Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

" MAKALAH AL-QUR'AN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM,


USUL FIQIH"
Dosen Pengampu :
H. NASHIRUN, LC. ME

OLEH:

AGUS. MY
NIM. 302.2018.047

BAHIDIN
NIM. 302.2018.048

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2019 M/ 1440 H
KATA PENGANTAR

assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tebas, 27 November 2019

Penulis,
Daftar Isi
JUDUL MAKALAH................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Al-Qur’an....................................................................................3
1. Secara Bahasa (Etimologi)........................................................................3
2. Secara Istilah (Terminologi)......................................................................3
B. Kehujjahan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama...........5
1. Kebenaran Al-Qur’an................................................................................6
2. Kemukjizatan Al-Qur’an...........................................................................6
C. Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an.....................................................................10
D. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber
Hukum................................................................................................................12
1. Ayat-ayat yang menjelaskan Hukum diantaranya:.................................12
2. Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan Shalat:...............13
E. Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an........................................................13
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam
artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’,
tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum.
Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan
dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an
untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari
sumber hukum dalam Al-Qur’an seperti macam-macam hukum di bawah ini
yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu:
1) Hukum-hukum akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal
yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikatNya,
kitabNya, para rasulNya, dan hari kemudian (Doktrin Aqoid).
2) Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus
dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan
menghindarkan diri dari hal kehinaan (Doktrin Akhlak).
3) Hukum-hukum amaliah yang bersangkut paut dengan tindakan setiap
mukallaf, meliputi masalahucapan perbuatan akad (Contract) dan
pembelanjaan pengelolaan harta benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.
Untuk mengetahui lebih jauh penulis mencoba membahasnya dengan
sebuah makalah yang berjudul “AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER
HUKUM UTAMA”.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun akan membahas perihal yang berkaitan
dengan:
1. Apa yang di maksud Al-Qur’an ?
2. Apakah semua Ulama’ sepakat terhadap kehujjahan Al-Qur’an ?
3. Apa yang di maksud dilalah Qoth’I dan Zhanni didalam al-qur’an ?
4. Bagaimanakah itu Al-Qur’an menjelaskan Terhadap Hukum Dan
Alqur’an Sebagai Sumber Hukum ?
5. Bagaimana Sistematika Hukum Didalam Al-Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan
Tentunya kami sebagai penulis makalah ini mempunyai tujuan terkait
dengan rumusan masalah, yang dengan tujuan tersebut kita dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, tujuannya adalah:
6. Supaya penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang Al-Qur’an.
7. Supaya penulis dan pembaca bisa mengetahui terhadap argumin tentang
Al-Qur’an sebagai sumber yang Utama.
8.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an
9. Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (‫)قرأ‬
yang bermakna membaca atau baca’an, seperti terdapat dalam surat Al-
Qiamah (75) : 17-18 :

) 18-17 : ‫ان علينامجعه وقرانه فاداقراانه فتبع قراانه ( القمية‬


Artinya:

“sesungguhnya tangguangan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan


(membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaannya itu.” (Al-Qiamah : 17-18).

10. Secara Istilah (Terminologi)


Adapun difinisi alqur’an secara istilah menurut sebagian ulamak ushul
fiqih adalah:

‫الكم هللا تعاىل املزنل عىل محمد صىل هللا عليه وسمل ابللفظ العريب املنقول الينا‬
‫ابلتواتراملكتوب ابملصاحف املتعبدبتالوته املبدوء ابلفاحتة واخملتوم بسورة الناس‬
Artinya:

“Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas.

