Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui sifat bahan/logam perlu dilakukan pengujian. Pengujian


biasanya dilakukan terhadap sampleuji bahan yang dipersiapkan menjadi
spesimen atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang standar.
Demikian juga prosedur pengujian harus dilakukan dengan cara-cara yang
standar (mengikuti suatu standar tertentu), baru kemudian dari hasil
pengukuran pada pengujian diambil kesimpulan mengenai sifat mekanik yang
diuji.
Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan dapat
diperoleh bila pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau
keseluruhan konstruksi dengan bentuk dan ukuran sebenarnya (full-scale) dan
pengujian dilakukan dengan pembebanan yang mendekati keadaan yang
sebenarnya. Tetapi cara ini terlalu mahal, tidak praktis dan bahkan kadang-
kadang sulit dianalisis. Beberapa pengujian mekanik yang banyak diiakukan
adalah pengujian tarik (tensile test), pengujian kekerasan (hardness test),
pengujian pukul-takik (impact test), kadang-kadang juga pengujian kelelahan
(fatigue test), creep test, bending test, compression test dan beberapa
fabrication test.
Metallorafi didefinisikan sebagai pengamatan bentuk dan struktur material
dengan tujuan untuk control kualitas material. Metalografi merupakan disiplin
ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur suatu logam, paduan
logam, dan material lainnya serta hubungannya dengan sifat-sifat material
tersebut dengan bantuan alat, seperti mikroskop optik, mikroskop elektron,
SEM atau TEM dan difraksi sinar X. Pengamatan metalografi dengan
mikroskop umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Pengamatan makroskopi : pengamatan dengan perbesaran berkisar 10-


30x.
b. Perbesaran mikroskopi: pengamatan dengan perbesaran lebih dari 10-
30x. Perbesaran yang dilakukan tergantung sifat struktur yang akan
diamati, dapat dilakukan dengan mikroskop optik (1000x), SEM (hingga
50.000x), atau TEM (hingga 500.000x).

Dalam melakukan pengujian metalografi suatu material, ada tahapan yang


harus dilakukan sebelum dilakukan pengujian material, yaitu proses persiapan
material. Pada proses ini ada beberapa tahapan seperti pemotongan bahan,
labeling, mounting, grinding, polishing, etching, cleaning dan drying. dari
tahapan-tahapan tersebut diharapkan dalam praktikum ini mahasiswa dapat
memahami proses tersebut serta memberikan pengetahuan dan keterampilan
pada setiap proses yang ada.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari percobaan ini adalah mampu melakukan proses persiapan


material untuk pengujian metalografi.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Metalografi

Pengamatan atau Pemeriksaan struktur bahan logam dapat dilakukan dengan


menggunakan berbagai skala atau tingkat pembesaran, mulai dari secara
visual atau pembesaran yang rendah sekitar 20 kali, sampai pengamatan atau
pemeriksaan pada pembesaran yang lebih besar, lebih besar daripada
1.000.000 kali dengan mikroskop elektron. Namun sebelum dilakukan
pengamatan struktur, terlebih dahulu dilakukan proses persiapan meterial.
Proses persiapan material sangat penting karena sangat mempengaruhi hasil
dari pengamatan, dimana pada saat pengamatan menggunakan mikroskop
permukaan material harus halus dan rata. Dalam ilmu metalurgi struktur
mikro merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Karena struktur
mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik suatu logam. Struktur
mikro yang berbeda sifat logam akan berbeda pula. Struktur mikro yang kecil
akan membuat kekerasan logam akan meningkat. Dan juga sebaliknya,
struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau
kekerasannya menurun. Struktur mikro tersebut tentunya bisa diidentifikasi
melalui mikroskop. Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Pengamatan makroskopi : pengamatan dengan perbesaran berkisar 10-


30x.
b. Perbesaran mikroskopi: pengamatan dengan perbesaran lebih dari 10-
30x. Perbesaran yang dilakukan tergantung sifat struktur yang akan
diamati, dapat dilakukan dengan mikroskop optik (1000x), SEM (hingga
50.000x), atau TEM (hingga 500.000x).

