َن
ْ طع ِ ِ ضاب
َ ل ال ِ ْ عدَ ل الِ قْ َ سنَدُهُ بِن َ ل َ ص
َ َّ ما اِت َ
ة َّ
ٍ عل ِ َ وال
َ و ٍذ ُ ر
ْ ُ شذ َ ن
ِ ْ غي ْ مِ ُهاه َ َ منْتُ لى
َ ِه إ >ِ ِ مثْل ِ
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,
dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir
sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat”
B. Syarat-syarat Hadits Shahih
1) Sanadnya Bersambung
setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits
dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu
berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu
hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir
sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang
menerima hadits langsung dari Nabi,bersambung dalam
periwayatannya.
Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila
terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para
perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah
seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang
bersangkutan tidak shahih.
2) Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat
yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu
senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa
berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain
yang dapt merusak harga dirinya.
3) Perwainya Dhabith
Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut
1
mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits
yang diriwayatkannya.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah
mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan
tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya,
bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara
utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian
mampu menyampaikannya kepada orang lain atau
meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4) Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang
bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau
lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di
mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih
kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia
berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik
dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka
lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus
diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah
penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang
bersangkutan.
5) Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau
terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar,
yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-
samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits
tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits
tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak
shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak
ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat
kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi
baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya
secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling
banyak terjadi adalah pada sanad.
Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;
ْ َ ال أ
خب َ َرنَا َ ق َ فَ س
ُ وْ ُن يُ ْه ب
ِ عبْدُاللَ حدَّثَنَا
َ
ر
ِ ْ جبَي
ُ ن ِ ْد بِ مَّ حَ م
ُ َن
ْ اب ع
ٍ ه َ شِ ن ِ ْ َن اب
ِ كع ٌ ِ م ال َ
2
َ و
ل َ ق َ ه َ ِ ْمط
ْ س
ُ ت َر ُ ع
ْ م
ِ سَ ال ِ ْ َن أبِيْ عم ِ ع ُ ن ِ ْب
َ
ر ْ ُّب بِالط
ِ و ِ ْر َ ْ في ال
ِ مغ ِ ق َرأَ م.ه ص ِ الل
“(رواه البخاري
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata:
telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari
Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku
pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat
maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
2. Hadits Hasan
a) Pengertian Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat
“al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang
dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani
yaitu:
َف
َّ ي خ ْ ذِ َّ ل ال
ِ َ عدَ ْ ل ال ْ َ سنَدُهُ بِن
ِ ق َ ل َ ص َ َّ ما اِتَ
ر َ ن
ِ ْ غي ْ م ِ ُهاه َ َ منْت َ
ُ ه إِلى ِ ِ مثْل
ِ َنْ هع ُ
ُ ضبْط َ
ٍ َّ عل
ة ِ َ وال
َ و ٍذْ ُ شذ ُ “.
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,
hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan
tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada
perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits
hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit.
Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan
hadits shahih adalah sama.
Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:
ان
َ مَ ْ سلَي
ُ ن َ ع
ُ ْ ف ُر ب ْ جَ حدَّثَنَا َ ة ُ حدَّثَنَا
>ُ َ قتَيْب
َن أَبِي
ْ ونِي ع َ ْ ان ال
ْ ج ِ م َر ْ ع
ِ ي َ
ْ ِ َن أب ْ عي ع ِ َ ضب
ُّ ال
3
َ ق
: ال َ ي ْ َ سي اأْل َ ْ بَك
ْ ر ِ عَ ش َ و ْ م ُ ن أبِي ِ ْر ب ِ
َ ق
ال َ :ل ُ و ُ َو ي َ
ْ ق ِّ ُعد َ ة ال ِ ض َرْ ح َ ِ ت أبِي ب ُ ع ْ مِ س َ
ت ْ َ ُ و
َ حْ َة تِ َّ جن
َ اب ال َ و َ ْ ن أب َّ ِ إ: ه ص م ِ ل الل ْ س ُ َر
الحديث..… ف ِ و ْ ُ السي
ُّ ِ َ “ ظِال
ل
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan
kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu
bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku
berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda :
sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan
pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).
3. Hadits Dhoif
a) Pengertian Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah,
sedangkan secara istilah yaitu;
ط َ د
ِ ش ْر ْ ف
ِ ق َ ِ ب،ن
ِ س َ ْ ة ال
َ ح َ ص
ُ ف ِ ع ْ مَ جْ َم يْ َ ما ل
َ
ه
ِ ِ وط ْ ش ُرُ ن ْ م ِ
“Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi)
dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits
hasan”
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits
itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang
hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut
dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah.
Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak
menjadikannya sebagai dasar hukum.
Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;
4
َ
َِ حكِيْم َ “ق ِ ْ ري ِ َن ط ْ م ِ ي ْ ذ ِ ْ ميِ ه الت ِّ ْر
َ
ُ جَ ْر
َ ماأخ َ
َ
َن أبِي ْ مي ع ِ ْ جي َ ه ُ ة ال ِ مَ ْ ميِ َ َن أبِي ت ْ األث ْ َرمِ”ع
ن أتَي َ َ ق َ يصم
ْ مَ ” : ال ِّ ِ َن النَّب ِ ه َري ْ َرةَ َع ُ
َ
َ ف
ْ قد َ هنَا ُ و كَاْ ها أ َ رِ ُ في دُب ِ ًم َرأة ْ ِو اْ حائِضا ً أ َ
َ
د
ٍ م ِّ حَ م ُ ل عَلَى َ ما أن ْ َز َ َ“ ك
َ ِ ف َر ب
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-
atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi
saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau
seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka
sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan
kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini :
“ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim
al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari
segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami
sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut
Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang
yang bermuka dua.
5
Sedangkan yang kedua terputus secara khofi
(tersembunyi) yaitu:
(a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada sanadnya
dan memperbagus untuk dzohir haditsnya.
(b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia bertemu
atau sezaman dengannya apa yang ia tidak pernah dengar
dengan lafadz yang memungkinkan ia dengar dan yang lainnya
seperti qaala.
2) Sebab penyakit pada rawi
Penyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit dalam
‘adalah dan dhobit (hafalannya), adapun yang pertama penyakit
pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu:
(a) Pendusta
(b) Tertuduh dusta
(c) Fasiq
(d) Bid’ah
(e) Kebodohan
Adapun penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu :
(a) Jelek hafalannya
(b) Lalai
(c) Menyelisihi yang tsiqat
(d) Ucapan yang menipu