Anda di halaman 1dari 3

DIVA OKTAVIANA

071711733089

RESUME BAB 1 BUKU URBANISASI DAN ADAPTASI


Bab ini akan membahas mengenai perantauan dan adaptasi yang dilakukan oleh Suku
Minangkabau dan Mandailing dengan membawa misi budayanya. Misi budaya didefinisikan
sebagai suatu tujuan yang ingin dicapai oleh suatu masyarakat yang berdasar pada nilai-nilai
dominan yang di anut oleh masyarakat tersebut. Perilaku merantau dan pola kembalinya
masyarakat perantau dengan motif yang beragam merupakan salah satu bukti bahwa misi budaya
merupakan hal yang nyata. Didalam kedua suku memiliki asosiasi-asosiasi sukarela yang
berdasar pada usaha mempertahankan identitas etnik dan pola adaptasi, hal ini dibangun dengan
tujuan agar masyarakat perantau dapat beradaptasi dan bersaing dengan etnis-etnis lain di kota.

menurut skinner adaptasi tidak dapat hanya dijelaskan melalui factor inheren melainkan
juga dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat penerima. Sedangkan bagi bruner, dalam
proses adaptasi suku batak toba terdapat perbedaan ekspresi etnis batak yang mencakup
kekuasaan, budaya lokal, demografi dan lain-lain. Berdasarkan studi dari Skinner (1960) dan
Bruner (1974) menyimpulkan bahwa pemeliharaan dan ekspresi etnisitas didasarkan pada
interaksi antarkelompok. Ekspresi etnisitas yang tajam berada di perkotaan dengan didukung
oleh adaptasi yang diwujudkan dalam pembentukan asosiasi politik-religius sehingga asosiasi ini
bukan hanya sebagai perwakilan politik ideologis saja namun juga sebagai perwakilan politis
masyarakat budaya dalam ikatan loyalitas primordial. Kelemahannya adalah keduanya hanya
terfokus pada adaptasi masyarakat perantau terhadap masyarakat penerima dan sedikit
mengesampingkan “misi budaya”. Padahal misi budaya dapat mempengaruhi interaksi dan pola
adaptasi yang dilakukan.

Adanya kegagalan skinner yang disebut sebagai paradigma push pull dalam kaitan
pengaruh misi budaya dengan adaptasi. Kelompok etnik mandailing dan minangkabau memiliki
beberapa perbedaan salah satunya adalah mengenai keagamaan. Kelompok etnik minangkabau
menganut agama islam modern dengan garis keturunan matrilineal, sedangkan kelompok etnik
mandailing menganut agama islam konservatif yang menganuut sistem keturunan patrilineal.
Migrasi bukan merupakan perilaku yang acak, namun proses ini berjalan secara selektif.
Pertimbangan perpindahan atau migrasi tidak hanya melalui factor universal seperti usia maupun
factor biografi personal namun juga mempertimbangkan factor kultural. Adanya dua pola
perantauan pada masyarakat Minangkabau, yaitu pola sebelum tahun 1950 atau sesudah 1950
(pola rantau cina). Bagi masyarakat Minangkabau merantau dan mengunjungi daerahnya
kembali merupakan waktu yan tepat untuk memamerkan kekayaan, pengetahuan dan prestise.
Misi budaya perantau minangkabau adalah untuk memperkaya dan menguatkan alam
minangkabau sehingga setelah merantau kelompok etnik minangkabau akan kembali dan
berusaha mengajak dan memberdayakan saudara-saudaranya ke kota. Terdapat sanksi tersendiri
bagi mereka yang di anggap gagal dalam merantau. Sehingga merantau merupakan sebuah
moment yang membawa misi budaya tertentu seperti halnya untuk memperkuat adat budaya
matrilineal Minangkabau.

Pada kelompok etnik Mandailing, perantau memiliki misi budaya yaitu untuk
memperluas teritorial. Misi budaya kelompok etnik mandailing terdapat konsep“harga diri” yang
disebutkan sebagai keinginan untuk menjadi nomor satu. Di dalam konsep merantau, kelompok
etnik mandailing memiliki perbedaan dengan minangkabau, salah satunya konsep merantau
sebagai upaya untuk memperluas wilayah dan tidak berfokus pada upaya memamerkan
kekayaan. Rumah kampung halaman di anggap sebagai tempat training bagi pemuda yang akan
mempersiapkan diri untuk merantau. Sedangkan tempat rantau sudah dipersiapkan oleh keluarga
yang sudah terlebih dahulu merantau sebagai upaya memberikan perlindungan kepada sanak
saudara yang hendak merantau. Sanksi sosial yang diberikan kepada perantau yang gagal pun
berbeda dengan yang diberikan oleh masyarakat etnik minangkabau. Di mandailing kegagalan
menjadi hal yang dapat dimaafkan. Sepulang dari perantauan seseorang yang gagal hanya perlu
mengunjungi orang tua dan makam leluhurnya, tidak seperti di minangkabau yang memberikan
treatment berupa pengucilan kepada perantau yang gagal. Namun masyarakat mandailing justru
merasa kecewa dengan keluarga sanak saudara yang berada diperantauan karena telah di anggap
gagal.

Menurut Barth untuk dapat mengenali suatu etnik tidak hanya melalui budayanya saja
namun juga melalui perilaku batasan-batasan yang dimiliki oleh etnis. Kelompok perantau
memiliki akses pada kekuasaan tertentu yang oleh populasi tuan rumah telah diabaikan. Terdapat
dua kekuatan yang memperngaruhi keutuhan kelompok etnik di daerah rantau. Yang pertama
orang di kampung halaman berharap perantau mempertahankan identitas etniknya. Sedangkan
yang kedua adalah para perantau harus menyesuaikan diri dengan daerah rantau. Masyarakat
etnik mandailing cenderung mendominasi pekerjaan dalam bidang kepegawaian, sedangkan
masyarakat etnik Minangkabau cenderung memiliki dominansi dalam perdagangan.

Masyarakat minangkabau cenderung dibesarkan dalam lingkungan yang egalitarian


demokratif, sedangkan masyarakat minangkabau cenderung dibesarkan dalam lingkungan yang
aristokrasi secara turun temurun. Dari kedua kelompok masyarakat etnik sama-sama memiliki
upaya untuk mengekspresikan identitas etnisnya melalui asosiasi-asosiasi yang dibangun. Seperti
melalui identitas keagamaan yang kemudian dibentuk menjadi sebuah asosiasi. Asosiasi-asosiasi
ini menjadi sebuah jembatan kultural untuk media berlindung dari perubahan sosial dan politis
serta sebagai sarana bersaing dengan etnis yang lain.

Adanya asosiasi asosiasi sukarela juga turut membentuk sebuah identitas yang dapat
berfungsi sebagai sarana-sarana untuk menyamarkan kepentingan-kepentingan etnik. Asosiasi
sukarela akan berhadapan dengan tradisi-tradisi lokal yang berasal dari daerah perantauan.
Terdapat tiga sisi kehidupan perantau yaitu pekerjaan, pemukiman, dan keanggotaan dalam
asosiasi sukarela yang dipadupadankan dengan strategi adaptasi mereka.

Anda mungkin juga menyukai