Anda di halaman 1dari 3

Adat Pernikahan Solo

Berbicara seputar adat Solo, tentu tak bisa terlepas dari wilayah yang erat kaitannya dengan
warisan tradisi keraton Surakarta. Dahulu prosesi pernikahan adat Jawa Solo ini hanya boleh
diselenggarakan oleh keluarga kerajaan saja.Namun kini prosesi pernikahan adat Jawa Solo mulai
diaplikasika oleh siapa saja.Termasuk bagi calon pengantin yang ingin turut melestarikan warisan leluhur
budaya Solo saat hari pernikahannya.

Berikut beberapa pokok-pokok tradisi dalam pelaksanaan perkawinan adat Jawa Solo :

1. Sowan Luhur

Maksud dari prosesi ini adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan
ziarah kubur ke tempat leluhurnya.

2. Wilujengan

Sebuah ritual yang dilaksakanan sebagai wujud permohonan kepada Tuhan.Prosesi wilujengan ini
juga mengandung harapan bahwa dalam melaksanakan hajat pemangku hajat diberi keselamatan dan
dijauhkan dari segala halanagan.Beberapa syarat dalam prosesi ini adalah makanan dengan lauk-pauk,
seperti sekul wuduk dan sekul golong beserta ayam utuh.
3. Pasang Tarub

Merupakan tradisi membuat bleketepe atau anyaman daun kepala untuk dijadikan atap peneduh
resepsi manten.Namun kini pasang tarub hanya dilaksanakan sebagai simbolisasai semata.Tatacara ini
merupakan ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram.Pemasangan tarub dilakukan
secara simbolis oleh orangtua calon pengantin wanita.Prosesi pasang tarub juga mengandung makna
gotong royong kedua orangtua yang menjadi pemangku hajat.

4. Pasang Tuwuhan

Seusai acara pasang tarub, acara pun berlanjut dengan upacara Pasang Tuwuhan atau memasang
tumbuh-tumbuhan yang diletakkan di gerbang utama rumah atau dekat tempat siraman.Tuwuhan
merapakan simbol suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dalam memeroleh keturunan, untuk
melangsungkan sejarah keluarga.

Sang empunya hajat akan menyediakan beberapa perlengkapan seperti pisang raja yang telah
matang, tebu wulung, cengkir gadhing, daun randu dan pari sewuli, serta bermacam dedaunan. Masing-
masing perlengkapan tersebut tentu memiliki makna dan filosofis tersendiri.

5. Siraman

Serupa dengan prosesi adat lainnya, siraman memiliki makna menyucikan diri calon pengantin baik
lahir dan batin. Siraman dilaksanakan sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurng
kelapa yang diakhiri siraman oleh ayam mempelai wanita.Setelah siraman calon pengantin wanita
digendong oleh ayah ibu menuju kamar pengantin.

Sang ayah kemudian menggunting tigas rikmo, sebagian rambut di tengkuk calon pengantin wanita.
Lalu diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam tempat perhiasan. Upacara ini bermakna
membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita.

6. Sade Dawet (menjual dawet)

Saat calon pengantin dibuat cengkorongan paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara dodol
dawet atau menjual dawet.Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang
berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.

Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut membayar dengan pecahan genting (kreweng)
bukan dengan uang. Hal itu bermakna bahwa kehidupan masnusia berasal dari bumi.Yang melayani
pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Ritual sade dawet ini
bermakna mengajarkan anak mereka untuk saling membantu dan mencari nafkah bagi sebagai suami-
istri.

7. Sengkeran

Setelah calon pengantin wanita dibalub-balubi atau dibuat cengekrongan paes lalu dipingit artinya
ia tidak boleh keluar rumah. Pingitan ini dulu dilakukan selama seminggu atau minimal 3 hari.

8. Midoderani atau Majemukan

Midodareni berasal dari kata widodari yang berarti bidadari cantik dari surga dan sangat
harum.Biasanya, prosesi ini digelar pada malam terakhir sebelum pengantin perempuan melepas masa
lajang.Pada malam ini, calon pengantin wanita tidak diperkenankan bertemu dengan calon pengantin
pria.Ia hanya perlu berdiam diri di dalam kamar dengan riasan tipis dan ditemani keberat serta sesepuh
untuk menerima wejangan berkaitan dengan kehidupan rumah tangga kelak.

9. Ijab panikah

Ijab panikah atau ijab qabul mengacu pada agama yang dianut kedua mempelai. Dalam tata cara
Keraton, ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu. Uniknya terdapat pengaturan tempat duduk
penghulu maupun mempelai dalam prosesi ini, antara lain:

1. Pengantin laki-laki menghadap ke barat.

2. Naib di sebelah barat menghadap ke timur.

3. Wali menghadap ke selatan dan para saksi menyesuaikan.

10. Panggih

Dalam prosesi pernikahan Jawa, panggih merupakan puncak acara. Di prosesi ini sepasang
pengantin yang sudah resmi sebagai suami istri untuk bersanding di pelaminan. Upacara ini
melambangkan peristiwa pertemuan awal kedua pengantin hingga akhirnya mereka memutuskan untuk
memasuki biduk rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai