Anda di halaman 1dari 7

PELAKSANAAN AJARAN AGAMA DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPADA PASIEN

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh


Salam sejahtera untuk kita semua.
Pertemuan kali ini kita akan belajar tentang Pelaksanaan ajaran agama dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Capaian pembelajaran yang akan kita capai adalah :
“Mampu memahami ajaran Agama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien”.
Pertemuan kali ini kita membahas pelaksanaan ajaran agama Islam, dengan materi :
1. Hubungan Agama dan kebutuhan spiritual pasien
2. Pemenuhan kebutuhan bersuci pasien dirawat di rumah sakit
3. Pemenuhan kebutuhan ibadah pasien dirawat di rumah sakit.
Baiklah, kita mulai pembelajaran kita, dengan cara membaca materi dan memahami materi yang
ada di bawah ini.

A. Hubungan Agama dan kebutuhan spiritual pasien

1. Definisi Spiritual dan Agama

Spiritual dan agama merupakan dua istilah yang sering dianggap memiliki makna sama
dan sering dicampuradukkan dalam penggunaan kata tersebut. Perawat sudah selayaknya
memahami makna tersebut sehingga dapat memberikan layanan asuhan keperawatan secara
sempurna. Spiritual merupakan aspek penting dalam memberikan layanan kepada pasien selain
aspek biologis, psikologis, sosiologi dan budaya. Manusia merupakan makhluk fitrah (berke-
Tuhan-an) (Hawari, 2006), sehingga pemenuhan kebutuhan spiritual dan agama perlu mendapat
perhatian perawat. Perawat perlu memahami spiritual dan agama sebagai dasar keilmuan untuk
membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya.

Spiritual berasal dari Bahasa Latin yaitu spiritus yang artinya angin, bernafas, atau
meniup (Kozier et al., 2011; Siswanto & Sofia, 2012). Definisi spiritual atau dimensi spiritual
unik bagi setiap individu (Potter & Perry, 2010), hal ini mengakibatkan tiap-tiap individu
memiliki definisi yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kultur, perkembangan,
pengalaman hidup, dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup (Potter & Perry, 2010). Namun
demikian para ahli telah memberikan definisi tentang spiritual.
Kozier et al. (2011) mengemukakan bahwa spiritual secara umum melibatkan keyakinan
dalam berhubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta,
bersifat ke-Tuhan-an dan memiliki energy yang tidak terbatas. Seoang Ahli tentang spiritualitas
dari Indonesia yaitu Pasiak (2012) memberikan definisi tentang spiritual adalah pengalaman
empirik manusia yang berkaitan dengan tujuan dan makna hidup, dalam kaitan dengan hubungan
intrapersonal, antara manusia (sosial-interpersonal) dan kehidupan secara keseluruhan, sebagai
manifestasi hubungannya dengan Tuhan.

Pasiak (2012) menyatakan bahwa spiritual memiliki empat dimensi yaitu : 1) makna
hidup; 2) emosi positif; 3) pengalaman spiritual; 4) ritual. Makna hidup merupakan manifestasi
dari spiritual berupa penghayatan intrapersonal yang bersifat unik, ditunjukkan dalam hubungan
sosial (interpersonal) yang bermanfaat, menginspirasi dan mewariskan sesuatu yang bernilai bagi
kehidupan manusia. Emosi positif sebagai manifestasi spiritual berupa mengelola pikiran dan
perasaan dalam hubungan intrapersonal sehingga seseorang memiliki nilai-nilai kehidupan yang
mendasari kemampuan bersikap dengan tepat. Pengalaman spiritual merupakan pengalaman
spesifik dan unik terkait hubungannya dengan Tuhan dalam pelbagai tingkatan. Ritual yaitu
tindakan terstruktur, sistematis, berulang, melibatkan aspek motorik, kognisi dan afeksi yang
dilakukan menurut suatu tatacara tertentu baik individual maupun komunal.

Para pakar agama juga memberikan definisi tentang agama. Al-Qardhawi (2004)
mendefinisikan agama sebagai sekumpulan perundang-undangan teoritis yang memberikan
batasan-batasan tentang sifat-sifat kekuatan ilahiyah, dan sekumpulan ketentuan-ketentuan
praktis yang melukiskan cara-cara peribadatan kepadanya. Siswanto & Sofia (2012) memberikan
batasan bahwa agama lebih merujuk pada sistem keyakinan yang terorganisasi, atas kepercayaan,
praktik ritual dan bahasa yang mencirikan pencarian arti hubungan ke atas dengan cara yang
khusus. Agama merupakan sistem keyakinan dan ibadah yang terorganisasi yang dipraktekkan
seseorang yang menunjukkan spiritualitas mereka (Potter & Perry, 2010; Kozier et al., 2011).

Definisi ini menunjukkan agama memberikan batasan tentang apa yang boleh dan tidak
boleh, apa yang harus dilakukan, salah dan benar, baik dan buruk serta bagaimana berhubungan
dengan Tuhan dan dengan manusia. Pengertian tersebut merujuk kepada peraturan dalam
berhubungan dengan Tuhan dan dengan sesama makhluk pada setiap aspek kehidupan.
2. Bentuk Layanan Spiritual Pasien Beragama Islam

Definisi spiritual dan agama memberikan pemahaman kepada kita bahwa agama
mencakup spiritual. Spiritual memiliki berbagai dimensi yang konsepnya saling tumpang tindih
(Vilagomenza (2006) dikutip dari Potter & Perry, 2010), dan tidak ada batasan mana yang boleh
dan tidak boleh serta mana yang benar dan salah. Spiritual tidak memiliki peraturan tertentu
dalam pelaksanaannya. Agama sebagai bentuk peraturan dari Zat yang lebih tinggi atau kekuatan
yang lebih tinggi dari makhluk memberikan batasan dan rambu-rambu terhadap segala sesuatu
dalam kehidupan manusia.

Bagaimana hubungan antara spiritual dan agama ? Agama memberikan panduan dan
jalan pelaksanaan spiritual seseorang. Agama merupakan bingkai dari spiritual karena agama
memberikan batasan dan panduan spiritual. Pengamalan ajaran agama termasuk ritual agama
merupakan ekspresi spiritual seseorang, sehingga ritual agama lebih mencerminkan spiritual
seseorang. Pelaksanaan ritual agama sebagai ajaran agama pasti merupakan bentuk ekspresi
spiritual dan sesuai dengan kesehatan spiritual. Kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan
saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi
(Hungelmann et al. (1985) dikutip dari Potter & Perry, 2010).

Uraian tersebut menjelaskan bahwa ritual agama sebagai bentuk ekspresi spiritual, maka
salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan dasar spiritual adalah memberikan pelayanan ibadah
kepada pasien. Hal ini sesuai dengan teori keperawatan yang dikembangkan oleh Virginia
Henderson (1955) yaitu Definition of nursing and Henderson'n 14 activities for client assistance
(Tomey & Alligood, 2006).

V. Henderson (1955) mengemukakan 14 kebutuhan dasar (Fitzpatrick & Whall,1989;


Tomey & Alligood, 2006; McEwen & Wills, 2007) dan Perawat berperan untuk membantu
pasien memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut mencakup kebutuhan bio-psiko-
sosial-spiritual sesuai dengan konsep keperawatan holistik. Kebutuhan dasar biologi meliputi: 1)
Bernafas secara normal; 2) Makan dan minum secara adekuat; 3) Eliminasi; 4) Bergerak dan
mempertahankan posisi yang dikendaki; 5) Istirahat dan tidur; 6) Mempertahankan suhu tubuh
dalam rentang normal; 7) Memilih cara berpakaian; berpakaian dan melepas pakaian; 8)
Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi; 9) Menghindari bahaya dari lingkungan. Kebutuhan
10

psikologis meliputi: 1) Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi; 2) Belajar,
menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan
normal. Kebutuhan sosial meliputi: 1) Berkomunikasi dengan orang lain dan 2) Bekerja yang
menjanjikan prestasi. Kebutuhan spiritual adalah “Beribadah menurut keyakinan”.

Agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia dengan konsekuensi mayoritas
pasien dirawat di rumah sakit adalah beragama Islam. Agama Islam memiliki berbagai ritual atau
ibadah. Ibadah tersebut ada yang hukumnya fardhu atau wajib, sunah maupun mubah atau boleh
dilakukan. Ibadah tersebut ada yang dilakukan sendirian dan ada yang dilakukan secara
berkelompok (jamaah). Ritual atau ibadah pada Agama Islam yang tidak dapat ditinggalkan atau
digantikan dengan ibadah lain adalah salat fardhu lima waktu sehari semalam. Salat fardhu
diwajibkan kepada setiap umat Islam, yang sudah baligh, dan berakal (Az-Zuhaili, 2011 a).
Situasi dan kondisi apapun tidak menggugurkan kewajiban salat fardhu termasuk saat sakit dan
dirawat di rumah sakit. Kewajiban salat fardhu gugur hanya kepada pasien yang mengalami : 1)
Hilang akal seperti gila atau tidak sadar; 2) tertidur dan; 3) lupa; dan 4) saat menstruasi atau
masa nifas bagi perempuan (Asy-Syafrowi, 2011). Salat fardhu yang ditinggalkan saat tertidur
atau lupa tetap harus diganti diwaktu lain.

Pemenuhan kebutuhan dasar spiritual pasien beragama Islam tidak boleh


mengesampingkan ibadah utama pasien yaitu membantu memberikan layanan ibadah salat
fardhu. Salat fardhu sebagai salah satu bentuk ritual pasien beragama Islam sebagai sarana
hubungan langsung antara hamba (manusia) dengan Tuhan yaitu Allah SWT. Hubungan antara
manusia dengan Tuhannya merupakan dimensi utama dari spiritual selain dimensi hubungan
manusia dengan sesama makhluk. Hal ini meyakinkan kepada kita bahwa layanan ibadah salat
fardhu merupakan salah satu bentuk layanan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien beragama
Islam.

3. Peran Perawat dalam Layanan Keperawatan Ibadah Salat fardhu

Perawat modern memiliki berbagai peran dalam menjalankan profesinya. Peran utama
perawat yang bekerja pada tatanan klinik rumah sakit adalah memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien disamping menjalankan peran lain. Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan terutama ditujukan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya,
12

termasuk kebutuhan spiritual. Pemenuhan kebutuhan dasar spiritual dapat dilakukan dengan
membantu pasien dalam beribadah menurut keyakinan. Membantu memenuhi kebutuhan
spiritual "beribadah menurut keyakinan" untuk pasien beragama Islam yang utama adalah
memberikan layanan ibadah salat fardhu.

Peran perawat dalam memberikan layanan keperawatan ibadah salat fardhu berdasar pada
The Interpersonal Process oleh Hillegard E. Peplau (1952). Peplau (1952) mengemukakan
bahwa perawat memiliki enam peran pada proses hubungan perawat-pasien dalam rangka
membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien. Peran tersebut adalah : (1) peran stranger (orang
asing) ; (2) peran resource person (nara sumber); (3) peran sebagai teacher (pendidik); (4) peran
sebagai leadership (pemimpin); (5) peran sebagai surrogate (wali atau pengasuh) dan (6) peran
sebagai counselor (pembimbing) (Fitzpatrick & Whall, 1989; Tomey & Alligood, 2006).

Peran orang asing (stranger) sebagai peran pada pertemuan pertama antara perawat-
pasien. Pasien menganggap perawat sebagai orang asing baginya, maka perawat berperan untuk
memperkenalkan diri, menciptakan rasa saling percaya dan saling menghormati. Perawat
memperkenalkan dirinya bahwa perawat tidak saja siap membantu pasien memenuhi kebutuhan
dasar biologis-psikologis-sosial semata, namun juga siap membantu pasien beragama Islam
untuk mendirikan salat fardhu. Peran nara sumber (resource person) merupakan peran perawat
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkaitan dengan layanan salat fardhu.
Pelaksanaan peran tersebut berupa tanya-jawab antara perawat-pasien sehingga dapat digunakan
sebagai sarana untuk melakukan pengkajian kebutuhan salat fardhu pasien. Perawat dapat
menentukan bagaimana kemampuan pasien untuk mendirikan salat fardhu dalam keadaan sakit
dan apa kebutuhan pasien yang membutuhkan bantuan untuk dibantu mulai dari bersuci sampai
mendirikan salat fardhu.

Peran sebagai pendidik (teacher) merupakan perpaduan seluruh peran dimana perawat
dapat memberikan pendidikan tatacara bersuci dan salat fardhu bagi pasien. Pendidikan tatacara
bersuci dan salat tersebut diberikan kepada pasien yang sudah mengerti serta hafal gerakan dan
bacaan salat atau telah mengerjakan salat sebelum dirawat, namun tidak paham bagaimana salat
dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit dengan segala keterbatasannya. Perawat
menjelaskan kepada pasien bahwa saat ini mereka sedang dalam keadaan udzur sehingga
terdapat keringanan untuk bersuci dan mendirikan salat fardhu dalam hal kaifiyahnya atau
tatacaranya bukan dalam gugurnya kewajiban salat.

Peran sebagai pemimpin (leadership) dilaksanakan dengan memberikan motivasi kepada


pasien beragama Islam untuk tetap menjalankan salat fardhu, walaupun sakit. Selain itu perawat
juga mengingatkan kepada pasien tentang telah masuknya waktu salat fardhu. Peringatan
tersebut selalu dikerjakan, walaupun telah ada adzan dari masjid. Cara tersebut berfungsi tidak
hanya mengingatkan pasien saja, tetapi juga sebagai bentuk perhatian perawat terhadap pasien.

Peran sebagai pengasuh atau wali (surrogate) mengandung makna bahwa perawat
memberikan bantuan atau pelayanan yang dibutuhkan pasien dalam mendirikan salat fardhu.
Perawat telah mengetahui dari hasil pengkajian apa kebutuhan pasien dalam mendirikan salat
fardhu. Kebutuhan pasien dalam mendirikan salat fardhu mungkin membutuhkan bantuan secara
penuh yaitu perawat menyiapkan perlengkapan untuk bersuci sampai mewudhukan pasien dan
15 mungkin hanya sebagian, yaitu
membantu untuk mendirikan salat fardhu. Bantuan tersebut
perawat cukup mempersiapkan perlengkapan untuk bersuci dan salat dan perawat membantu
untuk wudhu pasien dengan menyemprotkan air dari semprotan yang tersedia.

Peran sebagai pembimbing (counselor), adalah peran perawat untuk meningkatkan


kesadaran pasien akan pentingnya ibadah dan amalan-amalan lain seperti dzikir dan sebagainya.
Perawat juga dapat berperan sebagai penghubung antara pasien dengan rohaniawan Islam untuk
memberikan bimbingan rohani sehingga pasien memiliki keyakinan bahwa semua yang sedang
dihadapinya adalah ujian dari Allah SWT. dan mengandung hikmah-hikmah bagi kelangsungan
hidup pasien dan keluarganya.

Pelaksanaan peran-peran tersebut tidak harus dipisah-pisahkan, namun merupakan suatu


kesatuan yang aplikasinya dapat terjadi secara bersamaan dan saling tumpang tindih. Misalkan
perawat dapat melaksanakan peran sebagai pengasuh dan sekaligus berperan sebagai pemimpin,
pendidik maupun pembimbing. Peran-peran tersebut dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan
tidak harus mengurutkan fungsi dari peran tersebut.
B. Pemenuhan kebutuhan bersuci pasien dirawat di rumah sakit
C. Pemenuhan kebutuhan ibadah pasien dirawat di rumah sakit.

Materi dari dua topik di atas silahkan pelajari pada leafleat berikut.

Anda mungkin juga menyukai