Anda di halaman 1dari 26

KESEHATAN PEREMPUAN DAN PERENCANAAN KELUARGA

“KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI”

Disusun Oleh
Kelompok 2 :
1. Ade Sintiya
2. Alta Milltri
3. Andesta Jaya
4. Caca Anggela
5. Chenny Mustika
6. Cindy Chintia
7. Deltin Tiara Rindiani
8. Dina Fitriani
9. Dini Rosvi Amanda
10. Fivin Fariski

Dosen Pengajar : Lusi Andriani, SST.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya serta kemudahan–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan
Perempuam Dan Perencanaan Keluarga. Tujuan lain dari penyusunan makalah ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan akademis serta meningkatkan rasa tanggung
jawab kami sebagai seorang mahasiswa.

Kami menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat membantu demi
terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang akan datang. Semoga dengan segala
keterbatasan yang ada pada kami, makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua
pihak.Terima kasih.

Bengkulu,11 Februari 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHALUAN

A.Latar Belakang.......................................................................................................4
B.Rumusan Masalah..................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Defenisi dan Sejarah Kesehatan Reproduksi.........................................................5

B. Tujuan Kesehatan Reproduksi...............................................................................6

C. Sasaran Kesehatan Reproduksi..............................................................................7

D. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi.................................8

E. Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi..................................................................11

F. Pendekatan Siklus Reproduksi..............................................................................12

G. Hak Hak Reproduksi.............................................................................................13

H. Kebijakan Pemerintah Tentang Kesehatan Reproduksi........................................16

I. Derajat Kesehatan Reproduksi..............................................................................23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................24

B. Saran............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini sangat
mendukung dalam kehidupan manusia di Indonesia bahkan di dunia, penemuan yang setiap
waktu terjadi dan para peneliti terus berusaha dalam penelitiannya demi kemajuan dan
kemudahan dalam beraktivitas.

Terkait ilmu kesehatan dalam hal ini, yaitu kesehatan reproduksi banyak sekali teori-teori
serta keilmuan yang harus dimiliki oleh para pakar atau spesialis kesehatan
reproduksi.Wilayah keilmuan tersebut sangat penting dimiliki demi mengemban tugas untuk
bisa menolong para pasien yang mana demi kesehatan, kesejahteraan dan kelancaran pasien
dalam menjalanakan kodratnya sebagai perempuan.Pengetahuan kesehatan reproduksi bukan
saja penting dimiliki oleh para bidan tau spesialais tetapi sangat begitu penting pula dimiliki
khususnya oleh para istri-istri atau perempuan sebagai ibu atau bakal ibu dari anak-anaknya
demi kesehatan, dan kesejahteraan meraka.
Kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kebersihan alat-alat
genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah, penyakit menular
seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan keluarganya. Tujuan
kesehatan reproduksi wanita untuk meningkatkan kemandirian wanita untuk memutuskan
fungsi dan peran alat reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak
reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan reproduksi dan sejarah kesehatan reproduksi?
2. Apa tujuan kesehatan reproduksi?
3. Apa sasaran kesehatan reproduksi ?
4. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi ?
5. Apa saja ruang lingkup kesehatan reproduksi?
6. Apa pendekatan siklus kehidupan ?
7. Apa saja hak hak yang terkait dengan kesehatan reproduksi?
8. Apa saja derajat kesehatan reproduksi ?
4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kesehatan Reproduksi

Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya.Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya
kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi
mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi
kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang
berfungsi untuk reproduksi manusia.
Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
dan kecacatan.
Menurut WHO kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Menurut Depkes RI, 2000 kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi
serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas
dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman
dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah..
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental
dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan
demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum
menikah dan sesudah menikah.
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara utuh
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan dengan
system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).

5
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social
dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan
dengan system reproduksi dan fungsi serta proses (ICPD, 1994).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial
secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang
layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat
dan lingkungan (BKKBN,1996).
Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat
reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan persalinan
serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan
selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik,
mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang
pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum
dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).