Berikut ini adalah Beberapa tahapan yang biasa dilakukan sebelum


pengamatan mikroskop dapat dilaksanakan seperti:

a. Pemotongan
Pemotongan yaitu pengambilan sebagian sampel representatif yang akan
dianalisis dengan cara seperti pemotongan dengan cakram abrasif, gergaji
atau dengan plasma bertekanan tinggi. Proses pemotongan pada logam
(cutting process) adalah memotong logam untuk mendapatkan bentuk dan
ukuran serta kualitas permukaan potong yang direncanakan. Proses
pemotongan logam dilakukan dengan tool (perkakas/pahat) yang khusus,
sesuai dengan jenis proses pemotongannya. Jadi tool untuk proses yang
satu tidak dapat dipakai pada proses yang lainnya, bahkan untuk proses
yang sejenis tidak dapat dipertukarkan toolnya bila rencana
pemotongannya tidak sama.

Dari banyak alat atau mesin yang dapat digunakan untuk memotong
bahan, khusus untuk memotong bahan uji metalografi perlu dipilih alat
potong yang tidak menimbulkan efek sampingan pada bahan tersebut.
Pada waktu pemotongan tidak boleh terjadi tekanan dan tarikan yang besar
pada bahan uji serta harus dialiri oleh cairan pendingin agar tidak timbul
panas yang akan mempengaruhi kondisi bahan. Salah satu alat potong
biasa yang digunakan untuk memotong bahan uji adalah mesin potong
khusu, yang pemotongnya berbentuk piringan (abrasive Whell) terbuat
dari bahan karbon silica. Di dalam pemotongan benda uji perlu
diperhatikan ukuran dari bahan tersebut dengan pertimbangan pokok harus
dapat dipegang atau disesuaikan dengan kondisi alat yang ada kaitan
proses selanjutnya.

Pada saat pemotongan pun jangan sampai merusak struktur bahan akibat
gesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan
setempat atau berlebihan dapat digunakan air sebagai pendingin.
Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi
menjadi dua yaitu : teknik pemotongan dengan deformasi yang besar
menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan dengan deformasi
yang kecil menggunakan low speed diamond saw. Teknik pemotongan
sampel dapat dilakukan dengan :

1. Untuk bahan getas dank eras


2. Pengguntingan : untuk baja karbon rendah yang tipis dan lunak
3. Penggergajian : untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
4. Pemotongan abrasi
5. Electric discharge machining : untuk bahan dengan konduktivitas
baik di mana sampel direndam dalam fluida dielektrik lebih dahulu
sebelum dipotong dengan memasang catu listrik antara elektroda dan
sampel.

b. Labeling (Identifikasi)
Labeling yaitu pemberian identitas sampel supaya dapat dibedakan dengan
yang lainnya. Labeling dapat dilakukan dengan cara penggoresan,
pengetokan atau dengan cara lainnya. Pastikan bahwa identitas tidak akan
hilang selama preparasi.

c. Mounting
Mounting yaitu pelapisan sampel logam dengan zat organik seperti bakelit,
expoxin resin dengan maksud mempermudah penanganan selama
persiapan metalografi. Teknik mounting dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti clamp mounting, compression mounting, cold mounting dan
conductive mounting.
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,
spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk
memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-
syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material dan zat etsa)


2. Sifat eksoterimis rendah
3. Viskositas rendah
4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi baik
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting
harus kondusif
8. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
Gambar 2.1. beberapa teknik Mounting

(1) (2)

Gambar 2.2. Bentuk Hasil Mounting

Bentuk hasil mounting: (1) tampak samping (2) tampak atas

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin)
yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin
lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan
bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan
castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga
kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang
paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan
menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia
dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat
khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in 2) dan panas
(1490C) pada mold saat mounting.

d. Grinding (Penggerindaan)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus
diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasn
dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir
abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus
dilakukan dengan nomor mesh yang rendah (hingga 150 mash) ke nomor
mesh yang tinggi (180 hingga 600mash). Ukuran grit pertama yang
dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman yang
ditimbulkan oleh pemotongan.

Bahan ampelas yang umum adalah SiC, intan atau Al2O3, . Emery adalah
campuran Al oksida dan Fe oksida dengan kekerasan kurang dari SiC.
Namun untuk zat yang digunakan pada poles tidak hanya sebatas alumina,
tapi banyak zat lain yang dapat digunakan Pumice, Kieselguhr & tripoli,
SnO2, MgO, Ce2O3, Diamond, dll. Lihat tabel berikut :

Ukuran kertas amplas (grit)


Jenis alat potong
untuk pengamplasan pertama
Gergaji pita 60 – 120
Gergaji abrasif 120 – 240
Gergaji kawat / intan kecepatan rendah 320 – 400

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat
panas yang timbul yang dapat mengubah struktur mikro sampel dan
memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan,
maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

Ukuran abrasif yang biasa digunakan dalam proses grinding mulai dari 40
sampai 1200 mesh. Bahan yang digunakan untuk grinding biasanya
menggunakan kertas amplas dimana pada kertas amplas disisi belakangnya
tertera nomor, nomor tersebut berkisar dari angka 1 sampa 3000, untuk
menandakan tingkat kehalusan amplas terebut adalah, angka 1 merupakan
amplas kasar, dan amplas 3000 merupakan amplas super harus. Semakin
kecil nomor semakin kasar, begitu juga kebalikannya. Amplas sendiri
memiliki ukuran seperti Grit 60, 80, 100, 120, 150, 180, 220, 240, 280,
320, 360, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000, 2500 dan 3000.

e. Polishing (Pemolesan)
Polishing atau pemolesan adalah tahap akhir dari perataan permukaan
sampel. Syarat permukaan sampel yang dapat digunakan untuk analisis
metalografi adalah harus bebas goresan dan tampak seperti cermin.
Pemolesan dapat dilakukan secara bertahap dengan cara mekanis, kimia
dan elektrolitik.
Setelah sampel diamplas hingga halus (pengamplasan dilaukan hingga
menggunakan kertas amplas dengan grit 600#), sebelum diamati dengan
mikroskop sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk
memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap
seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde
0.01 μm.

Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-


benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka
pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang
datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.
Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut.

Permukaan halus Permukaan kasar

Gambar 2.3. Permukaan Poles

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu


kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan
antara lain, yaitu :

1. Pemolesan Elektrolit Kimia


Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit
dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan
tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka
terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses
pemolesan. Adapun keuntungan dari pemolesan elektrolit kimia ini
adalah kehalusan permukaan bebas goresan, sulit dicapai secara
mekanik, untuk logam yang sulit dipoles secara meknik; amat lunak,
amat keras, waktu yang dibuthkan jauh lebih efisien dari poles
mekanik.
Akan tetapi kelemahan dari pemolesan ini adalah larutan elektrolit
bersifat korosif, dan bersifat eksplosif, untuk logam 2 fase, sulit
karena ada 2 macam fase dengan potensial yang bagian pinggir
sampel mounting lebih cepat terserang daripada bagian tengah, dan
sampel yang dimounting harus dilubang agar konduktif

2. Pemolesan Kimia Mekanis


Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang
dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif
dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. Hal yang
harus diperhatikan pada poles mekanik adalah gerakan cuplikan,
tekanan poles, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan

3. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)


Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada
piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga,
kuningan, dan perunggu.

f. Etching (Pengetsaan)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil
struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk
beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.
Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

Teknik pengetsaan dapat dilakukan dengan cara kimia, elektrolitik, katodik


vakum. Setiap logam memilik reagent etchant tertentu, seperti baja dan
besi cor dapat digunakan reagent nital atau picral yang keduanya
menampakan fas pearlite.
1. Etsa kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Contohnya yaitu sebagai berikut.

