat kepadanya dengan mengajaknya mengikuti sahabat-
sahabat yang lain yang sudah sama-sama menyetujui demi kebaikan bersama dan
menghindari perselisihan. Tidak perlu diragukan apa yang sudah di lakukan Usman
supaya bacaan Qur’an seragam, merupakan kebijakan yang luar biasa. Dengan ini
qur’an tetap terjaga kemurniannya sebagaimana di wahyukan Allah kepada Rsulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Tepat sekali apa yang di katakan oleh Ali bin Abi
Thalib:``Orang yang paling berjasa dalam pengumpulan Qur’an adalah Abu Bakar.
Semoga Allah memberi rahmat kepadanya. Betapapun demikian jasa Usman tidak
kurang dari jasa Abu Bakar dengan langkahnya  ia mengoreksi adanya perbedaan
(dalam ragam bacaan) dan menghindari perselisihan. Juga tidak mengurangi jasanya
sekalipun orang berbeda pendapat dan sebagian menyalahkannya, karena ia telah
membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri, sebab jika tidak segera bertindak
demikian, maka akan selalu ada pertentangan dan perselisihan hingga bencanapun tak
dapat di hindarkan. Ketika di tanya tentang pembakaran mushaf-mushaf itu Ali bin
abi Thalib menjawab:``kalau dia tidak melakukan itu maka saya yang akan
melakukannya.”Sungguhpun demikian orang masih saja melampai batas dalam
mengecam Usman karena memerintahkan pembakaran mushaf-mushaf itu. Di depan
orang banyak Ali berkata: ``Saudara-saudara, janganlah kalian berlebihan dalam
mengatakan Usman  telah membakar mushaf. Dia membakarnya itu sepengetahuan
sahabat-sahabat Muhammad shallallahu alihi wasallam. Kalau saya di baiat seperti
dia, niscaya akan saya lakukan seperti apa yang di kerjakannya itu.

3) Fitnah dan Terbunuhnya Kahlifah Usman

a. Penyebab timbulnya fitnah


Pembahasan mengenai sebab-sebab timbulnya fitnah sebagaimana di kemukakan
dalam buku-buku sejarah dari berbagai sumber-tanpa melihat benar atau setidaknya-
tak dapat mejelaskan dinamika peristiwa-peristiwa yang terjadi, atau menjelaskan
sebab-sebab esensial di balik fitnah. Berikut ini di kemukakan secara garis besar
sebab-sebab munculnya fitnah.
Pada masa Utsman ada orang-orang yang murka kepadanya. Karena Usman
suka memperhatikan dan mengontrol mereka, baik sahabat atau bukan sahabat.
Usman meminta pertanggung jawaban atas pekerjaan mereka dan menanyai mereka
mengenai masalah tersebut. Orang-orang yang tidak suka  kepada Usman ada juga
dari kalangan borjuis. Sebab, pada masa Usman aneka bentuk hura-hura telah
menjalar. Lalu Usman mengasingankan mereka ke luar Madinah dan terputus sama
sekali dengan kehidupan Madinah, sehingga membuat mereka murka kepadanya.
Berbeda dengan mereka, ada juga orang-orang yang tidak senang kepda
Usman dari orang-orang juhud dan wara` yang melihat harta dan kekayaan sudah
memperdaya kaum muslimin, akibat penaklukan-penaklukan perang, sehingga
melupakan mereka dari akhirat, selain itu melimpahnya harta rampasan perang juga
telah  melahirkan kecenderungan hidup bersenang-senang bukan hanya di kalangan
prajurit yang baru memeluk islam, tetapi juga di kalangan sebagian sahabat-sahabat
nabi yang pada umumnya diberi jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran. Di antara
mereka juga ada pegawai-pegawai yang di berhentikan dari jabatannya seperti `Amru
bin Ash, sehingga tersingung pada Usman. Begitu juga kebencian mulai tersebar
kesejumlah orang yang cemburu pada bani Umayyah yang mendapatkan posisi bagus,
sehingga mereka itu dendam pada Usman karena menggunakan kaum kerabatnya.

Selain kebijakan politik, kebijakan keagamaan dan ijtihad Khalifah dalam


beberapa kasus hukum ibadah juga menimbulkan reaksi negatif yang keras. Ath
Thabari mengutup riwayai Al-Waqidy yang bersumber dari ibn Abbas.
Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan orang tentang Usman secara
terang-terangan bahwa selama masa kepemimpinannya ia melakukan shalat secara
lengkap (tidak qasar) di Mina, (saat ibadah haji), (perkataan Ibn Abbas ini merujuk
kepada cara shalat di waktu safar seperti haji.Rasulullah menetapkan bahwa orang
yang bepergian melakukan shalat dengan cara di qasar, yaitu meringkas jumlah rakaat
shalat dari empat menjadi dua-dua) mendahulukan khutbah sebelum shalat ied, ,
mengizinkan orang membayar zakat sendiri-sendiri, memberikan sebagian tanah
sitaan (negara) kepada shahabat dekatnya, mempersatuka umat Islam dengan satu
mushaf al-Qur’an, menentukan kawasan lahan terlindung, menghadiahkan pemberian
dari bait al-mal kepada keluarga dekatnya. Inilah ringkasan mengenai sebab-sebab
timbulnya fitnah (kekisruhan) seperti di kemukakan literatur-liratur sejarah. Namun
pertanyaan yang muncul ialah, apakah hal-hal di atas dirasa cukup menjadi pemicu
timbulnya fitnah yang sangat ironis itu? Tentu saja tidak. Karena sesungguhnya apa
yang terjadi pada Usman, juga bisa terjadi pada orang lain, seperti Umar bin Khatab
misalnya, padahal tidak semua orang setuju dengan Umar karena ia bersikap lebih
keras kepada mereka dengan apa yang dilakukan Usman.
b. Terbunuhnya kahlifah Usman
Semua faktor antagonisme yang berakumulasi dalam rentan waktu yang
cukup lama.kemudian mengkristal menjadi pembangkangan terhadap kahlifah dan
para pejabatnya. Dimulai dengan membangun jaringan oposisi yang bersifat kritis
terhadap kebijakan-kebijakan kahlifah yang di pandang nepotis dan boros dalam
penggunaan uang nergara, sampai akhirnya jadi gerakan pressure group yang
menuntut paksa aga khalifah Usman bersedia meletaka jabatannya. Beberapa kali
delegasi kaum penentang datang menemui khalifah untuk menyampaikan aspirasi
politilk mereka.tettapi tampaknya tidak ada perubahan kebijakan yang dapat
memuaskan hati mereka, sehingga bertambah tahun kecaman mereka semakin
meningkat.
Tahun 35 H. Merupakan puncak kematangan rencana kaum penentang untuk
memaksa khalifah mundur dari jabatnnya atau memecat pejabat yang berasal dari
sukunya kemudian mengubah kebijakan pendistribusian kekayaan negara lebih
berpihak kepada masyarakat luas miskin.Yang pada dasarnya ini hanyalah taktik
mereka untuk menjatuhkan Usman, adapun mengenai pemberian kepada mereka
(pejabat pemerintahan dalam hal ini lebih banyak dari keluarganya), Usman memberi
dari hartanya sendiri, bukan menggunakan harta kaum muslimin untuk kepentingan
saya atau kepentingan siapapun. Usman telah memberikan tunjangan yang
menyenangkan dalam jumlah besar dari pangkal hartanya sendiri sejak masa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,masa Abu Bakar dan masa Umar.Setelah
terjadi beberapa insiden yang benar-benar mengancam keselamatn jiwa khalifah
karena keberingasan para pendemonstran, maka dengan bantuan Ali, Kalifah Usman
berhasil meyakinkan mereka bahwa beliau bersedia mengabulkan tuntunan mereka
selain mengundurkan diri. Yaitu merubah kebijakan serta mengadakan penggantian
para pejabat yang tidak di sukai rakyat, termasuk mengganti gubernur Mesir,
Abdullah bin Sa’an bin Abi Sarah,oleh Muhammad bin Abu Bakar. Keputusan itu
untuk sementara memberikan rasa lega kepada rombongan penentang  dia memberi
optimisme pulihnya kedamaian. Karena itu pula mereka bersedia membubarkan diri
untuk kemudian pulang ke negri asal mereka. Tetapi sejarah berbicara lain,selang
beberapa hari rombongan demonstran dari Mesir meninggalkan Madinah, mereka
kembali lagi dengan membawa kemarahan yang meluap-luap. Kini di tangan mereka
ada sebuah surat rahasia yang di rampas dari seorang budak Usman yang sedang
berlari kencang menuju Mesir.. isi surat yang bersetempelkan Khalifah Usman
memerintahkan kepada Gubernur Mesir agar menangkap dan membunuh para
pemberontak yang dipimpim Muhammad bin Abi Bakar. Ali bin Abi Thalib mencoba
mengklarifikasi surat itu kepada Usman. Dengan bersumpah atas nama Allah Usman
menolak telah menulis maupun mengirim surat tersebut. Beliau bahkan menantang
agar di bawakan bukti dan dua orang saksi atas tuduhan penulisan surat itu. Kini
Usman di hadapkan kepada dua tuntutan dari para demonstran : segera
mengundurkan diri atau menyerahkan Marwan bin al Hakam, sekretaris Khalifah
yang juga keponakan kepada mereka untuk diminta pertanggung jawabannya tentang
surat itu. namun Usman bersikukuh pasa pendiriannya tidak akan mengundurkan diri
dan tidak menyerahkan Marwan kepada mereka. Setelah tiga hari tiga malam
ultimatum para perusuh tidak di gubris oleh Usman, beberapa penjaga berhasil
menerobos barisan penjaga gedung Usman dari atap rumah bagian samping lalu
membunuh Usman yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an.
Terbunuhnya Khalifah Usman di tangan para demonstran menyisakan banyak
teka-teki sejarah yang tak kunjung terjawab secara memuaskan. Terutama mengenai
surat rahasia itu, siapa sebenarnya yang paling mungkin menulisnya? Demikian juga
mengenai orang yang paling bertanggung jawab sebagai eksekutor dalam
pembunuhan Usman, sehingga lebih pantas untuk di Qishas kepadanya? Kemudian,
mungkinkah ada aktor intelektual yang bekerja secara sistematis di belakang layar
dari jaringan gerakan pembangkangan terhadap Khalifah Usman itu, sebagaimana di
sebut-sebut adanya tokoh misterius Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang
kemudian berpura-pura mauk Islam dan kemudia membawa paham-paham aneh ke
tubuh Umat?
Ketidak pastian jawaban terhadappersoalan-persoalan di atas tidak lah kecil
artinya dalam menambah keruhnya situasi politik di sepanjang masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib yang di baiat menggantikan Usman.

Anda mungkin juga menyukai