Anda di halaman 1dari 6

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang


mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah pengetahuan dan sikap masyarakat
dalam merespon suatu penyakit (Notoatmodjo, 2003).

A. Masalah Kesehata di Perkotaan


Perkotaan merupakan suatu wilayah di Indonesia yang memiliki sarana
pelayanan kesehatan yang jauh lebih baik pada strata pertama, kedua, dan ketiga
yang diselenggarakan oleh pemerintahan maupun swasta bila dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Hal ini memudahkan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Tetapi masalah kesehatan di perkotaan umumnya lebih
kompleks, disatu sisi masih dijumpai masalah kesehatan konvensional seperti
penyakit infeksi, sanitasi yang rendah, penyakit menular. Di sisi lain muncul
penyakit degeneratif, gangguan kejiwaan, gizi lebih, infeksi menular sexual
(Depkes, 2005).
Pembangunan kesehatan di daerah perkotaan dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir telah menunjukkan kemajuan yang cukup bermakna dalam peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya status
gizi masyarakat dan Umur Harapan Hidup (UHH). Dari data pada tahun 2006
memperlihatkan bahwa prevalensi Balita dengan Kurang Energi Protein (KEP)
mengalami penurunan menjadi 28,5% dan Umur harapan Hidup (UHH)
masyarakat meningkat mencapai 68,2 tahun. Tetapi walaupun penurunan ini
cukup signifikan, masih perlu diwaspadai pada daerah perkotaan dimana terjadi
peningkatan jumlah penduduk kota yang cukup signifikan yaitu menurut
Sensusnas tahun 2000 penduduk perkotaan meningkat hampir 50 % di banding
tahun 1980 (Dinkes, 2007).

B. Masalah Kesehatan di Pedesaan


Secara garis besarnya dalam hal lingkungan fisik, masyarakat desa lebih
langsung berhadapan dan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dibandingkan dengan
masyarakat kota. Tanah dan kekotoran yang untuk orang kota sinonim dengan
bakteri, untuk orang desa bergumul dengan ”kekotoran” (lumpur) itu justru
menjadi kehidupan bagi mereka (Rahadjo, 1999). Dalam hal lingkungan
sosiokultural, perbedaan antara kehidupan masyarakat desa dan kota juga terlihat
jelas pada ketiga katagori lingkungan sosiokultur dalam lingkungan psikososial,
kota lebih memperlihatkan bangunan-bangunan fisik yang lebih banyak dan
bervariasi. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan lingkungan biososial, kota
lebih memperhatikan komposisi ras atau kebangsaan yang beragam dibanding
dengan masyarakat desa. Dalam lingkungan psikososial, lingkungan perkotaan
jauh lebih kompleks dibanding dengan perdesaan. Desa tidak jarang memberikan
asosiasi yang romantik. Bagi penduduk kota yang tidak mengurangi hiruk pikuk,
udara bercampur asap knalpot, siang yang membakar serta hidup yang sangat
individualistis, desa merupakan firdaus yang menawarkan ketenangan, udara
bersih, pohon yang rindang dan kehidupan yang sangat kekeluargaan.Tetapi
asosiasi yang romantik itu akan perlahan lenyap apabila seseorang mendapat
kesempatan untuk tinggal beberapa waktu didesa. Akan segera nampak bahwa
sebagian besar penduduk desa di Indonesia dililit masalah yang sangat parah
yakni kemiskinan (Hagul, 1992). Selain kemiskinan masih terdapat beberapa
masalah pada masyarakat perdesaan. Masalah ini dapat disederhanakan menjadi 3
bagian yaitu pendapatan yang rendah, adanya kesenjangan yang dalam antara
yang kaya dan yang miskin, dimana yang miskin adalah mayoritas, pastisipasi
rakyat yang minim dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah. Keadaan yang demikian itu mempunyai sebab yang kompleks,
namun kalau disederhanakan, maka sebab-sebab pokok adalah kurangnya
pengembangan sumber daya alam, kurangnya pengembangan sumber daya
manusia, kurangnya lapangan kerja dan adanya struktur masyarakat yang
menghambat (Hagul, 1992). Masalah pokok dalam pedesaan tidak hanya
mencakup pada 3 bagian sebagaimana yang telah disebut diatas masalah
kesehatan juga terjadi pada Universitas Sumatera Utara masyarakat pedesaan.
Masalah kesehatan dipedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal kesehatan
sendiri (substantial) dan hal penyelenggaraannya (management. Masalah
kesehatan (substantial) dapat berupa berbagai jenis penyakit sedangkan masalah
penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan,
penemuan masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan
maupun pada kesehatan masyarakat. Dari hasil penelitian masalah kesehatan
yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi (pernafasan, perut,
kulit, dan lain-lain). Penyakit-penyakit infeksi, yang satu sama lain berbeda sifat
mempunyai hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya
tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah dapat terjadi karena
ketidakseimbangan pemenuhan gizi dan kebutuhannya, kemajuan ekonomi dapat
mendorong perbaikan gizi sehingga dapat memperkuat daya tahan. Kemajuan
ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi
kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan tingginya daya tahan
ini dapat meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat (O.M.S dalam Hagul,
1999). Masalah kesehatan yang menonjol di daerah pedesaan adalah tingginya
angka kejadian penyakit menular, kurangnya pengertian masyarakat tentang
syarat hidup sehat, gizi yang buruk dan keadaan hygiene dan sanitasi yang kurang
memuaskan (Hagul, 1992). Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah
pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau
memperoleh pengobatan, selain itu hal penting yang mempersulit usaha
pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan
Universitas Sumatera Utara yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga
penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang
menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut
dengan treatment Delay (Sarafino, 2006). Treatment delay adalah rentang waktu
yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu
memasuki pelayanan kesehatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Keadaan
seperti ini merupakan keadaan yang umum di jumpai di negara-negara yang
sedang berkembang khususnya di daerah pedesaan dimana tingkat pendidikan
rendah dan kemiskinan merupakan keadaan yang umum dijumpai. Lebih dari
separuh kematian anak terjadi karena penyakitpenyakit diare, saluran nafas dan
kurang gizi merupakan keadaan-keadaan yang saling memperkuat satu dengan
yang lain, kondisi seperti ini tidak hanya ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan
yang kurang, tetapi juga karena penderita atau keluarga penderita tidak segera
mencari pertolongan pengobatan atau disebut sebagai treatment delay (Hagul,
1992). Hal ini didukung penelitian Michael A Koenig (2007), yang menyatakan
bahwa dinegara yang sedang berkembang seperti India (Bangladesh) hanya 1/3
wanita yang dengan segera mencari pertolongan praksiti kesehatan dalam
menangani masalah kehamilannya dan level memperoleh perawatan kesehatan
ibu hamil lebih tinggi didaerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Rendahnya
penggunaan fasilitas kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya
dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu
jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan Universitas
Sumatera Utara sebagainya. Faktor persepsi atau konsep masyarakat itu tentang
sakit sering kali terabaikan, pada kenyataannya dalam masyarakat sendiri terdapat
beraneka ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan
dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara
pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep sehat sakit yang dialami
masyarakat dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan karena adanya persepsi sakit yang berbeda antara
masyarakat dan praktisi kesehatan. Perbedaan persepsi ini berkisar antara
penyakit (disease) dengan illness (rasa sakit) (Notoatmodjo, 1993). Penyakit
(disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda
asing atau luka. Hal ini adalah suatu fenomena objektif yang ditandai oleh
perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme biologis, sedangkan sakit
(illnes) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan
pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif
yang ditandai dengan perasaan tidak enak. Berdasarkan batasan kedua pengertian
tersebut tampak perbedaan konsep sehat sakit di dalam masyarakat. Secara
objektif seseorang terkena penyakit, salah satu organ tubuhnya terganggu
fungsinya, namun dia tidak merasa sakit. Kondisi ini menggambarkan seseorang
mendapat serangan penyakit secara klinis tetapi orang itu sendiri tidak merasa
sakit atau mungkin tidak dirasakan sebagai sakit, sehingga mereka tetap
melakukan aktivitasnya sebagai mana orang sehat. Berdasarkan hal ini muncullah
suatu konsep sehat masyarakat yaitu sehat adalah orang yang dapat bekerja atau
menjalankan pekerjaannya sehari-hari dan konsep sakit yaitu suatu kondisi
Universitas Sumatera Utara seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat
tidur dan tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Masyarakat yang
mendapat penyakit namun tidak merasa sakit (not perceived) akan membuat
masyarakat tersebut tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya termasuk
menunda untuk mencari pertolongan dari praktisi kesehatan atau disebut dengan
treatmen delay. Menurut Notoadmojo(1993) individu yang mengalami simtom
penyakit namun tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya, disebabkan karena
dia merasa tidak sakit (not perceived). . Persepsi terhadap suatu penyakit dibahas
dalam health belief model. Health belief model memberikan kerangka yang
menjelaskan mengapa seorang individu melakukan dan tidak melakukan perilaku
sehat. Health belief model melibatkan penilaian terhadap perceived threat pada
symptom yang dialami, yaitu semakin individu merasa terancam dengan simptom
penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis
(Becker & Rosenstock dalam Sarafino,2006). Hal ini didukung oleh kasus yang
menyatakan bahwa anak remaja di Atlanta tidak merasa terancam dengan resiko
HIV, maka mereka selama setahun lebih tidak mencari pertolonghan dari praktisi
kesehatan (NEWSRx dalam Infotrac college edition, 2004). Seberapa besar
ancaman yang dirasakan individu akan simptom penyakit yang dialaminya
tergantung pada tiga faktor. Pertama, cues to action yang merupakan faktor
pemicu agar individu segera mencari pelayanan kesehatan, hal ini dapat berupa
nasihat dari teman atau keluarga , informasi dari media massa dan lain-lain
(Sarafino, 2006). Kedua, perceived seriousness yaitu seberapa parah Universitas
Sumatera Utara individu mempersepsikan konsekuensi organik dan sosial jika
individu tidak segera melakukan pengobatan medis, jika individu
mempersepsikan bahwa penyakit yang dialaminya memiliki konsekuensi yang
serius maka individu tersebut akan mencari pertolongan medis (Sarafino, 2006).
Penelitian Analee ( dalam questia.com) mendukung pernyataan ini, dimana dalam
penelitiannya ditemukan bahwa individu akan melakukan tindakan pecegahan
jika individu mempersepsikan penyakit yang ia alami memiliki konsekuensi yang
serius. Ketiga, perceived susceptibility yaitu individu mengevaluasi kemungkinan
akan berkembangnya symptom penyakit, semakin individu merasa penyakitnya
beresiko maka akan mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan
tindakan pengobatan ( sarafino, 2006). Health belief model juga menyatakan
bahwa individu menilai perceived benefit dan perceived barrier dalam
memutuskan untuk mencari pertolongan dari praktisi kesehatan. Individu yang
yakin bahwa pengobatan yang dilakukan oleh praktisi kesehatan dapat
menyembuhkan atau menghentikan perkembangan dari penyakit maka akan
meningkatkan kemungkinan untuk mencari pertolongan kesehatan. Penelitian
membuktikan bahwa individu semakin antusias untuk mencari pengobatan jika
pengobatan tersebut sangat menuntungkan bagi individu (Christine, Richard,
Karen, Susan,dalam Infotac college edition, 2005). Dalam perceived barier
individu akan menilai apakah pengobatan tertentu akan menimbulkan efek
samping yang tidak menyenangkan, biaya yang mahal dan apakah sulit untuk
memperolehnya (Sarafino,2006). Jumlah dari perceived benefit dan perceived
barrier dikombinasikan dengan perceived threat akan menentukan Universitas
Sumatera Utara kemungkinan individu untuk mencari atau tidak mencari
pertolongan dari praktisi kesehatan. Psikolog kesehatan dan bidang lain yang
mempelajari mengenai kesehatan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi individu untuk tidak segara mencari pertolongan kesehatan,
yaitu ide dan kepercayaan individu mengenai suatu pelayanan kesehatan
(sarafino, 2006). Individu terkadang menyatakan bahwa masalah kesehatan yang
dialaminya merupakan hasil dari treatment medis. Kondisi ini dapat terjadi baik
akibat kesalahan praktisi kesehatan atau efek samping dari treatment sebagaimana
yang dapat muncul ketika individu dioperasi atau memperoleh pengobatan.
Ketidakpercayaan terhadap praktisi kesehatan ini dapat timbul karena individu
khawatir atau tidak yakin dengan informasi yang diberikan praktisi kesehatan dan
individu merasa bahwa praktisi kesehatan melakukan diskriminasi terhadap suatu
kelompok minoritas (Sarafino, 2006).

Anda mungkin juga menyukai