a) Nitrid acid/nital: asam nitrit + alkohol 95 % (khusus untuk baja


karbon) yang bertujuan untuk mendapatkan fasa perlit dan ferit
dari martensit.
b) Picral: asam picric + alkohol (khusus baja) yang bertujuan
untuk mendapatkan perlit, dan feritdari martensit.
c) Ferric chloride: Ferric chloride + HCl + air untuk melihat
struktur SS, austenitic nikel dan paduan tembaga.
d) Hydrofluoric acid : HF + air untuk mengamati struktur pada
aluminium dan paduannya.
Dalam melakukan etsa kimia ada beberapa hal yang harus
diperhatikan
a) Waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4–30 detik),
b) Setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan
alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
2. Elektro etsa
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro etsa. Cara
ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta
waktu pengetsaan. Adapun prinsip dasar etsa elektrolitik sebagai
berikut.

a) Prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Reduksi pada ktoda dan


oksidasi pada anoda. Diberikan tegangan dari luar, cuplikan
sebagai anoda dan katoda dari logam lain yang lebih inert, misal
platina atau logam lain yang lebih elektronegatif dibanding
cuplikan.
b) Diperlukan potensial kimia yang lebih rendah daripada poles
elektrolitik
c) Kecenderungan tergantung afinitas deret volta, dengan hydrogen
volta dianggap nol.
d) Prinsip adalah korosi dengan masing-masing elemen struktur mikro
mempunyai laju korosi yang berbeda.
Etsa jenis ini biasanya untuk stainless steel karena dengan etsa kimia
susah untuk mendapatkan detail strukturnya. Hubungan kuat arus dan
tegangan dalam etsa dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini,
dimana kurva tersebut terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik .

Gambar 2.4. Grafik Pengetsaan

a) Daerah A – B : daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai


anoda larut dalam larutan elektrolit.
b) Daerah B – C : daerah tidak stabil, karena permukaan logam
merupakan gabungan dari daerah pasif dan aktif yang disebabkan
oleh perbedaan energi bebas antara butir dan batas butir.
c) Daerah C – D : daerah poles, terjadi kestabilan arus, meskipun
tegangan ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya lerutan.
Meskipun pada daerah ini logam berubah menjadi logam oksida,
tetapi oleh larutan elktrolit logam itu dilarutkan kembali.
d) Daerah D – E : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana
gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda untuk
waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting. Dengan
penambhan tegangan, rapat arus melonjak tinggi tak terkendali.

g. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning adalah pembersihan permukaan logam yang belum dan sesudah
dietsa dari kotoran ataupun reagent kimia. Pencucian dapat dilakukan
dengan menggunakan air mengalir sampai pada tahap polishing, dan
menggunakan alkohol untuk etsa.

h. Drying (Pengeringan)
Tahap akhir adalah pengeringan sampel sebelum pengamatan mikroskop.
Permukaan sampel harus benar-benar kering. Air yang tersisa pada
permukaan akan teruapkan saat pengamatan. Hal ini akan merusak lensa
mikroskop. Selain itu, air yang tersisa dapat memberikan interpretasi
menjadi salah.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Mesin Precision Low Speed Saw

Gambar 3.1. Mesin Precision Low Speed Saw Buehler Isomet 1000

b. Mesin Polisher Grinder

Gambar 3.2. Mesin Polisher Grinder Buehler EcoMet 30 Manual Twin3.2


c. SiC Abrasive Paper CarbiMetTM dan Micro Cut Disc

Gambar 3.3. SiC Abrasive Paper CarbiMetTM diameter 8 in, ukuran 60, 80,
120, 180, 280 dan 400 (Kiri) dan Micro Cut Disc diameter 8 in, ukuran 800
dan 1200 (kanan)

d. Magnopad, Polishing Cloth, Polycrystaline Diamond Suspension dan


Cairan Etsa
Gambar 3.4. Magnopad Buehler (kiri), TexMet C Polishing Cloth (kanan)
dan Polycrystaline Diamond Suspension 3μm, 9 μm, Alkohol 70% dan asam
Nital
e. Material yang digunakan

Gambar 3.5. Carbon Steel Medium (AISI 1045) dan Stainless Steel (SS 304)

