PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
2.1 Metalografi
a. Pemotongan
Pemotongan yaitu pengambilan sebagian sampel representatif yang akan
dianalisis dengan cara seperti pemotongan dengan cakram abrasif, gergaji
atau dengan plasma bertekanan tinggi. Proses pemotongan pada logam
(cutting process) adalah memotong logam untuk mendapatkan bentuk dan
ukuran serta kualitas permukaan potong yang direncanakan. Proses
pemotongan logam dilakukan dengan tool (perkakas/pahat) yang khusus,
sesuai dengan jenis proses pemotongannya. Jadi tool untuk proses yang
satu tidak dapat dipakai pada proses yang lainnya, bahkan untuk proses
yang sejenis tidak dapat dipertukarkan toolnya bila rencana
pemotongannya tidak sama.
Dari banyak alat atau mesin yang dapat digunakan untuk memotong
bahan, khusus untuk memotong bahan uji metalografi perlu dipilih alat
potong yang tidak menimbulkan efek sampingan pada bahan tersebut.
Pada waktu pemotongan tidak boleh terjadi tekanan dan tarikan yang besar
pada bahan uji serta harus dialiri oleh cairan pendingin agar tidak timbul
panas yang akan mempengaruhi kondisi bahan. Salah satu alat potong
biasa yang digunakan untuk memotong bahan uji adalah mesin potong
khusu, yang pemotongnya berbentuk piringan (abrasive Whell) terbuat
dari bahan karbon silica. Di dalam pemotongan benda uji perlu
diperhatikan ukuran dari bahan tersebut dengan pertimbangan pokok harus
dapat dipegang atau disesuaikan dengan kondisi alat yang ada kaitan
proses selanjutnya.
Pada saat pemotongan pun jangan sampai merusak struktur bahan akibat
gesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan
setempat atau berlebihan dapat digunakan air sebagai pendingin.
Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi
menjadi dua yaitu : teknik pemotongan dengan deformasi yang besar
menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan dengan deformasi
yang kecil menggunakan low speed diamond saw. Teknik pemotongan
sampel dapat dilakukan dengan :
b. Labeling (Identifikasi)
Labeling yaitu pemberian identitas sampel supaya dapat dibedakan dengan
yang lainnya. Labeling dapat dilakukan dengan cara penggoresan,
pengetokan atau dengan cara lainnya. Pastikan bahwa identitas tidak akan
hilang selama preparasi.
c. Mounting
Mounting yaitu pelapisan sampel logam dengan zat organik seperti bakelit,
expoxin resin dengan maksud mempermudah penanganan selama
persiapan metalografi. Teknik mounting dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti clamp mounting, compression mounting, cold mounting dan
conductive mounting.
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,
spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk
memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-
syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
(1) (2)
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin)
yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin
lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan
bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan
castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga
kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang
paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan
menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia
dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat
khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in 2) dan panas
(1490C) pada mold saat mounting.
d. Grinding (Penggerindaan)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus
diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasn
dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir
abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus
dilakukan dengan nomor mesh yang rendah (hingga 150 mash) ke nomor
mesh yang tinggi (180 hingga 600mash). Ukuran grit pertama yang
dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman yang
ditimbulkan oleh pemotongan.
Bahan ampelas yang umum adalah SiC, intan atau Al2O3, . Emery adalah
campuran Al oksida dan Fe oksida dengan kekerasan kurang dari SiC.
Namun untuk zat yang digunakan pada poles tidak hanya sebatas alumina,
tapi banyak zat lain yang dapat digunakan Pumice, Kieselguhr & tripoli,
SnO2, MgO, Ce2O3, Diamond, dll. Lihat tabel berikut :
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat
panas yang timbul yang dapat mengubah struktur mikro sampel dan
memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan,
maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.
