Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Saat ini, boleh dikata, tak ada lagi kekhalifahan Islam di seluruh dunia.

Beberapa dinasti atau pemerintahan Islam telah lama runtuh. Sebut saja Dinasti

Umayyah, Fatimiyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah atau Turki Usmani yang lebih

dikenal dengan Ottoman. Padahal, pada masa kekhalifahan itu, dunia Islam

mengalami puncak keemasannya. Saat itu, ajaran Islam telah menyebar dari Timur

Tengah ke Afrika, Eropa, Asia, dan Australia. Bahkan, yang paling mencolok adalah

saat Dinasti Ayyubiyah di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil

menduduki Andalusia, Spanyol. Peradaban Islam pun menjadi semakin gemilang.

Sementara itu, salah satu dinasti lainnya yang berkuasa di Mesir, yakni

Fatimiyah, juga pernah berjaya di bumi Firaun itu. Dinasti ini mengalami masa

kegemilangannya selama beberapa tahun. Namun, kemudian meredup setelah

ditaklukkan dinasti Islam lainnya.

Setelah beberapa abad meredup, Dinasti Fatimiyah kini diharapkan bangkit

kembali. Hal itu dikemukakan oleh pemimpin Libya, Muammad Qadhafi yang telah

meninggal dunia. Dalam pernyataannya yang dikutip CNN, edisi Oktober 2009 silam,

Qadhafi mengharapkan kebangkitan Dinasti Fatimiyah jilid kedua di Afrika Utara.

Qadhafi optimis, kemunculan dinasti yang pernah berkuasa selama lebih dari 262

tahun segera terwujud dan mampu membendung kekuatan Barat. Tentu saat ini yang

sangat diperlukan oleh umat Islam adalah kekuatan Tauhid.

1
2

Tauhid merupakan hal yang amat fundamental terhadap segala aspek

kehidupan para penganut agama Islam, tak terkecuali pada aspek pendidikan. Dalam

kaitan ini seluruh pakar sependapat bahwa dasar pendidikan Islam adalah tauhid.

Melalui dasar tauhid ini, H. M. Quraish Shihab merumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawi

menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau kegagalan ukhrawi

ditentukan oleh amal duniawinya.

2. Kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah swt.

3. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-

masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.

4. Kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para nabi kesemuanya bersumber

dari Allah swt, prinsip-prinsip pokoknya menyangkut aqidah, syariah dan

akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.1

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang paling ideal, karena kita hanya

berwawasan kehidupan secara utuh dan multi dimensional. Tidak hanya berorientasi

untuk membuat dunia menjadi sejahtera dan gegap gempita, tetapi juga mengajarkan

bahwa dunia sebagai ladang, sekaligus sebagai ujian untuk dapat lebih baik di akhirat.

1
Pupuh Fathurrohman, M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami (Cet. I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hal.121
3

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sengaja didirikan dan

diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk

mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau

terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik

pelaksanaan kependidikannya.2

Jika pendidikan Islam selam ini dianggap kurang berhasil dalam menggarap

sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral dan etika

bangsa, maka persolan tersebut bisa dilihat kembali bagaimana sejarah pendidikan

Islam pada masa Rasulullah sampai kepada orang yang melanjutkan perjuangan yang

sangat mulia ini. Karena dari sini dapat dilihat penyebab keberhasilan dan kegagalan

pendidikan Islam yang mereka bangun pada masa itu.

Sebagaimana diketahui, pada abad IX-XIII Masehi peradaban dunia, termasuk

kemajuan ilmu pengetahuan, berpusat di Negara Islam terutama di wilayah kekuasaan

Abbasyiah yang beribukota Baghdad. Kemajuan itu kemudian meluas pula ke

Andalusia, Afrika Utara, Pulau Silsilia dan Mesir serta daerah kekuasaan

Ghaznawiyah di Asia Tengah. Peradaban Islam serta ilmu pengetahuan yang

berkembang di wilayah ini, ditambah wilayah sekitar Negara Palestina tempat

terjadinya perang Salib (1096-1292), nantinya mengalir ke Eropa dan mengantarkan

Eropa kearah renaissance.3

2
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Ed. 1-2; Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2007), h. V
3
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Cet. III; Jakarta: Putra Grafika, 2007), h. V.
4