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur kerja percobaan ini adalah :
a. Memotong material sesuai dengan ukuran spesimen yang ditentukan
dengan menggunakan alat Precision Low Speed Saw Buehler IsoMet
1000 lalu mengeringkannya.
b. Membuat larutan resin dan katalis
c. Meletakkan material kemudian mencetaknya dengan campuran larutan
resin dan katalis, menunggunya sampai kering.
d. Memberikan label untuk memberikan identifikasi
e. Kemudian melakukan grinding dengan SiC Abrasive Paper
CarbiMetTM diamter 8 in (ukuran 60, 80, 120, 180, 280 dan 400) dan
Micro Cut Disc diamter 8 in, (ukuran 800 dan 1200) ulangi sampai
dengan nomor terakhir, Memastikan posisi pada saat grinding dilakukan
secara tegak lurus dan air mengalir.
f. Setelah itu, melakukan polishing menggunakan polishing cloth yang
ditambahkan Polycrystaline Diamond Suspension
g. Memberikan larutan etsa pada material (larutan etsa harus sesuai dengan
material yang digunakan).
h. Membersihkan material dengan menggunakan air
i. Mengeringkan material, memastikan tidak ada air yang menempel.
j. Merapihkan, membersihkan dan mengembalikan alat-alat yang
digunakan setelah selesai praktikum.
k. Memastikan daya listrik telah tercabut (Dengan membaca Prosedur
Penggunan Alat) dan Mengisi log book pengunaan alat
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Berikut merupakan dokumentasi hasil praktikum material preparation

Tabel 4.1 Dokumentasi Hasil Praktikum Material Preparation

.
4.2 Pembahasan
Dalam pengujian material, terutama pada pengujian metalografi, tidak
sembarang material bisa langsung dilakukan pengujian. Hal tersebut
dikarenakan jika dilakukan pengujian secara langsung pada material, hasil
pengujian tidak akan akurat, tidak akan menunjukkan secara utuh sifat
mekanik dari material itu sendiri dikarenakan banyak faktor, seperti material
yang kotor, permukaan yang tidak rata, material yang sudah bereaksi dengan
gas disekitarnya sehingga mengalami proses tertentu (semisal korosi) dan lain
sebagainya. Oleh karenanya, perlu dilakukan material preparation atau
persiapan pada material terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Berikut
urutan proses pengujian material / proses material preparation yang perlu
dilakukan ;

a. Pemotongan
Tentunya pengujian material tidak membutuhkan banyak sekali material
untuk diuji, material uji digunakan secukupnya dan dibentuk sesuai
dengan kebutuhan pengujian. Proses pemotongan juga menyesuaikan
dengan sifat mekanik material yang akan dipotong dan pada hasil yang
diinginkan/kondisi akhir material. Pada praktikum kali ini, kami
menggunakan Mesin Precision Low Speed Saw Buehler Isomet 1000
dimana pemotongnya berbentuk piringan (abrasive wheel) serta dalam
prosesnya kami dapat memainkan variabel putaran piringan serta beban
yang diberikan pada specimen uji. Berikut rangkaian proses pemotongan
yang kami lakukan ;
1. Menyiapkan alat, serta menyambungkan instalasi
listrik pada alat. Juga memastikan kondisi fluida pada abrasive
wheel.
2. Menyiapkan material dengan memasang material
yang akan dipotong pada pengait material. Pengait material dapat
menyesuaikan dengan bentuk material, apakah berbentuk silinder
ataupun datar.
3. Menyesuaikan panjang material dengan pengait
material, karena ketika pengait material sudah dalam posisi akhir
(turun di sebelah piringan pemotong), mesin akan otomatis berhenti,
sehingga perlu penyesuaian agar mesin mati sesaat material sudah
terpotong.
4. Mengatur kedalaman potong/ panjang pemotongan
yang akan dilakukan dengan memutar tombol pada sebelah kiri
mesin dan melihat pengukuran panjangnya pada display mesin.
5. Mengatur beban dan kecepatan putaran piringan.
Dua hal ini yang akan menentukan bentuk output dari material yang
diinginkan, semakin rendah beban dan semakin rendah putaran,
maka hasil pemotongan akan semakin presisi, begitupun sebaliknya.
6. Melakukan proses pemotongan dengan menutup
pelindung alat dan menyalakan mesin.
Gambar 4.1 Proses Pemotongan