Ukuran abrasif yang biasa digunakan dalam proses grinding mulai dari 40
sampai 1200 mesh. Bahan yang digunakan untuk grinding biasanya
menggunakan kertas amplas dimana pada kertas amplas disisi belakangnya
tertera nomor, nomor tersebut berkisar dari angka 1 sampa 3000, untuk
menandakan tingkat kehalusan amplas terebut adalah, angka 1 merupakan
amplas kasar, dan amplas 3000 merupakan amplas super harus. Semakin
kecil nomor semakin kasar, begitu juga kebalikannya. Amplas sendiri
memiliki ukuran seperti Grit 60, 80, 100, 120, 150, 180, 220, 240, 280,
320, 360, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000, 2500 dan 3000.
e. Polishing (Pemolesan)
Polishing atau pemolesan adalah tahap akhir dari perataan permukaan
sampel. Syarat permukaan sampel yang dapat digunakan untuk analisis
metalografi adalah harus bebas goresan dan tampak seperti cermin.
Pemolesan dapat dilakukan secara bertahap dengan cara mekanis, kimia
dan elektrolitik.
Setelah sampel diamplas hingga halus (pengamplasan dilaukan hingga
menggunakan kertas amplas dengan grit 600#), sebelum diamati dengan
mikroskop sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk
memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap
seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde
0.01 μm.
f. Etching (Pengetsaan)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil
struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk
beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.
Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.
g. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning adalah pembersihan permukaan logam yang belum dan sesudah
dietsa dari kotoran ataupun reagent kimia. Pencucian dapat dilakukan
dengan menggunakan air mengalir sampai pada tahap polishing, dan
menggunakan alkohol untuk etsa.
h. Drying (Pengeringan)
Tahap akhir adalah pengeringan sampel sebelum pengamatan mikroskop.
Permukaan sampel harus benar-benar kering. Air yang tersisa pada
permukaan akan teruapkan saat pengamatan. Hal ini akan merusak lensa
mikroskop. Selain itu, air yang tersisa dapat memberikan interpretasi
menjadi salah.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Gambar 3.1. Mesin Precision Low Speed Saw Buehler Isomet 1000
Gambar 3.3. SiC Abrasive Paper CarbiMetTM diameter 8 in, ukuran 60, 80,
120, 180, 280 dan 400 (Kiri) dan Micro Cut Disc diameter 8 in, ukuran 800
dan 1200 (kanan)
Gambar 3.5. Carbon Steel Medium (AISI 1045) dan Stainless Steel (SS 304)
.
4.2 Pembahasan
Dalam pengujian material, terutama pada pengujian metalografi, tidak
sembarang material bisa langsung dilakukan pengujian. Hal tersebut
dikarenakan jika dilakukan pengujian secara langsung pada material, hasil
pengujian tidak akan akurat, tidak akan menunjukkan secara utuh sifat
mekanik dari material itu sendiri dikarenakan banyak faktor, seperti material
yang kotor, permukaan yang tidak rata, material yang sudah bereaksi dengan
gas disekitarnya sehingga mengalami proses tertentu (semisal korosi) dan lain
sebagainya. Oleh karenanya, perlu dilakukan material preparation atau
persiapan pada material terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Berikut
urutan proses pengujian material / proses material preparation yang perlu
dilakukan ;
a. Pemotongan
Tentunya pengujian material tidak membutuhkan banyak sekali material
untuk diuji, material uji digunakan secukupnya dan dibentuk sesuai
dengan kebutuhan pengujian. Proses pemotongan juga menyesuaikan
dengan sifat mekanik material yang akan dipotong dan pada hasil yang
diinginkan/kondisi akhir material. Pada praktikum kali ini, kami
menggunakan Mesin Precision Low Speed Saw Buehler Isomet 1000
dimana pemotongnya berbentuk piringan (abrasive wheel) serta dalam
prosesnya kami dapat memainkan variabel putaran piringan serta beban
yang diberikan pada specimen uji. Berikut rangkaian proses pemotongan
yang kami lakukan ;
1. Menyiapkan alat, serta menyambungkan instalasi
listrik pada alat. Juga memastikan kondisi fluida pada abrasive
wheel.
2. Menyiapkan material dengan memasang material
yang akan dipotong pada pengait material. Pengait material dapat
menyesuaikan dengan bentuk material, apakah berbentuk silinder
ataupun datar.
3. Menyesuaikan panjang material dengan pengait
material, karena ketika pengait material sudah dalam posisi akhir
(turun di sebelah piringan pemotong), mesin akan otomatis berhenti,
sehingga perlu penyesuaian agar mesin mati sesaat material sudah
terpotong.
4. Mengatur kedalaman potong/ panjang pemotongan
yang akan dilakukan dengan memutar tombol pada sebelah kiri
mesin dan melihat pengukuran panjangnya pada display mesin.
5. Mengatur beban dan kecepatan putaran piringan.
Dua hal ini yang akan menentukan bentuk output dari material yang
diinginkan, semakin rendah beban dan semakin rendah putaran,
maka hasil pemotongan akan semakin presisi, begitupun sebaliknya.
6. Melakukan proses pemotongan dengan menutup
pelindung alat dan menyalakan mesin.
Gambar 4.1 Proses Pemotongan
b. Labeling
Biasanya, material untuk pengujian tidak hanya satu jenis, melainkan
sampel material dibuat lebih dari satu dengan jenis material lain atau
material yang sama dengan variasi / spesifikasi berbeda. Sehingga perlu
dibedakan antara material satu dengan lainnya agar mempermudah saat
proses pengujian dan hasilnya tidak akan tertukar. Proses pembeda
tersebut merupakan proses labeling. Labeling pada material ini biasanya
dilakukan dengan cara mengetok, menggores material atau menggunakan
cara lainnya.
c. Mounting
Pada tahapan ini, material yang sudah dipotong dan dilabeli, lalu
dimounting / pemberian case yang biasanya digunakan resin sebagai
bahan utamanya. Hal ini bertujuan agar material dapat kita pegang /
pindahkan untuk kebutuhan tertentu tanpa harus menyentuh permukaan
material. Terlebih lagi, material yang sudah melalui proses preparation
ini harus dalam keadaan bersih, serta steril, bahkan untuk material yang
sudah memiliki permukaan yang sangat halus, tidak boleh terkena
sentuhan dari jari kita karena akan menimbulkan hasil dari sidik jari kita
pada saat ditinjau secara mikroskopis. Oleh karena itu, material harus
dilindungi dan mudah dalam membawa/ memindahkannya agar
mempermudah proses preparasi lainnya.
Biasanya, pada proses ini, resin dicampur dengan katalis. Katalis disini
berfungsi sebagai katalistor tentunya atau zat yang dapat mempercepat
suatu proses kimiawi. Rata-rata perbandingan yang digunakan dalam
proses mounting menggunakan resin ini adalah 1 : 30 atau 1 liter resin
dicampur dengan 30ml katalis. Namun karena katalis dapat mempercepat
proses, sehingga tidak masalah atau bahkan lebih baik lagi jika untuk
satu liter resin diberikan katalis yang lebih dari takaran rata-rata tersebut,
karena semakin banyak katalis, maka proses mounting akan semakin
cepat.
d. Grinding
Agar proses pengamatan struktur secara mikroskopis mudah dilakukan,
perlu dilakukan penghalusan pada permukaan material. Proses ini disebut
juga grinding atau penggerindaan. Proses ini dilakukan pada mesin
polisher grinder dengan menggunakan abrasive paper sebagai media
penggrindaan. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membuat
suatu material menjadi material yang memiliki permukaan sangat halus.
Proses ini juga dilakukan secara bertahap, mulai dari menggunakan
amplas terkasar sampai dengan yang terhalus. Pada praktikum ini, kami
menemukan banyak sekali abrasive paper atau amplas dengan kekasaran
yang berbeda, mulai dari 60,80,120,180, 280, 400, 800 sampai dengan
1200. Semakin besar nilai abrasive paper tersebut, maka semakin halus
permukaannya.