Dari devinisi tersebut, para ulama menafsirkan Al Qur’an dengan


beberapa variasi pendapat yang dapat kami simpulkan menurut beberapa
ulama Ushul Fiqh :1

1
Dikutip dari kitab “Ilmu ushul Fiqh” Prof. DR. Rachmat Syafe’i. MA. Hal: 50
1. Al-Qur’an merupakan kalam allah yang diturunkan kepada Nabi
Muahmmad SAW. dengan demikian, apabila tidak diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan dengan Al-Qur’an. Seperti
diantaranya wahyu yang allah turunkan kepada Nabi Ibrahim (zabur)
Ismail (taurat) Isa (injil). Memang hal tersebut diatas memang
kalamullah, tetapi dikarebakan diturunkan bukan kepada nabi
Muhammad saw, maka tidak dapat disebut alqur’an.
2. Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa arab qurasiy. Seperti ditunjukan dalam
beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain : QS. As-Syuara : 192-195, Yusuf :
2 AZzumar : 28 An- NAhl 103 dan ibrahim : 4 maka para ulama sepakat
bahwa penafsiran dan terjemahan Alqur’an tidak dinamakan Alquran
serta tidak bernilai ibadah membacanya. Dan tidak Sah Shalat dengan
hanya membaca tafsir atau terjemahan alquran, sekalipun ulma’ hanafi
membolehkan Shalat dengan bahasa farsi (Selain Arab), tetapi kebolehan
ini hanya bersifat rukhsoh (keringanan hukum).
3. Al-Quran dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara
mutawattir tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun (Al-Bukhori :
24)
4. Membaca setiap kata dalam alquran mendapatkan pahala dari Allah baik
berasal dari bacaan sendiri (Hafalan) maupun dibaca langsung dari
mushaf alquran.
5. Al-Qur’an dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-
Nas, tata urutan surat yag terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai
dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
SAW. tidak boleh diubah dan digamti letaknya. Dengan demikian doa
doa, yang biasanya ditambahkan di akhirnya dengan Al-Qur’an dan itu
tidak termasuk katagori Al-Qur’an.

Di dalam buku Ushul Fiqih, Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul
Hakim. Hal: 18. Bahwa Al-Qur’an itu:
Kalamullah yang diturunkannya perantara’an Malaikat Jibril kedalam hati
Rosulullah Muhammad Ibnu Abdulah dengan bahasa Arab dan makna-
maknanya benar supaya menjadi bukti bagi Rosul tentang kebenaranya
sebagai Rosul, menjadi aturan bagi manusia yang menjadikannya sebagai
petunjuk, dipandang beribadah membacanya, dan ia di bukukan di antara
dua kulit mushaf, di awali dengan surah al-fatihah dan di akhiri dengan
surat an-nas, di sampaikan kepada kita secara mutawatir baik secara tertulis
maupun hafalan dari generasi kegenerasi dan terpelihara dari segala
perubahan dan pergantian sejalan dengan kebenaran jaminan allah saw.
Dalam surat al-hijr, ayat 9: “sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-
Qur’an , dan sesungguhnya kami benar benar memeliharanya.

Dari difinisi di atas ada beberapa hal yang dapat di pahami di antaranya:

1. Lafal dan maknanya langsung berasal dari allah sehingga segala


sesuatu yang di ilhamkan allah kepada nabi bukan di sebut al-qur’an,
melainkan di namakan hadits.
2. Tafsiran surat atau ayat Al-Qur’an yang ber bahasa Arab, meskipun
mirip dengan Al-Qur’an itu, tidak dinamakan Al-Qur’an. Dan juga
terjemahan surat dan ayat al-qur’an dengan bahasa lain (bahasa selain
arab), tidak di pandang sebagai bagian dari Al-Qur’an, meskipun
terjemahan itu menggunakan bahasa yang baikdan mengandung
makna yang dalam.

D. Kehujjahan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama.


Para Ulama’ sepakat menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan
utama bagi Syari’at Islam, termasuk hukum islam. dan menganggapnya al-
qur’an sebagai hukum islam karena di latar belakangi sejumlah alasan,
dintaranya :

11. Kebenaran Al-Qur’an


Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “ kehujjahan Al-Qur’an itu
terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada
keraguan atasnya”. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya:

“Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).

Berdasarkan ayat di atas yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an


itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang
terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan Aturan-Aturan Allah yang wajib
diikuti oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa hidupnya.

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa “seluruh Al-Qur’an sebagai


wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi SAW sebagai utusan Allah, tetapi
fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh ummat manusia.2

12. Kemukjizatan Al-Qur’an


Mukjizat memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia
membuatnya karena hal itu adalah di luar kesanggupannya. Mukjizat
merupakan suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para Nabi dan
Rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk
menunjukan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah buatan mereka
sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah SWT. Seluruh nabi dan rasul
memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah Rasulullah Muhammad
SAW yang salah satu mukjizatnya adalah Kitab Suci Al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diberikan kepada nabi


Muhammad SAW, karena Al-Qur’an adalah suatu mukjizat yang dapat
disaksikan oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa, karena Rasulullah
SAW diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan manusia kapan dan dimana
pun mereka berada. Allah telah menjamin keselamatan Al-Qur’an sepanjang
masa, hal tersebut sesuai dengan firman-Nya yangArtinya:

2
Dikutip dari “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami tetap
memeliharanya” (Q. S. Al-Hijr, 15:9).

Adapun beberapa bukti dari kemukjizatan Al-Qur’an, antara lain:

1. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi tentang kejadian-


kejadian yang akan terjadi di masa mendatang, dan apa-apa yang
telah tercantum di dalam ayat-ayat tersebut adalah benar adanya.
2. Di dalam Al-Qur’an terdapat fakta-fakta ilmiah yang ternyata dapat
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan pada zaman yang semakin
berkembang ini.3

Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Menurut Imam Madzhab. 4

Diantaraya :

1. Pandangan Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama’ bahwa Al-Qur’an


merupakan sumber hukum islam. Akan tetapi Imam Abu Hanifah itu
berpendapat bahwa Al-Quran itu mencakup maknanya saja. Diantara dalil yang
menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan
shalat dengan menggunakan bahasa selain arab, misalnya: Dengan bahasa Parsi
walaupun tidak dalam keadaan Madharat. Padahal menurut Imam Syafi’i
sekalipun seseorang itu bodoh tidak di bolehkan membaca Al-Qur’an dengan
menggunakan bahasa selain Arab.

2. Pandangan Imam Malik

Menurut Imam Malik, hakikat al-Quran adalah kalam Allah yang lafadz
dan maknanya berasal dari Allah SWT . Sebagai sumber hukum islam, dan Dia
berpendapat bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk, Karena kalam Allah
termasuk Sifat Allah. Imam Malik juga sangat menentang orang-orang yang
3
Dikutip dari “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang
4
Dikutip dari kitab “Ilmu ushul Fiqh” Prof. DR. Rachmat Syafe’i. MA.Hal: 51
menafsirkan Al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau
berkata, “ seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang
yang menafsirkan Al-Qur’an ( dengan daya nalar murni) maka akan kupenggal
leher orang itu,”.

Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf
(Sahabat dan Tabi’in) yang membatasi pembahasan Al-Qur’an sesempit
mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah
SWT. Dan imam malik mengikuti jejak mereka dalam cara menggunakan
ra’yu.

Berdasarkan ayat 7 surat Ali Imran, petunjuk Lafazh yang terdapat dalam
Al-qur’an terbagi dalam dua macam yaitu:

a) Ayat Muhkamat

Muhkamat adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya serta dapat di
pahami dengan mudah. Dan ayat Muhkamat disini terbagi dalam dua bagian
yaitu; Lafazh dan Nash.

Imam malik menyepakati pendapat ulamak-ulamak lain bahwa lafad


nash itu (qoth’i) artinya adalah lafazh yang menunjukkan makna yang jelas
dan tegas (qoth’i) yang secara pasti tidak memiliki makna lain, Sedangkan
Lafadz Dhohir ( Zhanni ) adalah lafazh yang menunjukkan makna jelas,
namun masih mempunyai kemungkinan makna lain.

