OLEH:
AGUS MY
NIM : 302.2018.047
ERMICA
NIM : 302.2018.050
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Instrumen Pemerintah dan segala aspek yang
ada di dalamnya
C. Tujuan
Agar mengetahui tentang Instrumen Pemerintahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang
sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-
hal yang bersifat umum (general). Istilah perundang - undangan secara teoritis
ada 2 :
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan
hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun
tingkat daerah.
Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersifat umum dan komprehensif
b. Bersifat universal
c. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dirinya sendiri.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004 dipaparkan secara tegas antara istilah
peraturan dan keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan,
maka sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan adalah
keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam pengertian peraturan
perundang-undangan sebutannya adalah peraturan.
Setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur
seharusnya menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan
keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan
saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan pangkat,
penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya.
Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang, peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang dan mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian
tersebut.
Peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan
unsur-unsur antara lain:
a. waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja,
b. tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja,
c. orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, dan
d. fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu
saja, tetapi untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-
ulang.
UU No.10 Tahun 2004 menentukan bahwa sumber hukum dari segala
sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber
hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD.
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan harus bersumber
pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang telah ada
dan diundangkan sebelum UU No.10 Tahun 2004, jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia,
Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
oleh UU atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur,
DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum UU
No.10 Tahun 2004 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan
pejabat lainnya, harus dibaca peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan
UU No.10 Tahun 2004.
Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut,
pemerintah juga diberikan kewenangan untuk membuat dan menggunakan
peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki
kewenangan dalam bidang legislasi. Tugas pemerintah tidak hanya terbatas
untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga
legislative. Pemerintah dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan
kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan diberikan
kewenangan untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat dalam batas-
batas yang diperkenankan oleh hukum.
Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi
eksekutif hanya sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat peraturan
perundang-undangan, seiring dengan perkembangan tugas negara dan
pemerintahan, bukan saja kehilangan relevansinya, tetapi dalam praktik juga
menemui banyak kendala.
Hal ini dikarenakan badan legislatif sesuai dengan UU No. 10 Tahun
2004 tidak membentuk segala jenis peraturan perundang-undangan,
melainkan terbatas pada UU dan Perda. Jenis peraturan perundang-undangan
lain dibuat oleh administrasi negara. Selain itu, yang berjalan selama ini
kewenangan legislasi bagi pemerintah pada dasarnya berasal dari undang-
undang, yang berarti melalui persetujuan parlemen.
E. Peraturan Kebijaksanaan
3. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan
oleh instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan wewenang
pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi
pemerintahan lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki
dasar yang tegas dalam UUD dan undang-undang formal.
Ciri-ciri peraturan kebijaksanaan adalah sebagai berikut:
1. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan
perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan
kebijaksanaan.
2. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid,
karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan
untuk membuat keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.
3. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen
dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat
peraturan perundang-undangan.
4. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan
pada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas
umum pemerintahan yang layak
5. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis
aturan.
6. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan
Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan
berdaya guna, yang berarti:
1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan,
dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan
perundang-undangan.
2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan
perundang-undangan.
3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang
belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam
peraturan perundang-undangan.
4. Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan
perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.
5. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan
yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Sementara itu, penerapan atau penggunaan peraturan kebijaksanaan
harus memperhatikan..hal-hal..di..antaranya..:
1. Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang
memberikan ruang kebebasan..bertindak
2. Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku.
3. Sesuai dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Meskipun pemerintah diberikan ruang gerak kebebasan, namun
dalam kerangka negara hukum, kebebasan tersebut tidak digunakan
tanpa batas. Batas yang harus dipertimbangkan dalam mlakukan
tindakan bebas tersebut adalah :
a) Ditujukan untuk melaksanakn tugas layanan publik
b) Merupakan tindakan yang aktif dari administrasi negara
c) Tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum
d) Diambil atas inisiatif sendiri
e) Dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara
tiba-tiba
f) Dapat dipertanggungjawabkan
4. Freies Ermessen
Pouvoir Discretionare atau Freies Ermessen merupakan
kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijakan sendiri dari
administrasi negara pada welfare state. Fungsi publik service dalam
penyelenggaraan pemerintahan welfare state mengakibatkan
terjadinya pergeseran sebagian kekuasaan antarlembaga negara yaitu
dari lembaga legislative ke lembaga eksekutif (administrasi negara).
Pengertian discretie dalam pourvoir discretionare adalah pejabat
penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan
“tidak ada peraturannya” dan oleh karena itu diberi kebebasan untuk
mengambil keputusan menurut pendapat sendiri asalkan tidak
melanggar asas yuriditas dan asas legalitas.
Dalam negara hukum modern perlu adanya campur tangan
administrasi negara dalam rangka memenuhi kesejahteraan
masyarakat. Salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan itu adalah
digunakan asas freies ermessen , yaitu kebebasan bertindak
asministrasi untuk memecahkan masalah yang aturannya belum ada,
sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera. Agar
penggunaan asas freies ermessen tidak disalahgunakan diperlukan
tolok ukur, yaitu pelaksanaannya tidak melanggar hak dan kewajiban
asasi warga masyarakat, dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan hukum, dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam ilmu Hukum Administrasi, Freies Ermessen ini diberikan
hanya kepada pemerintah, dan ketika Freies Ermessen ini
diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah ia
sebagai peraturan kebijaksanaan.
Beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan
prinsip Freies Ermessen diantaranya :
a. Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat
hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan
oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau
bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;
b. Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme
hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi
setiap kebijakan publik sepanjang berkaitan dengan kepentingan
umum atau masyarakat luas;
c. Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga
sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi
peningkatan kesejahtraan rakyat tetap dinamis seiring dengan
dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.
Dalam rancangan Undang Undang Administrasi
Pemerintahan (RUU AP) pun memperjelas penyelesaian sengketa
yang ditimbulkan oleh diskresi yang sebelumnya belum terakomodir
dalam UU PTUN. Mekanisme pertanggungjawaban menurut RUU
AP ini adalah mekanisme pertanggungjawaban administrasi terkait
dengan keputusan ataupun tindakan yang telah diambil oleh pejabat
administrasi pemerintahan.
Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat
administrasi pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib
mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya
dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah
diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam
bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan
keputusan diskresi. Sedangkan pertanggung jawaban kepada
masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyarankan pada pemerintah sebagai instrument pemerintahan
melaksanakan tugas-tugasnya dengan se maksimal mungkin agar terciptanya
pemerintahan yang baik (good government).
Daftar Pustaka
http://sukatulis.wordpress.com/2012/04/07/peraturan-kebijaksanaan-beleidsregels/
http://kuliahsuraban3.blogspot.com/2011/11/instrumen-pemerintah.html