Pada satu kali proses grinding menggunakan satu amplas, diperlukan
waktu 30-60 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Proses ini
cukup sederhana, cukup dengan menempelkan material yang sudah
dimounting pada abrasive paper yang sudah dipasangkan ke magnofit
pada plate alat polisher grinder. Namun, ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam melakukan grinding, yaitu :
e. Tahap Polishing
Polishing atau pemolesan adalah tahap akhir dari perataan permukaan
sampel. Material yang telah diamplas hingga halus, sebelum diamati
dengan mikroskop sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan
bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang
akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila
permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur
mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari
mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Oleh
karenanya, tahap ini merupakan tahap yang sangat penting untuk
dilakukan.
Proses polishing mirip sekali dengan proses grinding. Bedanya proses ini
menggunakan microcut disc paper, bukan abrasive paper serta
permukaan material sampel ditetesi terlebih dahulu oleh Polycrystalline
Diamond Suspension. Di Lab manufaktur, tersedia dua jenis
Polycrystalline Diamond Suspension, yakni dengan penghilang
keteraturan sampai 9 μm dan 3 μm. Berbeda dengan proses grinding,
proses polishing dimulai dari nilai PDS dengan ketidakteraturan tertinggi.
Gambar 4.5 Proses Polishing, PDS (kiri) dan microcut disc paper
(kanan)
f. Pengetsaan
Etsa merupakan proses perusakan atau pengikisan batas butir secara
terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa tidak ke
permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat
dengan jelas dan tajam, karena untuk beberapa material, mikrostruktur
baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang
tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pada material yang kami
gunakan yaitu Carbon Steel Medium (AISI 1045) dan Stainless Steel (SS
304), digunakan HNO3 sebagai pengetsanya. Untuk AISI 1045, HNO3
dicampur terlebih dahulu dengan alcohol 95% sebelum dilakukan
pengetsaan dan untuk SS304, HNO3 ditambahkan HCl karena untuk
membantu mengilangkan struktur chrome yang melindunginya. Dalam
proses ini, takaran dari cairan pengetsa serta lama dari prosesnya harus
sangat diperhatikan. Karena jika tidak, malah akan merusak material
tetapi dengan kerusakan yang berlebih (yang tidak diinginkan dari proses
ini). Namun, jikalau material mengalami kerusakan dalam proses ini, hal
yang perlu dilakukan hanyalah melakukan polishing ulang.
Gambar 4.6 Proses Etching, Material yang gagal dietsa (kiri) dan
HNO3 (kanan)
g. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning adalah pembersihan permukaan logam yang belum dan
sesudah dietsa dari kotoran ataupun reagent kimia. Pencucian dapat
dilakukan dengan menggunakan air mengalir sampai pada tahap
polishing, dan menggunakan alkohol untuk etsa.
h. Drying (Pengeringan)
Tahap akhir adalah pengeringan sampel sebelum pengamatan
mikroskop. Permukaan sampel harus benar-benar kering. Air yang
tersisa pada permukaan akan teruapkan saat pengamatan. Hal ini akan
merusak lensa mikroskop. Selain itu, air yang tersisa dapat memberikan
interpretasi menjadi salah.
Gambar 4.7 Proses Pengeringan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa :
5.2 Saran
Adapun saran dari kami agar praktikum ini dapat berjalan semakin sempurna
yaitu :
1. Memastikan pasokan air yang mengalir
di laboratorium, agar kegiatan praktikum / lainnya lebih berjalan
sempurna.
2. Laboran lebih memperhatikan praktikan
agar segala informasi dapat tersampaikan dengan sempurna
3. Mahasiswa dapat mencoba secara
realistic dalam menggunakan alat, tidak hanya mendapatkan teori
4. Karena proses yang memakan waktu
panjang, sebaiknya tiap proses dijadikan satu modul praktikum agar
mahasiswa dapat mencoba proses / peralatan secara langsung.