Jtptunimus GDL Srimulyani 6619 3 Babii PDF
Jtptunimus GDL Srimulyani 6619 3 Babii PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Dari beberapa referensi yang ada menjelaskan bahwa pengertian
lanjut usia menurut undang-undang No. 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan hidupnya sehari-hari (Darmojo & Martono,
2006). Sedangkan menurut undang-undang No. 13 tahun dinyatakan
bahwa usia 60 tahun keatas disebut sebagai lanjut usia (Noorkasiani,
2009).
Lanjut usia ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usia kronologis yang
dihitung berdasarkan tahun kalender, usia biologis yang diterapkan
berdasarkan pematangan jaringan dan usia psikologis yang dikaitkan
dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian
terhadap setiap situasi yang dihadapinya (Noorkasiani, 2009).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu terrtentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan
tua. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan
semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional (Nugroho, 2008).
10
11
Jadi usia lanjut dapat kita artikan sebagai seseorang yang berusia 60
tahun keatas dimana proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya.
dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus halus dan usus
besar (Stanley, 2007).
4) Usus Halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas
permukaan berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel
epithelial berkurang. Di daerah duodenum enzim yang dihasilkan
oleh pankreas dan empedu juga menurun, sehingga metabolisme
karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak sebaik
sewaktu muda (Leueckenotte, 2000).
5) Usus Besar dan Rektum
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk
penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic
kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang dapat
menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Pada usus besar
kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas
kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi
air dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi
makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang
air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada lansia. Proses
defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen
juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah melemah
(Darmojo & Martono, 2006).
6) Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun
sehingga kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga
akan menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang
dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat
ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas
oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin
dan/ atau asam empedu (Darmojo & Martono, 2006).
14
7) Hati
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan
besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,
konjugasi billirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia,
secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi
sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini
akan menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo & Martono,
2006). Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa
perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini
memengaruhi peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan-
perubahan terkait usia terjadi dalam sistem empedu yang juga terjadi
pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley, 2007).
B. Konstipasi
1. Definisi
Konstipasi secara luas didefinisikan sebagai frekuensi jarang atau
kesulitan pergerakan feses, feses kering (Leueckenotte, 2000). Konstipasi
adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan
perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses (Stanley, 2007).
Pada tahun 1999 Komite Konsensus Internasional telah membuat
suatu pedoman untuk membuat diagnosis konstipasi. Diagnosis dibuat
19
2. Manifestasi klinis
Menurut Stanley (2007) :
a. Mengejan berlebihan saat BAB
b. Massa feses yang keras
c. Perasaan tidak puas saat BAB
d. Sakit pada daerah rektum saat BAB
e. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
6. Akibat Konstipasi
Menurut Darmojo&Martono (2006) akibat-akibat konstipasi antara lain:
a. Impaksi feses
Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya
penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan.
b. Volvulus daerah sigmoid
Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan
konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.
c. Haemorrhoid
Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi
sehingga ada kemungkinan akan menimbulkan haemorrhoid.
d. Kanker kolon
Bakteri menghasilkan zat-zat penyebab kanker. Konsistensi tinja yang
keras akan memperlambat pasase tinja sehingga bakteri memiliki
waktu yang cukup lama untuk memproduksi karsinogen dan
karsinogen yang diproduksi menjadi lebih konsentrat.
e. Penyakit divertikular
Mengedan berlebihan (peningkatan tekanan intraabdominal) pada
penderita konstipasi dapat menyebabkan terbentuknya kantung-
kantung pada dinding kolon, di mana kantung-kantung ini berisi sisa-
sisa makanan. Kantung-kantung ini dapat meradang dan disebut
dengan divertikulitis.
22
2) Intake cairan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh,
hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori
persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah bayi baru lahir 75% dari
total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan.
Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia, lemak
dalam tubuh dan jenis kelamin (Alimul Hidayat, 2006).
Di samping sumber air yang nyata berupa air dan minuman lain,
hampir semua makanan mengandung air. Sebagian besar buah dan
sayuran mengandung sampai 95% air, sedangkan daging, ayam, dan ikan
sampai 70-80%. Air juga dihasilkan di dalam tubuh sebagai hasil
metabolisme energi. Ketidakseimbangan air dapat berakibat buruk bagi
kesehatan, seperti konstipasi dan dehidrasi.
Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan kenyang. Hal ini terjadi
melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut, hipotalamus (pusat otak
yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan air dan suhu tubuh) dan
perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam darah terlalu tinggi, maka
bahan-bahan ini akan menarik air dari kelenjar ludah. Mulut menjadi
kering, dan timbul keinginan untuk minum guna membasahi mulut. Bila
hipotalamus mengetahui bahwa konsentrasi darah terlalu tinggi, maka
timbul rangangan untuk minum. Pengaturan minum dilakukan pula oleh
saraf lambung (Almatsier, 2010).
Pada lansia, proses penuaan normal dapat mempengaruhi
keseimbangan cairan. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain respons
haus sering menjadi tumpul, nefron (unit fungsional ginjal) menjadi
kurang mampu menahan air, penurunan TBW (total body water) yang
berhubungan dengan FFM (Fat Free Mass). Perubahan normal karena
penuaan ini meningkatkan resiko dehidrasi (Audrey Berman et.al, 2009).
26
Angka kecukupan air untuk usia di atas 50 tahun keatas menurut AKG,
tahun 2004 dalam Devi (2010) adalah 1,5-2 liter/hari.
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon
menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat. Bahan sisa
metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air yang telah
digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada
ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme
akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa metabolisme ini
bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh membutuhkan air, semakin
besar usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus.
Proses ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya
dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon.
Dampaknya tinja menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras (Guyton & Hall, 1996).
3) Aktivitas fisik
a. Pengertian aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan
oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi untuk
mengeluarkannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain
sebagainya (Darmojo & Martono, 2006).
b. Aktivitas fisik lansia
Lansia yang mengalami penuaan yang optimal akan tetap aktif
dan tidak mengalami penyusutan dalam kehidupan sehari-hari
(Stanley, 2007). Lansia yang masih melakukan aktivitas fisik dapat
mempertahankan kualitas hidupnya agar tetap sehat. Adapun tipe-tipe
27
5) Keseimbangan
Keseimbangan pada lansia harus diperhatikan karena gangguan
keseimbangan pada lansia saat mobilisasi dapat menyebabkan
lansia mudah terjatuh (Darmojo & Martono, 2006).
c. Kebutuhan Energi untuk Berbagai Aktivitas
Tabel 2.1 Kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas dan berat badan
(Almatsier, 2010) :
6) Gangguan metabolik
Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium dalam plasma.
Secara umum, gejala-gejala hiperkalsemia adalah sebanding dengan
tingkat kenaikan kadar kalsium serum. Hiperkalsemia mengurangi
eksitabilitas neuromuskular karena hal ini menekan aktivitas pertemuan
mioneural. Gejala-gejala seperti kelemahan muskular, inkoordinasi,
anoreksia, dan konstipasi dapat karena penurunan tonus pada otot lurik
dan polos. Hipotiroid yaitu dimana produksi hormon pada kelenjar tiroid
mengalami penurunan sehingga kecepatan metabolisme tubuh terganggu,
sehingga ketika proses metabolisme makanan dalam tubuh terhambat
maka proses pengeluarannya pun juga lebih lambat (Smeltzer & Bare,
2001).
7) Kurang privasi untuk BAB
Kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB dapat
menjadi stimulus psikologis bagi individu untuk menahan buang air besar
dan dapat menyebabkan konstipasi (Darmojo&Martono, 2006).
8) Obstruksi mekanik
Kanker kolon adalah tumor ganas yang berasal dari mukosa kolon.
Kanker yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan
pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan,
mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang
cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi (Darmojo&Martono,
2006).
34
D. Kerangka Teori
Lansia
Perubahan fisiologis
Perubahan sistem
gastrointestinal
Penurunan Konstipasi
peristaltik kolon
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent
1. Asupan serat
Variabel Dependent
2. Intake cairan Kejadian konstipasi
pada lansia
3. Aktivitas fisik
4. Depresi
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah asupan serat,
intake cairan, aktivitas fisik, depresi.
2. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah kejadian
konstipasi pada lansia
G. Hipotesis penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: