Alamat Koresponden:
Keberadaan pasar modal dalam perekonomian modern sudah tidak dapat terelakkan lagi bagi seluruh negara di
dunia ini, tidak terkecuali di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perbedaan
pengaturan penanganan kajahatan manipulasi pasar dalam Undang-Undang otoritas jasa keuangan dan pelaksanaan
otoritas jasa keuangan dalam penanganan kejahatan manipulasi pasar di bidang pasar modal Indonesia. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu pendekatan dengan cara
mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh. Setelah analisis data selesai, maka
hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Penanganan yang dilakukan oleh satu lembaga dengan kewenangan yang mencakup
seluruh kegiatan jasa perbankan secara keseluruhan, akan mempermudah pemeriksaan kejahatan manipulasi pasar di
tengah arus kegiatan jasa keuangan dengan permasalahan yang kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor
keuangan. Terutama untuk melakukan identifikasi adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) yang saat ini menambah kompleksitas transaksi dan
interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Pelaksanaan kewenangan yang dimiliki OJK dalam
melakukan penanganan kejahatan manipulasi pasar di bidang pasar modal sudah dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik pencegahan maupun penanganan kejahatan manipulasi pasar di pasar
modal. Dalam hal pencegahan, OJK telah melakukan tindak lanjut dalam bentuk penelitian dan pemeriksaan atas
laporan dugaan kejahatan manipulasi pasar. Dalam hal penanganan OJK telah melakukan pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi terhadap beberapa perusahaan yang terbukti melakukan kejahatan pasar modal. Pembaruan yang
dilakukan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan, sangat memberikan kemudahan dalam proses penanganan
kejahatan manipulasi pasar.
Abstract
The existence of capital markets in a modern economy can no longer inevitable for all countries in the world, not
least in Indonesia. This study aims to identify and understand the differences in treatment settings crimes of market
manipulation in Law financial services authority and the implementation of the financial services authority in
handling crimes of market manipulation in the Indonesian capital market. Data analysis in this study uses a
qualitative approach , the approach by studying , paying attention to the quality and depth of the data obtained .
Once the data analysis is complete , the results will be presented descriptively , that is by telling and describing
what is in accordance with the problems studied . Handling is done by a single agency with authority covering all
banking activities as a whole , will facilitate the examination of the crime of market manipulation in the current
financial services activities of the issues are complex, dynamic , and interconnected financial inter - subsector .
Especially to identify the existence of financial institutions that have ownership in various financial subsectors (
conglomerate ) which currently adds to the complexity of transactions and interactions between institutions of
financial services in the financial system. Implementation of the authority possessed OJK in handling crimes of
market manipulation in the capital market have been implemented by legislation in force , both crime prevention
and handling of market manipulation in the stock market . In terms of prevention , OJK has conducted follow-up in
the form of research and examination of reports of alleged market manipulation crime . In regards to the OJK has
conducted inspections and sanctions against several companies who are convicted of crimes of capital markets .
Updates on the government through the Financial Services Authority , it provides convenience in handling the crime
of market manipulation .
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian normatif – empiris, yang menganalisis penelitian
dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Aspek normatifnya yaitu menguraikan
secara preskriptif kewenangan OJK dalam UU OJK . sedangkan aspek empirisnya yaitu
menguraikan penanganan kejahatan manipulasi pasar, yang dilakukan oleh OJK, dalam hal ini,
membandingkan cara penanganan kasus yang sebelumnya dilakukan oleh Bapepam-LK yang
dinilai tidak efektif, sehingga dibentuk OJK.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada dua kegiatan utama yang dilakukan yang dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier yakni dengan studi kepustakaan (Library Research) yang diperoleh melalui
pengkajian, penelaahan dan pengolahan literatur, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel
atau tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Untuk selanjutnya data
sekunder yang diperoleh tersebut akan didukung dan diperkuat dengan data-data yang diberikan
oleh informan penelitian yaitu pihak-pihak pada Otoritas Jasa Keuangan.
Analisis Data
Analisis data adalah proses mengumpulkan data, mentabulasi data, mensistematisasi data,
menganalisis data dan menarik kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif-
induktif yaitu menarik kesimpulan dari hal yang umum kepada hal yang khusus. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu pendekatan
dengan cara mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh.
HASIL
Kewenangan adalah otoritas yang dimiliki suatu lembaga untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu. Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga, tentunya dibekali
beberapa kewenangan yang akan menjadi dasar dalam bertindak agar dapat menciptakan
kegiatan jasa keuangan yang teratur, adil, tranparan, akuntabel, serta mampu mewujudkan
pertumbuhan sistem keuangan secara berkelanjutan. Kewenangan OJK sebagaima diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 terbagi dalam beberapa karakteristik.
Dalam kaitannya dengan pemberian wewenang terhadap lembaga Negara, hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa wewenang yang diberikan haruslah sejalan dengan tujuan dari
pembentukan lembaga tersebut, dalam hal ini wewenang yang diberikan harus mampu mencapai
tujuan dari terbentuknya suatu lembaga. Oleh karena ini, sebelum penulis menguraikan hasil
penelitian terkait dengan pelaksanaan wewenang OJK dalam mewujudkan tujuan
pembentukannya, maka penulis akan mengklasifikasikan kewenangan OJK sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 diatur bahwa OJK melaksanakan
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar
Modal, Peransuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
lainnya. Hadirnya OJK yang menggantikan kedudukan Bapepam sebagai lembaga yang salah
satu tugasnya adalah menanggulangi terjadinya manipulasi di pasar modal merupakan satu
kemajuan dalam upaya pengelolaan kegiatan jasa keuangan.
Keberadaan undang-undang OJK tidak menjadikan perangkat hukum yang sebelumnya
mengatur kegiatan jasa perbankan di Indonesia menjadi tidak berlaku, termasuk di dalamnya
bentuk pengawasan terhadap kegiatan manipulasi pasar di pasar modal dalam hal ini Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Hal ini secara tegas termuat dalam UU
OJK, yakni pada Pasal 70 yang menentukan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: (1). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467) dan peraturan pelaksanaannya;
(2). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790) dan peraturan pelaksanaannya; (3). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477) dan peraturan pelaksanaannya; (4). Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) dan
peraturan pelaksanaannya; (5). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan pelaksanaannya;
(6). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4867) dan peraturan pelaksanaannya; dan (7). peraturan perundang-undangan lainnya di
sektor jasa keuangan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
Dengan ketentuan tersebut di atas, maka kewenangan yang dimiliki OJK tidak hanya
meliputi kewenangan yang secara tegas disebutkan dalam UU OJK, melainkan juga berbagai
kewenangan terkait pengaturan dan pengawasan jasa keuangan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kewenangan yang dimiliki OJK ini
merupakan kewenangan yang diambil alih dari kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh
Bapepam-LK. Pembaruan pengaturan dalam pengawasan dan pengaturan kegiatan jasa keuangan
ini tidak hanya dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan Bapepam-LK dalam melakukan
pengawasan terhadap kegiatan pasar modal, namun juga memberikan kewenangan terhadap OJK
yang sifatnya lintas sektoral di sektor jasa keuangan.
Pengaturan terkait dengan kewenangan OJK dalam rangka mencapai tujuan
pembentukannya sangatlah banyak, yakni meliputi kewenangan pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan BANK dan pengaturan terhadap kegiatan jasa keuangan dan pengawasan jasa
keuangan. Penulis berpendapat bahwa pengaturan dalam undang-undang OJK yang berkaitan
dengan kewenangan OJK tidak disusun secara sistematis, dan bahkan jika dilihat pada tabel di
atas, dapat dikatakan bahwa kewenangan OJK meliputi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
perbankan di Indonesia, mulai dari pembentukan lembaga jasa keuangan, kegiatan lembaga
selama melaksanakan kegiatan jasa keuangan hingga pada bubarnya lembaga jasa keuangan.
Namun yang sedikit mengherankan adalah pengaturan kewenangan yang berkaitan dengan
lembaga jasa keuangan berupa Bank, pada pengaturan ini tidak dipisahkan antara kewenangan
yang sifatnya berupa pengaturan dan kewenangan yang sifatnya berupa pengawasan. Sebaliknya
pada ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 kewenangan OJK terkait dengan kegiatan jasa keuangan
memisahkan secara limitatif jenis kewenangannya, yakni pada Pasal 8 diatur yang berkaitan
dengan pengaturan, dan pada Pasal 9 diatur mengenai kewenangan yang berkaitan dengan
pengawasan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa keberadaan OJK dalam
kegiatan jasa keuangan dapat memberikan dampak positif terhadap pengekan hukum di bidang
jasa keuangan, dan tentunya akan mampu menjawab permasalahan dan mengatasi hambatan
yang dihadapi Bapepam selaku lembaga yang sebelumnya bergerak pada bidang yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang peraturan hukumnya, telah
terjadi pembharuan pada berbagai aspek dalam undang-undang OJK, yang meliputi ruang
lingkup pengaturan, tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang dimiliki OJK. Selain itu,
pembharuan ini juga terjadi pada bentuk pengaturan dan pengawasan dalam lingkup kegiatan
jasa keuangan yang terintegrasi, tidak lagi ada pemisahan pengaturan dan pengawasan antara
kegiatan pasar modal, lembaga bank, dan lembaga perbankan non-bak. Dalam UU OJK seluruh
kegaitan jasa keuangan tersebut, berada di bawah pengawasan OJK, sehingga hal ini akan
memudahkan OJK untuk melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan kejahatan pasar modal.
Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai
bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak
menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya
Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan
keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter, (Bauer,
2003).
Meskipun memiliki perbedaan mendasar, berdasarkan hasil penelitian penulis pada
berbagai literatur, terkait dengan struktur lembaga OJK ini, penulis memperoleh beberapa
informasi bahwa pejabat OJK masih diisi oleh pemain lama, dalam hal ini orang-orang yang
dulunya menjabat pada Bapepam, kementerian keuangan dan Bank Indonesia. Terkait dengan
hal ini penulis melakukan wawancara dengan Kun Widarto selaku Kepala Penelaahan Hukum
Perusahaan Jasa Keuangan yang mengemukakan bahwa pengisian pejabat OJK oleh pemain
lama sebenanrnya tidak masalah, bahkan hal ini menjadi semakin baik karena mereka sudah
memiliki pengalaman di bidang jasa kuangan, selain itu mereka juga menjalani serangkaian
seleksi fit dan proeprtest sehingga mereka sudah dianggap layak dalam menjabat di OJK.
Selain itu ditambahkan pula bahwa lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari
kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka
koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa
keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan
nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi,
dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan,
(Kanfer, R. 1987).
Berbagai bentuk kewenangan yang dimiliki OJK merupakan salah satu upaya dalam
penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar
modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Jika sebelumnya kewenangan tersebut dilakukan oleh lebih dari satu lembaga, maka dengan
adanya UU OJK ini kewenangan yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di kordinir oleh OJK.
Pengaturan terkait dengan kewenangan OJK dalam rangka mencapai tujuan
pembentukannya sangatlah banyak, yakni meliputi kewenangan pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan BANK dan pengaturan terhadap kegiatan jasa keuangan dan pengawasan jasa
keuangan, (Hariyanti, 2002). Penulis berpendapat bahwa pengaturan dalam undang-undang OJK
yang berkaitan dengan kewenangan OJK tidak disusun secara sistematis, dan bahkan jika dilihat
pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa kewenangan OJK meliputi seluruh kegiatan yang
berkaitan dengan perbankan di Indonesia, mulai dari pembentukan lembaga jasa keuangan,
kegiatan lembaga selama melaksanakan kegiatan jasa keuangan hingga pada bubarnya lembaga
jasa keuangan. Namun yang sedikit mengherankan adalah pengaturan kewenangan yang
berkaitan dengan lembaga jasa keuangan berupa Bank, pada pengaturan ini tidak dipisahkan
antara kewenangan yang sifatnya berupa pengaturan dan kewenangan yang sifatnya berupa
pengawasan. Sebaliknya pada ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 kewenangan OJK terkait dengan
kegiatan jasa keuangan memisahkan secara limitatif jenis kewenangannya, yakni pada Pasal 8
diatur yang berkaitan dengan pengaturan, dan pada Pasal 9 diatur mengenai kewenangan yang
berkaitan dengan pengawasan.
OJK memikul pekerjaan yang sangat berat dalam pelaksanaan kewenangannya, sehinga
dalam pelaksanaan kewenangannya, OJK harus di topang oleh Sumber daya manusia dengan
jumlah yang sangat banyak. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kewenangan yang berkaitan
dengan penanganan kejahatan manipulasi pasar di pasar modal, penulis melakukan wawancara
dengan Kun Widarto selaku Kepala Penelaahan Hukum Perusahaan Jasa Keuangan pada tanggal
23 September 2013, beliau mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan kewenangan ini, OJK saat
ini sementara melakukan rekruitmen dalam rangka optimalisasi pelaksaaan tugas-tugas yang
dimiliki. Selain itu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
tengah menyiapkan diri menuju peleburan dengan Bank Indonesia menjadi Lembaga Otoritas
Jasa Keuangan. Beberapa bulan yang lalu, Ketua Bapepam-LK menyatakan pihaknya telah
menyelenggarakan berbagai pelatihan guna mempersiapkan pegawainya. Kami yakin setelah
melebur, pegawai Bapepam-LK tak akan menemui hambatan berarti. Pengalaman kerja pegawai
Bapepam-LK tidak akan berbeda jauh dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Contohnya,
pengawasan terhadap pasar modal, bagaimana mengawasi perusahaan efek, adalah menjadi tugas
OJK.”