Anda di halaman 1dari 9

a.

Sistem Pemantauan Vital


Dengan vital sign monitoring, data vital sign pasien dapat dipantau dan
tersimpan secara otomatis. Vital sign didapat dengan mengintegrasi
sensor-sensor kesehatan. Data yang didapat dari sensor masuk ke
mikrokontroler lalu dikirim ke single board computer untuk ditampilkan
disisi pasien. Data disimpan pada penyimpanan lokal kemudian dilakukan
sinkronisasi ke cloud storage. Data yang ditampilkan pada sistem
pemantauan berupa detak jantung, jumlah nafas, tekanan darah, dan suhu
tubuh.
Dalam dunia medis, vital sign merupakan suatu nilai yang digunakan
untuk mengukur fungsi dasar tubuh. Vital sign pasien sangat penting
untuk dilakukan pemantauan. Pemantauan vital sign dilakukan guna
mengetahui atau menganalisa kesehatan fisik seseorang secara umum,
menunjukkan penyakit yang mungkin diidap seseorang, dan
menunjukkan kemajuan kesehatan seseorang. Biasanya perbedaan
kondisi normal vital sign pasien didasarkan perbedaan usia, jenis
kelamin, atau berat tubuh. Vital sign pasien dilakukan observasi secara
berkala oleh paramedis setiap satu jam sekali. Paramedis membuat
laporan vital sign yang sedang berjalan pada saat observasi. Vital sign
dilaporkan kepada dokter untuk proses analisa lebih lanjut. Elliott dan
Conventry menjelaskan bahwa terdapat delapan buah vital sign yang
dapat digunakan untuk memantau kesehatan pasien [5], namun ada
empat vital sign yang terpenting yaitu suhu tubuh, tekanan darah, dan
hembusan nafas.
Rancangan vital sign monitoring dengan penyimpanan cloud storage,
didesain berdasarkan arsitektur monitoring E-Health. Menurut
Mukherjee et al. ada tiga lapisan arsitektur untuk membuat vital sign
monitoring, yaitu: perception layer, middleware and APIs Layer, E-Health
Application and service Layer.
- perception layer merupakan lapisan terbawa yang berhubungan dengan
sensor-sensor kesehatan. Jenis sensor tersebut adalah medis dan
lingkungan sekitar. Pada lapisan ini data vital sign diakuisisi oleh sensor
medis yang ditempel ke tubuh pasien. Kemudian dikirimkan melalui
jaringan LAN (local Area Network), Zigbee, maupun Bluetooth.
- Middleware and APIs Layer, merupakan system yang mengatur jalannya
pengiriman data vital sign. Layer ini yang menjembatani antara
perception layer dan service layer.
- E-Health Application and Service Layer, merupakan lapisan yang
berkaitan dengan visualisasi data yang telah di akuisisi. Lapisan data yang
memuat histori pasien serta tindakan dokter terhadap pasien yang di
pantau vital sign nya. Dari histori tersebutlah waktu terjadi bahaya pasien
dapat di pantau atau tindak lanjuti segera.
b. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) merupakan survei periodik yang
dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan
dalam SKRT 2004, mengacu pada program World Health Survey (WHS) yaitu: a)
mengumpulkan data dasar kesehatan masyarakat yang menyeluruh; b)
memonitor indikator Millenium Development Goals (MDG) yang berhubungan
dengan kesehatan; c) pengembangan sistem kesehatan menurut sudut pandang
masyarakat. Tujuan SKRT adalah menyediakan data dan informasi kesehatan
dari sudut pandang masyarakat untuk dukungan evidence based planning di
Indonesia. Rancangan sampel SKRT 2004 dipilih sekitar 10.000 rumah tangga
sebagai sub sampel modul Susenas 2004. Responden adalah satu anggota rumah
tangga umur 15 tahun atau lebih yang dipilih secara random (menggunakan
Tabel Kish) yang telah menjadi sampel Susenas Modul 2004. Dalam volume 3 ini,
data yang dikumpulkan meliputi topik: status kesehatan, cakupan pelayanan
kesehatan, kepuasan pelayanan kesehatan, dan tujuan sistem kesehatan. Status
kesehatan terdiri dari 8 domain, merupakan pengembangan dari International
Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) yang dianggap dapat
menggambarkan status kesehatan seseorang. Delapan domain tersebut meliputi:
mobilitas, perawatan diri, nyeri dan tidak nyaman, kognitif/mengingat,
hubungan dengan masyarakat, penglihatan, tidur dan tenaga dan
afeksi/perasaan.
Health service delivery registries / registrasi pelayanan / Rekam Medis / RM
Menurut Permenkes no 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis Pasal 1, rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Selain itu, menurut Undang-undang Praktik Kedokteran pasal 46 ayat (1),
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan
dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan doker atau tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara langsung di dalam dokumen rekam medis.
Dokumen rekam medis yang dimaksud merupakan milik dokter, dokter gigi, atau
sarana pelayanan kesehatan, namun untuk isi rekam medis merupakan milik pasien
(UU Kedokteran pasal 47 Tahun 2004), dalam hal ini dijelaskan juga dalam
Permenkes No 269 Tahun 2008 pasal 12 bahwa isi rekam medis merupakan milik
pasien dalam bentuk ringkasan rekam medis dan dapat diberikan, dicatat, atau dicopy
oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu. Rekam medis harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan
(UU Kedokteran padal 47 Tahun 2004).
Isi rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara
elektronik. Untuk isi rekam medis disesuaikan dengan pasien pada sarana pelayanan
kesehatan seperti yang tercantum pada Permenkes no 269 Tahun 2008 Pasal 3 :
1. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkap dengan odontogram klinik, dan
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan
2. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan
i. Catatan obserbasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary). (Ringkasan pulang harus dibuat oleh
dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien, yang berisi identitas
pasien, diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat, ringkasan hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak
lanjut, serta nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan
pelayanan kesehatan. Hal tersebut dicantumkan pada Permenkes no 269 Tahun
2008 pasal (4))
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkap dengan odontogram klinik

3. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat


a. Identitas pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat
dan rencana tindak lanjut
j. Nama dan tanda tanga dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain
l. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

4. Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana


a. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan
b. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal
c. Identitas yang menemukan pasien
5. Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
6. Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat dalam
ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan disimpan pada sarana pelayanan
kesehatan yang merawatnya

Manfaat Rekam Medis


Dalam Permenkes No 269 Tahun 2008 Pasal 13, Pemanfaatan rekam medis
dapat digunakan sebagai :
a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b. alat bukti dalam proses penegakkan hokum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran
gigi
c. keperluan pendidikan dan penelitian
d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan, dan
e. data statistic kesehatan
Selain itu, menurut Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 mengenai Manual
Rekam Medis, manfaat rekam medis adalah :
a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk
merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan
pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada
pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran
dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk
melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat
yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis
penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat
untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di
bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan Berkas
Rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan,
khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan
untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.
f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga
bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.

Disease surveillance / Surveilans Penyakit


1. Pengertian Surveilans
Menurut Center Disease Control (2009) dalam Buku Surveilans
Kesehatan Anak Kemenkes RI (2014), surveilans didefinisikan sebagai
kegiatan pengamatan secara terus –menerus terhadap kondisi dan
masalah kesehatan yang mempengaruhi risiko terjadinya penyakit
melalui proses pengumpulan data yang sistematis, pengolahan,
analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi dan penyebaran
indormasi kepada penyelenggara program kesehatan dan pemangku
kebijakan lainnya.
Selain itu, menurut WHO, surveilans adalah suatu proses
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data kesehatan
secara sistematis, terus-menerus dan penyebarluasan informasi kepada
pihak terkait untuk melakukan tindakan.
Surveilans berbeda dengan pemantauan atau monitoring karena
surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus atau secara
kontinu, dan pemantauannya dilakukan intermiten atau episodic.
Dengan pengamatan terus-menerus dan sistematis, maka perubahan-
perubahan kecenderungan penyakit dan factor yang mempengaruhinya
dapat diamati atau diantisipasi sehingga dapat dilakukan langkah-
langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan
terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit
atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.

2. Tujuan surveilans
Menurut Permenkes RI no 45 Tahun 2014 Pasal 2, penyelenggaraan surveilans
kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan yang bertujuan untuk :
a. Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor
risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
b. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
klb/wabah dan dampaknya;
c. Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan klb/wabah; dan
d. Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.

3. Pendekatan Surveilans
a. Surveilans Pasif
Surveilans pasif dilakukan dengan memantau penyakit secara pasif,
dengan menggunakkan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable
disease) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan (Gordis, 2000).
Kelebihannya adalah relative murah dan mudah untuk dilakukan, namun
kekurangannya adalah kurang sensitive dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit seperti data yang dihasilkan cenderung under-reported karena
tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain
itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah
dikarenakan waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama
memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas masing-masing.
b. Surveilans Aktif
Surveilans aktif dilakukan dengan menggunakkan petugas khusus
surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik
pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah
sakit dengan tujuan untuk mengidentifikasi kasus penyakit baru atau
kematian yang disebut penemuan kasus (case finding) dan konfirmasi
laporan indeks. Kelebihannya adalah lebir akurat sebab dilakukan oleh
petugas yang dipekerjakan untuk menjalankan tanggung jawab. Namun,
kelemahannya cnderung lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan.

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community


surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari
komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus
bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih
menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi
laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu
(JHU, 2006).

4. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit yaitu melakukan pengawasan secara terus-menerus
terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan penyakit dan kematian, serta
data-data yang relevan. Jadi focus perhatian surveilans penyakit ini adalah
penyakitnya, bukan individu. Berdasarkan sasaran penyelenggaraan, surveilans ini
terdiri atas, surveilans penyakit menular, penyakit tidak menular, keehatan
lingkungan, kesehatan mata, dan kesehatan lainnya (Permenkes RI No 45 Tahun
2014 Pasal 4).

JHU (=Johns Hopkins University) (2006). Disaster


epidemiology. Baltimore, MD: The Johns Hopkins and IFRC
Public Health Guide for Emergencies

Kemenkes, RI (2014) Surveilans Kesehatan Anak : Seri Balita.


Jakarta:Kementrian Kesehatan RI 2013.

Giesecke J (2002). Modern infectious disease epidemiology.


London: Arnold.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45


Tahun 2014 Teetang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.

WHO (2002). Surveillance: slides.

Anda mungkin juga menyukai