Menurut imam malik keduanya, dapat dijadikan hujjah , hanya saja


Lafazh Nash di dahulukan dari pada Lafazh Dhohir . Dan juga menurut
imam malik bahwa dilalah nash termsuk qath’i, sedangkan dilalah zhahir
termasuk Zhanni, sehingga bila terjadi pertentangan antara keduanya, maka
yang di dahulukan adalah dilalah nash. Dan perlu di ingat adalah makna
zhahir di sini adalah makna zhahir menurut pengertian Imam Malik

b) Ayat-ayat Mutasyabbihat
Ialah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat
di tentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.

c) Pendapat Imam Syafi’i

Imam Syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum


islam yang paling pokok, dan beranggapan bahwa Al-Quran tidak bisa
dilepaskan dari As-Sunnah karena hubungan antara keduanya sangat erat
sekali, Dalam artian tidak dapat di pisahkan. Sehingga seakan akan beliau
menganggap keduanya berada pada satu martabat, namun bukan berarti
Imam Syafi’i menyamakan derajat Al-Qur’an dengan Sunnah, Perlu di
pahami bahwa kedudukan As-Sunnah itu adalah sumber hukum setelah Al-
Qur’an, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT.

Dengan demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai


pendapatnya sangat mementingkan penggunaan Bahasa Arab, misalkan
dalam Shalat, Nikah dan ibadah-ibadah lainnya. Beliau mengharuskan
peguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan mengistinbat
hukum dari Al-Qur’an, kami ulangi kembali bahwa pendapat Imam Syafi’i
ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang menyatakan bahwa
bolehnya shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab. Misalnya dengan
bahasa persi walaupun tidak dalam, keadaan Madharat.

d) Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal

Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa Al-Qur’an itu sebagai sumber


pokok hukum islam, yang tidakakanberubah sepanjang masa. Alqur’an juga
mengandung hukum-hukum yang bersifat GLOBAL (luas atau umum).
Sehingga al-qur’an tidak bisa di pisahkan dengan sunnah atau hadits, karna
Sunnah ini merupakan penjelas dari alqur’an, seperti halnya Imam As-
Syafi’I, Imam Ahmad yang memandang bahwa Sunnah mempunyai
kedudukan yang kuat disamping Al-Qur’an sehingga tidak jarang beliau
menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah Nash tanpa menyebutkan Al-
Qur’an dahulu atau As-Sunnah dahulu tapi yang dimaksud Nash tersebut
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dalam penafsian terhadap Al-Quran Imam Ahmad betul betul


mementingkan penafsiran yang datangnnya dari As-Sunnah (Rosulullah
SAW). Dan sikapnya dapat di klasifikasikan menjadi tiga :

1. Sesungguhnya zhahir al-qur’an tidak mendahului as-sunnah.


2. Rosulullah saw. Yang berhak menafsirkan al-qur’an, maka tidak ada
seorangpun yang berhak menafsirkan atau menakwilkan alqur’an, karna
as-sunnah telah cukup menafsirkan dan menjelaskannya.
3. Jika tidak di temuan penafsiran yang berasal dari nabi, maka dengan
penafsiran para sahabatlah yang di pakai. Karna merekalah yang
menyaksikan turunya al-qur’an .dan mereka pula yang lebih
mengetahui as-sunnah, yang mereka gunakan sebagai penafsiran al-
qur’an.

Menurut Ibnu Taimiah, Al-Qur’an itu tidak di tafsirkan, kecuali dengan


Atsar, namun dalam beberapa pendapatnya, ia menjelaskan kembali bahwa
jika tidak di temukan dalam hadits Nabi, dan Qoul Sahabat, di ambial dari
penafsiran para Tabi’in. (Abu Zahroh : 242-247)

E. Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an


Kaum Muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum
Syara’. Merekapun spakat bahwa semua ayat al-Qur’an dari segi wurut
(kedatangan) dan Tsubut (penetapannya) adalah qath’i. Hal ini karena semua
ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawattir. Kalaupun ada sebagian
sahabat yang mencantumkan beberapa kata pada mushiaf-nya, yang tidak ada
pada qiro’ah mutawatir, hal itu hanya merupakan penjelasan dan penafsiran
pada Al-Qur’an yang didengar dari Nabi SAW. Atau hasil ijtihad mereka
dengan jalan membawa nas mutlak pada muqayyad dan hanya untuk dirinya
sendiri. Hanya saja para penbahas berikutnya menduga bahwa hal tersebut
termasuk qiroat Khairu Mutawatir yang periwayatannya tersendiri. Diantara
para Sahabat yang mencantumkan beberapa kata pada mushafnya itu adalah
Abdullah Ibnu Mas’ud di mencantumkan kata Mutata Biatin pada ayat 89
surah al-Ma’idah sehingga ayat tersebut pada mushaf-nya tertulis :

‫مفن مل جيد فصيا م ثال ثة ا اي م متتا بعا ت‬


Dan menambah kata dzi ar-rohmi al-muharrami pada ayat 233, surat
Al-Baqarah sehingga ayat tertulis:

‫وعىل الوارث دى الرحمي احملرم‬


Ubai Ibnu Ka’ab mencantumkan kata Min Al-Ummi pada ayat 12 surat
An-Nisa, sehingga ayat tersebut tertulis pada mushaf-nya:

‫وان اكن رجل يورث الكةل اوامراة وهل اخ اواخت من الام‬


Namun, perlu di tegaskan bahwa hal tersebut tidak di dapati dalam
Mushaf Utsmani yang kita pakai sekarang ini.

Adapun di tinjau dari segi Dilalah-Nya, ayat-ayat Al-Qur’an itu dapat di


bagi dalam dua bagian;

a. Nash yang Qath’i dilalah-nya

Yaitu nash yang tegas dan jelas maknanya tidak bisa di takwil, tidak
mempunyai makna yang lain, dan tidak tergantung pd hal-hal lain di luar
nash itu sendiri.Contoh yang dapat dikemukakan di sini, adalah ayat yang
menetapkankadar pembagian waris, pengharaman riba , pengharaman
daging babi,hukuman had zina sebanyak seratus kali dera, dan
sebagainya. Ayat ayatyang menyangkut hal hal tersebut, maknanya jelas
tegas dan menunjukkan arti dan maksud tertentu, dan dalam
memahaminya tidak memerlukan ijtihad. (Abdul Wahab Khalaf,1972;35)

b. Nash yang Zhanni dilalah-nya


Yaitu nash yang menunjukkan suatu makna yang dpt di-takwil ayau
nash yang mempunyai makna lebih dari satu, baik karena lafazdnya
musytarak (homonim) atapun karena susunan kata-katanya dapat
dipahami dengan berbagai cara, seperti dilalah isyarat-nya , Iqtidha-Nya,
dan sebagainya.

Para ulama, slain berbeda pendapat tentang nash Al-qur’an mengenai


penetapan yang qath’i dan zhanni dilalah, juga berbeda pandapat
mengenai jumlah ayat yang termsuk qath’i atau zhanni dilalah.

Imam Asy-syatibi menegaskan behwa wujud dalil syara’ yang


dengan sendirinya dapat menunjukkan dilalah yang qath’i itu tidak ada
atau sangat jarang. Dalil syara’ yang qath’i tubut pun untnk
menghasilkan dilalah yang qath’i masih bergantung pd premis-premis
yang seluruh atau sebagiannya zhanni . Dalil-dalil syara’ yang
bergantung pd dalil yang zhanni menjadi zhnni pula.(Asy-
Syatibi,1975,1;35).

F. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber


Hukum.
13. Ayat-ayat yang menjelaskan Hukum diantaranya:
Uraian al-Qur’an tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat
al-Baqarah: 183, 184, 185 dan 187. Ini berarti bahwa puasa ramadhan
baru diwajibkan setelah Nabi SAW tiba di Madinah, karena ulama Al-
Qur’an sepakat bahwa Surat al-Baqarah turun di Madinah. Para
sejarawan menyatakan bahwa kewajiban melaksanakan puasa ramadhan
ditetapkan Allah SWT pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.

Allah swt berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini yang menjadi dasar hukum diwajibkannya berpuasa bagi
orang-orang yang beriman.

14. Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan Shalat:


a. firman Allah SWT

Artinya: Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan


waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An Nisa’:103).

Artinya: sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku. (QS. Thahaa: 14).

Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab


(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.
Al-Ankabut: 45).5

G. Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an


Alqur’an Sebagai sumber hukum yang utama, maka Al-Qur’an memuat
sisi-sisi hukum yang mencakup berbagai bidang. Secara garis besar Al-
Qur’an memuat tiga sisi pokok hukum yaitu:

1) Pertama, hukum-hukum I’tiqadiyah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan


dengan kewajiban orang mukallaf, meliputi keimanan kepada Allah,
Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, hari Qiyamat dan ketetapan
Allah (qadha dan qadar).
2) Kedua, hukum-hukum Moral / akhlaq. Yaitu hukum-hukum yang
berhubungan dengan prilaku orang mukallaf guna menghiasi dirinya
dengan sifat-sifat keutamaan / fadail al a’mal dan menjauhkan diri dari
segala sifat tercela yang menyebabkan kehinaan.
5
Dikutip dari “Kehujjahan Al-Qur’an” STAI Bani Saleh 2009
3) Ketiga, hukum-hukum Amaliyah, yakni segala aturan hukum yang
berkaitan dengan segala perbuatan, perjanjian dan muamalah sesama
manusia. Segi hukum inilah yang lazimnya disebut dengan fiqh al-Qur’an
dan itulah yang dicapai dan dikembangkan oleh ilmu ushul al-Fiqh.

Hukum-hukum yang dicakup oleh Nash al-Qur’an, garis besarnya


terbagi kepada tiga bagian, yakni:

15. Hukum-hukum I’tiqodi, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan


akidah dan kepercayaan
16. Hukum-hukum Akhlak, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan
tingkah laku, budi pekerti.
17. Hukum-hukum Amaliyah, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan
dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf, baik mengenai ibadat ,
mu’amalah madaniyah dan maliyahnya, ahwalusy syakhshiyah, jinayat
dan uqubat, dusturiyah dan dauliyah, jihad dan lain sebagainya.
Yang pertama menjadi dasar agama, yang kedua menjadi penyempurna
bagian yang pertama, amaliyah yang kadang-kadang disebut juga syari’at
adalah bagian hukum-hukum yang diperbincangkan dan menjadi objek fiqih.
Dan inilah yang kemudian disebut hukum Islam.6

6
Dikutip dari, “ilmu ushul fiqh”. Prof.Dr.Abdul Wahhab Khalaf
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam
artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’,
tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum.
Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan
dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an
untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
H. Saran
Dalam pembahasan makalah ini kami yakin masih memiliki banyak
kekurangan. Kami berharap kritik dan saran kepada seluruh pembaca agar
dalam pembuatan makalah yang akan datang dapat terselesaikan dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaiakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ushul Fiqih Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim


Prof. Dr. rachmat syafe’I M.A Ilmu ushul Fiqh untuk UIN, STAIN dan
PTAIS pustaka setia Bandung 2007
Mannaa’ Khaliil Al-Qattaan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2007, Elektronik Book, “Kehujjahan Al-
Qur’an” STAI Bani Saleh 2009
Elektonik Book “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN
Walisongo Semarang.
Prof.Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh.Semarang:Dina
Utama,1994

Anda mungkin juga menyukai