B. Sejarah Kesehatan Reproduksi


Sejarah kesehatan reproduksi Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara
global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan
dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di
Kairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya
perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari
pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus
pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi (Widyastuti,2009:1).
Dengan demikian pengendalian kependudukan telah bergeser ke arah yang lebih luas, yang
meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan sepanjang
siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya, kesetaraan dan keadilan gender,
pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender, serta tanggung
jawab laki-laki dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Paradigma baru ini
berpengaruh besar antara lain terhadap hak dan peran perempuan sebagai subyek dalam ber-

6
KB. Perubahan pendekatan juga terjadi dalam penanganan kesehatan ibu dan anak, kesehatan
reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV/AIDS, serta kesehatan Universitas Sumatera Utara 13 reproduksi usia lanjut, yang
dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi. Dengan paradigma baru ini diharapkan
kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai dengan lebih baik.

C. Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin
setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan
dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan perempuan
dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang
nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan pelayanan
Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan
khusus.
1. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga
dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas
kehidupannya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan
hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku
seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-
anaknya.
Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal. Tujuan diatas ditunjang oleh
undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan
upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi

7
masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

D. Sasaran kesehatan reproduksi


Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau dalam memberikan
pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.
1. Sasaran Utama.
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang belum
menikah. Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga
prasejahtera. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja.
a. Seksualitas.
b. Beresiko/menderita HIV/AIDS.
c. Beresiko dan pengguna NAPZA.
2. Sasaran Antara
Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Pemberi Layanan
Berbasis Masyarakat.
a. Kader Kesehatan, Dukun.
b. Tokoh Masyarakat.
c. Tokoh Agama.
d. LSM.
E. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
1. Faktor genetik
Merupakan modal utama atau dasar factor bawaan yang normal, contoh : jenis
kelamin, suku, bangsa.
2. Faktor lingkungan
Komponen biologis, misalnya organ tubuh, gizi perawatan, kebersihan
lingkungan, pendidikian, social budaya, tradisi, adat, ekonomi, polotik.
3. Faktor prilaku
Kedadan prilaku akan mempengaruhi tumbuh kembang anak prilaku yang
tertanan pada masa anak akan terbawa pada masa selanjutnya.
4. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja tersebut dalam
merawat dan menjaga kebersihan alat-alat genitalnya. Bila alat reproduksi lembab
dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur.
8
Remaja perempuan lebih mudah terkena infeksi genital bila tidak menjaga kebersihan
alat-alat genitalnya karena organ vagina yang letaknya dekat dengan anus.
5. Akses Terhadap Pendidikan Kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi
sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan hal-hal yang
seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang
benar tentang kesehatan reproduksi dan informasi tersebut harus berasal dari sumber
yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan informasi yang tepat, kesehatan
reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di dalam lingkungan keluarga.
Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja
mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ-organ reproduksi, perilaku
berisiko, Penyakit Menular Seksual (PMS), dan abstenisia sebagai upaya penjegahan
kehamilan. Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja secara benar,
kita dapat menghindari melakukan perbuatan negatif seperti perilaku seks pranikah,
penularan penyakit menular seksual, aborsi, kanker mulut rahim, kehamilan diluar
nikah, gradasi moral bangsa yang berakibat pada masa depan yang suram.
6. Hubungan seksual pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang
lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia lebih dari 20 tahun.
Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko
kematian dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25 tahun akibat persalinan
yang lama dan macet, perdarahan, dan faktor lain. Kegawatdaruratan yang
berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang sedang hamil
misalnya, hipertensi dan anemia yang berdampak buruk pada kesehatan tubuhnya
secara umum.
7. Penyalahgunaan NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, alkohol dan psikotropika, dan zat
adiktif lainnya seperti apioid, alkohol ektasi, ganja, morfin, heroin, kodein, dan lain-
lain. Jika zat tersebut masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Pengaruh dari zat tersebut adalah penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa nyeri, ketergantungan, rasa nikmat dan rasa nyaman yang luar biasa dan
pengaruh-pengaruh lainnya.
Penggunaan napza berhubungan beresiko dengan kesehatan reproduksi karena
berpengaruh terhadap meningkatnya perilaku seks bebas.
9
Penggunaan napza yangmenggunakan jarum suntik yang dipakai secara
bergantian dapat meningkatkan risiko terjadinya penularan HIV/AIDS.
8. Pengaruh media sosial
Media masa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang cukup
berarti untuk memberikan informasi untuk menjaga kesehatan khususnya kesehatan
reproduksi remaja. Dengan adanya artikel-artikel dibuaat dalam media masa, remaja
akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari untuk menjaga kesehatan
reproduksi.
9. Akses terhadap kesehatan reproduksi
Pelayanan kesehatan juga berperan dalam memberikan tindakan preventif dan
tindakan kuratif. Pelayan kesehatan dapat dilakukan dipuskesmas, rumah sakit, klinik,
posyandu, dan tempat-tempat lainnya yang memungkinkan. Dengan tersedianya akses
pelayanan kesehatan memudahkan remaja untuk dapat melakukan konsultasi tentang
kesehatan reproduksi. Remaja juga dapat melakukan tindakan pengobatan apabila
remaja sudah terlanjur mendapatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan
organ reproduksinya seperti penyakit menular seksual.
10. Hubungan harmonis dengan keluarga
Kedekatan dengan kedua orang tua merupakan hal yang berpengaruh dengan
perilaku remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orang tuanya tentang masalah
keremajaan yang dialaminya.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling dini bagi seorang anak
sebelum ia mendapatkan pendidikan ditempat lain. Remaja juga dapat mendapatkan
informasi yang benar dari kedua orang tuanya tentang perilaku yang benar dan moral
yang baik dalam menjalani kehidupan.
11. Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang menularnya terutama melalui
hubungan seksual. Cara penularannya tidak hanya terbatas secara genetalia saja, tetapi
dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital. Sehingga kelainan yang timbul akibat
penyakit kelamin, tidak hanya terbatas pada daerah genital saja, tetapi pada daerah-
daerah ekstra genital.
Penyakit menular seksual juga dapat terjadi dengan cara lain yaitu kontak
langsung dengan alat-alat seperti handuk, pakain, termometer dan lain-lain.selain itu
penyakit menular seksual juga ditularkan oleh ibu kepada bayinya ketika didalam
kandungan.
10
Penyakit menular seksual yang umum terjadi di indonesia antara lain: gonore,
vaginosis bakterial, herpes simpleks, trikomoniasis, sifilis, limfogranuloma venerium,
ulkus mole, granuloma inguinale, dan Acquired immune deficiencysyndrom (AIDS).
12. Faktor sosial-ekonomi dan demografi
Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
13. Faktor psikologis
Faktor psikologis berdampak pada kerenggangan hubungan orang tua dan
remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita
terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi.
14. Faktor biologis
Misalnya cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual.

F. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan


Secara lebih luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga Berencana

3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), termasuk PMS-


HIV / AIDS

4. Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi

5. Kesehatan Reproduksi Remaja

6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas

7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis

8. Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia,
fistula dll.

Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi


adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan
penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase

11
kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase
kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat
berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya.

Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih menjadi


masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-
HIV / AIDS
5. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan
Reproduksi Usia Lanjut

G. Pendekatan Siklus Kehidupam


Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi
adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan
penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase
kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase
kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat
berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup ini
dikenal lima tahap, yaitu :
1. Konsepsi
2. Bayi dan anak
3. Remaja
4. Usia subur
5. Usia lanjut
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-
laki dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan. Perempuan
mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil,
melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan
kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya. Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis,
seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus
terhadap perempuan

12
H. Hak-Hak Reproduksi

Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki
maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat)
mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan
melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang
diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).

Menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara


praktis, antara lain :

1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang


terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan klien.
2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai
individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas,
reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis
yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehtan reproduksi.

3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman,


efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak
melawan hukum.

4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang


dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani
kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.

5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari


penghargaan

13
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi
yang diinginkan bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.

7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang


tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam
menjalani kehidupan seksual yang bertanggungjawab

8. Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah,


lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS

Menurut ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :

1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.


2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi

3.  Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi

4.  Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan

5.  Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak

6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya

7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan
dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual

8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan


kesehatan reproduksi

9. Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan
kehidupan reproduksinya

10.  Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga
dan kehidupan reproduksi

12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi

Menurut Piagam IPPF/PKBI Tentang Hak-hak reproduksi dan Seksual adalah:

14
1. Hak untuk hidup
2. Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan

3.  Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi

4.  Hak privasi

5. Hak kebebasan berpikir

6. Hak atas informasi dan edukasi

7. Hak memilih untuk menikah atau tidak serta untuk membentuk dan
merencanakan sebuah keluarga

8. Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak

9. Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan

10. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan

11. Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik

12. Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan 

Jadi,hak reproduksi dapat dijabarkan secara praktis antara lain sebagai berikut :

1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang


terbaik. Ini berarti penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas dengan memperhatikan kebutuhanklien, sehingga menjamin
keamanan dan keselamatan klien.
2. Perempuan dan laki-laki, sebagai pasangan atau sebagai individu, berhak
mendapat informasi lengkap tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, dan
manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang
digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
3. Adanya hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau,
dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan, dan tak melawan hukum.
4. Perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya,
yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan
persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.

15
5. Hubungan suami istri yang didasari penghargaan terhadap pasangan masing-
masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama,
tanpa unsur paksaan, ancaman, dan kekerasan.
6. Para remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang
tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi remaja, sehingga dapat
berprilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
7. Laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi yang mudah diperoleh,
lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termaksur
HIV/AIDS. Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan hak reproduksi ini akan
digambarkan dalam derajat kesehatan reproduksi masyarakat. Untuk Indonesia
saat ini, derajat kesehatan reproduksi masih rendah antara lain ditunjukkan
oleh angka kematian ibu ( AKI ) yang masih tinggi, banyakknya ibu hamil
yang mempunyai “4 terlalu” ( terlalu muda, terlalu sering, terlalu tua, teralu
banyak anak), atau banyak yang mempunyai masalah kesehatan dan kurang
energi kronis sehingga memperburuk kesehatan reroduksi masyarakat. Selain
itu perempuan juga kurang terlindungi terhadap penularan penyakit menular
seksual ( PMS ), sementara laki-laki kurang paham terhadap upaya
pencegahan dan penularannya, yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan
reproduksi laki=laki dan perempua, serta kesehatan keturunannya.

I. Kebijakan Pemerintah Tentang Kesehatan Reproduksi


Pembangunan kesehatan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Kesehatan itu
sendiri merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Dan
kesehatan juga merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang telah ada
didalam isi Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Salah satu bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Pengertian
kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor

16
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi
merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan
keturunan, termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil, hak
untuk tidak hamil, dan hak untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan.Pemahaman
kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak – hak setiap orang untuk
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif, dan terjangkau.
Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi yang paling penting adalah masalah
kesehatan ibu, infertilitas dan aborsi, terutama pada kesehatan reproduksi
perempuan.Permasalahan kesehatan ibu menjadi penting karena angka kematian ibu di
Indonesia masih tinggi dan memerlukan perhatian serta upaya khusus untuk
menurunkannya.Sedangkan infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena sangat
terkait dengan aspek etikolegal.Kesehatan ibu yang disebut juga sebagai kesehatan
maternal, merupakan bagian dari kesehatan reproduksi perempuan yang mencakup
kesehatan reproduksi sejak remaja, saat sebelum hamil, hamil, persalinan, dan sesudah
melahirkan.
Maka dari itu dengan adanya kasus yang telah terjadi di akhir – akhir ini menyatakan
bahwa munculnya kasus negative mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini merupakan
tugas utama pihak pemerintah untuk membuat kebijakan demi meminimalisir adanya
kasus dan jatuh nya korban yang tidak lain adalah masyarakat itu sendiri. Sehingga akan
membawa dampak pada menurunnya kualitas hidup masyarakat serta derajat kesehatan
masyarakat,berdasarkan permasalahan tersebut maka saya akan menganalisis mengenai
sebuah kebijakan yang sesuai dengan pendekatan segitiga kebijakan yang bersifat
retrospektif (analysis of policy) yang meliputi berbagai hal terutama mengenai
permasalahan tersebut aspek yang terdapat di pendekatan segitiga tersebut adalah :
1. Actor
a. Siapa Pembuat atau penyusunan Kebijakan
 Kementerian Kesehatan : Mengidentifikasi status kesehatan
masyarakat sebagai bahan perumusan kebijakan
 Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri : Program
intervensi pengentasan kemiskinan, PNPM Generasi dan PKH
 Pemerintah Pusat (Presiden Republik Indonesia) : Yang selanjutnya
disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
17
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
 LSM nasional dan internasional : Berperan dalam penyusunan
kebijakan public termasuk pengalokasian anggaran yang bersumber
dari APBD.
 Dinas Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
 Kelompok intersektoral dipimpin oleh Bappenas di tingkat pusat dan
Bappeda di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
b. Siapa penyediaan layanan
 Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Klinik, dan Praktek perorangan
 LSM, yang bekerja sebagai promotif dan preventif 

2. Context

Dampak Kebijakan Desentralisasi di sektor kesehatan belum banyak


diperhitungkan. Isu program Kesehatan Reproduksi belum diperhatikan di daerah,
khususnya di kabupaten. Pemerintah pusat sudah mempunyai perhatian besar
untuk Kesehatan Reproduksi, namun tidak mampu mengajak pemerintah propinsi
dan kabupaten untuk memperhatikannya. Di  berbagai daerah anggaran untuk
Kesehatan Reproduksi masih rendah terutama di pulau jawa.

Beberapa faktor dari context ini meliputi hal yaitu :

a. Konteks Situasional

Secara kontekstual terlihat bahwa Kebijakan Desentralisasi di


sektor kesehatan  belum banyak dipergunakan untuk kepentingan
pelaksanaan kebijakan Kesehatan Reproduksi. Isu  program Kesehatan
Reproduksi belum diperhatikan di daerah, khususnya di kabupaten.
Pemerintah  pusat sudah mempunyai perhatian besar untuk Kesehatan
Reproduksi, namun tidak mampu mengajak  pemerintah propinsi dan

18
kabupaten untuk memperhatikannya. Di berbagai daerah anggaran
untuk Kesehatan Reproduksi masih rendah.Kebijakan Kesehatan
Reproduksi terlihat hanya satu di seluruh Indonesia.Belum terlihat
banyak program yang khas daerah. Hal ini terjadi karena tingkat
ekonomi yang rendah, kesadaran masyarakat yang masih rendah akan
pentingnya kesehatan reproduksi.

b. Konteks kultural

Budaya memegang peranan penting sebagai faktor penentu


peningkatan derajat kesehatan khususnya kesehatan reproduksi dan
kualitas sumber daya manusia.Misalkan dukungan desa yang kurang
terhadap program kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
terutama ibu serta kader kesehatan sehingga tidak maksimal dalam
upaya perbaikan program, faktor budaya dalam membuat keputusan
selalu melibatkan keluarga besar sehingga untuk melakukan tindakan
cepat terkendala.tidak meratanya pelatihan terhadap bidan, fasilitas
kesehatan yang kurang memadai,  penguasaan bahasa dan budaya
setempat yang masih kurang oleh petugas kesehatan, kurang adanya
info kesehatan yang ada bagi bidan didesa, dan kurangnya akses
informasi kesehatan.

c. Konteks global

Peraturan – peraturan ini muncul adalah bagian dari


keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan dan
meningkatkan derajat kesehatan dunia melalui kerjasama lintas Negara
dan ikut dalam organisasi WHO sebagai organisasi yang fokus
terhadap permasalahn kesehatan dunia 

3. Proses

19
Setelah mengidentifikasi masalah dan isu mengenai pentingnya kesehatan
reproduksi maka pemerintah dan pihak – pihak yang terlibat dapat merumuskan
kebijakan mengenai Kesehatan Reproduksi tersebut. Kebijakan ini dirumuskan
oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam  Peraturan Pemerintah No.61 tahun
2014 yang mengacu pada:Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) 

a. Identifikasi Masalah dan Isu

Pemerintah mengeluarkan peraturan pro aborsi.  Secara diam-diam


pada tanggal 21 Juli 2014 lalu SBY telah menandatangani Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. 
Peraturan itu disahkan demi melaksanakan ketentuan Pasal 74 ayat (3), Pasal
75 ayat (4), Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kontroversi  timbul karena pasal 31 ayat (2) PP itu mengatur


kebolehan aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki
kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan, sesuai materi pasal 75
ayat (1) UU Kesehatan.  Yang dimaksud indikasi kedaruratan medis meliputi
kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau janin,
termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup
di luar kandungan.  Sedangkan aborsi akibat perkosaan dibolehkan dengan
alasan dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban.

Indonesia belum bisa menerima aborsi, sekalipun terhadap korban


perkosaan.  Bahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjalankan PP
itu.  Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, Zaenal Abidin, menyatakan,
"Berdasarkan Sumpah Dokter butir 6 dan Kode Etik Kedokteran pasal 11,
tindakan aborsi untuk indikasi selain medis jelas bertentangan dengan Sumpah
Dokter dan Kode Etik Kedokteran.  Tujuannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa, namun ada beberapa kondisi yang juga dilonggarkan.  Alasan tersebut

20
bisa dimanfaatkan oleh perempuan yang stres karena kehamilan yang tidak
direncanakan untuk melakukan aborsi.  Di sisi lain, aturan itu bakal
mempidanakan dokter yang menjalankan praktek aborsi sesuai pasal 349
KUHP karena menghilangkan nyawa orang lain.              

b. Perumusan Kebijakan

Pemerintah memang telah melakukan kekeliruan yang sangat besar. 


Realitas pergaulan bebas yang merebak di kalangan kaum muda, justru
disikapi dengan melegalisasi aturan yang makin memperparah keadaan. 
Sebenarnya  penerbitan PP no 61/2014 bukan tentang aborsi.Namun PP ini
adalah komitmen pemerintah untuk memberikan perangkat hukum terhadap
kesehatan reproduksi, termasuk berkaitan dengan hak perempuan untuk
menentukan kehamilan yang terjadi dirinya.Tentu saja dampaknya akan jauh
lebih besar dibandingkan dengan "hanya sekedar aborsi".

Dalam kebijakan kontrol populasi, secara khusus pemerintah mengacu


pada Programme of Action (PoA) yang diputuskan dalam  International
Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo pada 5–13
September 1994.  Konferensi yang dipandu United Nations Population Fund
(UNFPA) itu memang membahas secara khusus topik perlindungan bagi
perempuan dari aborsi yang tidak aman, selain masalah pengendalian
kelahiran, keluarga berencana, pendidikan perempuan, dan berbagai masalah
kependudukan.  PoA didasari oleh gagasan bahwa perlu dilakukan upaya
peningkatan status sosial, ekonomi, politik dan kesetaraan bagi perempuan,
termasuk dalam hak kesehatan seksual dan reproduksi (sexual and
reproductive health and rights /SRHR).  Konsep SRHR dipandang sebagai
salah satu kemajuan.

Rekomendasi itu diterjemahkan dalam Pasal 26 Ayat (2) PP dengan


penyesuaian terhadap kondisi Indonesia.  Pasal itu menegaskan bahwa setiap
perempuan berhak menjalani kehidupan seksual yang sehat secara aman,
tanpa paksaan dan diskriminasi, tanpa rasa takut, malu, dan rasa bersalah. 
Kehidupan seksual yang sehat sebagaimana dimaksud meliputi kehidupan
seksual yang: (a). Terbebas dari infeksi menular seksual (b). Terbebas dari

21
disfungsi dan gangguan orientasi seksual; (c).Terbebas dari kekerasan fisik
dan mental (d).Mampu mengatur kehamilan dan (e).Sesuai dengan etika dan
moralitas. 

c. Pelaksanaan Kebijakan

Bagi perempuan di Indonesia, masalah kesehatan dan pendidikan


merupakan masalah penting dilihat dari urgensi dan besarnya
permasalahan.Dalam bidang kesehatan, misalnya, penerapan program KB
(keluarga berencana) dalam tiga puluh tahun terakhir membuktikan focus
pemerintah pada alat reproduksi perempuan dalam mengendalikan jumlah
penduduk.Dalam bidang pendidikan, data statistik kesejahteraan tahun 2000
menunjukkan persentase penduduk buta huruf pada perempuan lebih tinggi
0.35 persen dibanding laki-laki. Sedangkan jumlah perempuan bersekolah
pada usia 16-18 tahun lebih rendah 0.76 persen dibanding laki-laki .

Kebijakan Kesehatan Reproduksi di Indonesia Kesehatan reproduksi


perempuan terkait dengan berbagai hal sebagai berikut :

 Kebijakan kependudukan      
 Muncul dan berkembangnya penyakit HIV/AIDS dan PMS (penyakit
menular seksual) lainnya

 Kecenderungan aktivitas seksual pada usia yang semakin muda

Setelah ditetapkannya Perpres No 61 Tahun 2014 dan muncul kebijakan


tersebut maka Komunikasi, informasi, dan edukasi diberikan sesuai kebutuhan
berdasarkan siklus kehidupan manusia karena setiap tahapan kehidupan
membutuhkan penanganan sistem reproduksi yang khas, dimulai dari masa
remaja dan usia subur. Dengan melakukan beberapa penanganan, yaitu salah
satunya adalah Yang dimaksud dengan "rehabilitasi psikososial" merupakan
penanganan terhadap korban untuk dapat kembali ke masyarakat dengan cara
memulihkan status mental ke kondisi semula melalui konseling,
pendampingan, kunjungan rumah, dan penyediaan rumah aman (shelter).
Sehingga dengan kerja sama dari pihak pihak yang terkait maka bangsa

22
Indonesia sedikit demi sedikit akan meningkatkan derajat kesehatan serta
kualitas hidup masyarakat.

4. Isi (konten)

Dalam rangka memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum, serta


menata konsep-konsep yang berhubungan dengan hukum yang mengatur
penyelenggaraan reproduksi, aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan pada tindakan aborsi, pelayanan kesehatan ibu serta penyelenggaraan
kehamilan di luar cara alamiah agar berjalan sesuai dengan norma-norma yang
ada dalam masyarakat Indonesia, perlu mengatur penyelenggaraan Kesehatan
Reproduksi dengan Peraturan Pemerintah. peraturan Pemerintah ini mengatur : (1)
Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah; (2) Pelayanan kesehatan ibu
(3) Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan
aborsi (4) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah (5)
Pendanaan dan (6) Pembinaan dan pengawasan.

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas


pemberian informasi dan pelaksanaan edukasi mengenai kesehatan reproduksi
bagi masyarakat khususnya generasi muda.Diantaranya informasi dan edukasi
mengenai keluarga berencana dan metode kontrasepsi sangat perlu
ditingkatkan.Dengan informasi dan edukasi tersebut, diharapkan dapat
menurunkan kejadian premarital seks, seks bebas serta angka kehamilan yang
tidak diinginkan yang dapat menjurus ke aborsi dan infeksi menular seksual
termasuk penularan HIV dan AIDS. Perilaku berisiko lain yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (Napza) dan perilaku gizi buruk yang dapat
menyebabkan masalah gizi khususnya anemia. Upaya mempersiapkan remaja
untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab meliputi
persiapan fisik, psikis, dan sosial untuk menikah dan hamil pada usia yang
matang.

J. Derajat Kesehatan Reproduksi


Gambaran Derajat Kesehatan Reproduksi di Indonesia
Derajat Kespro di Indonesia masih rendah antara lain :

23
 Angka Kematian Ibu ( AKI, 1997 ) : 373/100.000 KH
 Anemia ibu hamil : 50 %
 Kurang Energi Kronis ( KEK ) pd ibu hamil 30 %
 Angka Kematian Bayi ( AKB 1995 ) : 53 per 1000 KH
 Cakupan pelayanan KB ( CPR, 1997 ) : 57 %
 Partisipasi laki-laki dalam ber KB ( 1997) : 1,1 %
 Ibu hamil yang mempunyai satu atau lebih keadaan ”4 terrlalu” ( 65 % ibu hamil )
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kespro Perorangan
1. Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian
2. Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan sosioekonomi, budaya
dan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat
3. Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum memadai (jarak,
jauh, kurang informasi, keterbatasan biaya, tradisi)
4. Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes kurang memperhatikan klien,
kemampuan fasilitas kesehatan yang kurang memadai)

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup kesehatan reproduksi perempuan secara
sempit misalnya masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan
persalinan, tetapi mencakup seluruh tahapan hidup perempuan sejak konsepsi sampai usia
lanjut. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu
kesehatan reproduksi itu sendiri, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, remaja, Keluarga
Berencana, Usia Lanjut. Faktor-faktor non klinis yang menyertai seperti faktor demografi,
ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor biologis dan faktor psikologis yang mempengaruhi
kesehatan reproduksi dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh
karena itu perlu memberikan pemahaman akan keterlibatan perempuan, dengan harapan
semua perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikanya kehidupan
reproduksinya menjadi lebih berkualitas. Intervensi pemerintah terhadap penanganan masalah
Kesehatan Reproduksi ini akan sangat membantu dalam mewujutkan kesejahteraan
perempuan.

24
B.     Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk
bisa dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya
kesejahtaraan dan kesehatan bisa tercapai dengan sempurna. Oleh kerana itu penulis memberi
saran kepada para pihak yang terkait khususnya pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa
memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat dengan cara
sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan reproduksi masyarakat bisa tercapai
dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Kartono. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta. (1998).


Manuaba. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta (1998).
Pinem. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media. Jakarta. (2009).
Sebagariang, dkk. Kesehatan Reproduksi Wanita. Trans Info Media. Jakarta. (2010)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, “Kesehatan Reproduksi di Indonesia”, Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. (1996).
Rafless Bencoolen. (20-06-2012). Konsep Kesehatan Reproduksi. Bahan kuliah
kesehatan.blogspot.com/2011/03/definisi-sejarah-ruang-lingkup-dan-hak.html. Dikutip pada
tanggal 19 Maret 2013
Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika.

25
26

Anda mungkin juga menyukai