b. Labeling
Biasanya, material untuk pengujian tidak hanya satu jenis, melainkan
sampel material dibuat lebih dari satu dengan jenis material lain atau
material yang sama dengan variasi / spesifikasi berbeda. Sehingga perlu
dibedakan antara material satu dengan lainnya agar mempermudah saat
proses pengujian dan hasilnya tidak akan tertukar. Proses pembeda
tersebut merupakan proses labeling. Labeling pada material ini biasanya
dilakukan dengan cara mengetok, menggores material atau menggunakan
cara lainnya.

Gambar 4.2 Proses Labeling

c. Mounting
Pada tahapan ini, material yang sudah dipotong dan dilabeli, lalu
dimounting / pemberian case yang biasanya digunakan resin sebagai
bahan utamanya. Hal ini bertujuan agar material dapat kita pegang /
pindahkan untuk kebutuhan tertentu tanpa harus menyentuh permukaan
material. Terlebih lagi, material yang sudah melalui proses preparation
ini harus dalam keadaan bersih, serta steril, bahkan untuk material yang
sudah memiliki permukaan yang sangat halus, tidak boleh terkena
sentuhan dari jari kita karena akan menimbulkan hasil dari sidik jari kita
pada saat ditinjau secara mikroskopis. Oleh karena itu, material harus
dilindungi dan mudah dalam membawa/ memindahkannya agar
mempermudah proses preparasi lainnya.
Biasanya, pada proses ini, resin dicampur dengan katalis. Katalis disini
berfungsi sebagai katalistor tentunya atau zat yang dapat mempercepat
suatu proses kimiawi. Rata-rata perbandingan yang digunakan dalam
proses mounting menggunakan resin ini adalah 1 : 30 atau 1 liter resin
dicampur dengan 30ml katalis. Namun karena katalis dapat mempercepat
proses, sehingga tidak masalah atau bahkan lebih baik lagi jika untuk
satu liter resin diberikan katalis yang lebih dari takaran rata-rata tersebut,
karena semakin banyak katalis, maka proses mounting akan semakin
cepat.

Gambar 4.3 Hasil Proses Mounting

d. Grinding
Agar proses pengamatan struktur secara mikroskopis mudah dilakukan,
perlu dilakukan penghalusan pada permukaan material. Proses ini disebut
juga grinding atau penggerindaan. Proses ini dilakukan pada mesin
polisher grinder dengan menggunakan abrasive paper sebagai media
penggrindaan. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membuat
suatu material menjadi material yang memiliki permukaan sangat halus.
Proses ini juga dilakukan secara bertahap, mulai dari menggunakan
amplas terkasar sampai dengan yang terhalus. Pada praktikum ini, kami
menemukan banyak sekali abrasive paper atau amplas dengan kekasaran
yang berbeda, mulai dari 60,80,120,180, 280, 400, 800 sampai dengan
1200. Semakin besar nilai abrasive paper tersebut, maka semakin halus
permukaannya.
Pada satu kali proses grinding menggunakan satu amplas, diperlukan
waktu 30-60 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Proses ini
cukup sederhana, cukup dengan menempelkan material yang sudah
dimounting pada abrasive paper yang sudah dipasangkan ke magnofit
pada plate alat polisher grinder. Namun, ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam melakukan grinding, yaitu :

1. Pastikan amplas selalu dalam keadaan basah (aliran air


tidak macet)
2. Atur kecepatan putaran sesuai dengan yang dibutuhkan
(semakin pelan, semakin presisi, namun semakin lama waktu yang
diperlukan)
3. Perhatikan posisi material saat grinding. Jangan sampai
posisi material yang sedang digrinding tidak rata/ miring.
4. Lakukan penggrindaan dengan nilai abrasive paper
yang berurutan. Hal ini akan mempengaruhi hasil penggrindaan jika
penggunaan nilai amplas tidak berurutan.
Gambar 4.4 Material yang gagal dalam proses grinding

e. Tahap Polishing
Polishing atau pemolesan adalah tahap akhir dari perataan permukaan
sampel. Material yang telah diamplas hingga halus, sebelum diamati
dengan mikroskop sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan
bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang
akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila
permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur
mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari
mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Oleh
karenanya, tahap ini merupakan tahap yang sangat penting untuk
dilakukan.
Proses polishing mirip sekali dengan proses grinding. Bedanya proses ini
menggunakan microcut disc paper, bukan abrasive paper serta
permukaan material sampel ditetesi terlebih dahulu oleh Polycrystalline
Diamond Suspension. Di Lab manufaktur, tersedia dua jenis
Polycrystalline Diamond Suspension, yakni dengan penghilang
keteraturan sampai 9 μm dan 3 μm. Berbeda dengan proses grinding,
proses polishing dimulai dari nilai PDS dengan ketidakteraturan tertinggi.

Gambar 4.5 Proses Polishing, PDS (kiri) dan microcut disc paper
(kanan)

f. Pengetsaan
Etsa merupakan proses perusakan atau pengikisan batas butir secara
terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa tidak ke
permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat
dengan jelas dan tajam, karena untuk beberapa material, mikrostruktur
baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang
tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pada material yang kami
gunakan yaitu Carbon Steel Medium (AISI 1045) dan Stainless Steel (SS
304), digunakan HNO3 sebagai pengetsanya. Untuk AISI 1045, HNO3
dicampur terlebih dahulu dengan alcohol 95% sebelum dilakukan
pengetsaan dan untuk SS304, HNO3 ditambahkan HCl karena untuk
membantu mengilangkan struktur chrome yang melindunginya. Dalam
proses ini, takaran dari cairan pengetsa serta lama dari prosesnya harus
sangat diperhatikan. Karena jika tidak, malah akan merusak material
tetapi dengan kerusakan yang berlebih (yang tidak diinginkan dari proses
ini). Namun, jikalau material mengalami kerusakan dalam proses ini, hal
yang perlu dilakukan hanyalah melakukan polishing ulang.

Gambar 4.6 Proses Etching, Material yang gagal dietsa (kiri) dan
HNO3 (kanan)

g. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning adalah pembersihan permukaan logam yang belum dan
sesudah dietsa dari kotoran ataupun reagent kimia. Pencucian dapat
dilakukan dengan menggunakan air mengalir sampai pada tahap
polishing, dan menggunakan alkohol untuk etsa.

h. Drying (Pengeringan)
Tahap akhir adalah pengeringan sampel sebelum pengamatan
mikroskop. Permukaan sampel harus benar-benar kering. Air yang
tersisa pada permukaan akan teruapkan saat pengamatan. Hal ini akan
merusak lensa mikroskop. Selain itu, air yang tersisa dapat memberikan
interpretasi menjadi salah.
Gambar 4.7 Proses Pengeringan

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa :

a. Dalam pengujian metalografi, diperlukan proses persiapan material


sebelum material benar-benar siap untuk dilakukan pengujian.
b. Proses harus dilakukan secara berurutan dan tidak acak. Pada setiap
proses pun memiliki spesifikasi output yang berbeda-beda tergantung
yang diinginkan dan tergantung material yang digunakan.
c. Proses preparasi material secara berurutan yaitu ; Pemotongan, labeling,
mounting, grinding, polishing, etching, cleaning dan drying.

5.2 Saran
Adapun saran dari kami agar praktikum ini dapat berjalan semakin sempurna
yaitu :
1. Memastikan pasokan air yang mengalir
di laboratorium, agar kegiatan praktikum / lainnya lebih berjalan
sempurna.
2. Laboran lebih memperhatikan praktikan
agar segala informasi dapat tersampaikan dengan sempurna
3. Mahasiswa dapat mencoba secara
realistic dalam menggunakan alat, tidak hanya mendapatkan teori
4. Karena proses yang memakan waktu
panjang, sebaiknya tiap proses dijadikan satu modul praktikum agar
mahasiswa dapat mencoba proses / peralatan secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai