Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan


Salah satu sumber daya di bidang kesehatan yang sangat strategis adalah
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK). Tersedianya SDMK yang bermutu
dapat mencukupi kebutuhan, terdistribusi secara adil dan merata, serta
termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang tinggi-tingginya mutlak diperlukan secara berkesinambungan.
Untuk itu perencanaan kebutuhan SDMK yang mengawali aspek manajemen
SDMK secara keseluruhan harus disusun sebagai acuan dalam menentukan
pengadaan yang meliputi pendidikan dan pelatihan SDMK, pendayagunaan
SDMK, termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan serta
pengawasan mutu SDMK. Perencanaan kebutuhan SDMK dilakukan dengan
menyesuaikan kebutuhan pembangunan kesehatan, baik lokal, nasional, maupun
global,dan memantapkan komitmen dengan unsur terkait lainnya (Permenkes
33/2015).
Sumber Daya Manusia Kesehatan yang selanjutnya disingkat SDMK adalah
seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Permenkes 33/2015).

2.1.1. Konsep Perencanaan Kebutuhan SDMK

1
Perencanaan Kebutuhan SDMK adalah proses sistematis dalam upaya
menetapkan jumlah, jenis, dan kualifikasi SDMK yang dibutuhkan sesuai
dengan kondisi suatu wilayah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
kesehatan (Permenkes 33/2015). Seperti konsep perencanaan pada
umumnya, perencanaan kebutuhan SDMK merupakan penetapan langkah-
langkah sebagai jawaban atas 6 (enam) buah pertanyaan yang lazim dikenal
sebagai 5W + 1 H.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Perencanaan Kebutuhan SDMK
Perencanaan Kebutuhan SDMK bertujuan untuk menghasilkan rencana
kebutuhan SDMK yang tepat meliputi jenis, jumlah, dan kualifikasi sesuai
kebutuhan organisasi berdasarkan metode perencanan yang sesuai dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Kebutuhan SDMK
adalah jumlah SDMK menurut jenisnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan sejumlah beban kerja yang ada (Permenkes 33/2015).
Perencanaan SDMK dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi unit
organisasi maupun bagi pegawai. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:
(Permenkes 33/2015).
a. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan penataan/penyempurnaan struktur organisasi, bahan
penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit, bahan
penyempurnaan sistem dan prosedur kerja, bahan sarana
peningkatan kinerja kelembagaan, bahan penyusunan standar
beban kerja jabatan/kelembagaan, penyusunan rencana kebutuhan
pegawai secara riil sesuai dengan beban kerja organisasi, bahan
perencanaan mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke unit yang
kekurangan, bahan penetapan kebijakan dalam rangka peningkatan
pendayagunaan sumber daya manusia.
b. Manfaat bagi wilayah
Sebagai bahan perencanaan distribusi, bahan perencanaan
redistribusi (pemerataan), bahan penyesuaian kapasitas produksi,
bahan pemenuhan kebutuhan SDMK, bahan pemetaan
kekuatan/potensi SDMK antar wilayah, bahan evaluasi dan
penetapan kebijakan pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan
SDMK.
2
2.1.3 Syarat – syarat perencanaan SDM (Masram,2015).
a. Mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
b. Mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
c. Mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan
situasi persediaan SDM.
d. Mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
e. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa
depan.
f. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan
pemerintah.
2.1.4. Proses Perencanaan SDMK
a. Analisa Situasi Tenaga : dilihat jenis dan jumlah tenaga yang ada,
analisis beban kerjanya, analisis pola beban kerjanya, analisis
kesesuaian beban dan polanya dengan jenis tenaganya.
b. Analisa persediaan: jumlah dan jenis tenaga yang ada, jumlah yang
keluar (meninggal, pensiun, pindah, training), jumlah yang masuk:
pindah dari tempat yang lain, aktif kembali.
c. Analisis Kesenjangan : bisa lebih atau kurang.
d. Analisa Kebutuhan : kebutuhan pelayanan, target pelayanan,
permintaan pelayanan.
2.1.5. Metode Perencanaan Kebutuhan SDMK
Metode perencanaan SDMK dikelompokkan sebagai berikut: (Permenkes
33/2015).
a. Metode berdasarkan Institusi, yang digunakan adalah Analisis
Beban Kerja Kesehatan (ABK Kes), Standar Ketenagaan Minimal.
b. Metode berdasarkan Wilayah
Metode yang digunakan adalah Metode “Ratio Penduduk” yakni Rasio
Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di suatu wilayah.
Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Metode Standar
Ketenagaan Minimal

Pada dasarnya metode Standar Ketenagaan Minimal merupakan hasil


pengembangan dari metode Analisis Beban Kerja (ABK) yang
digunakan untuk perencanaan kebutuhan SDMK di berbagai Fasyankes

3
seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, dan fasyankes lainnya.
Fasyankes dikelompokkan ke dalam kelas-kelas (misalnya Rumah Sakit
Kelas A, B, C, dan D) dan tipe-tipe fasyankes (misalnya Puskesmas
Kawasan Perkotaan, Puskmesmas Kawasan Pedesaan, dan Puskesmas
kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil).
2.1.6. Pendekatan Penyusunan Perencanaan Kebutuhan SDMK
Penyusunan Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan dilakukan dengan
dua pendekatan: (Permenkes 33/2015).
a. Perencanaan dari atas (Top Down Planning ) yakni Pusat
menetapkan kebijakan, menyusun pedoman, sosialisasi, pelatihan,
TOT, dan lokakarya secara berjenjang. Dengan pendekatan ini
maka diharapkan kebijakan penyusunan perencanaan kebutuhan
SDMK dapat terimplementasikan oleh pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
b. Perencanaan dari bawah (Bootom Up Planning ), yakni Perencanaan
kebutuhan SDMK dimulai dari institusi kesehatan kabupaten/kota
yang dilaksanakan oleh suatu tim perencana yang dibentuk dan
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang pemerintah
daerah kabupaten/kota. Pemanfaatan hasil perencanaan kebutuhan
SDMK diadvokasikan kepada para pemangku kepentingan di tiap
jenjang administrasi pemerintahan.
2.1.7 Model 7P Pada Manejemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit
Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting.
Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda
organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus
dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu
memberi kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah
pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan
dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang sering disebut sebagai
manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen sumberdaya
manusia adalah mengelola atau mengembangkan kompetensi personil agar
mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi
(Masram,2015). Ada sebuah model manajemen SDM yang di kenal yaitu
model 7P. Penerapan model 7P di rumah sakit meliputi : (Masram,2015)
4
a. Perencanaan. Perencanaan merupakan aktivitas proses penetapan
apa yang ingin dicapai dan pengorganisasian sumberdaya untuk
mencapainya. Perencanaan sumber daya manusia meliputi jenis
tenaga yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya yang disesuaikan
dengan lingkup. Lingkup pelayanan ini biasanya ditentukan
berdasarkan tipe rumah sakitnya. Lingkup pelayanan rumah rumah
sakit (tipe A/B/C/D) mempunyai standar minimal. Dengan adanya
ketentuan tersebut maka tentu saja perencanaan SDM di rumah
sakit tipe C akan berbeda dengan tipe yang lain.
b. Penerimaan. Penerimaan karyawan merupakan tahap yang sangat
kritis dalam manajemen SDM. Bukan saja karena biaya proses
penerimaan karyawan sangat mahal tetapi merekrut orang yang
tidak tepat ibarat menanam benih yang buruk. Ia akan
menghasilkan buah yang dapat merusak tatanan sebuah organisasi
secara keseluruhan.
c. Pengembangan. Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan
otomatis. Kompetensi harus dikembangkan secara terencana sesuai
dengan pengembangan usaha agar Manajemen Sumber Daya
Manusia menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi.
d. Pembudayaan. Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi
organisasi dan pijakan bagi pelaku yang ada didalamnya. Budaya
organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai positif yang telah
dipilih menjadi pedoman dan ukuran kepatutan perilaku para
anggota organisai.
e. Pendayagunaan.The right person in the right place merupakan
salah satu prinsip pendayagunaan. Bagaimana kita menempatkan
SDM yang ada pada tempat atau tugas yang sebaik-baiknya
sehingga SDM tersebut bisa bekerja secara optimal.
f. Pemeliharaan. SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi
yang dilindungi dengan hukum. Sehingga SDM tidak bisa
diperlakukan semaunya oleh perusahaan karena bisa mengancam
organisasi bila tidak dikelola dengan baik.

5
g. Pensiun. Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa
pensiun. Karena itu sepatutnya rumah sakit mempersiapkan
karyawannya agar siap memasuki dunia purna waktu dengan
keyakinan. Ada banyak hal yang bisa disiapkan yaitu pemberikan
tunjangan hari tua yang akan diberikan pada saat karyawan
pensiun, pemberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk membekali
calon purnakarya.
2.2. Konsep Dasar Manajemen Tenaga Keperawatan
Ketenagaan keperawatan merupakan komponen penting dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Selama dua puluh empat jam perawat menjadi tuan
rumah yang harus siap melayani kebutuhan pasien. Implikasi dua puluh
empat jam ini mengharuskan perawat di suatu ruang rawat bekerja dalam
shift dengan demikian harus ada pengelolaan yang baik dalam ketenagaan
keperawatan. Standar tenaga keperawatan adalah penetapan kebutuhan
tenaga keperawatan baik jumlah, kualifikasi maupun kualitas untuk
melaksanakan pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan (Depkes, 2005).
Menurut Huber (2018), proses manajemen ketenagaan dan penjadwalan
adalah salah satu fungsi manajemen dalam keperawatan. Staffing dalam
keperawatan adalah suatu area yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:
perencanaan, penjadwalan, dan alokasi. Tiga tugas utama ini mempunyai ciri
dan karakteristik sebagai berikut:
a. Perencanaan ketenagaan merupakan penentuan jumlah tenaga
perawat yang diperlukan untuk waktu yang lama dan perencanaan
utilisasi dan pengembangan dalam jangka pendek dan jangka
panjang.
b. Penjadwalan atau scheduling merupakan penugasan staf perawat
untuk waktu tertentu oleh shif, berdasarkan kebutuhan perawatan
pasien.
c. Alokasi staf perawatan, meliputi penugasan atau penyesuaian staf
setiap harinya.
Pengelolaan tenaga keperawatan mengikuti pola peran fungsi manajemen
keperawatan yaitu perencanaan tenaga yang meliputi proses perencanaan
tenaga keperawatan, perekrutan dan seleksi tenaga baru, orientasi tenaga
keperawatan baru, proses hands on perawat baru dan preseptorship.
6
Proses perencanaan dilanjutkan utilisasi, yang meliputi proses
pengorganisasian, job distribusi, job spesifikasi, dan job deskripsi. Pada proses
pengorganisasian perlu diperhatikan proses penjadwalan, Hour Patient Per
Patient Day (HPPD), proses motivasi dan pengarahan dari tenaga keperawatan
perlu dilaksanakan dengan prinsip keadilan dan sesuai key performance
indicator. Evaluasi tenaga keperawatan ini akan menjadi sumber data yang
dapat menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan, keterampilan, dan
jenjang karir keperawatan.
2.2.1. Strategi Yang Mempengaruhi Manajemen Ketenagaan

FIG.22.1 Framework for staffing management.LOS,Length of


stay;NDNQI,National Database of Nursing Quality Indicators;NOC,nursing
outcome classification;NQF,National Quality. (Huber, 2018).
2.2.2 Perencanaan Tenaga Keperawatan
Dalam merencanakan tenaga keperawatan seorang leader keperawatan
harus memahami kebutuhan sesuai hierarki perencanaan. Kebutuhan
kualifikasi tenaga keperawatan harus sesuai dengan visi, misi, dan tujuan

7
organisasi. Perencanaan tenaga keperawatan mengikuti pola dan menjawab
pertanyaan W5 dan 1H yang meliputi:
a. What: tenaga apa yang kita butuhkan dan berapa yang kita butuhkan.
b. Who: siapa tenaga perawat yang kita butuhkan dan bagaimana
klasifikasi pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
sertifikasi yang dimiliki oleh perawat.
c. Where: tenaga keperawatan untuk spesifikasi area mana yang
dibutuhkan.
d. When: kapan tenaga keperawatan dibutuhkan.
e. Why: leader perawat harus mempunyai rasional/alasan yang tepat
dalam perencanaan tenaga keperawatan.
f. How: pertanyaan bagaimana cara perekrutan, mekanisme seleksi
harus direncanakan dengan baik agar mendapatkan baik kuantitas
dan kualitas perawat yang sesuai dengan kebutuhan.
2.2.3. Mengidentifikasi Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Analisis situasi menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan
kuantitas dan kualitas dari tenaga keperawatan. Menggali dan mengkaji
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas ketenagaan
keperawatan harus dilaksanakan. Hasil identifikasi faktor-faktor yang
yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tenaga keperawatan ini
kemudian dianalisis dengan pendekatan SWOT atau Fish bone dan setelah
itu kita buat plan of action/POA. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tenaga keperawatan antara lain:
a. Faktor pasien
Jumlah pasien dan fluktuasinya (Bed Rate Occupation/BOR, Long
of Stay/LOS), karakteristik pasien sesuai tingkat kompleksitas
perawatan seperti pasca operasi/pasien ruang intensif, kondisi
pasien sesuai dengan penyakit dan usia, pasien dengan kasus khusus
seperti psikiatri, NAFZA.
b. Faktor tenaga dan metode penugasan yang sudah dilaksanakan
Jumlah, komposisi, tingkat pendidikan dan pengalaman dari tenaga
keperawatan yang tersedia, kebijakan metode penugasan perawat,
uraian tugas perawat, kebijakan personalia.
c. Faktor lingkungan
8
Tipe dan jenis layanan rumah sakit, desain ruang keperawatan,
fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengkapan peralatan
medic/diagnostic pelayanan penunjang dari instansi lain contoh
PMI, faktor organisasi, mutu pelayanan yang ditetapkan, kebijakan
pembinaan dan pengembangan.
Berikut ini dijabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan
tenaga keperawatan.
a. Faktor Pasien
Faktor jumlah pasien dan kategori pasien menjadi salah satu factor
yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah tenaga perawat.
Untuk itu setiap shift perawat harus mengidentifikasi dan mencatat
jumlah pasien yang dikelola ruangan. Disamping mencatat jumlah
perawat harus mampu mengidentifikasi jenis kebutuhan apa yang
dibutuhkan oleh pasien dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien (Hariyati,
2014). Tahap awal untuk menghitung kebutuhan tenaga
keperawatan adalah manajemen dan tenaga keperawatan harus
mampu mengklasifikasikan kategori pasien sesuai kondisinya.
Patient classification system (PCS) adalah komponen penting untuk
terwujudnya manajemen ketenagaan dirumah sakit (Swansburg,
2006). Pengkategorian pasien biasanya berdasarkan faktor evaluasi
kebutuhan karakteristik pasien atau indikator kritikal perawatan
pasien yang dibutuhkan yang meliputi beberapa hal berikut ini:
- Kemampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri.
- Karakteristik tertentu pasien yang berhubungan dengan
penurunan sensori.
- Tingkat kesakitan
- Kebutuhan akan tindakan perawatan khusus
- Terapi medis yang diterima oleh pasien
- Pertimbangan kebutuhan edukasi dan dukungan emosional.
Klasifikasi pasien (Swanburg, 2006).
Kategori I – Self Care
Aktivitas sehari-hari / ADL
Mampu makan mandiri
Penampilan mandiri dan optimal
9
Eliminasi ; mampu ke kamar mandi, tidak mengalami kontinensia
Kenyamanan dalam kondisi yang nyaman
Status Umum Kesehatan
Status umum baik
Pengobatan untuk prosedur diagnostic
Tidak ada/ ada prosedur tetapi sederhana
Tidak ada/ ada prosedur operasi sederhana
Kebutuhan edukasi dan dukungan emosional
Edukasi kesehatan rutin untuk penjelasan prosedur, discharge
planning atau terkait kebutuhan orientasi waktu, tempat dan
perawat yang sedang bertugas
Treatment dan medikasi
Tidak ada/ simple medikasi/ treatment
Kategori II – Minimal Care
Aktivitas sehari-hari/ ADL
Makan: membutuhkan bantuan menyiapkan, membantu posisi
makan, butuh dukungan/ dorongan motivasi untuk makan, mampu
makan sendiri
Penampilan mandiri dan optimal, hanya butuh sedikit bantuan
Eliminasi: butuh bantuan ke kamar mandi atau menggunakan
urinal, tidak mengalami kontinensia
Kenyamanan : dalam kondisi yang nyaman atau butuh bantuan
minimal
Status umum kesehatan
Tampak sakit ringan, dan tanda-tanda sakit ringan
Terpasang infus atau drainase yang tidak komplek
Pengobatan untuk prosedur diagnostic : contoh insulin pada pasien
diabet
Pemantauan tanda-tanda vital
Kebutuhan edukasi dan dukungan emosional
Edukasi kesehatan 5-10 menit setiap shift untuk kebutuhan edukasi
dan dukungan emosi karena pasien cemas tetapi kondisi
orientasinya baik
Treatment dan medikasi
Butuh 20-30 menit per shift, membutuhkan evaluasi efektivitas
medikasi dan treatment
Kategori III – Moderate Care
Aktivitas sehari-hari/ ADL
Makan : membutuhkan bantuan tetapi mampu untuk mengunyah
dan menelan
Penampilan tidak mandiri dan butuh bantuan
Eliminasi : butuh bantuan urinal, inkontinensia kadang sudah
terjadi
Kenyamanan : butuh bantuan tapi bisa dibantu cukup satu perawat

10
Status umum kesehatan
Tanda-tanda akut
Pemantauan tanda-tanda vital setiap 2-4 jam
Terpasang infus atau drainase perlu pemantauan setiap 1 jam
Perlu monitoring psikologis dan status emosional
Kebutuhan edukasi dan dukungan emosional
Edukasi kesehatan 10-30 menit setiap shift untuk kebutuhan
edukasi dan dukungan emosi karena pasien cemas, gelisah, agitasi
Treatment dan medikasi
Butuh 30-60 menit per shift, membutuhkan evaluasi efektivitas
medikasi dan treatment
Perlu observasi per jam untuk status mental
Kategori IV – Total Care
Aktivitas sehari-hari/ ADL
Makan : membutuhkan bantuan, kesulitan untuk mengunyah dan
menelan
Penampilan tidak mandiri dan butuh bantuan ( mandi, menyisir
rambut, oral hygiene)
Eliminasi : inkontinensia atau ketidakmampuan yang lain
Kenyamanan : butuh bantuan dan memerlukan dua perawat yang
membantu
Status umum kesehatan
Tanda sakit berat seperti perdarahan, kehilangan cairan, sesak
nafas, penurunan kesadaran
Pemantauan tanda-tanda vital setiap per jam
Terpasang infus atau drainase perlu pemantauan setiap
Kebutuhan edukasi dan dukungan emosional
Edukasi kesehatan 30 menit setiap shift untuk kebutuhan edukasi
dan dukungan emosi karena pasien cemas, gelisah, agitasi
Treatment dan medikasi
Butuh lebih dari 60 menit per shift, membutuhkan evaluasi
efektivitas medikasi dan treatment
Perlu observasi bisa lebih dari per jam untuk status mental
Kategori V – Intensive Care
Aktivitas sehari-hari/ ADL
Makan : total dibantu
Penampilan tidak mandiri, butuh bantuan total
Eliminasi : butuh bantuan total
Kenyamanan : butuh bantuan dan memerlukan dua atau lebih
perawat yang membantu
Status umum kesehatan
Tanda sakit berat seperti perdarahan, kehilangan cairan, sesak
nafas, penurunan kesadaran
Pemantauan secara kontinyu
Terpasang infus atau drainase dan alat yang komplek yang perlu

11
pemantauan yang terus-menerus
Treatment dan medikasi
Butuh lebih dari 60 menit per shift, membutuhkan monitoring yang
terus-menerus

b. Faktor SDM Keperawatan dan Metode Penugasan yang Sudah


Dilaksanakan.
Data Kualifikasi SDM Keperawatan (Hariyati, 2014)
I Data dasar perawat
Nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan, tempat
tinggal, kontak person, data keluarga dan
II Data utilisasi perawat
Data time scheduling perawat
Data absen dan kehadiran perawat
Data perencanaan dan realisasi perawat
III Data Pengembangan staf
Pendidikan
 Start jenis pendidikan di RS
 Peningkatan pendidikan secara formal
 Peningkatan pendidikan nonformal
Jenjang Karir
 Start golongan dan jabatan fungsional
 Kapan harus naik golongan dan jabatan fungsional, apa
yang harus dipersiapkan
 Jenjang karir perawat klinik/ PK, jenjang karir manajer/
PM, jenjang karir pendidik/ PP, atau jenjang karir
periset/ PR
 Data kewenangan klinik dari kredensialing
 Rencana promosi
 Rencana mutasi
 Rencana rotasi
IV Data monitoring staf
Data self evaluation harian dari setiap perawat
Log book aktivitas

12
Pencapaian indicator penampilan kinerja
Data monitoring dan supervise harian supervisor (kepala
ruangan)
Data pemberian motivasi dan pengarahan kepada staf
Data pemberian reward dan pembinaan
c. Faktor Lingkungan dan Fasilitas
Faktor lingkungan dan kebijakan rumah sakit juga menjadi faktor
yang perlu diperhatikan dalam merencanakan ketenagaan
keperawatan. Adanya desain bangunan kamar per kamar juga harus
memperhatikan letak nurse station per tim dan penyediaan alat
kesehatan dan non kesehatan sesuai kebutuhan setiap lokasi
bangunan harus difasilitasi. Fasilitas kesehatan juga sangat
menentukan kebutuhan jumlah tenaga dan juga efisiensi fungsi
ketenagaan (Hariyati, 2014). Sebelum menghitung tenaga
keperawatan manajer keperawatan perlu memahami beban kerja
perawat. Pada dasarnya semua metode atau formula yang telah
dikembangkan untuk menghitung tenaga perawat di rumah sakit
berakar pada beban kerja dan personal yang bersangkutan serta
spesifik sesuai kondisi pasien (Hariyati, 2014). Tujuan dari
menghitung beban kerja perawat menurut Myny et al (2012) yaitu
untuk membantu membuat alokasi dan efisiensi perawat dibagsal
atau ruangan yang berbeda di rumah sakit dan hal ini mendukung
manajer perawat membuat keputusan terhadap penyebaran staf.
Kekurangan tenaga akibat penyebaran dan alokasi yang tidak
merata menyebabkan beban kerja meningkat dan risiko terjadinya
penurunan kualitas pelayanan keperawatan (Duffield, et al 2011).
Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan perawat perlu diadakan
survey beban kerja perawat melalui beberapa metode antara lain
time motion study, work sampling, continuous work sampling, dan
daily log sampling (Swanburg, 2006).

13
DAFTAR PUSTAKA

Haryati,T.S.(2014).Perencanaan,Pengembangan dan Utilisasi tenaga


keperawatan.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Huber, D.L. (2018). Leadership nursing care management (6th
edition).Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Marquis, B.L., & Hustin, C.J.(2015). Leadership roles and management finctions
in nursing: theory & application (8rd ed). Philadelphia: Lippincot.
Gillies, D. A. (2000). Nursing Management a System Approach. Third Edition.
Philadelphia: WB Saunders Co.
Yaslis Ilyas.(2013). Perencanaan SDM RS
Masram,H.,Mu’ah.(2015).Manajemen sumber daya manusia.Zifatama.Surabaya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015
Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 705.

14

Anda mungkin juga menyukai