Hal ini perlu diketahui oleh umat Islam sehingga umat Islam tahu tentang jasa

leluhur mereka pada masa lalu dan tidak merasa rendah diri serta tidak mempunyai

pandangan bahwa hanya bangsa Barat saja yang pernah maju. Paling tidak punya

pandangan bahwa kemajuan Eropa hari ini pada hakikatnya tidak dapat melepaskan

diri dari khazanah peradaban dan intelektual dunia Islam. Selanjutnya dapat

mengambil I’tibar bagaimana umat Islam masa lalu dapat melahirkan ilmuwan-

ilmuwan yang menghasilkan ilmu orosinal, di samping menjadi perenungan mengapa

umat Islam zaman sekarang tidak segemilang masa lalu.

B. Rumusan masalah

Berdasarka uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Bagaimana pendidikan Islam di Afrika Utara?

2. Bagaimana pendidikan Islam di Fatimiyah?

3. Bagaimana pendidikan Islam di Dinasti kecil di Timur?


5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam di Afrika Utara

Pada awal periode, Abbasiyah mengalami kejayaan, akan tetapi persoalan-

persoalan politik telah menyebabkan keruntuhan Dinasti Bani Abbasiyah dikemudian

hari. Dengan adanya perselisihan tersebut, disintegrasi tidak dapat dielakkan lagi.

Banyak Dinasti-Dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad, sesuai dengan

kebangsaan masing-masing dan mendirikan sebuah Dinasti baru.

Diantara Dinasti itu adalah Dinasti Aghlabiyah yang berbangsa Arab. Dinasti

ini tidak sepenuhnya merdeka dari Baghdad. Dinasti selanjutnya adalah Ayyubiyah

yang berbangsa Kurdi. Sedangkan yang mengaku sebagai khilafah adalah Dinasti

Fatimiyah di Mesir. Kekuasaan ketiga Dinasti ini meliputi Afrika Utara dan Mesir.

Ketiganya secara berurutan adalah Dinasti Aghlabiyah, Fathimiyah dan Ayyubiyah.

Kehadiran ketiga Dinasti ini telah membawa pencerahan bagi Islam. Untuk

mengetahui lebih lanjut, akan dicoba dipaparkan tentang masing-masing Dinasti-

Dinasti yang ada di Afrika Utara yaitu sebagai berikut:

1. Daulah Murabbitun

Murabbitun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi.

Diantara kegiatan mereka adalah menyebarkan agama Islam dengan mengajak

suku-suku lain menganut agama Islam seperti yang mereka anut.

Sekitar abad V H/XI M salah seorang pemimpin mereka, Yahya bin

Umar, melaksanakan ibadah haji. Di tanah suci ia menyadari bahwa


6

pengikutnya masih awam terhadap ilmu pengetahuan agama. Untuk

meningkatkan pengetahuan keagamaan mereka dicarilah seorang yang

sanggup melaksanakan tugas tersebut. Yahya bertemu dengan Abdullah bin

Yasin, guru mazhab Maliki yang bersedia mengemban tugas tersebut.4

Dinasti Murabbitun memegang kekuasaan selama kurang lebih 90

tahun dengan enam orang penguasa, yaitu Abubakar bin Umar, Yusuf bin

Tasyfin, Ali bin Yusuf, Tasyfin bin Ali, Ibrahim bin Tasyfin, dan Ishak bin

Ali.

Adapun peranan dari Murabbitun adalah sebagai berikut:

a. Mempersatukan bangsa Barbar dalam satu kesatuan paham Islam salaf

yang tadinya ada yang menganut paham Khawarij, Syi’ah, Sunni dan

Sufi.

b. Abdullah bin Yasin melarang minuman keras, menghancurkan instrument

musik, menghapus pungutan liar, dan menerapkan hukum Islam tentang

pembagian harta rampasan perang.

c. Walau pengetahuan keagamaannya dangkal Murabbitun telah melakukan

fondasi bagi pemekaran peradaban Afrika Utara

d. Daulah Murabbitun yang pertama membuat dinar memakai huruf Arab

dengan tulisan Amir al-Mukminin dibagian depan mencontoh uang

Abbasiyah dan bertuliskan kalimat imam di bagian belakang

4
Ibid., h. 129
7

Menjelang pertengahan abd XII Murabbitun mulai retak. Di Spanyol

Muluk al-Thawaif menolak kekuasaannya. Di Maroko sebuah gerakan

keagamaan (Muwahhidun) mulai mengingkari.

Kelemahan kemudian kehancuran dinasti ini disebabkan oleh:

a. Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi

b. Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah setelah ketika

memasuki kehidupan Maroko dan Andalus yang mewah

c. Mereka memasuki Andalus ketika kecemerlangan intelektual kalangan

Arab telah mengganti kesenangan berperang

d. Kontak dengan peradaban yang sedang menurun dan tidak siap

mengadakan asimilasi

e. Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, Al-Muwahidun

2. Daulah Muwahhidun

Muwahhidun muncul sebagai reaksi dari Murabbitun yang dianggap

telah melakukan banyak penyimpangan dalam aqidah. Pada masa akhir

Murabbitun, Abdullah bin tumart seorang sufi masjid kordova melihat sepak

terjang kaum Murabbitun, ia ingin memperbaikinya. Ia kemudian berangkat

ke Baghdad menambah ilmu kepada imam Al-Ghazali. Setelah dirasa

memadai ia kembali, tinggal di Maroko. Di situ ia mulai mengkritik dan

mencela perbuatan raja-raja Murabbitun yang bertentangan dengan syariat

agama Islam, yang menurut pahamnya tidak mengikuti sunnah Rasul. Ia juga

mendakwahkan dirinya sebagai Al-Mahdi yang akan membangkitkan


8

kebenaran dan keadilan. Maka banyaklah pengikutnya, setelah banyak

pengikutnya ia mempropagandakan ajarannya yang berpaham tauhid yang

menentang kekafiran dan pengikutnya disebut Muwahhidun (bala tentara

tauhid). 5

Pada zaman Muwahhidun, ia mencapai puncaknya terutama pada

zaman Al-mukmin, perkembangan peradaban, terutama pengembangan ilmu,

semarak lagi. Tercatat para cendikiawan muslim yang terkenal adalah Ibn

Bajjah, ia seorang ahli filsafat dan musik.6 Selain itu ada Ibn Tufayl, seorang

dokter istana Muwahhidun pada masa Abu Ya’kub Yusuf. Cendikiawan yang

lebih terkenal adalah Averrous (Ibn Rusyd). Ia adalah seorang filosof, dokter,

ahli matematika, ahli hukum, juga seorang polemik.

Setelah mengalami kejayaan selama satu abad dinasti Muwahhidun

mengalami masa kemunduran dan akhirnya hancur. Adapun faktor

kemunduran daulah Muwahhidun disebabkan oleh :

a. Perebutan tahta dikalangan keluarga

b. Melemahnya kontrol terhadap penguasa daerah

c. Mengendurnya tradisi disiplin

d. Memudarnya keyakinan akan keagungan misi Al-Mahdi bin Tumart

bahkan namanya tak disebut lagi dalam dokumen Negara.

5
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: NV. Nusantara, 1961), h. 109
6
M. Natsir Arsyad, Ilmuwan Muslim Sepanjang Masa, (Bandung: Mizan, 1989), h. 202-203
9

3. Daulah Ayyubiyah

Pendiri dinasti ini adalah Shalahuddin lahir di Takriet 532 H/1137 M

meninggal 589 H/1193 M, di masyhurkan oleh bangsa Eropa dengan nama

“Saladin” pahlawan perang Salib, dari keluarga Ayyubiyah suku Kurdi.7

Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai

kota pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah

tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah

lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun

(1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum

terdapat diberbagai madzhab hukum sunni.

Perjuangan Shalahuddin sampai menjadi Sultan dapat dibagi menjadi

tiga periode yaitu sebagai berikut:

a. Periode pertama, berjuang di Mesir

Ketika khlalifah Al-Adhid meninggal Shalahuddin diangkat menjadi

penguasa Mesir. Di sinilah namanya menanjak sebagai pemersatu dunia

Islam yang tadinya terpecah menjadi Abbasiyah yang Sunni dan

Fatimiyah yang beraliran Syi’ah. Shalahuddin yang secara berangsur-

angsur memperkuat kedudukannya dengan mendekati rakyat dan

mengangkat orang-orang kepercayaannya menduduki jabatan penting di

Mesir. Setelah teguh kedudukannya dipanggillah segala kaum

7
H. Zaenal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Ummatnya (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.
241.
10

keluarganya, ayah dan saudara-saudaranya supaya hidup bersama di

Mesir. Sesudah kuat kedudukannya dihentikan khutbah jum’at memuji

khalifah Fatimiyah, dikembalikan memuji khalifah Baghdad.8

b. Periode kedua, berjuang di Syria

Shalahuddin menjadi penguasa Arab terpenting mempersatukan Mesir,

Syria, Mesopotamia, dan Yaman untuk melawan tentara Salib. Orang

Kurdi dan Turkuman bergabung dengan pasukan Shalahuddin yang

sangat berpengaryh di Asia Barat. Akhirnya dengan terang-terangan

dinyatakan kekuasaaanya yang penuh atas Mesir dan Syam sesudah

Shalahuddin berhasil memadamkan segala kekakacauan yang terjadi di

Syria.9

c. Periode ketiga, berjuang di Palestina

Masa ini digunakan untuk perang suci melawan tentara Salib.

Kebijaksanaan Shalahuddin adalah membentuk persatuan Negara Arab

untuk mengusir orang Salib. Dalam perang ini Shalahuddin selalu

mengalahkan tentara Salib sampai pada puncaknya menghancurkan

mereka di Hittin Tahun 1187 M. kemudian diikuti dengan penundukan

atas Palestina, Acre (Okka), Nablus, Caesaria, Jaffa, Ascolon dan Beirut.

Dengan demikian Shalahuddin pada masa pemerintahannya ia

memiliki dua tugas utama yaitu:

8
Musyrifah Sunanto.Op.Cit., h. 148
9
Ibid., h. 149
11

1) Pembanguna di seluruh Negara, membangun Administrasi,

ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, membangun madrasah

dan sekolah, mengembangkan bidang keagamaan mazhab Ahli

Sunnah.

2) Membangun persatuan bangsa Arab di bawah naungan

Abbasiyayah di Baghdad, membangun benteng pertahanan militer

di bukit Muqattam.

B. Pendidikan Islam di Fatimiyah

Gerakan yang membangkitkan Negara Fatimiyah ini adalah gerakan bawah

tanah yang tidak bisa diteluduri secara jelas. Gerakan ini merupakan cabang dari

Syi’ah Ismailiyyah, yang mengakui enam imam pertama Syi’ah Imamiyah namun

berselisih mengenai imam yang ke tujuh. Abu Abdullah, seorang penganjur gerakan

ini muncul pada akhir abad IX di antara suku Barbar Kutama di Tunisia sekitar tahun

893. Menjelang tahun 909 ia sudah memperoleh banyak dukungan sehingga mampu

mengusir dinasti Aghlabi dari ibu kota mereka dan menjadi penguasa. Abu Abdullah

mengundang Ubaidillah yang diakui sebagai pemimpin gerakan datang ke Afrika

Utara bergabung dengan mereka dan menempatkananya di bekas ibu kota Aghlabi. Ia

diakui sebagai Imam Al-Mahdi pada bulan Januari 910 M dan menjabat sebagai Amir

al-Mu’minin.10

Golongan Fatimiyah tidak hanya menolak kekuasaan Abbasiyah tetapi

menyatakan bahwa merekalah yang sebenarnya paling berhak memerintah seluruh


10
Ibid., h. 142
12

kerajaaan Islam. Lagipula mereka mereka mempunyai pendukung-pendukung di

Suria, Yaman, dan bagian-bagian wilayah Abbasiyah lainnya.

