HASIL PENELITIANDANPEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
29
30
Terdakwa Soegito Soehartono Als Jimmy Bin Riyadi, pada hari Jum’at
tanggal 05 Juli 2013 sekira pukul 01.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu
waktu dalam bulan Juli tahun 2013 bertempat di depan rumah ,Jalan Taman
Arjuno Gg.1 No.2A Surabaya atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih
termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Surabaya, tanpa hak dan melawan
hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman, perbuatan mana dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
- saksi Erik Riang Kusuma dan saksi Andhika Hendi Kusuma (Anggota Sat
Reskoba Polrestabes Surabaya) yang mendapat informasi dari masyarakat
bahwa telah terjadi Penyalahgunaan Narkotika jenis Ekstacy di Jl.Taman
Arjuno, selanjutnya saksi Erik riang Kusuma dan saksi Andhika Hendi
Kusuma segera menindaklanjuti laporan tersebut dan mendatangi tempat
31
atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal
248 guna menentukan : apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; apakah benar cara mengadili
tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang- undang; dan Apakah benar
pengadilan telah melampaui batas wewenangnya”
peredaran narkotika ditemukan antara lain dalam ketentuan Pasal 111 sampai
dengan Pasal 126, sedangkan berkaitan dengan penyalah guna narkotika
antara lain ditemukan dalam Pasal 127 dan Pasal 128”.
“Oleh karena itu perlu mendapat perhatian, bahwa ketentuan seperti
Pasal 111 sampai dengan 126 Undang Undang No 35 Tahun 2009, hanya
dapat dikenakan kepada seorang dalam kerangka “peredaran” baik dalam
perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuaan dan
teknologi (Pasal 35), sehingga tidak boleh begitu saja secara serampangan
misalnya seorang penyalahguna narkotika diajukan kepersidangan dan
dikenakan ketentuan-ketentuan tersebut”.
Bahwa Hakim (Judex Facti) tidak tepat mengaitkan antara
kepemilikan, kepenguasaan dan penyimpanan narkotika dengan Pasal 112
Ayat (1) UU Narkotika, walaupun dalam pertimbangan Hakim (Judex Facti)
diketahui Pemohon Kasasi merupakan pengguna narkotika yang dikuatkan
dengan adanya insulin/alat suntik bekas pakai. Unsur kepemilikan, pengusaan
dan penyimpanan berkaitan erat dengan perbuatan seorang penyalah guna
narkotika. AR Sujono dn Bony Daniel berpendapat “Seorang penyalah guna
narkotika dalam rangka mendapatkan narkotika tentulah dilakukan dengan
cara membeli, menerima atau memperoleh dari orang lain dan untuk itu
narkotika yang ada dalam tangannya jelas merupakan miliknya atau setidak-
tidaknya dalam kekuasaannya, sehingga tentulah tidak tepat apabila dikenakan
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 117, Pasal 119, Pasal 122,
Pasal 124, dan Pasal 125 Undang-undang no 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
dengan anggapan pasal-pasal tersebut mencantumkan larangan memiliki,
menyimpan, menguasai, membeli, menerima, dan membawa.
Oleh karena itu, meskipun Penyalahguna kedapatan memiliki,
menyimpan, menguasai, membeli, menerima, dan membawa dalam rangka
untuk menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri maka tindak pidana yang
dikenakan haruslah Pasal 127”.
Bahwa Majelis Hakim (Judex Facti) salah menerapkan atau melanggar
36
hukum yang berlaku dengan memutus perkara tanpa melihat bukti yang telah
disampaikan Penuntut Umum maupun Terdakwa; Pasal 183 UU No 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan“Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah
melakukannya”
Untuk memperoleh keyakinan dalam memberikan putusan, Hakim
harus memperhatikan alat bukti-alat bukti yang diajukan dalam persidangan
sehingga dalam mengambil keputusan berdasarkan keyakinan yang diperoleh
dari alat bukti yang diajukan;Majelis Hakim (Judex Facti) tidak
memperhatikan keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat dan
keterangan Terdakwa yang menyatakan:
Keterangan yang menyatakan Terdakwa tertangkap tangan pada 05
Juli 2014, dimana ditemukan narkotika berupa : 2 biji pil ekstasi Keterangan
yang menyatakan Pemohon Kasasi telah menggunakan narkotika sejak tahun
2005 dan telah melakukan pengobatan medis di dr Arifin sebagimana surat
rekam medis terlampir.
Keterangan ahli dr. Arifin (Psikiater) Pemohon Kasasi telah sejak lama
menggunakan narkotika, kondisi tubuh Terdakwa yang sudah sangat terasa
sakit dan tidak mampu lagi menahan kecanduan dan pada saat yang
bersamaan terdapat ajakan teman mengakibatkan Terdakwa menggunakan
narkotika ilegal,
Bahwa berdasarkan alat bukti tersebut dapat diketahui dan menjadi
Pemohon Kasasi merupakan seorang Pecandu Narkotika yang melakukan
tindak pidana Penyalahgunaan Narkotika karena diketemukan pipet/alat suntik
bekas pakai sebagaimana dakwaan kedua Penuntut Umum yang mendakwa
Pemohon Kasasi dengan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang Undang RI No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan “Setiap Penyalahguna
Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun”
37
B. Pembahasan
itu narkotika yang ada dalam tangannya jelas merupakan miliknya atau
setidak-tidaknya dalam kekuasaannya, sehingga tentulah tidak tepat apabila
dikenakan Pasal 111, Pasal 112, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 117, Pasal 119,
Pasal 122, Pasal 124, dan Pasal 125 Undang-undang no 35 tahun 2009 tentang
Narkotika, dengan anggapan pasal-pasal tersebut mencantumkan larangan
memiliki, menyimpan, menguasai, membeli, menerima, dan membawa.Oleh
karena itu, meskipun Penyalahguna kedapatan memiliki, menyimpan,
menguasaimembeli, menerima, dan membawa dalam rangka untuk
menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri maka tindak pidana yang
dikenakan haruslah Pasal 127” (AR Sujono dan Bony Daniel 2011 : 225-256)
Berdasarkan argumen di atas menurut terdakwa Majelis Hakim (Judex
Facti) salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dengan
memutus perkara tanpa melihat bukti yang telah disampaikan Penuntut Umum
maupun Terdakwa; dimana disebutkan dalam Pasal 183 UU No 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana menyatakan “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Hakim dalam memberikan putusan, selain memiliki keyakinan, juga
harus memperhatikan alat bukti-alat bukti yang diajukan dalam persidangan
sehingga dalam mengambil keputusan berdasarkan keyakinan yang diperoleh
dari alat bukti yang diajukan. Hal ini tidak dilakukan oleh Majelis Hakim,
yang ditunjukkan dengan Majelis Hakim (Judex Facti)yang tidak
memperhatikan keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat dan
keterangan Terdakwa yang menyatakan bahwa keterangan yang menyatakan
Terdakwa tertangkap tangan pada 05 Juli 2014, dimana ditemukan narkotika
berupa : 2 biji pil ekstasi Keterangan yang menyatakan Pemohon Kasasi telah
menggunakan narkotika sejak tahun 2005 dan telah melakukan pengobatan
medis di dr Arifin sebagimana surat rekam medis terlampir.Keterangan lain
juga diberikan oleh dr. Arifin (Psikiater) bahwa terdakwa atau Pemohon
45
(5) a. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Mahkamah Agung Wajib
mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap
ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.
b. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu empat belas
hari, sejak penetapan penahanan Mahkamah Agung wajib memeriksa
perkara tersebut.
mana saja yang dapat dikategorikan atau digolongkan dapat diadili sebagai
pengguna atau ketergantungan. Hakim juga harus bisa memahami mengenai
syarat-syarat putusan rehabalitasi. Untuk menentukan apakah seorang
penyalahguna narkoba sebagai korban harus melalui sidang pengadilan karena
rehabilitasi adalah bentuk lain dari hukuman (vonis).
Apabila seorang pecandu narkotika telah divonis bersalah oleh hakim
atas tindak pidana narkotika yang dilakukannya, untuk memberikan
kesempatan kepada yang bersangkutan agar terbebas dari kecanduannya,
hakim dapat memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani
pengobatan dan / atau perawatan. Begitu pula, apabila pecandu narkotika tidak
terbukti bersalah atas tuduhan melakukan tindak pidana narkotika, hakim
dapat menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani
pengobatan dan / atau perawatan seperti yang disebut pada Pasal 103 ayat (2)
yang menentukan bahwa masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi
Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada Pasal 103 ayat (1) huruf a
diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman (http://e-
journal.uajy.ac.id/1144/1/1HK09563.pdf Diakses pada 24 April 2016 20.00
WIB) .
Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara
tersebut dikaitkan dengan 256 KUHAP dengan alasan, apabila suatu perkara
diputuskan tidak sesuai dengan penerapan pasal yang sebagaimana mestinya,
maka Mahkamah Agung dapat mengadili sendiri.
Ketentuan mengenai dikabulkannya permohonan kasasi terdakwa oleh
Mahkamah Agung, dipertegas dalam Pasal 256 KUHAP yaitu jika Mahkamah
Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan
kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.
Adapun ketentuan Pasal 254 KUHAP menyatakan bahwa “dalam hal
Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246,dan Pasal 247, mengenai
hukumnya Mahkamah Agung dapat memutuskan menolak atau mengabulkan
53
dianggap tahu hukumnya. Hal ini hakim dianggap mengetahui dan memahami
sepenuhnya mengenai perkara hukum ini sehingga hakim dianggap dapat
memberikan putusan yang tepat sesuai dengan keadilan agar kepastian hukum
tercapai. Karena putusan itu harus dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan, negara, masyarakat dan terhadap dirinya sendiri (Arini
Mufidatun, Deri Setiawan, Yosafat Agung Putra, 2015:1827)