Pada periode awal, sistem pemerintahan Dinasti Fatimiyah memakai konsep

imamah yang berlaku dalam Mazhab Syiah. Seorang khalifah lebih banyak

melakukan konsolidasi dan pengokohan dinasti. Kedudukan seorang kepala negara

mempunyai otoritas penuh. Sang khalifah, selain bertindak sebagai kepala negara, dia

juga memegang tampuk pimpinan spiritual.

Namun, sejatinya konsep yang dipakai oleh sekte Ismailiyah dalam

perkembangannya adalah puncak dari depolitisasi konsep imamah. Di kalangan

Ismailiyah Fatimiyah, konsep tentang imam gaib memosisikan fungsi yuridis dan

administratif mereka diemban oleh tokoh-tokoh terkemuka kaum Syiah. Keberadaan

mereka dinyatakan sebagai wakil atau dai atas nama para imam aktual. Para ulama

dan para dai yang berfungsi sebagai imam memberikan kepemimpinan religius yang

nyata kepada umat.

Pada masa pemerintahan Al-Muiz, perombakan besar-besaran dilakukan

dalam tata administrasi negara. Terkait sistem pemerintahan, Al-Muiz menggunakan

sistem parlementer dengan mengangkat para wazir atau menteri. Tiap-tiap menteri

membawahi semacam departemen dengan tugas dan wewenang yang berbeda-beda.

Ditinjau dari wewenangnya, kementerian dikelompokkan menjadi dua. Pertama,

kelompok yang membidangi pertahanan dan.kemiliteran yang memiliki tiga jabatan

pokok, yaitu pejabat tinggi militer, petugas keamanan ,dan resimen-resimen.

Departemen kedua membawahi urusan sipil yang terkait dengan peradilan, lembaga
13

riset, pengawas ekonomi, bendahara negara, kesekretariatan negara, dan sekretariat

masing-masing departemen.

Di Bidang Keilmuan dan Kesusastraan. Ilmuwan yang paling terkenal pada

masa Fatimiyah adalah Ya’kub Ibn Killis yang berhasil membangun akademi

keilmuan dan melahirkan ahli fisika bernama al Tamimi dan juga seorang ahli sejarah

yaitu Muhammad ibn Yusuf al Kindi dan seorang ahli sastra yang muncul pada masa

Fatimiyah adalah al Azis, sang khalifah.

Kemajuan yang paling fundamental di bidang keilmuan adalah didirikannya

lembaga keilmuan yang bernama Dar al Hikmah, sebagai pusat studi pada tingkat

tinggi, didalamnya dilakukan diskusi, penelitian, penulisan, penerjemahan, serta

pendidikan. Bangunan ini mulai didirikan pada masa al Aziz dan diselesaikan oleh al

Hakim.

Selain itu, al Mu’iz juga berhasil mendirikan universitas kedokteran yang

sama besarnya dengan universitas-universitas di Baghdad maupun Cordova.

Khalifah-khalifah daulah Fatimiyah secara keseluruhan ada empat belas

orang, tetapi yang berperan adalah:

1. Ubaidillah Al-Mahdi

2. Qo’im (322 H/934 M)

3. Mansur (334 H/945 M)

4. Mu’izz (341 H/952 M)

5. Aziz (364 H/973 M)

6. Hakim (386 H/996 M)


14

7. Zahir (411 H/1020 M)

8. Mustansir (427 H/1035 M)

Adapun keberhasilan yang dicapai daulah Fatimiyah ini adalah:

1. Mendirikan ibu kota baru yaitu Kairo, membina satu Universitas Islam

yaitu Al-Azhar dan menyebarluaskan ideologi Fatimiyah, yaitu Syi’ah ke

Palestina, Syria, dan Hijaz. Hal ini dicapai pada masa pemerintahan Muiz

2. Mendirikan Darul Hikmah yang berfungsi sebagai akademi yang sejajar

dengan lembaga di Cordova dan Baghdad. Dilengkapi perpustakaan yang

bernama Dar al-Ulum yang diisi dengan bermacam-macam buku tentang

berbagai macam ilmu. Hal ini tercapai pada masa pemerintahan Aziz

3. Pembanguna ilmu makin semarak dengan perpustakaan Negara yang

dipenuhi dengan 200.000 buah buku pada pemerintahan Mustansir

4. Perdaganga berkembang ke segala arah, ke India, Italia, dan laut tengah

Barat dan kadang-kadang ke Bizantium. Dan kota Kairo menjadi kota

Internasional yang berkembang produksi-produksinya.

C. Pendidikan Islam di Dinasti kecil di Timur

Menurut para pakar sejarah Islam, Daulat Abbasiyah telah berjasa dalam

memajukan umat Islam. Hal ini ditandai dengan kemajuan di bidang ilmu

pengetahuan, peradaban, kesenian dan filsafat. Data monumental dari kebesaran

Daulat Abbasiyah, yaitu berdirinya kota Baghdad yang megah, kota yang didirikan

atas prakarsa raja-raja dinasti ini. Menurut Philip K. Hitti, kota Bahgdad merupakan
15

kota terindah yang dialiri sungai dan benteng-benteng yang kuat serta pertahanan

militer yang cukup kuat.11

Sekalipun demikian, dinasti ini tidak mampu mempertahankan integritas

negerinya, karena setelah khalifah Harun Ar-Rasyid, daerah kekuasan dinasti ini

mulai goyah, baik daerah yang ada di bagian barat maupun yang ada di bagian timur

Baghdad. Di bagian timur, menurut J.J. Saunder berdiri dinasti-dinasti kecil yaitu

Thahiriyah, Saffariah, dan Samaniyah.12

1. Dinasti Thahiriyah

Dinasti ini didirikan oleh Thahir Ibn Husain, seorang yang berasal dari

Persia, terlahir di desa Musnaj dekat Marw. Ia diangkat sebagai panglima

tentara pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun. Ia telah banyak berjasa

membantu Al-Ma’mun dalam menumbangkan Khalifah Al-Amin dan

memadamkan pemberontakan kaum Alwiyin di Khurasan. Pada mulanya, Al-

Ma’mun memberikan kesempatan kepada Thahir untuk memegang jabatan

Gubernur di Mesir pada tahun 205 H., kemudian dipercaya pula untuk

mengendalikan wilayah Timur. Thahir ibn Husain yang memerintah pada

tahun 205-207 H., menjadikan kota Marw sebagai tempat kedudukan

Gubernur.13

11
Philip K. Hitti, History of the Arabs.( London: The Macmillan Press LTD, 1974), h. 632
12
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 143
13
Ibid., h. 145-146
16

Para ahli sejarah mengakui bahwa pada zaman Thahiri, dinasti ini

telah memberikan sumbangan dalam memajukan ekonomi, kebudayaan, dan

ilmu pengetahuan dunia Islam. Kota Naisabur berhasil bangkit menjadi salah

satu pusat perkembangan ilmu dan kebudayaan di Timur. Pada masa itu,

negeri Khurasan dalam keadaan Makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang

baik. Sehingga dapat mendukung kegiatan ilmu dan kebudayaan pada

umumnya. Keadaan ini merupakan suasana yang menguntungkan bagi

perkembangan seterusnya.

2. Dinasti Saffariah

Philip K. Hitti mengatakan bahwa Dinasti Saffariah didirikan oleh

Ya’kub ibn Al-Laits. Dinasti ini lebih singkat jika dibandingkan dengan

dinasti Thahiriyah. Dinasti ini hanya bertahan 21 tahun. Ia berasal dari

keluarga perajin tembaga dan semenjak kecil bekerja di perusahaan orang

tuanya. Dinasti ini sekalipun singkat namun ia memiliki kekuasaan yang

cukup luas dan megah. Ya’kub mendapat simpati dari pemerintah Sijistan

pada waktu itu karena dinilai memiliki kesopanan dan keberanian. Oleh

karena itu, Ya’kub ditunjuk untuk memimpin pasukan memerangi

pembangkang terhadap Daulah Abbasiyah di bagian Timur, khususnya di

Sijistan. Ketika Ya’kub menjadi panglima perang, ia berhasil mengalahkan

para pembangkang dalam waktu yang relatif singkat. Ia juga menguasai kota
17

Karat dan Busang. Setelah berhasil mengusir tentara Thahiriyah, akhirnya ia

menjadi pemimpin di daerah itu.14

Ya’kub juga menaklukkan sisa-sisa kekuasaan yang pernah dikuasai

oleh Thahiriyah yang masih setia di Khurasan sehingga kekuasaannya

semakin luas dan mantap. Ia juga melanjutkan gerakannya sampai ke Persia

dan Irak Ahwaz. Faktor inilah sehingga dikatakan wilayah Dinasti Saffariah

sangat luas.

3. Dinasti Samaniyah

Berdirinya Dinasti ini bermula dari pengangkatan empat orang cucu

Saman oleh Khalifah Al-Ma’mun menjadi Gubernur di daerah Samarkand,

Phirgana, Shash, dan Harat yang ada di bawah pemerintahan Thahiriyah saat

itu. Akan tetapi ternyata, selain mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah

yang diberikan khalifah kepada mereka, ke empat cucu tersebut juga

mendapat simpati warga Persia, Iran. Awalnya simpati mereka itu hanya di

kota-kota kekuasaannya, kemudian menyebar ke seluruh negeri Iran, termasuk

Sijistan, Karman, Jurjan, Ar-RRay, dan Tabanistan, ditambah lagi daerah di

Khurasan.15

Berdirinya Dinasti Samaniyah ini didorong pula oleh kecenderungan

masyarakat Iran pada waktu itu yang ingin memerdekakan diri terlepas dari

Baghdad. Oleh karena itu, tegaknya Dinasti ini bisa jadi merupakan

14
Dedi Supriyadi, Op. Cit., h. 148
15
Ibid., h. 150.
18

manifestasi dari hasrat masyarakat Iran pada waktu itu. Adapun pelopor yang

pertama kali memproklamirkan Dinasti Samaniyah ini adalah Nasr Ibn

Ahmad, cucu tertua dari keturunan Samaniyah.

Dinasti Samaniyah ini berhasil menjalin hubungan yang baik, sehingga

berbagai kemajuan pada dinasti ini cukup membanggakan, baik di bidang

ilmu pengetahuan, filsafat, juga ekonomi. Pelopor yang sangat berpengaruh

dalam filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini yaitu Ibn Sina, yang pada

waktu itu pernah menjadi menteri. Dinasti ini juga mampu meningkatkan taraf

hidup dan perekonomian masyarakat. Hal ini diakibatkan adanya hungan yang

baik antara kepala-kepala daerah dan pemerintah pusat, yaitu dinati dari banai

Abbas.
19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada awal periode, Abbasiyah mengalami kejayaan, akan tetapi persoalan-

persoalan politik telah menyebabkan keruntuhan Dinasti Bani Abbasiyah

dikemudian hari. Denganadanya perselisihan tersebut, disintegrasi tidak dapat

dielakkan lagi. Banyak Dinasti-Dinasti yang memerdekakan diri dari

Baghdad, sesuai dengan kebangsaan masing-masingdan mendirikan sebuah

Dinasti baru.

2. Fatimiyah merupakan Dinasti Syi’ah Isma’iliyah yang pendirinya adalah

Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syiria ke Afrika Utara yang

menisbahkan nasabnya sampai keFatimah putri Rasulullah dan isteri Khalifah

keempat Ali bin Abi Thalib.

3. Sebagian besar dinasti kecil yang tumbuh di Timur adalah keturunan Parsi.

Meskipun secara politik tidak menimbulkan kesulitan bagi pemerintahan

pusat di Baghdad, dari segi budaya memberikan corak perkembangan yang

baru, yaitu kebangkitan kembali nasionalisme dan kejayaan bangsa Iran lam.

4. Dinasti-dinasti kecil di Timur memunculkan kota-kota pusat kegiatan

ekonomi seperti Samarkand dan Bukhara yang menjadi kota perdagangan

utama. Dan juga terkenal sebagai kota ilmu pengetahuan di seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai